Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PENELITIAN

“PENGARUH PENGAPLIKASIAN VERMIKOMPOS PERTUMBUHAN


TANAMAN TERONG (Solanum Melongena L.)”

Disusun :

KELOMPOK 3

ANTONIUS : 17.402010.92
DHEA ANISA : 17.402010.59
M. KADRI : 17.402010.88
SAHRUL RAMADANI : 17.402010.55
TRI ERMA WATI : 17.402010.57

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BORNEO TAKARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pengembangan hortikultura tidak lagi hanya memperlihatkan aspek
produksi tapi lebih menitikberatkan pada pengembangan komoditi yang bermutu
serta berorientasi pasar, untuk itu peranan petani tidak cukup lagi hanya
mengetahui bagaimana produk yang baik tetapi sekarang petani dituntut untuk
mengetahui bagaimana selera dan kebutuhan konsumen akhir sehingga petani
dapat menghasilkan produk yang sesuai dan dapat dipasarkan dengan baik serta
memperoleh harga jual yang layak (Ariyanto, 2006).
Terung (Solanm Menlongena L). merupakan tanaman asli daerah tropis yang
cukup dikenal di Indonesia. Sebagai salah satu sayuran pribumi, buah terung
hamper selalu ditemukan dipasar tani atau pasar tradisional dengan harga yang
relatif murah. Akhir-akhir ini bisnis terung masih memberikan peluang pasar yang
cukup baik terutama untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri (Rukmana,
1994).
Meskipun terung termasuk sayuran yang digemari masyarakat, nampaknya
budidaya tanaman terung ini tidak se-intensif budidaya tanaman sayuran favorit
lain seperti cabai, tomat, bawang, dan lainnya. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari
masih kurang pentingnya peran komoditas terung dimasyarakat. Padahal potensi
pasar dalam negri mempunyai peluang yang cerah (Rukmana, 1994).
Rendahnya produktifitas tanaman terung tentu saja erat kaitannya dengan
Teknik budidaya yang harus dioptimalkan disamping penggunaan benih terung
yang selama ini dipakai petani. Meskipun data sensus pertanian 1998
mengungkapkan adanya kecendrungan peningkatan baik dari produksi maupun
luas area sayuran terung di Indonesia yaitu sekitar 14.31 persen, namun
dibandingkan luas areal sayuran potensial yang ada kontribusinya sangat kecil.
Salah satu upaya untuk mendapatkan hasil terung yang optimum yaitu dengan
melakukan Teknik budidaya tanaman terung yang baik dan penggunaan pupuk
yang efisien. Tanaman terung membutuhkan media tanam yang tepat dan sesuai
agar pertumbuhannya baik. Media yang ideal adalah campuran antara tanah yang
mempunya tekstur cukup berpasir dan kandungan unsur hara yang cukup.
menyatakan bahwa media merupakan salah satu fakktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman sebagai tempat tumbuh, media perakara, dan sumber unsur
hara(Soepardi ,1983)
Ketersediaan hara didalam tanah sifatnya terbatas maka penggunaan pupuk
merupakan suatu kebutuhan bagi tanaman dalam hal mencukupi kebutuhan nutrisi
dan menjaga keseimanagan hara yang tersedia selama siklus pertumbuhan
tanaman. Pemberian pupuk NPK merupakan salah satu usaha dalam memenuhi
kebutuhan hara bagi tanaman dan pemberian pupuk NPK yang efisien untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasiil terung yang optimal. (Leiwakabessy dan
Sutandi, 2004).

Dalam pengembangan horticultural tidak lagi hanya memperlihatkan aspek


produksi tapi lebih menitikberatkan pada pengembangan komoditi yang bermutu
serta berorientasi pasar, untuk itu peran petani tidak cukup hanya mengetahui
bagaimana selera kebutuhan konsumen akhir sehingga petani dapat menghasilkan
produk yang sesuai dan dapat dipasarkan dengan baik serta memperoleh harga jual
yang layak (Ariyanto,2006).
Dalam hal ini, produksi buah terung membutuhkkan unsur hara. Unsur hara
yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar dinamakan unsur hara makro (N, P,
K, Ca, Mg, dan S), sedangkan unsur hara yang diperlukan tanaman dalm jumlah
mikro ( Fe, Mn, B, Mo, Zn,, Cu dan Cl) (Zulkarnain,2010).

Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-


bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vemikompos merupakan
campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam
budidaya cacing tanah. Oleh karna itu vermikompos merupakan pupuk organik
yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan
kompos lain yang kita kenal selama ini (Mashur,2018).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pertumbuhan bibit tanam terong dengan media
pengaplikasian vermikompos dan sekam padi terhadap pertumbuhan
tanaman terung?
2. Bagaimana perbandingan pertumbuhan bibit tanaman terong dengan edia
pengaplikasian vermikompos dan sekam padi terhadap pertumbuhan
tanaman padi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses pertumbuhan bibit tanaman terung dengan mendia
pengaplikasian vermikompos dan sekam padi.
2. Mengetahui perbandingan bibit terung dengan media pengaplikasian
vermikompos dan sekam padi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Terung


Tanaman terung diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio: Plantae, Sub-
divisio: Spermatophyta, Famili: Salanaceae, Genus: Solanum, Spesies: Solanum
melingena L. (Samadi, 2001).
Terung merupakan tanaman asli daerah tropis. Tanaman ini berasal dari
benua Asia, terutama India dan Birma. Pada mulanya daerah penyebaran
tanaman terung terkonsentrasi pada beberapa negara (wilayah) kemudian terung
menyebar keseluruh dunia, baik yang beriklim panas (tropis) maupun beriklim
sedang sub-tropis). Budidaya tanaman terung paling pesat perkembangannya di
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Budidaya tanaman terung merupakan salah
satu sayuran didataran rendah. Sentral penanaman terung masih berpusat di pulau
Jawa dan Sumatera (Rukmana, 1994).
Tanaman terung sudah lama dikenal penduduk Indonesia dan diberbagai
daerah memiliki tanaman setempat. Nama lain terung adalah Treung (Aceh),
Trong (Gayo), Terong atau cokrom (Sunda), Tiung (Lampung), Reteng (Batak),
Encong (Jawa), dan masih banyak lagi nama daerah dari tanaman terung
(Rukmana, 1994).

A. Taksonomi Tanaman Terong ( Solanum mengolena L.)


Menurut Prahasta (2009) klasifikasi tanaman terong (Solanum
melongena L.) sebagai berikut:
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum melongena L.
Tanaman terong (Solanum melongena L.) adalah tanaman setahun berjenis
perdu, pohon dengan percabangan rendah dan tingginya dapat mencapai 1 m .
di atas permukaan tanah. Batang tanaman terong dibedakan menjadi dua
macam, yaitu batang utama (primer) dan percabangan (sekunder). Dalam
perkembangan batangnya batang sekunder ini akan mempunyai percabangan
baru. Batang utama merupakan penyangga berdirinya tanaman, sedangkan
percabangan adalah bagian tanaman yang akan mengeluarkan bunga (Soestasad
dan Muryati,1999).
B. Morfologi Tanaman Terong (Solanum mengolena L.)
Menurut Rukmana (2002), terong ungu termasuk tanaman setahun
yang berbentuk perdu. Adapun morfologi tanaman terong ungu yaitu:
1. Batang
Batang terong ungu rendah (pendek), berkayu dan bercabang. Tinggi
batang tanaman bervariasi antara 50-150 cm tergantung pada jenis
varietasnya. Permukaan kulit batang, cabang, ataupun daun tertutup oleh bulu-
bulu halus. Batang tanamn terong membentuk percabangan yang menggarpu
(dikotom) dan tidak beraturan. Percabangan ini merupakan bagian dari batang
yang akan menghasilkan buah. Batang utama tanaman terong memiliki ukuran
cukup besar dan agak keras, sedangkan percabangannya (batang sekunder)
memiliki ukuran yang lebih kecil. Fungsi batang selain sebagai tempat
tumbuhnya daun dan organ-organ lainnya, adalah untuk jalan pengangkutan zat
hara (makanan) dari akar ke daun dan sebagai jalan menyalurkan zat-zat hasil
asimilasi ke seluruh bagian (Bambang, 2003).
2. Buah
Bentuk buah beragam yaitu silindris, lonjong, oval atau bulat. Warna kulit
ungu hingga ungu mengilap. Terong ungu merupakan buah sejati tunggal,
berdaging tebal, lunak, dan berair. Buah tergantung pada tangkai buah.
Dalam satu tangkai umumnya terdapat satu buah terong ungu, tetapi ada
juga yang memiliki lebih dari satu buah. Biji terdapat dalam jumlah banyak
dan tersebar didalam daging buah. Daun kelopak melekat pada dasar buah,
berwarna hijau atau keunguan.
3. Bunga
Bunga terong merupakan bunga banci atau lebih dikenal dengan bunga
berkelamin dua, dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina
(benang sari dan Putik), bunga seperti ini sering dinamakan bunga sempurna,
perhiasan bunga yang dimiliki adalah kelopak bunga, bunga, dan tangkai
bunga. Mahkota bunga berjumlah 5 - 8 buah dan akan digugurkan sewaktu
buah berkembang. Mahkota ini tersusun rapi yang membentuk bangun bintang.
Benang sari berjumlah 5 – 6 buah. Putik berjumlah 2 buah yang terletak dalam
satu lingkaran bunga yang letaknya menonjol di dasar bunga (Soetasad dan
Muryanti,1999).
4. Biji
Buah terong ungu menghasilkan biji yang ukurannya kecil-kecil berbentuk
pipih dan berwarna coklat muda. Biji ini merupakan alat reproduksi atau
perbanyakan secara generatif (Rukmana,2002).
5. Akar
Tanaman terong ungu memiliki akar tunggang dan cabang-cabang akar yang
dapat menembus kedalam tanah sekitar 80-100 cm. Akar-akar yang tumbuh
mendatar dapat menyebar pada radius 40-80 cm dari pangkal batang
tergantung dari umur tanaman dan kesuburan tanahnya (Rukmana, 2009).
6. Daun
Bentuk daun terong terdiri dari atas tangkai daun (petiolus) dan helaian
daun (lamina). Daun seperti ini lazim dikenal dengan nama daun bertangkai.
Tangkai daun berbentuk silindris dengan sisi agak pipih dan menebal dibagian
pangkal, panjangnya berkisar antara 5 –8 cm. Helaian daun terdiri atas ibu
tulang daun, tulang cabang, dan urat-urat daun. Ibu tulang daun merupakan
perpanjangan dari tangkai daun yang makin mengecil kearah pucuk daun.
Lebar helaian daun 7 –9 cm atau lebih sesuai varietasnya. Panjang daun
antara 12 -20 cm. Bagun daun berupa belah ketupat hingga oval, bagian
ujung daun tumpul, pangkal daun meruncing, dan sisi bertoreh (Soetasad
dan Muryati, 1999).
C. Vermikompos
Vermes berasal dari bahasa latin yang berarti cacing dan
Vermicomposting adalah pengomposan dengan cacing, agar menghasilkan
casting (Manaf, dkk. 2009). Sejumlah telah menunjukkan, cacing tanah
mempunyai kemampuan dalam mendekomposisi bermacam macam limbah
organik, seperti feses hewan, lumpur yang berasal dari slauran pembuangan air,
sisa hasil panen dan limbah pertanian. Produk akhir dari saluran
vermicomposting disebut vermikompos. Beberapa spesies cacing tanah yang
telah digunakan untuk vermicomposting diantaranya adalah Lumbricus
rubellus, Pheretima hupiensis, Eudrilus eugeniae, Eisenia foetida, Lampito
mauritii, Lumbricus terrestris (Yadav et al, 2010).
Vermikompos memiliki sejumlah keuntungan bagi tanah pertanian
diantaranya adalah (1) Meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap dan
menyimpan air. (2).Meningkatkan penyerapan nutrient (3)Memperbaiki
struktur tanah dan (4) Mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang tinggi
(Sallau et al.,2009).
Vermicomposting merupakan pupuk organic yang baik karena (1) dapat
merangsang pertumbuhan, (2) menginduksi bunga, dan (3) membantu
pemasakan buah pada tanaman (Venkatesh dan Eevera, 2008).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari bulan September –
November 2018, dilahan Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, cangkul, sekop,
parang, timbangan, gembor (alat penyiram), ember, meteran dan kamera.
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu benih terong ungu
(Solanum melongena L.), cacing tanah,dan bahan pembuatan vermikompos adalah
semua bahan organik seperti jerami padi, limbah pasar, limbah dapur rumah tangga,
kotoran ternak (sapi, kerbau, kambing, domba, ayam, kuda dll).
Factor yang diteliti ialah dosis setiap perlakuan dengan taraf :
T1 = 50 gr pertanaman
T2= 100 gr pertanaman
T3= 150 gr pertanaman
T4= 200 gr pertanaman
Pada penelitian ini hanya diberikan 1 kali perlakuan, sehingga terdapat 4
percobaan, setiap percobaan ada 4 sampel tanaman, sehingga
3.3 Prosedur Rerja
A. persiapan lahan tanam
1. penggemburaan lahan
dapat dilakukan secara manual menggunakan cangkul jika lahan yang
digunakan tidak terlalu luas.
2. Pembuatan bedengan
Luas lahan yang akan diolah seluas 5x10 m. Buatlah dengan lebar
bedengan sekitar 120 – 140 cm, tinggi bedengan 20-30 cm dengan jarak
antar bedengan 60x70 cm. untuk Panjang bedengan dapat disesuaikan
dengan luas lahan ataupun sesuai dengan keinginan sedangkan luas
bedengan sekitar 2x4 m.
3. Pemberian pupuk organik
Pemberian pupuk organik disesuaikan dengan luas lahan, diberikan
pada sepanjang larik tengah bedengan, berguna sebagai pupuk dasaran dan
untuk memperbaiki tekstur dari tanah sehingga tanah lebih subur.
B. Persiapan pembibitan
Bahan tanam berupa benih tanaman terong ungu. Benih terong ungu dari
masing-masing varietas disemai pada bedengan seluas 1 x 1 m. untuk
menanamnya diperlukan lubang tanam yang dibuat diatas bedengan dengan
jarak tanam 60 cm x 70 cm pada setiap tanaman terung yang akan ditanam.

C. Penanaman
Benih tanaman terung ungu ditanam terlebih dahulu pada bedengan seluas
1 x 1 m. Apabila sudah muncul helai daun sekitar 3-5 daun, pemindahan benih
sekitar 28 HST. Benih dipilih yang seragam dan yang sehat, kemudian diganti
dengan ukuran bedengan seluas 200 cm x 400 cm. Setelah itu, media tanam
disiram.

D. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan pemberian air diberikan setiap hari.
dilakukan pada sore hari agar tanaman tetap tercukupi kebutuhan airnya dan
media tetap terjaga dari kelembaban.

E. Pemupukan
Perlakuan pemupukan dilakukan setelah 7 HST sebagai pupuk dasar.
Masing-masing diisi sesuai dosis yang ditentukan. Pada pupuk kandang
kotoran ayam dengan dosis 1 kg/polybag , tanah yang dibutuhkan 2 kg. pada
dosis sekam padi 1 kg/polybag, tanah yang dibutuhkan 2 kg.

F. Pengendalian hama, penyakit dan gulma


Pengendalian hama, penyakit pada tanaman terong ungu dilakukan secara
kimiawi dengan menggunakan pestisida Fenval dan Curacron 500 EC.
Pemberian pestisida tersebut dilakukan saat muncul buah sampai buah terong
tersebut dipanen, sekitar 7 hari sekali dilakukan penyemprotan. Penyiangan
gulma dilakukan manual dengan mencabutinya secara hati-hati sambil
menggemburkan media di dalam polibag.
G. Variabel Pengamatan
a. Tinggi tanaman.
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sekali mulai
umur 7 HST sampai seminggu sebelum panen (112 HST). Tinggi tanaman
diukur dengan menggunakan penggaris mulai dari leher akar sampai titik
tumbuh terakhir.
b. Jumlah daun.
Pengamatan jumlah daun dilakukan mulai umur 7 HST sampai
seminggu sebelum panen (112 HST) dengan interval waktu 1 minggu.
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung helai daun yang sudah
membuka.
c. Saat berbunga
Mencatat umur tanaman dari saat mulai tanam sampai Saat berbunga
diketahui apabila 50% populasi bunganya telah mekar.
d. Berat kering brangkasan
Berat kering brangkasan merupakan berat total brangkasan tanaman
dalam kondisi kering setelah air dalam jaringan dihilangkan. Penurunan
kadar air dilakukan dijemur dibawah terik matahari sampai berat akhirnya
konstan.
e. Jumlah total buah per tanaman
Dengan menghitung dan mencatat jumlah buah yang dipanen. Buah
yang dipanen adalah buah dengan kriteria berwarna hitam keungu-unguan.
Pemanenan dilakukan 3 kali dengan interval 23 hari sekali dengan cara
memilih buah yang siap dipetik.
f. Berat Buah
Berat buah yang dihitung setiap kali panen. Dengan menghitung
jumlah berat total buah setiap panen.
g. Diameter Buah
Diameter buah di ukur dengan menggunakan jangka sorong di
bagian yang paling besar diameternya..
h. Panjang Buah
Panjang buah diukur dengan menggunakan penggaris dari ujung buah
sampai pangkal buah..
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Produksi Terong Ungu. www.tanindo.com. Diakses tanggal 11


November 2018.
Ariyant S, 2011. Perbaikan Kualitas Pupuk Kandang Sapi dan Aplikasinya Terhadap
Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharate Stutr) Fakultas Pertanian
Universitas Muria.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Terung. Kanisisus. Yogyakarta.
Rukmana, R. 2002. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius, Yogyakarta
Rukmana, R., 2009. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor . Bogor.
Leiwakabessy, F.M dan A . Sutandi 2004. Pupuk dan Pemupukan . Department Ilmu
Tanah. Fakultas Pertanian Bogor. Bogor.
Zulkarnain. 2010. Dasar – Dasar Hortikultura. Jakarta : Bumi Aksara.335 hal.
Samadi, B. 2001. Budidaya Terung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.
Soetasad, S dan S. Muryanti. 1999. Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Cahyono, Bambang. (2003). Cabai Rawit Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta : Kanisius.
Yadav V, et al. (2010) A phosphate transporter from the root endophytic fungus
Piriformospora indica plays a role in phosphate transport to the host plant. J Biol
Chem 285(34):26532-44
Venkatesh, R.M. and T. Eevera. 2008. Mass Reduction and Recovery of Nutrients
through Vermicomposting of Fly Ash. Periyar Maniammai College of
Technology for Women Vallam, Thanjavur, Tamilnadu. India.
Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rienekacipta. Jakarta
200 cm
60 cm
X X X X X X X X

X X X X X X X X

X X X X X X X X
70 cm

IRIGASI
X X X X X X X X

X X X X X X X X
400 cm

X X X X X X X X

X X X X X X X X

IRIGASI
X X X X X X X X

X X X X X X X X
IRIGASI

X X X X X X X X

X X X X X X X X

X X X X X X X X

X X X X X X X X

X X X X X X X X

Anda mungkin juga menyukai