Anda di halaman 1dari 52

POLIMORFISME GEN LEPTIN DAN GEN MIOSTATIN

PADA SAPI POTONG ACEH DAN MADURA

KAMALIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Polimorfisme Gen Leptin dan
Gen Miostatin pada sapi potong Aceh dan Madura adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Kamaliah
NIM G352090111
ABSTRACT
KAMALIAH. Polymorphism of Leptin and Myostatin Genes in Aceh and Madura
Cattles. Under direction of R.R. DYAH PERWITASARI and ACHMAD
FARAJALLAH.

Aceh and Madura cattles are a native Indonesian cattle as meat production.
Productivity of beef cattle in Indonesia is still low so it is not used sufficient to
supply national demand. We used leptin and miostatin genes as a genetic marker
to clustering, Marker-Assisted Selection (MAS), and marker for detection of
permissible nature (Halal) food. The aim of this study was to determine
polymorphism of Aceh and Madura cattles. This research applied sequencing
method. The reconstruction of phylogenetic tree using Neighbour-Joining method
with Kimura-2-Parameters model to analyse polymorphism. Aceh cattle based on
leptin gene was clustered into one group with Bos indicus GCATC haplotype and
Bos taurus. Aceh cattle was assembled into one group with Bos taurus based on
myostatin gene. Madura cattle had two haplotypes, one type was Bos indicus
GCATC haplotype or Bos taurus and another type was Bos indicus ATGCT
haplotype or Bos frontalis. Madura cattle based on myostatin gene different from
Bos taurus group.

Keywords: leptin gene, myostatin gene, aceh cattle, madura cattle, sequencing.
RINGKASAN
KAMALIAH. Polimorfisme Gen Leptin dan Gen Miostatin pada Sapi Potong
Aceh dan Madura. Dibimbing oleh R.R DYAH PERWITASARI dan ACHMAD
FARAJALLAH.

Sapi aceh dan sapi madura merupakan sapi lokal Indonesia penghasil
daging. Produktivitas sapi potong di Indonesia saat ini masih rendah sehingga
tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan nasional. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah melalui program seleksi secara konvensional memerlukan pencatatan
produksi dan reproduksi dalam jangka waktu yang lama. Pendekatan seleksi
lainnya yang lebih cepat adalah melalui penggunaan marka genetik. Gen yang
digunakan sebagai marka genetik di antaranya adalah gen leptin dan gen
miostatin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme gen leptin dan
gen miostatin pada sapi aceh dan sapi madura. Penelitian ini dapat digunakan
sebagai informasi dasar untuk mendukung manajemen perkawinan sapi,
mengetahui asal usul spesies, mengetahui hubungan kekerabatan spesies, dan
identifikasi spesies di dalam produk daging campuran.
Metode yang digunakan untuk memperoleh sampel DNA dari darah
dilakukan menggunakan metode ekstraksi KIT. Amplifikasi ekson 2 gen leptin
dan ruas promotor gen miostatin dilakukan menggunakan metode Polymerase
Chain Reaction (PCR). Amplikon diuji menggunakan Gel Poliakrilamid (PAGE
6%) dan dilanjutkan dengan pewarnaan perak. Perunutan nukleotida kedua gen
dilakukan dengan metode automatic sequencing. Analisis keragaman nukleotida
dilakukan menggunakan rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan metode
Neighbour-Joining (NJ) model Kimura-2-parameter.
Berdasarkan gen leptin sapi aceh mempunyai hubungan kekerabatan yang
lebih dekat dengan B. indicus haplotipe GCATC dan B. taurus, berdasarkan gen
miostatin sapi aceh mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan B.
taurus. Berdasarkan gen leptin sapi madura mempunyai hubungan kekerabatan
yang lebih dekat dengan B. indicus haplotipe ATGCT, B. indicus haplotipe
GCATC, dan B. taurus, sedangkan berdasarkan gen miostatin sapi madura
berbeda dengan B. taurus.
Berdasarkan gen leptin sapi madura dikelompokkan ke dalam dua
haplotipe kemungkinan karena sapi madura merupakan sapi hasil hibridisasi
antara B. indicus dengan banteng. Bos indicus halotipe ATGCT mempunyai
kesamaan karakter dengan sapi liar. Hibridisasi B. indicus dengan Banteng hingga
membentuk sapi madura diperkirakan terjadi sejak masuknya kebudayaan hindu
dari India ke Indonesia sekitar 1500 tahun yang lalu. Sapi B. indicus yang dibawa
oleh bangsa India tersebut kemudian disilangkan dengan banteng yang ada di
kepulauan Madura. Hubungan kekerabatan antara sapi aceh dengan B. taurus
diperkirakan terjadi sejak dilaksanakan program Inseminasi Buatan (IB) pertama
sekali di peternakan Saree dan Indrapuri pada tahun 1972. Semen beku yang
digunakan berasal dari keturunan B. taurus.

Kata kunci: sapi aceh, sapi madura, gen leptin, gen miostatin.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POLIMORFISME GEN LEPTIN DAN GEN MIOSTATIN
PADA SAPI POTONG ACEH DAN MADURA

KAMALIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Tesis : Polimorfisme Gen Leptin dan Gen Miostatin pada Sapi Potong
Aceh dan Madura
Nama : Kamaliah
NIM : G352090111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc. Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si.
Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Biosains Hewan

Dr. DRS. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 31 Juli 2012 Tanggal Lulus: 23 Oktober 2012


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, M. Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan izin-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ini ialah mengenai
polimorfisme gen, dengan judul Polimorfisme Gen Leptin dan Gen Miostatin pada
Sapi Potong Aceh dan Madura.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. R.R. Dyah
Perwitasari, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan saran. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima
kasih kepada pimpinan beserta staf Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU)
Indrapuri Kabupaten Aceh besar yang telah memberikan izin dan membantu
selama pengambilan sampel. Disamping itu, ungkapan terima kasih penulis
sampaikan kepada ayahanda, ibunda, serta seluruh keluarga atas segala doa,
dukungan, bantuan, serta kasih sayangnya sehingga penulisan karya ilmiah ini
dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2012

Kamaliah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 15 Februari 1984 dari ayah
Drs. Helmy Basjah dan ibu Azizan Ibrahim. Penulis merupakan putri bungsu dari
tujuh bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk Universitas Syiah Kuala melalui jalur SPMB.
Penulis memilih program studi Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi dasar
pada tahun ajaran 2005/2006, serta mata kuliah genetika pada tahun ajaran
2006/2007.
Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
Penulis memilih mayor Biosains Hewan Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL………………………………………………………………..vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….vii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………viii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
Manfaat ................................................................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3


Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia ............................................................. 3
Sapi Aceh ........................................................................................................... 4
Sapi Madura ....................................................................................................... 5
Penanda Genetik untuk Marker-Assisted Selection (MAS) ................................ 6
Hubungan Antara Polimorfisme Gen Leptin dengan Kualitas Daging ............... 7
Hubungan antara Gen Miostatin dengan Otot Ganda.......................................... 9

BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 11


Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 11
Koleksi Sampel.................................................................................................. 11
Ekstraksi Sampel ............................................................................................... 11
Amplifikasi Gen Leptin .................................................................................... 12
Amplifikasi Gen Miostatin ................................................................................ 13
Visualisasi Produk Amplifikasi ......................................................................... 13
Pengurutan Nukleotida ...................................................................................... 14
Analisis Data ..................................................................................................... 14

HASIL ................................................................................................................... 16
Produk Amplifikasi dan Perunutan Nukleotida Berdasarkan Gen Leptin dan
Gen Miostatin .................................................................................................... 16
Haplotipe Gen Leptin pada Sapi Aceh dan Sapi Madura .................................. 17
Keragaman Gen Leptin dan Perubahan Asam Amino ..................................... 18
Keragaman Gen Miostatin pada Sapi Aceh dan Sapi Madura .......................... 19
Analisis Filogeni Berdasarkan Gen Leptin ....................................................... 20

PEMBAHASAN ................................................................................................... 24
Keragaman Gen Leptin dan Gen Miostatin Terhadap Pengelompokkan Sapi
Aceh dan Sapi Madura ...................................................................................... 24
Potensi Keragaman Gen Leptin dan Gen Miostatin Sebagai Marka Genetik ... 25
DAFTAR TABEL
Halaman

1 Sampel sapi yang digunakan pada penelitian.................................................... 11

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Karakter warna tubuh sapi aceh. ........................................................................ 5


2 Karakter morfologi sapi madura. ....................................................................... 6
3 Struktur genom gen leptin .................................................................................. 7
4 Struktur protein 4α-helix pada gen leptin .......................................................... 9
5 Produk amplifikasi gen leptin dan gen miostatin . ........................................... 16
6 Posisi kodon awal (ATG) pada daerah ekson 2 gen leptin ............................. 17
7 Posisi tiga titik mutasi menunjukkan perbedaan haplotipe. ............................. 18
8 Keragaman gen leptin pada sapi aceh dan sapi madura ................................... 19
9 Keragaman gen miostatin pada sapi aceh dan sapi madura ............................. 20
10 Rekonstruksi pohon filogeni gen leptin berdasarkan nukleotida menggunakan
metode Neighbour-Joining (NJ), model Kimura-2-Parameter, dan butsrap
pengulangan 1000x........................................................................................... 21
11 Rekonstruksi pohon filogeni gen miostatin menggunakan metode Neighbour-
Joining (NJ) berdasarkan model Kimura-2-Parameter dengan butsrap
pengulangan 1000x........................................................................................... 23

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Hasil pengurutan basa nukleotida gen leptin daerah ekson 2 antara sapi aceh,
sapi madura, dan data GenBank. ...................................................................... 32

2 Hasil pengurutan basa nukleotida gen miostatin pada ruas promotor antara sapi
aceh, sapi madura, dan data GenBank. ............................................................. 35
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sapi potong merupakan hewan ternak utama penghasil daging setelah
ayam. Produktivitas sapi potong di Indonesia saat ini masih rendah sehingga tidak
memadai untuk memenuhi kebutuhan nasional. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan oleh pemerintah untuk perbaikan produktivitas sapi potong adalah
melalui program pemuliaan. Program ini dapat memperbaiki mutu genetik ternak
dengan menerapkan suatu pola perkawinan yang direncanakan dan dilanjutkan
dengan tindakan seleksi. Program seleksi yang dilakukan secara konvensional
dinilai tidak efektif. Program seleksi yang telah ditempuh memerlukan pencatatan
produksi dan reproduksi dalam jangka waktu yang relatif lama. Pendekatan
seleksi lainnya yang lebih cepat adalah penggunaan marka genetik. Oleh karena
itu marka genetik diperlukan sebagai informasi dasar yang berhubungan dengan
ruas gen dan keragaman nukleotida berdasarkan gen yang dipilih.
Gen yang digunakan sebagai marka genetik di antaranya adalah gen leptin
dan gen miostatin. Gen leptin telah dilaporkan sebagai gen utama pengontrol
kualitas daging. Gen leptin terlibat di dalam pengaturan metabolisme lemak
tubuh. Lemak intramuskular merupakan lemak yang dapat menyebabkan
keempukan daging. Perbedaan tingkat lemak intramuskular pada bangsa sapi
dipengaruhi oleh adanya perbedaan genotipe (Corva et al. 2009). Gen miostatin
atau Growth Differentiation Factor (GDF-8) merupakan gen yang terlibat dalam
mengatur pertumbuhan otot rangka. Mutasi pada gen miostatin menyebabkan
fenomena otot ganda (Double Muscle), terutama karena pergeseran stop kodon
akibat insersi, delesi, atau mekanisme ekspresi yang terganggu. Selain itu,
polimorfisme gen miostatin secara gradual mempengaruhi kualitas pertumbuhan
otot rangka.
Polimorfisme yang ditemukan pada gen leptin dan gen miostatin
mempengaruhi deposisi lemak intramuskular dan pertumbuhan otot rangka dalam
mendukung upaya peningkatan kualitas daging. Selain itu, polimorfisme gen
dapat digunakan sebagai alat untuk mengelompokan dan mempelajari kekerabatan
antar bangsa sapi.
Sapi aceh dan sapi madura merupakan sapi lokal Indonesia yang dikenal
mempunyai kualitas daging yang baik. Polimorfisme gen leptin dan gen miostatin
pada sapi aceh dan sapi madura belum pernah dilaporkan. Pemanfaatan
polimorfisme gen leptin dan gen miostatin diharapkan dapat menunjang seleksi
Marker-Assisted Selection (MAS) pada seleksi sapi aceh dan sapi madura.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme gen leptin dan gen
miostatin pada sapi aceh dan sapi madura.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk
mendukung manajemen perkawinan sapi, mengetahui asal usul spesies,
mengetahui hubungan kekerabatan spesies, dan identifikasi spesies di dalam
produk daging campuran.
TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia


Ternak sapi merupakan anggota famili bovidae yang muncul pada era
Pleistosen. Ternak sapi berasal dari keturunan aurok liar (Bos primigenius)
(Mannen et al. 1998). Bos primigenius dibedakan menjadi tiga subtipe
berdasarkan perbedaan lokasi geografis fosil ditemukan, yaitu B. primigenius
primigenius ditemukan di Eropa, B. primigenius namadicus ditemukan di Asia,
dan B. primigenius opisthonomus ditemukan di Afrika. Perkembangan B.
primigenius membentuk 2 tipe sapi modern, yaitu B. taurus (tidak berpunuk) dan
B. indicus (berpunuk) (Loftus et al. 1994). Domestikasi B. primigenius
berkembang menjadi sapi modern seperti sapi sekarang ini. Domestikasi B.
primigenius berlangsung di Asia Barat, tepatnya di antara Mediteranian dan Iran.
Lokasi yang diperkirakan sebagai pusat domestikasi adalah Jordania, Lebanon,
Syiria, Turkey, Irak, dan Iran. Pada saat itu B. primigenius subsp. primigenius dan
B. primigenius subsp. namadicus hidup berdampingan (Payne & Hodges 1997).
Bos primigenius namadicus merupakan nenek moyang dari sapi domestik
Zebu (Bos indicus). Pusat domestikasi B. indicus diperkirakan di Iran kemudian
berkembang menuju dua jalur utama, yaitu dari Turkmenia menuju India dan
melanjutkan ke Asia bagian selatan, dan dari Bulukistan menuju Persia dan
Mesopotamia selatan. Zebu dari Persia bermigrasi menuju Arab dan melanjutkan
ke Afrika (Payne & Hodges 1997).
Sejarah masuknya B. indicus ke Indonesia diperkirakan bersamaan dengan
masuknya kebudayaan hindu dari India sekitar 1500 tahun yang lalu (Uggla
2008). Jenis sapi B. indicus yang berkembang di Indonesia saat ini adalah sapi
aceh, sapi pesisir, sapi madura, ongole, peranakan ongole, dan grati. Jenis sapi
lainnya yang berkembang di Indonesia adalah sapi bali. Sapi bali (Bos javanicus)
merupakan sapi asli Indonesia. Asal usul sapi bali berbeda dari B. indicus maupun
B. taurus. Sapi bali berasal dari keturunan banteng (Nijman et al. 2003).
Sapi Aceh
Sapi aceh merupakan sapi lokal Indonesia yang berkembang di daerah
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan sekitarnya. Sapi aceh berasal dari
B.indicus yang dibawa oleh bangsa India sekitar 1500 tahun yang lalu
(Kusdiantoro et al. 2009; Uggla 2008). Sapi aceh dikelompokkan ke dalam
B.indicus berdasarkan karakter morfologi sapi aceh berpunuk. Jenis sapi lainnya
yang diintroduksi ke Aceh adalah sapi peranakan ongole. Peranakan ongole
menyebar di kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur.
Persebaran peranakan ongole dilakukan disilangkan dengan sapi aceh sebagai
salah satu program perbaikan mutu sapi aceh yang dilakukan oleh pemerintah.
Persilangan sapi aceh dengan peranakan ongole mulai dilakukan pada tahun 1968.
Selanjutnya, program perbaikan mutu sapi aceh yang dilanjutkan oleh pemerintah
adalah program Inseminasi Buatan. Kegiatan Inseminasi Buatan di Aceh mulai
dilaksanakan pada bulan April 1972. Inseminasi Buatan dilaksanakan di Balai
Peternakan Saree dan Indrapuri kabupaten Aceh Besar. Program tersebut
menggunakan semen beku berasal dari bangsa sapi Brahman dan Santagertrudis.
Semen beku selanjutnya yang diintroduksi ke Aceh sampai saat ini berasal dari
bangsa sapi Simental, Brahman, Limousin, dan Charollais (Sari 2011).
Karakter warna tubuh sapi aceh bervariasi, yaitu merah bata, coklat, hitam,
dan putih kombinasi yang mengarah ke warna terang dan gelap (Gambar 1).
Selain itu, karakter sapi aceh mempunyai garis muka dan bergelambir. Tanduk
pada sapi jantan berbeda dengan tanduk sapi betina. Tanduk sapi jantan mengarah
ke samping melengkung ke atas, sedangkan tanduk betina mengarah ke samping
melengkung ke atas melanjutkan arah ke depan (Abdullah et al. 2008). Ukuran
tubuh sapi aceh lebih kecil dibandingkan dengan sapi lokal Indonesia lainnya
seperti sapi bali, sapi madura, dan peranakan ongole. Ukuran tubuh Sapi Aceh
lebih besar daripada sapi pesisir.
Gambar 1 Karakter warna tubuh sapi aceh.

Sapi Madura
Sapi madura merupakan sapi lokal Indonesia yang berkembang di
kepulauan Madura dan sekitarnya. Asal usul sapi madura diperkirakan dari hasil
persilangan antara B. javanicus dengan B. indicus (Nijman et al. 2003).
Perkawinan silang tersebut diperkirakan terjadi sejak masuknya B. indicus dari
India. Bos indicus dibawa oleh bangsa India ke Indonesia bersamaan dengan
masuknya kebudayaan hindu sekitar 1500 tahun yang lalu. Kemudian B. indicus
tersebut terjadi perkawinan silang dengan B. javanicus yang ada di kepulauan
Madura. Jenis B. indicus lainnya yang didatangkan dari India adalah sapi ongole.
Sapi ongole masuk ke Sumba pada tahun 1906. Sapi ongole disebarkan ke
wilayah Indonesia untuk disilangkan dengan sapi potong lokal termasuk sapi
madura sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas sapi potong Indonesia.
Karakter morfologi sapi madura mempunyai kemiripan dengan sapi bali
tetapi ukuran tubuh, punuk, dan tanduk sapi madura lebih kecil dibandingkan
dengan sapi bali (Payne & Hodges 1997). Sapi madura mempunyai warna tubuh
coklat atau merah bata. Warna paha bagian belakang hingga bawah lutut berwana
putih kombinasi coklat (Gambar 2).
Gambar 2 Karakter morfologi sapi madura.

Penanda Genetik untuk Marker-Assisted Selection (MAS)


Marker-Assisted Selection (MAS) merupakan proses seleksi individu yang
dijadikan sebagai parental untuk generasi selanjutnya. Seleksi berdasarkan
Marker-Assisted Selection (MAS) bertujuan untuk meningkatkan kualitas genetik
pada suatu bangsa ternak. DNA merupakan penanda genetik yang digunakan pada
program MAS. DNA digunakan untuk menyeleksi alel yang menguntungkan. Alel
yang terseleksi yaitu alel yang berpengaruh positif terhadap fenotipe yang bernilai
ekonomis. Dominasi fenotipe dipengaruhi oleh dominasi alel berdasarkan hukum
mendel, yaitu dominan dan resesif. Kualitas genetik dapat ditingkatkan jika
genotipe pada bangsa ternak bersifat heterozigot sehingga variasi genetik berperan
penting dalam program MAS.
Variasi genetik dapat dideteksi menggunakan penanda molekular. Penanda
molekular merupakan penanda genetik yang digunakan dalam program MAS.
Penanda molekular menggunakan DNA sebagai alat deteksi perbedaan frekuensi
genotipe yang berasosiasi dengan suatu sifat pada hewan ternak (Agarwal et al.
2009). Penggunaan penanda molekular didasarkan pada fenomena polimorfisme.
Polimorfisme bermanfaat dalam kepentingan seleksi maupun bidang yang lain,
misalnya digunakan untuk mengetahui asal usul organisme, pengelompokkan atau
hubungan kekerabatan inter dan intra spesies, dan sebagai informasi dasar dalam
perkawinan silang. Teknik mendeteksi polimorfisme pada tingkat DNA
diantaranya Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), Random
Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Amplified Fragment Length Polymorphism
(AFLP), Single-Strand Conformation Polymorphisms (SSCP), Mikrosatelit, dan
sekuensing.

Hubungan Antara Polimorfisme Gen Leptin dengan Kualitas Daging


Leptin merupakan protein hormon yang dikeluarkan dari jaringan adiposa
(Frederich et al. 1995). Hormon leptin terlibat di dalam proses regulasi
metabolisme dan massa lemak di dalam tubuh (Kim & Moussa 2000;
Houseknecht et al. 2000; Sharifzadeh & Doosti 2010). Pada sapi massa lemak
dapat digunakan sebagai pengontrol untuk menentukan kualitas daging. Lemak
intramuskular merupakan lemak yang dapat menentukan kualitas daging seperti
keempukan daging dan kandungan air di dalam daging (Te pas et al. 2004).
Lemak intramuskular dikendalikan oleh beberapa gen utama. Salah satu gen yang
mengendalikan deposisi lemak intramuskular adalah gen leptin (Hirwa et al.
2011).
Gen leptin merupakan gen obesitas yang terletak pada kromosom 4
(Friedman 2002; Pomp et al. 1997). Struktur gen leptin terdiri atas 3 ekson dan 2
intron (Taniguchi et al. 2002). Daerah ekson 1 merupakan daerah UTR
(Untranslated region). Daerah ini tidak ditranskripsikan menjadi mRNA sehingga
tidak ditranslasikan ke dalam asam amino. Kodon awal dimulai dari beberapa
basa pada awal ekson 2, sedangkan kodon akhir diakhiri pada ekson 3 (Gambar
3).

Gambar 3 Struktur genom gen leptin (Taniguchi et al. 2002).


Gen leptin menyandikan 167 asam amino dengan berat molekul protein
sebesar 16 kDa (Frederich et al. 1995). Protein leptin berbentuk struktur sekunder
4α-helix (Gambar 4) (Liefers 2004). Struktur α-helix terbentuk karena adanya
ikatan hidrogen antara asam amino yang satu dengan asam amino lainnya di
dalam satu helai yang sama (Wilmer et al. 2005).
Perbedaan genotipe pada gen leptin berhubungan dengan kandungan
lemak intramuskular, berat tubuh, dan volume susu. Pada daerah ekson 2 genotipe
TT menghasilkan deposisi lemak intramuskular lebih tinggi dibandingkan dengan
genotipe CC pada posisi 118026 pb (Corva et al. 2009). Pada sapi Iran genotipe
AB menghasilkan bobot tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AA
(Nobari 2010). Liefer et al. (2002) menyatakan bahwa pada sapi Frisien-Heifer
genotipe CT memproduksi susu lebih banyak dibandingkan dengan genotipe CC.
Polimorfisme gen leptin menyebabkan terbentuknya variasi frekuensi
genotipe pada setiap jenis sapi. Pada daerah ekson 2 genotipe TT tidak ditemukan
pada sapi golpayegani (Nassiry et al. 2007). Genotipe CC merupakan genotipe
yang paling tinggi ditemukan pada sapi hasil perkawinan silang, sedangkan
genotipe CT merupakan frekuensi paling tinggi ditemukan pada Holstein Friesian
(Choundhary et al. 2005). Pada daerah ekson 3 genotipe CT merupakan genotipe
yang paling tinggi di antara genotipe lainnya untuk sapi sistani dan sarabi
(Aslaminejad 2010).
Polimorfisme gen leptin daerah ekson 2 terjadi akibat perubahan
nukleotida C→T pada posisi 1180. Perubahan nukleotida C→T menyebabkan
terjadinya perubahan asam amino arginin menjadi sistein (Javanmard et al. 2010).
Pada daerah ekson 3 terjadi akibat perubahan nukleotida C→T yang
menyebabkan perubahan asam amino valin menjadi alanin (Lagonigro et al.
2003). Selain itu, pada daerah intron 2 menyebabkan perubahan nukleotida G→A
(Lien et al. 1997). Polimorfisme pada daerah ekson kemungkinan mengubah asam
amino yang menyebabkan perubahan ekspresi protein. Polimorfisme daerah intron
meskipun tidak mengubah asam amino tetapi perperan penting pada proses
splicing atau ikatan protein regulator selama terjadi proses transkripsi
(Choundhary et al. 2005).
Gambar 4 Struktur protein 4α-helix pada gen leptin (Zhang et al. 1997).

Hubungan antara Gen Miostatin dengan Otot Ganda


Miostatin merupakan protein yang terlibat di dalam proses regulasi
perkembangan massa otot (McPherron & Lee 1997). Perkembangan massa otot
terjadi karena adanya peningkatan jumlah otot (Hiperplasia) dan peningkatan
massa otot (Hipertropi). Massa otot merupakan salah satu faktor yang menentukan
sifat ekonomis sapi potong.
Gen miostatin terletak pada kromosom 2 (Charlier et al. 1995). Struktur gen
miostatin terdiri atas 3 ekson dan 2 intron (McPherron & Lee 1997). Panjang
ekson 1 dan ekson 2 yaitu 373 pb dan 374 pb. Ekson 1 dan ekson 2 dipisahkan
oleh intron 1 sepanjang 1849 pb. Sedangkan ekson 2 dan ekson 3 dipisahkan oleh
intron sepanjang 2033 pb. Panjang ekson 3 adalah 381 pb. Daerah UTR
(Untranslated region) terletak pada akhir ekson 3 dengan ukuran yang bervariasi
tergantung dari posisi poliadenilasi (Grisolia et al. 2009). Gen miostatin terdiri
atas 20 haplotipe (Dunner et al. 2002).
Gen miostatin menyandi 375 asam amino (Taylor et al. 2001). Asam
amino menghasilkan protein miostatin dengan berat molekul sebesar 26 kDa
(Berry et al. 2002). Protein miostatin menghambat proses proliferasi dan
diferensiasi sel sehingga pertumbuhan sel yang dihasilkan tidak berlebihan
(Taylor et al. 2001; Bellinge et al. 2005). Fenotipe yang dihasilkan akibat
kehilangan fungsi miostatin mengekspresikan otot ganda (Grisolia et al. 2009;
Esmailizadeh et al. 2008). Ekspresi otot ganda pada sapi pertama sekali
ditemukan pada sapi Belgian Blue dan Piedmontase. Otot ganda Belgian Blue
disebabkan karena terjadi 11 delesi nukleotida sepanjang 931-936 pb. Delesi
nukleotida tersebut terjadi pada daerah ekson 3. Fenomena delesi menyebabkan
terjadinya kehilangan daerah aktif pada molekul protein miostatin (McPherron &
Lee 1997). Ekspresi otot ganda pada Piedmontase terjadi karena adanya mutasi
pada daerah ekson 3 menyebabkan perubahan nukleotida G→A pada posisi 938
pb. Perubahan nukleotida G→A menyebabkan terjadinya perubahan asam amino
sistein menjadi tirosin. Selain itu, perubahan nukleotida ditemukan pada daerah
ekson 1 menyebabkan perubahan transisi C→A pada posisi 282 pb. Substitusi
nukleotida tersebut menyebabkan terjadinya perubahan asam amino leusin
menjadi fenilalanin (McPherron & Lee 1997).
Polimorfisme gen miostatin juga ditemukan pada sapi nellore. Pada daerah
ekson 1 ditemukan 3 polimorfisme, yaitu nt76(A/T), nt11(G/T), dan nt267(A/G).
Pada daerah ekson 2 ditemukan 7 polimorfisme, yaitu nt414(C/T), nt433(A/T),
nt420(T/G), nt445(A/T), nt527(T/A), nt641(G/A), dan nt694(G→A). Pada daerah
ekson 3 ditemukan 4 polimorfisme, yaitu nt840(G→A), nt1083(C/T),
nt887(A→G), dan nt951(T→G) (Grisolia et al. 2009).
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Juli 2011 di
Laboratorium Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan Departemen Biologi
FMIPA IPB.

Koleksi Sampel
Sampel yang digunakan adalah sampel darah sapi madura berasal dari
koleksi Laboratorium Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan Departemen
Biologi FMIPA IPB dan sampel darah sapi aceh berasal dari Balai Pembibitan
Ternak Unggul (BPTU) Indrapuri Aceh besar. Jumlah keseluruhan sampel yang
digunakan 83 sampel (Tabel 1).

Tabel 1 Sampel sapi yang digunakan pada penelitian


Kode Jenis Jumlah Tahun
No. Bangsa Sapi Lokasi
Sampel Kelamin Sampel Koleksi
1 Sapi aceh BPTU Indrapuri, Kml_BosA ♀ 23 2010
Kab. Aceh Besar
2 Sapi madura Kab. Sampang & AF ♀ 43 2009
Kab. Bangkalan
♂ 17 2009
Keterangan ; Kab = Kabupaten, Kml = Kamaliah (Kolektor), AF = Achmad Farajallah (Kolektor),
Bos = Genus sapi, A=Aceh.

Ekstraksi Sampel
Ekstraksi yang digunakan untuk amplifikasi gen leptin menggunakan
Kapa Express Extract (Kapabiosystems). Ekstraksi yang digunakan untuk
amplifikasi gen miostatin menggunakan Genomic DNA Mini Kit for Fresh Blood
(Geneaid). Sebelum dilakukan tahap ekstraksi, sampel darah di dalam alkohol
absolut dicuci dengan air destilata steril dan diendapkan dengan sentrifugasi pada
kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Pencucian sampel darah dilakukan sebanyak
dua kali. Sampel darah diambil sebanyak 10 μl untuk proses ekstraksi
menggunakan Kapa Express Extract dan 200 μl untuk proses ekstraksi Genomic
DNA Mini Kit for Fresh Blood (Geneaid).
Tahapan ekstraksi Kapa Express Extract terdiri atas proses lisis dan
inaktivasi enzim protease. Endapan sel darah sebanyak 10 μl dilarutkan dalam 10x
buffer Kapa Express Extract dan 1 unit enzim protease Kapa Express Extract.
Larutan dilisis pada suhu 75 0C selama 10 menit. Selanjutnya, enzim protease
dilakukan inaktivasi pada suhu 95 0C selama 5 menit. Reaksi diendapkan dengan
sentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan merupakan
larutan yang diambil untuk tahap amplifikasi.
Ekstraksi Genomic DNA Mini Kit for Fresh Blood (Geneaid) yang
digunakan dimodifikasi pada tahap pencucian sampel darah dari alkohol dan tahap
resuspensi yang menggunakan air destilata steril. Endapan sel darah sebanyak 200
μl dilisis menggunakan larutan GB buffer sebanyak 200 μl, kemudian diinkubasi
pada suhu 35 0C selama 10 menit. Selanjutnya DNA diikat pada matriks di dalam
tabung. Tahap pengikatan DNA pada matriks bertujuan untuk memisahkan DNA
dari makromolekul sel lainnya. DNA terikat pada matriks, sedangkan
makromolekul sel lainnya mengendap pada bagian dasar tabung. DNA pada
matriks dicuci menggunakan larutan 400 μl W1 buffer dan 600 μl Wash buffer.
Selanjutnya DNA diencerkan menggunakan larutan Elution buffer sebanyak 100
μl.

Amplifikasi Gen Leptin


Gen leptin yang diamplifikasi yaitu ekson 2 hingga ekson 3 menggunakan
mesin PCR (Polymerase Chain Reaction) ESCO Swift Maxi Thermal Cycler.
Pasangan primer yang digunakan mengapit daerah ekson 2, yaitu primer forward
L5 (5’-CCATGGCAGACAGCAAATCTCGT-3’) dan primer reverse L6 (5’-
TGGTGTCATCCTGGACCTTCC-3’) (Buchanan et al. 2002). Panjang daerah
ekson 2 yang diapit oleh sepasang primer tersebut 234 pb. Volume total reaksi
amplifikasi sebanyak 25 μl terdiri atas 12,5 μl 1 unit KAPA2G Robust Hotstart
ReadyMix (MgCl2 2mM dan masing-masing dNTP 0,2 mM), masing-masing
primer 0,5 μM 1,25 μl, dan genom DNA 10 ng. Kondisi PCR yang digunakan
untuk amplifikasi daerah ekson 2 terdiri atas tahap pradenaturasi pada suhu 950C
selama 3 menit. Tahap selanjutnya 30 siklus dengan kondisi denaturasi pada suhu
950C selama 15 detik, penempelan primer pada suhu 55 0C selama 15 detik, dan
elongasi pada suhu 720C selama 15 detik. Elongasi akhir pada suhu 72 0C selama
10 menit.
Amplifikasi daerah ekson 3 menggunakan pasangan primer forward L1
(5’-GTCTGGAGGCAAAGGGCAGAGT-3’)dan primer reverse L2 ( 5’-
CCACCACCTCTGTGGAGTAG-3’) (Lien et al. 1997). Panjang daerah ekson 3
yang diapit oleh sepasang primer tersebut 522 pb. Reaksi dan kondisi amplifikasi
gen leptin daerah ekson 3 sama dengan reaksi dan kondisi amplifikasi pada daerah
ekson 2, tetapi amplifikasi daerah ekson 3 menggunakan suhu penempelan primer
pada 640C selama 15 detik.

Amplifikasi Gen Miostatin


Gen miostatin pada ruas promotor diamplifikasi menggunakan mesin PCR
(Polymerase Chain Reaction) ESCO Swift Maxi Thermal Cycler. Pasangan primer
yang digunakan untuk amplifikasi gen miostatin ruas promotor adalah primer
forward AF56 (5’-TTCAGGCTACTGAGTTGCATTTT-3’)dan reverse AF74
(5’-GCTTTCCAGCGGTAAAAGAA-3’). Urutan basa primer yang digunakan
disusun menggunakan program Primer3 berdasarkan species Bos taurus (No.
akses AF348479.1) dari data GenBank. Sepasang primer tersebut mengapit daerah
sekuen target sepanjang 580 pb. Volume reaksi total amplifikasi sebanyak 12 μl
terdiri atas 1 unit KapaTaq DNA Polymerase ReadyMix (MgCl2 2mM dan dNTP
0,4 mM), masing-masing primer 0,4 μM, dan genom DNA 10-100 ng. Kondisi
amplifikasi yang digunakan terdiri atas tahap pradenaturasi pada suhu 950C
selama 3 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus dengan kondisi denaturasi 950C
selama 15 detik, penempelan primer pada suhu 580C selama 15 detik,
pemanjangan primer pada suhu 720C selama 15 detik, dan pemanjangan primer
akhir pada suhu 720C selama 10 menit.

Visualisasi Produk Amplifikasi


Produk amplifikasi gen leptin daerah ekson 2, gen leptin daerah ekson 3,
dan gen miostatin pada ruas promotor dimigrasikan menggunakan teknik
Elektroforesis Gel Poliakrilamid (PAGE 6%) dengan konsentrasi bufer 1Χ TBE
(Tris-HCl 0,5; Asam Borat 0,65; EDTA 0,02 M). Visualisasi DNA menggunakan
pewarnaan perak berdasarkan Byun et al. (2009). Penentuan ukuran pita DNA
dilakukan menggunakan rumus Fungsi Regresi Linier.

Pengurutan Nukleotida
Pengurutan nukleotida menggunakan jasa pelayanan perusahaan
sekuensing. Primer yang digunakan untuk pengurutan nukleotida pada gen leptin
daerah ekson 2 sama dengan primer yang digunakan pada tahap amplifikasi (L5
dan L6). Sedangkan primer yang digunakan untuk gen miostatin pada ruas
promotor adalah primer forward (AF56). Gen leptin daerah ekson 3 tidak dapat
dilanjutkan ke tahap sekuensing karena produk amplifikasi gen leptin daerah
ekson 3 memberikan pita DNA lainnya yang bukan merupakan pita target.

Analisis Data
Data dalam bentuk urutan basa nukleotida diedit menggunakan program
BioEdit versi 7.0.9.0 dan Genetyx-Win versi 4.0. Data tersebut disejajarkan
menggunakan program Geneious versi 5.4.4. Kemudian data diedit kembali dan
dianalisis menggunakan program Mega 5.05.
Urutan nukleotida disejajarkan dengan data dari data GenBank. Gen Leptin
disejajarkan dengan Bos indicus haplotipe ATGCT (No. akses FJ626856.1), Bos
indicus haplotipe GCATC (No. akses FJ626855.1), Bos taurus (No. akses
AJ512638.1), Bos frontalis (No. akses EU642566.1), dan Bos taurus Χ Bos
indicus (No. akses EU921637.1). Gen Miostatin disejajarkan dengan Bos taurus
(No. akses AF348479.1).
Persentase komposisi nukleotida pada gen Leptin dan gen Miostatin
menggunakan aplikasi yang telah tersedia pada program Mega 5.05. Urutan
nukleotida yang telah diedit disejajarkan menggunakan pensejajaran Crustal W.
Pada gen Leptin perubahan nukleotida menjadi asam amino menggunakan
program Genetyx-Win versi 4.0.
Rekonstruksi pohon filogeni pada gen Leptin dilakukan menggunakan
metode Neighbour-Joining (NJ) berdasarkan urutan nukleotida dan asam amino.
Filogeni berdasarkan nukleotida menggunakan model Kimura-2-parameter
dengan nilai bootstrap 1000x pengulangan. Filogeni berdasarkan urutan asam
amino menggunakan nilai bootstrap 1000x pengulangan.
Rekonstruksi pohon filogeni pada gen Miostatin dilakukan berdasarkan
urutan nukleotida menggunakan metode Neighbour-Joining (NJ), model Kimura-
2-parameter, dan nilai bootstrap 1000x pengulangan.
HASIL

Produk Amplifikasi dan Perunutan Nukleotida Berdasarkan Gen Leptin dan


Gen Miostatin

Hasil amplifikasi gen leptin menggunakan pasangan primer forward L5


dan reverse L6 menunjukkan ukuran 234 pb (Gambar 5a), dan amplifikasi gen
miostatin menggunakan pasangan primer forward AF56 dan reverse AF74
menghasilkan produk dengan ukuran 580 pb (Gambar 5b). Sampel yang berhasil
teramplifikasi berjumlah sembilan sampel, yaitu tiga sampel berasal dari populasi
sapi aceh dan enam sampel berasal dari populasi sapi madura.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9

580 pb

234 pb

(a) (b)

Gambar 5 Produk amplifikasi gen leptin daerah ekson 2 (a) dan gen miostatin (b).
M:Penanda, 1:sapi aceh (Kml_BosA11), 2:sapi aceh (Kml_BosA12),
3:sapi aceh (Kml_BosA13), 4:sapi madura (AF14), 5:sapi madura
(AF26), 6:sapi madura (AF38), 7:sapi madura (AF32), 8:sapi madura
(AF41), 9:sapi madura (AF29).

Perunutan nukleotida gen leptin setelah disejajarkan menunjukkan ukuran


sebesar 176 pb. Sisa nukleotida yang tidak berhasil disejajarkan merupakan
primer reverse dan nukleotida setelahnya. Nukleotida yang tidak berhasil
disejajarkan disebabkan oleh faktor efisiensi bahan kimia yang digunakan pada
tahap amplifikasi sehingga menghasilkan duplikasi pada elektroferogram. Primer
reverse merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan amplifikasi.
Pada posisi awal runutan nukleotida ditemukan primer forward sesuai dengan
daerah yang ditargetkan. Posisi primer forward berada pada -151 nt dari kodon
awal ATG. Posisi kodon awal ATG pada gen leptin terletak pada ekson 2. Posisi
kodon awal pada penelitian ini ditemukan sesuai dengan posisi pada urutan
referensi dari data GenBank, yaitu B. indicus haplotipe GCATC dengan no asesi
FJ626855.1 (Gambar 6). Perunutan nukleotida gen miostatin setelah disejajarkan
dengan urutan referensi dari GenBank menunjukkan ukuran sebesar 523 pb. Sisa
nukleotida dari hasil amplifikasi merupakan primer forward sebesar 23 pb dan
nukleotida setelahnya sebesar 38 pb.

Gambar 6 Posisi kodon awal (ATG) pada daerah ekson 2 gen leptin berdasarkan
B. indicus (No. akses FJ626855.1).

Haplotipe Gen Leptin pada Sapi Aceh dan Sapi Madura


Urutan nukleotida gen leptin sepanjang 176 pb yang disejajarkan dengan
urutan referensi dari data GenBank menunjukkan polimorfisme. Polimorfisme
tersebut membedakan sapi aceh dan sapi madura dengan B. indicus haplotipe
ATGCT, B. indicus haplotipe GCATC, B. taurus, B. frontalis, dan sapi hibridisasi
B. indicus x B. taurus dari data GenBank. Secara umum gen leptin terdiri atas dua
haplotipe, yaitu haplotipe ATGCT dan haplotipe GCATC. Perbedaan haplotipe
pada gen leptin didasarkan pada lima titik mutasi. Pada penelitian ini perbedaan
haplotipe hanya ditemukan pada tiga titik mutasi, yaitu pada posisi 32 nt, 87 nt,
dan 89 nt (Lampiran 1). Perbandingan urutan nukleotida antara sapi aceh dengan
B. indicus haplotipe ATGCT menunjukkan empat perbedaan, tiga perbedaan di
antaranya membedakan antara sapi aceh dengan B. indicus haplotipe ATGCT.
Sapi aceh mengikuti pola haplotipe GCATC (Gambar 7a). Pada hasil perunutan
nukleotida pada sapi madura menunjukkan perbedaan haplotipe antar sampel.
Sapi madura mempunyai dua haplotipe, yaitu haplotipe ATGCT dan haplotipe
GCATC. Urutan nukleotida sampel sapi madura (AF14) mengikuti pola haplotipe
ATGCT, sedangkan runutan nukleotida sampel sapi madura lainnya mengikuti
pola haplotipe GCATC (Gambar 7b).

(a)

(b)

Gambar 7 Posisi tiga titik mutasi pada penelitian ini menunjukkan perbedaan
haplotipe: (a) Haplotipe GCATC pada sapi aceh, (b) Haplotipe
ATGCT dan haplotipe GCATC pada sapi madura.

Keragaman Gen Leptin dan Perubahan Asam Amino


Pada gen leptin daerah ekson 2 antara sapi aceh dan sapi madura dengan
B. indicus haplotipe ATGCT, B. indicus haplotipe GCATC, B. taurus, dan sapi
hibridisasi B. indicus x B. taurus dari data GenBank ditemukan 12 varian. Tiga
varian membedakan antara sapi aceh, sapi madura, dan runutan referensi dari data
GenBank berdasarkan haplotipe, delapan polimorfisme hanya dimiliki oleh sapi
hibridisasi antara B. indicus dengan B. taurus, dan satu polimorfisme ditemukan
pada dua sampel sapi aceh dan satu sampel sapi madura (Gambar 8).
Perubahan satu basa nukleotida pada dua sampel sapi aceh dan satu sampel
sapi madura ditemukan pada posisi - 91 nt dari kodon awal ATG. Pada posisi
tersebut dua sampel sapi aceh dan satu sampel sapi madura mempunyai basa T,
sedangkan satu sampel sapi aceh, lima sampel sapi madura, dan populasi lainnya
dari data GenBank mempunyai basa C (Gambar 8). Tiga basa nukleotida yang
membedakan antara haplotipe ATGCT dengan haplotipe GCATC ditemukan pada
posisi -63 nt, -65 nt, dan -120 nt. Pada posisi -63 nt mengalami perubahan basa A
menjadi basa G. Pada posisi -65 nt mengalami perubahan basa T menjadi basa C.
Pada posisi -120 nt ditemukan perubahan basa G menjadi basa A. Mutasi yang
terjadi pada posisi sebelum kodon awal ATG tidak ditranskripsikan ke dalam
asam amino.

Gambar 8 Keragaman gen leptin daerah ekson 2 pada sapi aceh dan sapi madura

Keragaman Gen Miostatin pada Sapi Aceh dan Sapi Madura


Keragaman gen miostatin pada ruas promotor setelah diurutkan antara sapi
aceh dan sapi madura dengan B. taurus dari data GenBank menunjukkan 10
perbedaan. Tiga perbedaan ditemukan pada sapi aceh dan sapi madura, yaitu
perubahan basa T→C pada posisi 494 nt, C→T pada posisi 508 nt, dan A→G
pada posisi 575 nt. Tujuh perbedaan ditemukan pada sapi madura, sedangkan
urutan nukleotida pada sapi aceh mempunyai kesamaan dengan B. taurus. Mutasi
yang membedakan antara sapi madura dengan sapi aceh dan B. taurus adalah
perubahan basa T menjadi basa C pada posisi 499 nt. Selain itu, enam mutasi
lainnya tidak hanya membedakan antara sapi madura dengan sapi aceh tetapi juga
membedakan antar sampel sapi madura, yaitu perubahan basa C→T pada posisi
350 nt, perubahan basa G→A pada posisi 423 nt, perubahan basa A→G pada
posisi 456 nt, perubahan basa C→G pada posisi 459 nt, perubahan basa A→G
pada posisi 490 nt, dan satu delesi basa T ditemukan pada sampel sapi madura
pada posisi 560 nt (Gambar 9).

Gambar 9 Keragaman gen miostatin daerah promotor pada sapi aceh dan sapi
madura

Analisis Filogeni Berdasarkan Gen Leptin


Rekonstruksi pohon filogeni gen leptin berdasarkan persamaan dan
perbedaan haplotipe. Gen leptin mempunyai dua kelompok haplotipe secara
umum, yaitu haplotipe ATGCT dan haplotipe GCATC. Haplotipe dibedakan
berdasarkan lima titik mutasi. Pada penelitian ini perbedaan haplotipe sepanjang
nukleotida yang telah diurutkan hanya ditemukan tiga titik mutasi. Pada pohon
filogeni sapi aceh berada pada percabangan haplotipe GCATC, sedangkan sapi
madura mempunyai dua kelompok percabangan, yaitu percabangan haplotipe
AGCAT dan haplotipe ATGCT (Gambar 10). Urutan haplotipe sapi aceh
mengikuti pola GCATC sehingga pada pohon filogeni sapi aceh berada pada satu
kelompok dengan B. indicus haplotipe GCATC dari data GenBank (No. Asesi
FJ626855.1). Sapi madura mempunyai pola haplotipe ATGCT berada pada satu
kelompok dengan B. indicus haplotipe ATGCT (No. Asesi FJ626856.1),
sedangkan sapi madura mempunyai pola haplotipe GCATC berada pada
kelompok B. indicus haplotipe GCATC (No. Asesi FJ626855.1). Percabangan
antara sapi madura dengan B. indicus haplotipe ATGCT menunjukkan nilai
bootstrap sebesar 89% berdasarkan nukleotida. Nilai bootstrap di atas (≥50%)
menunjukkan kekuatan percabangan (Robust) yang mendukung pengelompokan
sapi madura dengan B. indicus haplotipe ATGCT (No. Asesi FJ626856.1). Selain
sapi madura, jenis sapi lainnya yang mempunyai kemiripan urutan nukleotida
dengan B. indicus haplotipe ATGCT adalah B. frontalis (EU642566.1), tetapi titik
mutasi posisi -64 nt pada B. frontalis berbeda dengan B. indicus haplotipe
ATGCT, sehingga pada percabangan filogeni B. frontalis menunjukkan
sistergroup dari kelompok sapi madura dan B. indicus haplotipe ATGCT.

Gambar 10 Rekonstruksi pohon filogeni gen leptin berdasarkan nukleotida


menggunakan metode Neighbour-Joining (NJ), model Kimura-2-
Parameter, dan butsrap pengulangan 1000x.

Topologi pohon filogeni berdasarkan gen leptin tidak menunjukkan


percabangan yang berbeda antara kelompok sapi aceh dan sapi madura dengan
kelompok Bos taurus. Pola haplotipe B. taurus GCATC berada pada percabangan
yang sama dengan sapi aceh dan sapi madura haplotipe GCATC. Sampel sapi
aceh (Kml_BosA11 dan Kml_BosA13) dan sapi madura (AF38) menunjukkan
percabangan khusus di dalam kelompok B. indicus haplotipe GCATC pada pohon
filogeni. Percabangan tersebut menunjukkan nilai bootstrap sebesar 63%.
Pengelompokan tersebut membentuk percabangan tersendiri mempunyai
perbedaan pada satu nukleotida.
Pengelompokan sapi aceh dan sapi madura dengan sapi hibridisasi antara
B. indicus dengan B. taurus tidak pada satu percabangan yang sama. Sapi B.
indicus X B. taurus mempunyai kesamaan haplotipe dengan B. indicus haplotipe
GCATC (No. Asesi FJ626855.1), tetapi sapi hibridisasi tersebut mengalami
mutasi di delapan posisi nukleotida. Perbedaan posisi nukleotida antara sapi hibrid
dengan sapi aceh dan sapi madura haplotipe GCATC menyebabkan percabangan
pada pohon filogeni terpisah antara kelompok sapi aceh dan sapi madura
haplotipe GCATC dengan kelompok sapi B. indicus X B. taurus.

Analisis Filogeni Berdasarkan Gen Miostatin


Topologi pohon filogeni berdasarkan gen miostatin memisahkan sapi aceh
dengan sapi madura (Gambar 11). Pemisahan kelompok sapi aceh dengan sapi
madura disebabkan oleh tujuh variasi nukleotida. Kelompok sapi aceh berada
pada satu percabangan dengan B. taurus dari data GenBank (No. akses
AF348479.1). Pada pohon filogeni percabangan sapi madura antar sampel yang
digunakan menunjukkan perbedaan pengelompokan. Sampel sapi madura (AF38,
AF14, AF26, dan AF41) mengelompok pada percabangan yang sama. Cabang
pohon filogeni pada kelompok sapi madura (AF38, AF14, AF26, dan AF41)
didukung dengan nilai bootstrap sebesar 94%. Sapi madura (AF29) dan sapi
madura (AF32) terpisah dari percabangan pertama. Perbedaan cabang antara sapi
madura (AF38, AF14, AF26, dan AF41) dengan sapi madura (AF29) dan sapi
madura (AF32) disebabkan tiga variasi nukleotida. Percabangan sapi madura
(AF32) terpisah dari kelompok sapi madura lainnya. Perbedaan cabang antara sapi
madura (AF32) terpisah dengan sapi madura lainnya disebabkan adanya dua
variasi nukleotida. Pengelompokan sapi madura tersebut didukung dengan nilai
bootstrap sebesar 72%.
Pada penelitian ini Ovis aries (DQ530260.1) digunakan sebagai outgroup
untuk membedakan cabang pengelompokan sapi aceh dengan sapi madura. Ovis
aries mempunyai karakter nukleotida gen Leptin yang sangat berbeda dengan sapi
aceh dengan sapi madura, sehingga percabangan O. aries pada pohon filogeni
tidak masuk ke dalam ingrup. Percabangan O. aries yang berbeda dari ingroup
(Sapi aceh dan sapi madura) disebabkan adanya 40 variasi nukleotida.

Gambar 11 Rekonstruksi pohon filogeni gen miostatin menggunakan metode


Neighbour-Joining (NJ) berdasarkan model Kimura-2-Parameter
dengan butsrap pengulangan 1000x.
PEMBAHASAN

Keragaman Gen Leptin dan Gen Miostatin Terhadap Pengelompokkan Sapi


Aceh dan Sapi Madura

Keragaman gen leptin dikelompokkan berdasarkan haplotipe, sedangkan


keragaman gen miostatin tidak dikelompokkan berdasarkan haplotipe. Gen
miostatin mempunyai 20 haplotipe (Dunner et al. 2003). Haplotipe pertama
berada pada daerah ekson satu. Pada penelitian ini keragaman gen miostatin yang
dianalisis adalah pada ruas promotor sehingga haplotipe gen miostatin tidak dapat
terdeteksi. Gen leptin mempunyai dua haplotipe, yaitu haplotipe GCATC dan
haplotipe ATGCT. Kedua haplotipe tersebut ditemukan pada sapi madura.
Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh asal sapi madura dari dua moyang
yang berbeda. Penelitian ini memperkuat simpulan Nijman et al. (2003) yang
menyatakan bahwa sapi madura diperkirakan berasal dari hasil hibridisasi antara
B. indicus dengan banteng (B. javanicus).
Pengelompokan gen leptin dan gen miostatin berdasarkan analisis filogeni
menunjukkan topologi yang berbeda (Gambar 10 & Gambar 11). Perbedaan
topologi tersebut terletak pada pemisahan pengelompokan antara sapi aceh dengan
sapi madura. Gen miostatin memisahkan kelompok sapi aceh dengan kelompok
sapi madura sedangkan topologi berdasarkan gen leptin mengelompokkan sapi
aceh dan sapi madura pada satu haplotipe yang sama dan sapi madura lainnya
mempunyai haplotipe tersendiri. Keragaman genetik gen miostatin yang tertinggi
ditemukan pada sapi madura sehingga menyebabkan pengelompokan sapi madura
terpisah dari sapi aceh dan data pembanding dari GenBank. Sapi aceh mempunyai
hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan B. taurus. Hal ini dapat
diasumsikan bahwa karakter gen miostatin pada sapi aceh kemungkinan
dipengaruhi oleh garis keturunan B. taurus. Pengaruh garis keturunan B. taurus
kemungkinan terjadi ketika introduksi Inseminasi Buatan pertama sekali yang
dilakukan oleh pemerintahan Belanda untuk mengembangkan ternak unggul sapi
aceh. Semen beku yang digunakan berasal dari jantan B. taurus (Sari 2011). Sapi
madura dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pengelompokan sapi madura pada
penelitian ini mendukung hasil penelitian Firdhausi (2010) yang melaporkan
bahwa sapi madura dapat dikelompokan menjadi dua kelompok berdasarkan DNA
mitokondria, yaitu kelompok B. indicus dan kelompok B. javanicus.

Potensi Keragaman Gen Leptin dan Gen Miostatin Sebagai Marka Genetik
Perubahan basa yang ditemukan pada gen leptin dan gen miostatin tidak
menyebabkan terjadinya perubahan asam amino. Perubahan basa pada gen
miostatin ditemukan pada ruas promotor. Nukleotida pada ruas promotor tidak
ditranskripsikan ke dalam asam amino. Ruas promotor berperan sebagai tempat
inisiasi enzim terhadap gen yang akan ditranskripsikan. Pada gen leptin perubahan
basa C→T posisi -91 nt terjadi pada posisi sebelum kodon awal (ATG). Basa
nukleotida yang diterjemahkan menjadi asam amino merupakan ruas penyandi
yang diapit oleh kodon awal (ATG) dan kodon akhir (TAA, TAG, atau TGA)
(Brown 2007). Perubahan basa pada daerah penyandi menentukan fenotipe yang
dihasilkan. Liefers et al. (2002) mengungkapkan pada daerah penyandi genotipe
AB menghasilkan produksi susu dan berat tubuh lebih tinggi dibandingkan
dengan genotipe AA. Genotipe TT menghasilkan lemak karkas lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipe CC (Kononoff et al. 2005). Selain itu, Oprzadek et
al. (2003) melaporkan bahwa genotipe AA merupakan genotipe yang
menghasilkan berat karkas paling tinggi diantara genotipe lainnya. Bagian gen
selain daerah penyandi meskipun tidak menyandikan asam amino tetapi juga
menentukan fenotipe. Nobari et al. (2010) melaporkan bahwa perubahan basa
pada daerah intron berpengaruh terhadap berat tubuh dan produksi susu. Titik
mutasi pada gen miostatin meskipun tidak menyebabkan fenomena otot ganda
tetapi juga berpengaruh terhadap deposisi lemak intramuskular. Genotipe mutan
pada gen miostatin menghasilkan lemak intramuskular lebih tinggi dibandingkan
dengan genotipe liar. Karkas dari genotipe heterozigot menghasilkan lemak
intramuskular lebih sedikit daripada karkas genotipe homozigot (Allais et al.
2010).
Keragaman gen leptin tidak hanya berpotensi sebagai marka genetik untuk
Marker-Assisted Selection (MAS) tetapi gen leptin juga berperan sebagai marka
genetik untuk mendeteksi material babi di dalam produk yang halal. Farouk et al.
(2006) menemukan fragmen gen leptin babi sepanjang 152 pb di dalam satu
sampel nugget ayam dan dua sampel choklat. Gen leptin merupakan gen yang
terlibat di dalam pengaturan lemak tubuh. Setiap species mempunyai lemak tubuh
yang berbeda. Lemak babi mempunyai trigliserida lebih tinggi dibandingkan
dengan lemak hewan lainnya.
SIMPULAN
Sapi Aceh berdasarkan analisis pada gen leptin dikelompokkan ke dalam
haplotipe GCATC yang lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan Bos taurus.
Berdasarkan gen miostatin Sapi Aceh dikelompokkan dengan Bos taurus. Sapi
Madura berdasarkan analisis gen leptin dikelompokkan ke dalam dua haplotipe
yaitu haplotipe ATGCT yang lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan sapi
liar dan haplotipe GCATC yang lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan
Bos taurus. Sapi Madura berdasarkan analisis gen miostatin berbeda kelompok
dengan Bos taurus.

SARAN
Informasi dasar dari penelitian ini perlu dilanjutkan sebagai upaya dasar
untuk meningkatkan kualitas daging pada sapi potong lokal Indonesia dengan
menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak, memperluas daerah gen, dan
membandingkan gen-gen fungsional lainnya sebagai pengontrol kualitas daging
sapi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MAN et al. 2008. Keragaman fenotipik sapi Aceh di Nanggroe Aceh
Darussalam. J Indon Trop Anim Agric 32: 1-11.

Agarwal R, Rout PK, Singh SK. 2009. Leptin a biomolecule for enhancing
livestock productivity. J Biotech 8:169-176.

Allais S et al. 2010. The two mutations, Q204X and nt821, of the myostatin gene
affect carcass and meat quality in young heterozygous bulls of French beef
breeds. J Anim Sci 88:446-454.

Aslaminejad AS et al. 2010. Polymorphism in exon 3 of leptin gene in Iranian


native cattle breeds. J Appl Anim Res 37: 159-162.

Bellinge RHS et al. 2005. Myostatin and its implications on animal breeding: a
review. Anim Genet 36:1-6.

Berry C, Thomas M, Langley B, Sharma M, Kambadur R. 2002. Single cysteine


to tyrosine transition inactivates the growth inhibitory function of Piedmontese
myostatin. J Physiol Cell Physiol 283: 135-141.

Brown TA. 2007. Genomes 3. New York: Garland Science.

Buchanan et al. 2002. Association of a missense mutation in the bovine leptin


gene with carcass fat content and leptin mRNA levels. Genet Sel Evol 34:105-
116.

Byun SO, Fang Q, Zhou H, Hickford JGH. 2009. An effective method for silver-
staining DNA in large numbers of polyacrilamid gels. Anal Biochem 385:174-
175.

Charlier C et al. 1995. The mh gene causing double-muscling in cattle maps to


bovine chromosome 2. Mammalian Genome 6:788-792.

Choundhary V et al. 2005. DNA polymorphism of leptin gene in Bos indicus and
Bos taurus cattle. Genet and Mol Biol 28:740-742.

Corva et al. 2009. Effect of leptin gene polymorphisms on growth, slaughter and
meat quality traits of grazing Brangus steers. Gen and Mol Res 8: 105-116.

Dunner S et al. 2003. Haplotype diversity of the myostatin gene among beef cattle
breeds. Genet Sel Evol 35:103-118.

Esmailizadeh AK et al. 2008. Effects of the myostatin F94L substitution on beef


traits. J Anim Sci 86:1038-1046.
Farouk AE et al. 2006. The use of molecular technique for the detection of
porcine ingredients in the Malaysian food market. Saudi Med J 27:1397-1400.

Firdhausi NF. 2010. Asal usul sapi madura berdasarkan penanda molekular DNA
mitokondria [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Frederich RC et al. 1995. Expression of ob mRNA and its Encoded Protein in


rodents impact of nutrition and obesity. J Clin Invest 96:1658-1663.

Friedman JM. 2002. The function of leptin in nutrition, weight, and physiology.
Nutr Rev 60:1-15.

Grisolia AB et al. 2009. Myostatin (GDF8) single nucleotide polymorphisms in


Nellore cattle. Genet Mol Res 8: 822-830.

Hirwa CDA et al. 2011. Genes related to economically important traits in beef
cattle. Asian J Anim Sci 5:34-45.

Houseknecht KL et al. 2000. Growth hormone regulates leptin gene expression in


bovine adipose tissue: correlation with adipose IGF-1 expression. J Endocrin
164: 51–57.

Javanmard A, Asadzadeh N, Sarhadi F. 2010. DNA polymorphism of bovine


pituitary-specific transcription factor and leptin gene between Iranian Bos
indicus and Bos taurus cattle. Am J Agric Biological Sci 5:282-285.

Kim S, Moussa NM. 2000. Symposium: adipocyte function, differentiation and


metabolism. J Nutr 130: 3110-3115.

Kononoff PJ et al. 2005. The effect of a leptin single nucleotide polymorphism on


quality grade, yield grade, and carcass weight of beef cattle. J Anim Sci
83:927-932.

Kusdiantoro M et al. 2009. On the origin of Indonesian cattle. Plosone 4:1-5.

Lagonigro R, Wiener P, Pilla F, Woolliams JA, Williams JL. 2003. A new


mutation in the coding region of the bovine leptin gene associated with feed
intake. Anim Genet 34: 371-374.

Liefers S. 2004. Physiology and genetics of leptin in periparturient dairy cow


[disertasi]. Belanda: Animal Breeding and Genetics, Wageningen University.

Liefers SC, te Pas MFW, Veerkamp RF T. Lende van der. 2002. Associations
between leptin gene polymorphisms and production, live weight, energy
balance, feed intake, and fertility in holstein heifers. J Dairy Sci 85:1633-1638.

Lien S, Sundvold H, Klungland H, Vage DI. 1997. Two novel polymorphisms in


the bovine obesity gene (OBS). Anim Genet 28:245.
Loftus RT et al. 1994. Evidence for two independent domestications of cattle.
Proc Nadl Acad Sci 91:2757-2761.

McPherron AC, Lee SJ. 1997. Double muscling in cattle due to mutations in the
myostatin gene. Proc Natl Acad Sci 94:12457–12461.

Mannen H, Tsuji S, Loftus RT, Bradly DG. 1998. Mitochondrial DNA variation
and evolution of japaness black cattle (Bos taurus). Genetics 150:1169-1175.

Nassiry MR, Moussavi AH, Alashawkany AR, Ghovati S. 2007. Leptin gene
polymorphism in Iranian native golpayegani and taleshi cows. Pakistan J
Biological Sci 20:3738-3741.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University
Press.

Nijman IJ et al. 2003. Hybridization of banteng (Bos javanicus) and zebu (Bos
indicus) revealed by mitochondrial DNA, satellite DNA, AFLP and
microsatellites. Heredity 90:10-16.

Nobari K, Ghazanfari S, Nassiry MR, Tahmoorespur M, Jorjani E. 2010.


Relationship between leptin gene polymorphism with economical traits in
Iranian Sistani and Brown Swiss Cows. J Anim Vet Adv 9:2807-2810.

Oprzadek et al. 2003. Polymorphism at loci of leptin (LEP), Pit1, and STAT5A
and their association with growth, feed convertion and carcass quality in black
and white bulls. Anim Sci 21:135-145.

Payne WJA, Hodges J. 1997. Tropical Cattle: Origins, Breed, and Breeding
Policies. Oxford: Blackwell Science Ltd.

Pomp D, Zou T, Clutter AC, Barendse W. 1997. Rapid communication mapping


of leptin to bovine chromosome 4 by linkage analysis of a PCR-based
polymorphism. J Anim Sci 75:1427.

Sari EM. 2011. Keragaman genetik gen hormon pertumbuhan (GH) dan
hubungannya dengan kualitas karkas pada sapi Aceh [disertasi]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sharifzadeh A, Doosti A. 2010. Genetic polymorphism at the leptin gene in


Iranian Holstein cattle by PCR-RFLP. Afr J Microbiol Res 4:1-3.

Taylor WE et al. 2001. Myostatin inhibits cell proliferation and protein synthesis
in C2C12 muscle cells. J Physiol Endocrinol Metab 280: 221-228.

Taniguchi Y, Itoh T, Yamada T, Sasaki Y. 2002. Genomic structure and promoter


analysis of the bovine leptin gene. IUBMB Life 53: 131-135.
Te pas MFW, Everts ME, Haagsman HP. 2004. Muscle Development of
Livestock Animals. London: CABI.
Uggla CM. 2008. Investigating genetic variability within specific indigenous
Indonesian cattle breeds [dissertation]. Swedish, Uppsala: Department of
Animal Breeding and Genetics, University of Agricultural Sciences.

Wilmer P, Stone G, Johnston I. 2005. Environmental Physiology of Animal. USA:


Blackwell Science Ltd.

Zhang F at al. 1997. Crystal structure of the obese protein leptin-E100. Nature
387:206-209.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil pengurutan basa nukleotida gen leptin daerah ekson 2 antara sapi aceh, sapi madura, dan data GenBank. Nomor di atas
urutan basa menunjukkan posisi basa nukleotida dibaca secara vertikal
Lampiran 1 (Lanjutan)
Lampiran 1 (Lanjutan)
Lampiran 2 Hasil pengurutan basa nukleotida gen miostatin pada ruas promotor antara sapi aceh, sapi madura, dan data GenBank. Nomor
di atas urutan basa menunjukkan posisi basa nukleotida dibaca secara vertikal
Lampiran 2 (Lanjutan)
Lampiran 2 (Lanjutan)
Lampiran 2 (Lanjutan)
Lampiran 2 (Lanjutan)

Anda mungkin juga menyukai