Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PROJECT

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN


“KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN MENURUT TINGKAT EROSI
DI DUSUN KEKEP, DESA TULUNGREJO, KEC. BUMIAJI, KOTA BATU,
JAWA TIMUR”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
KELAS C
ASISTEN : TONI RIZKI TANTO

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

i
Judul : “Konservasi Sumber Daya Lahan Menurut Tingkat Erosi Di
Dusun Kekep, Desa Tulungrejo, Kec. Bumiaji, Kota Batu,
Jawa Timur”
Penyusun : Kelompok 1
Kelas :C

Ketua Kelompok : Sumid 165040200111035


Anggota Kelompok : 1. Dhega Pratama N.A 145040207111089
2. Firli Ritma Sari 165040200111013
3. Alberth Fernando Sitorus 165040200111149
4. Annisa Pramesti A 165040201111123
5. Sri Sugi Yanti 165040201111191
6. Novania Adella N 165040201111198
7. Tarisa Rinanti 165040201111242
8. Aisyah Puteri Utami 165040207111091
9. Yuda Catur Kusuma 165040207111136

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vi
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
II. PENDEKATAN METODE..............................................................................3
2.1 Inventarisasi Sumberdaya Lahan....................................................................3
2.2 Tingkat Erosi Tanah........................................................................................5
2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan......................................................................6
III. KONDISI SUMBERDAYA LAHAN...........................................................14
3.1 Kondisi Umum DAS Mikro.........................................................................14
3.2 Kemampuan Lahan.......................................................................................15
3.3 Erosi..............................................................................................................16
3.4 Permasalahan Lahan.....................................................................................17
IV. PERENCANAAN KONSERVASI................................................................19
4.1 Rekomendasi Detail Konservasi..................................................................19
4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi.................................................................21
V. KESIMPULAN................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
LAMPIRAN...........................................................................................................26

iii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Kriteria Kalasifikasi Kelas Kemampuan Lahan...........................................................13
2. Kelas KemampuanLahan SPL 1...................................................................................15
3. Kelas KemampuanLahan SPL 2...................................................................................15
4. Jenis – Jenis Erosi yang Ditemukan Di Lahan..............................................................16
5. Nilai Perhitungan Kelerengan Erosi dan Edp per SPL.................................................17

iv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan..............................................................9
2. Kondisi Lahan....................................................................................................14

v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1.Data Curah Hujan................................................................................................26
2. Perhitungan Nilai Aktual....................................................................................28
3. Perhitungan Nilai Rekomendasi.........................................................................30
4. Sketsa Aktual dan Rekomendasi........................................................................32
5. Dokumentasi...................................................................................................... 33

vi
1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan konservasi tanah dan air merupakan kegiatan yang bertujuan
dalam waktu jangka panjang untuk menyelamatkan air dan tanah di sumberdaya
alam. Menurut FAO (2011), konservasi tanah dan air melalui pendekatan
agroekosistem dapat meningkatkan keuntungan usahatani, memperbaiki
ketahanan pangan, dan meningkatkan produktivitas lahan secara keberlanjutan
dalam mengatasi masalah – masalah yang kerap terjadi pada suatu lanskap.
Masalah yang sering terjadi saat ini yaitu degradasi lahan akibat kegiatan
intensifikasi yang begitu tidak terkontrol dan ketidaksesuaian lahan untuk
penggunaan lahan tertentu, sehingga sering sekali terdengar kabar bencana tanah
longsor dan banjir dimana mana. Pada landskap Dusun Kekep, Desa Tulungrejo,
Kec. Bumiaji Kota batu yang memiliki tutupan lahan mayoritas tanaman semusim
dengan mengunggulkan tanaman hortikultura seperti wortel, bawang daun, sawi
dan lainya, karena daerah tersebut merupakan dataran tinggi. Permasalahan utama
yang ada di daerah tersebut yaitu tingkat kelerengan yang cukup curam dapat
dilihat dari kelas kemampuan lahan.
Kegiatan yang sudah dilakukan oleh petani daerah Kekep, dengan
menggunaakan metode mekanis yaitu pembuatan teras gulud untuk mengurangi
tingkat erosi yang akan terjadi pada saat hujan, disamping itu akan dapat
menyimpan air di sela – sela guludan yang tidak akan langsung jatuh ke bawah,
dengan demikian peran mekanis sangatlah besar dalam mengurangi bahaya erosi,
Menurut Arsyad (2000), tindakan konservasi tanah dan air secara mekanis adalah
suatu hal atau kegiatan guna mengurangi erosi secara fisik seperti pembuatan
saluran pembuangan air, teras dan lainnya. Namun konservasi ini harus dilakukan
dengan penuh perhitungan mengingat bahaya ketika salah dalam melakukan
analisis lahan.
Mengingat pentingnya konservasi yang harus diterapkan agar tindakan
konservasi efektif dan efesien, perlunya dilakukan analisis lahan untuk
mendapatkan data – data yang diperlukan untuk kegiatan konservasi seperti nilai
aktual erosi, dan erosi diperbolehkan (Edp) dimasing – masing satuan penggunaan
lahan (Spl) yang sudah disepakati oleh kelompok pengamat, disamping itu
pengeluaran biaya sangat penting dilakukan analisis perhitungan agar tepat pada
2

keadaan perekonomian masyarakat setempat. Faktor pengeluaran biaya yang


dipengaruhi oleh pendapatan serta luas lahan yang dimiliki oleh masing – masing
petani dan masalah terbesar yang pernah dialami.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari pembuatan laporan project
Teknologi Konservasi Sumberdaya Lahan yaitu,
a. Menentukan besarnya erosi di landskap Dusun Kekep, Desa Tulungrejo,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
b. Menentukan rekomendasi tindakan konservasi tanah dan air di tutupan lahan
tanaman wortel dan bawang daun pada kelerengan 11-27%
c. Mengetahui besarnya selisih dari nilai aktual erosi dengan nilai rekomendasi
potensial dari tindakan konservasi yang akan dilakukan
3

II. PENDEKATAN METODE


2.1 Inventarisasi Sumberdaya Lahan
Metode inventarisasi sumberdaya lahan, dapat dilakukan dengan dua
tahapan, yaitu upaya jangka menengah atau panjang yang merupakan tahapan
peralihan (transisi). Dalam dua tahapan tersebut untuk mendapatkan data-data
aktual yang menunjang pengukuran dan perhitungan seberapa besar erosi yang
terjadi. Prediksi erosi yang digunakan dalam projek pengamatan untuk
mengetahui besarnya erosi di lansekap Dusun Kekep, Desa Tulungrejo,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu adalah model parametrik, yaitu USLE (The
Universal Soil Loss Equation). Menurut Banuwa (2013), USLE merupakan suatu
model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari
erosi yang terjadi dibawah keadaan tetentu. Adapun data-data yang dicari , yaitu:
A. Data Primer
Data Primer untuk menunjang dalam perhitungan USLE. Faktor penentu
erosi dengan persamaan USLE antara lain erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah
(K), panjang dan kemiringan lereng (LS), vegetasi (C) dan pengelolaan (P).
Tingkat bahaya erosi merupakan ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh erosi
pada suatu lahan. Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam indeks bahaya
erosi dengan metode USLE (Banuwa, 2013).
Rumus USLE: A = R x K x LS x C x P
Keterangan :
R : Erosivitas Hujan
K : Erodibilitas
LS : Panjang dan kemiringan lereng
C : Vegetasi
P : Pengelolaan
Menurut Satriawan dan Fuady (2014) faktor penentu erosi dengan metode
persamaan USLE dapat dilihat dibawah ini:

1. Erosivitas Hujan
Erosivitas merupakan kemampuan hujan dalam menimbulkan atau
menyebabkan erosi. Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengauh jatuhan
butir-butir hujan langsung diatas permukaan tanah. Kemampuan air hujan sebagai
4

penyebab terjadinya erosi adalah bersumber dari laju, intensitas, durasi dan
distribusi air hujan. Persamaan yang digunakan untuk mengukur erosivitas:
Rb = 10,80 + 4,15 CHb
Keterangan :
CHb : Curah hujan bulanan (cm)

2. Erodibilitas
Erodibilitas tanah adalah kepekaan tanah terhadap tingkat erosi. Apabila
tinggi erodibiltas maka tanah akan mudah tererosi karena tanah sangat peka
terhadap erosi, begitu juga sebaliknya. Indeks erodibilitas tanah menunjukkan
tingkat kerentanan tanah terhadap erosi, yaitu retensi partikel terhadap pengikisan
dan perpindahan tanah oleh energi kinetik air hujan. Tekstur tanah yang sangat
halus akan lebih mudah hanyut dibandingkan dengan tekstur tanah yang kasar.
Kandungan bahan organik yang tinggi akan menyebabkan nilai erodibilitas tinggi.
Persamaan yang digunakan untuk mengukur erodibilitas:
100 K = 1,292 [21 M1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)]
Keterangan :
M : Persentase pasir sangat halus dan debu (% pasir sangat halus + % debu)
x (100 - % liat)
a : Persentase bahan organik;
b : Kode struktur tanah; dan
c : Kelas permeabilitas tanah.

3. Panjang dan Kemiringan lereng


Panjang lereng tentunya akan menambah banyak erosi tanah. Karena run-
off akan terus mengalir selagi lereng masih ada. Jika sudut lereng yang curam
tentunya akan memudahkan terjadinya erosi. Karna pada kemerangan yang curam
infiltrasi akan jauh lebih rendah dari curah hujan. Sehingga run-off yang menjadi
penyebab erosi akan tinggi. Faktor kemiringan dan panjang lereng (LS) terdiri
dari dua komponen, yakni faktor kemiringan dan faktor panjang lereng. Faktor
panjang lereng adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir ke
bawah dimana gradien lereng menurun hingga ke titik awal atau ketika lim-pasan
permukaan (run off) menjadi terfokus pada saluran tertentu (Baja, 2012).
5

4. Vegetasi (C)
Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada
suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi dengan pada
kondisi permukaan lahan yang sama tetapi tanpa pengelolaan tanaman. Dengan
adanya vegetasi berupa cover crop maka kemungkinan erosi akan berkurang.
Karena air hujan tidak akan berkontak langsung dengan tanah yang menyebabkan
terjadi erosi kecil.

5. Pengolahan Tanah
Pengelolaan tanah yang kurang baik akan memudahkan terjadinya erosi.
Faktor praktik konservasi tanah adalah rasio tanah yang hilang bila usaha
konservasi tanah dilakukan (teras, tanaman, dan sebagainya) dengan tanpa
adanya usaha konservasi tanah. Karena jika tanah tersebut tidak diolah sesuai
kelas kemampuan tanah, tentunya akan menyebabkan kerusakan tanah. Kerusakan
tanah salah satunya disebabkan oleh erosi.

B. Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan adalah data wawancaa. Wawancara
dilakukan pada petani yang menggarap pada titik-titik pengamatan, adapun hal-
hal yang menjadi bahan wawancara kepada petani mengenai permasalahan-
permasalahan yang terjadi di lahan, kondisi ekonomi dan produksi yang
didapatkan di lahan.

2.2 Tingkat Erosi Tanah


Erosi merupakan hilangnya atau terkikisnya suatu tanah atau bagian-bagian
tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ketempat lain. Erosi
menyebabkan hilangnya lapisan tanah atas yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Menurut Arsyad (2010) erosi adalah peristiwa pindahnya atau
terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh
media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian bagian tanah terkikis dan
terangkut, kemudian di endapkan di tempat lain. Proses terjadinya erosi menurut
Schwab (1999) di identifikasikan menjadi tiga tahap yaitu (i) detachment
(penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah); (ii)
transportation (pengangkutan partikel tanah oleh limpasan hujan atau run off dan
6

(iii) sedimentation (sedimen/pengendapan tanah tererosi); tanah tererosi akan


terendapkan pada cekungan-cekungan atau pada daerah-daerah bagian bawah.
Untuk mengetahui tingkat erosi tanah, maka perlu menggunakan
perhitungan untuk dapat memperkirakan laju erosi dari suatu penggunaan dan
pengelolaan suatu lahan. Menurut Tunas (2005) prediksi erosi pada sebidang
tanah dapat dilakukan menggunakan model yang dikembangkan oleh Wischmeier
dan Smith tahun 1985 yang diberi nama Universal Soil Loss Equation (USLE)
dengan persamaan sebagai berikut:
A = R x K x LS x C x P
Keterangan :
A : banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/thn)
R : faktor curah hujan
K : faktor erodibilitas tanah
LS : faktor panjang lereng
C : factor vegetasi penutup tanah
P : factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan


Kemampuan lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan
(sumberdaya lahan) sesuai dengan potensinya. Penilaian potensi lahan sangat
diperlukan terutama dalam rangka penyusunan kebijakan, pemanfaatan lahan dan
pengelolaan lahan secara berkesinambungan. Menurut Arsyad (2010),
Kemampuan lahan adalah penilaian atas kemampuan lahan untuk penggunaan
tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor penghambat. Penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak dikuti dengan usaha
konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah
tererosi maka produktivitas lahan akan menurun (Sistem klasifikasi kemampuan
lahan yang banyak digunakan adalah sistem USDA (United States Departement of
Agriculture) yang dikemukakan oleh Klingebiel dan Montgomery (1973).
Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu kelas, sub-
kelas, dan satuan pengelolaan (management unit). Penggolongan ke dalam kelas,
sub-kelas dan unit/satuan pengelolaan didasarkan atas kemampuan lahan tersebut
untuk memproduksi pertanian secara umum, tanpa menimbulkan kerusakan dalam
7

jangka panjang. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor


penghambat. Kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan yang memiliki
tingkat pembatas atau penghambat yang sama jika digunakan untuk pertanian
secara umum. Sistem klasifikasi ini, tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas
yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII; dimana ancaman
kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I meningkat sampai
kelas VIII (Klingebiel & Montgomery, 1973; Arsyad, 2006).
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dalam tingkat kelas,
kemampuan lahan menunjukkan kesamaan dari besarnya faktor-faktor
penghambat. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin buruk, berarti
resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan
penggunaan lahan yang diterapkan semakin terbatas.

a. Kelas I
Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa
memerlukan tindakan yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur
agak halus atau sedang, berdrainase baik, mudah diolah, dan responsif. terhadap
pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman
kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan
aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang
baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktivitas.

b. Kelas II
Lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi
pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah
yang tingkatnya sedang.

c. Kelas III
Lahan kelas III mempunyai penghambat yang cukup berat, yang
mengurangi pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha
pengawetan tanah yang khusus, atau keduanya.

d. Kelas IV
8

Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat untuk membatasi


pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat
berhatihati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas.

e. Kelas V
Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi
mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat
membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk
tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan.

f. Kelas VI
Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak
sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau
dihutankan. Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu
menutup dengan baik. Bila dihutankan, penebangan kayu harus lebih selektif. Bila
dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Lahan ini
mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki.

g. Kelas VII
Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim
dan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan.

h. Kelas VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan hanya dibiarkan
dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan
untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung.
Hambatan Ancaman Meningkat, Kesesuaian dan Pilihan Penggunaan Berkurang

Kelas

Lahan

I
II

V
III
IV

VI
VII
Kemampuan

VIII
Cagar Alam Hutan Lindung

Hutan Produksi Terbatas

Pengembalaan Terbatas

Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan


Pengembalaan Sedang

Pengembalaan Intensif
Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat

Garapan Terbatas

Gambar 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan


Garapan Sedang

Garapan Intensif
9

Garapan Sangat Intensif


10

Kriteria faktor pembatas yang menentukan kelas atau sub kelas maupun
satuan kemampuan lahan menurut Arsyad (1989), yaitu:

a. Iklim
Dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu
temperature dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis dan
pertumbuhan tanaman. Di daerah tropika yang paling penting mempengaruhi
temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat dari permukaan laut. Udara
yang bebas bergerak akan turun temperaturnya pada umumnya dengan 1 0 C untuk
setiap 100 m naik di atas permukaan laut. Penyediaan air sealami berupa curah
hujan yang terbatas atau rendah di daerah agak basah, agak kering, dan kering
mempengaruhi kemampuan tanah.

b. Lereng, bahaya erosi, dan erosi yang telah terjadi


Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng (cekung atau
cembung) dapat mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan.
Pengelompokkan kecuraman lereng adalah sebagai berikut:
A:< 3 % (datar)
B: 3 – 8 % (landai atau berombak)
C: 8-15 % (agak miring atau bergelombang)
D: 15 – 30 % (miring atau berbukit)
E: 30 – 45 % (agak curam)
F: 45 – 65 % (curam)
G:> 65 % (sangat curam)
Kepekaan erosi tanah (nilai K) dibedakan atas:
KE1: 0,00 – 0,10 (sangat rendah)
KE2: 0,11 – 0,20 (rendah)
KE3: 0,21 – 0,32 (sedang)
KE4: 0,33 – 0,43 (agak tinggi)
KE5: 0,44 - 0,55 (tinggi)
KE6: 0,56 - 0,64 (sangat tinggi)
Kerusakan erosi yang telah terjadi (erosi masa lalu) dibedakan atas:
e0: tidak ada erosi
11

e1: ringan (< 25% lapisan atas hilang)


e2: sedang (25 sampai 75% lapisan atas hilang)
e3: agak berat (> 75% lapisan atas sampai < 25% lapisan bawah hilang)
e4: berat (> 25% lapisan bawah hilang)
e5: sangat berat: erosi parit

c. Kedalaman Tanah
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus
oleh akar tanaman. Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan sebagai berikut:
k0: dalam (>90 cm)
k1: sedang (90 – 50 cm)
k2: dangkal (50 – 25 cm)
k3: sangat dangkal (< 25 cm)

d. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas
tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat fisik dan
kimia tanah lainnya. Tekstur tanah diklasifikasikan sebagai berikut:
t1: tanah bertekstur halus, meliputi tekstur liat berpasir, liat berdebu dan liat.
t2: tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur lempung liat berpasir,
lempung berliat dan lempung liat berdebu.
t3: tanah bertekstur sedang, meliputi tekstur lempung, lempung berdebu dan
debu.
t4: tanah bertekstur agak kasar, melliputi tekstur lempung berpasir, lempung
berpasir halus dan lempung berpasir sangat halus.
t5: tanah bertekstur kasar, meliputi tekstur pasir berlempung dan pasir.

e. Permeabilitas
Permeabilitas tanah dikelompokkan sebagai berikut:
P1: lambat (< 0,5 cm/jam)
P2: agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam)
P3: sedang (2,0 – 6,25 cm/jam)
P4: agak cepat (6,25 – 12,5 cm/jam)
12

P5: cepat (> 12,5 cm/jam)

f. Drainase
Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut:
d0: berlebihan; air yang berlebihan segera keluar dari tanah dan tanah hanya
akan menahan sedikit air sehingga tanaman akan segera mengalami
kekurangan air. d1: baik; tanah memiliki peredaran udara (aerasi) yang
baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah > 150 cm
berwarna terang yang seragam.
d2: agak baik; tanah berareasi baik didaerah perakaran. Tidak terdapat
bercakbercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan
bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan
tanah).
d3: agak buruk; tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau
coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian bawah
(sekitar 40 cm dari permukaan tanah).
d4: buruk; bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau
bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan kekuningan.
d5: sangat buruk; seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu
dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak
berwarna kebiruan atau terdapat air yang menggenang dipermukaan
tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan
tanaman.

g. Kerikil/batuan
Kerikil adalah bahan kasar yang berdiameter > 2mm – 7,5 cm (jika
berbentuk bulat).
b0: tidak ada atau sedikit (< 15% volume tanah)
b1: sedang (15 – 50% volume tanah)
b2: banyak (50 – 90% volume tanah)
b3: sangat banyak (> 90% volume tanah)

h. Bahaya banjir atau genangan


Bahaya banjir atau genangan dikelompokkan sebagai berikut:
13

O0: tidak pernah (dalam periode satu tahun tanah tidak pernah kebanjiran
selama > 24 jam).
O1: kadang-kadang (tanah kebanjiran > 24 jam dan terjadinya tidak teratur
dalam periode < satu bulan).
O2: selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur kebanjiran
untuk selama > 24 jam.
03: selama 2 – 5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda banjir
yang lamanya lebih dari 24 jam.
04: selama waktu ≥ 6 bulan tanah selalu dilanda banjir secara teratur yang
lamanya > 24 jam.

i. Salinitas tanah
Salinitas tanah dinyatakan dalam kandungan garam larut atau hambatan
listrik ekstrak tanah berikut:
g0: bebas (< 0,15% garam larut; 0 – 4 (EC x 103) mmhos per cm pada suhu
25°C).
g1: sedikit terpengaruh (0,15 – 0,35% garam larut; 4 – 8 (EC x 103)
mmhos/cm pada suhu 25°C).
g2: cukup terpengaruh (0,35 – 0,65% garam larut; 8 – 15 (EC x 103)
mmhos/cm pada suhu 25°C).
g3: sangat terpengaruh (> 0,65% garam larut; > 15 (EC x 103) mmhos/cm
pada suhu 25°C).
Berikut adalah tabel tentang kriteria klasifikasi kelas kemampuan lahan:
Tabel 1. Kriteria Kalasifikasi Kelas Kemampuan Lahan

Faktor Kelas Kemampuan Lahan


No.
Penghambat/Pembatas I II III IV V VI VII VII

1 Lereng
A B C D A E F G
KE 1, KE KE 4, KE
2 Kepekaan Erosi
2 KE 3 5 KE5 (*) (*) (*) (*)
3 Tingkat Erosi
e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*)
4 Kedalaman Tanah
k0 k1 k2 k2 (*) k3 (*) (*)
14

t1, t2, t1, t2,


5 Tekstur Lapisan Atas
t1, t2, t3 t1, t2, t3 t1, t2, t3, t4 t1, t2, t3, t4 (*) t3, t4 t3 ,t4 t5
6 Tekstur Lapisan Bawah
sda sda sda sda (*) sda sda t5
p1,
7 Permeabilitas
p2, p3 p2, p3 p2, p3, p4 p2, p, p4 p4 (*) (*) p5
8 Drainase
d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0
9 Kerikil/Batuan
b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) b4
10 Bahaya Banjir
O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)
11 Garam/Salinitas (***)
g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*)

III. KONDISI SUMBERDAYA LAHAN


III.1 Kondisi Umum DAS Mikro
Fieldwork dilakukan di Dusun Kekep, Desa Tulungrejo, Kec. Bumiaji, Kota
Batu, Jawa Timur. Lahan project yang yangdiamati oleh kelompok kami memiliki
arah titik 90° kearah timur, serta memiliki titik koordinat Y 667843 dan X
9135872. Lahan kelompok kami juga memiliki 5 kelerengan yang berbeda yaitu
P0 memiliki kelerengan sebesar 27,1% sedangkan pada P0 sampai dengan P1
memiliki kelerengan 20,1% untuk P1 sampai dengan P2 memiliki kelerengan
25,5% dari P2 sampai dengan P3 memiliki kelerengan 14% dari P3 sampai
dengan P4 memiliki kelerengan sebesar 11,3%. Jarak antar titiknya juga bervariasi
yaitu dari P0 hingga P1 memiliki jarak sebesar 11,5 m sedangkan P1 hingga P2
memiliki jarak sebesar 16,1 m pada P2 hingga P3 memiliki jarak sebesar 11 m
dari P3 hingga P4 memiliki jarak sebesar 9,8 m dan untuk P4 hingga P5 memiliki
jarak sebesar 25,2 m. Lahan project kelompok kami juga ditanamiwortel
(Daucuscarota L.) dan bawang daun (Allium fistulosum L.).
15

Gambar 2. Kondisi Lahan

III.2 Kemampuan Lahan


Berdasarkan fieldwork yang telah dilaksanakan, didapatkan data
kemampuan lahan sebagai berikut :
Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan SPL 1
FaktorPembatas Data Kode Kelas Kemampuan
Tekstur liat berpasir t2 I
Lereng 20.1-27.1% D IV
Drainase baik d1 I
KedalamanEfektif dangkal k2 III
Tingkat Erosi
Batu/Kerikil tidak ada b0 I
BahayaBanjir tidak pernah O0 I
Kelas Kemampuan Lahan IV lereng
Lahan project yang kita amati pada SPL 1 memiliki tekstur tanah liat
berpasir, lereng sebesar 20,1-27,1%, drainasenya baik, kedalaman efektif dangkal,
batuan tidak ada, dan bahaya banjir tidak pernah. Berdasarkan data yang telah kita
peroleh maka SPL 1 masuk kedalam kelas kemampuan lahan IV dengan lereng
sebagai faktor pembatasnya.
Berdasarkan fieldtwork yang telah dilaksanakan, didapatkan data
kemampuan lahan sebagai berikut :
Tabel 3. Kelas Kemampuan Lahan SPL 2
Faktor Pembatas Data Kode Kelas Kemampuan
Tekstur liat berpasir t2 I
Lereng 8.3-14% C III
Drainase baik d1 I
Kedalaman Efektif Dangkal k2 III
16

Tingkat Erosi
Batu/Kerikil tidak ada b0 I
BahayaBanjir tidak pernah O0 I
Kelas Kemampuan Lahan III lereng, kedalaman efektif
Lahan project yang kita amati pada SPL 2 memiliki tekstur tanah liat
berpasir, lereng sebesar 8,3-14%, drainasenya baik, kedalaman efektif dangkal,
batuan tidak ada, dan bahaya banjir tidak pernah. Berdasarkan data yang telah kita
peroleh maka SPL 2 masuk kedalam kelas kemampuan lahan III yaitu lereng dan
kedalaman efektif sebagai faktor pembatasnya.

III.3 Erosi
Berdasarkan fieldwork yang telah dilaksanakan, didapatkan data mengenai
faktor – faktor yang menyebabkan erosi seperti erosivitas, erodibilitas, panjang
dan kemiringan lereng, jenis tanaman dan pengelolaan lahan tersebut. Erosivitas
merupakan kemampuan potensial dari hujan untuk menyebabkan erosi, yang
merupakan fungsi dari karakteristik hujan yang berdasarkan energi kinetik.
Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah terhadap erosi, semakin tinggi nilai
erodibilitas suatu tanah maka semakin mudah tanah tersebut tererosi. Kemiringan
dan panjang lereng memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya erosi,
terutama pengaruhnya bagi aliran permukaan (run off) dan kemungkinan
terjadinya sedimen. Pengelolaan (P) dan jenis tanaman (C) menunjukkan
keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, keadaan permukaan tanah dan
pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi) (Purwantara dan
Nursa’ban, 2012).
Berikut merupakan data hasil jenis – jenis erosi yang ditemukan di lahan
pada tiap – tiap SPL :
Tabel 4. Jenis – Jenis Erosi yang Ditemukan Di Lahan
Jenis – jenis erosi yang ditemukan di lahan
SPL Identifikasi erosi di A Edp
lapang (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun)
1 Erosi percik dan alur 596,72 35,6
2 Erosi percik dan alur 235,04 35,6
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada SPL 1 dengan kelerengan
20,1– 27,1% memiliki erosi percik dan alur pada lahan aktualnya dengan nilai
erosi sebesar 46,713 ton/ha/tahun dan nilai Edp sebesar 8,31 ton/ha/tahun. Pada
SPL 2 dengan kelerengan 8,3 – 14% memiliki erosi percik dan erosi alur pada
17

lahan aktualnya dengan nilai erosi sebesar 18,4 ton/ha/tahun dan nilai Edp sebesar
8,31 ton/ha/tahun. Menurut Arsyad (2000), erosi alur terjadi jika air terkonsentrasi
dan mengalir pada tempat-tempat tertentu di permukaan tanah, sehingga proses
penggerusan tanah banyak terjadi pada tempat tersebut, yang kemudian
membentuk alur-alur.
Nilai erosi (A) lahan aktual pada SPL 1 lebih besar dari pada nilai erosi
yang diperbolehkan (Edp). Besarnya nilai erosi aktual di lahan daripada erosi
yang diperbolehkan dapat terjadi karena lahan yang digunakan tidak sesuai
dengan kemampuan lahan sehingga memicu terjadinya erosi pada kawasan
tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan kelas kemampuan lahan pada SPL 1
yaitu pada kelas IV dengan faktor pembatas berupa kelerengan. Dilihat dari lebih
besarnya erosi aktual di lahan dari pada erosi yang diperbolehkan maka perlu
adanya konservasi pada lahan tersebut agar tidak menimbulkan erosi yang
semakin besar lagi. Begitu pula dengan SPL 2 yang memiliki nilai aktual lebih
besar dari pada erosi yang diperbolehkan karena ketidaksesuaian kemampuan
lahan sehingga memicu terjadinya erosi pada lahan tersebut. Hal tersebut
dibuktikan dengan kelas kemampuan lahan pada SPL 2 yaitu pada kelas III
dengan faktor pembatas kelerengan dan kedalaman efektif. Sehingga, perlu
adanya konservasi pada lahan tersebut untuk mencegah terjadinya erosi yang lebih
besar lagi.

III.4 Permasalahan Lahan


Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada landscape di Dusun Kekep,
Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang memiliki tingkat
kelerengan yang cukup tinggi, sehingga permasalahan yang ditemukan dilapangan
ialah erosi. Menurut Arsyad (2012) pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi
kerja antara faktor-faktor iklim, vegetasi, topografi (kemiringan), tanah dan
manusia. Terdapat 2 enis erosi yang ditemukan di daerha tersebut, yaitu erosi
percik dan erosi alur. Berdasarakan perhitungan, didapatkan bahwa nilai laju erosi
percik dan erosi alur di daerah tersebut rata-rata lebih tinggi dari erosi yang
diperbolehkan (Edp).
Tabel 5. Nilai Perhitungan Kelerengan Erosi dan Edp per SPL
SPL Kelerengan Erosi Edp
18

(ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun)
1 20,1 – 27,1% 596,72 35,6
2 8,3 – 14% 235,04 35,6
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat perbedaan nilai yang cukup besar
antara nilai erosi aktual dan erosi yang diperbolehkan (Edp). Hal ini dapat
dikarenakan antara lain penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kelas
kemapuan lahannya. SPL 1 dan SPL 2 pada pengamatan project di lapang
tergolong ke kelas kemampuan lahan yang cukup tinggi hingga tinggi. Menurut
Herawati (2010), penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan
lahannya dapat merusak lahan serta menghambat pertumbuhan tanaman itu
sendiri. Sehingga apabila ingin memanfaatkan lahan tersebut maka perlu
dilakukan perbaikan untuk mencegah erosi yang berat. Tingkat kemiringan juga
mempengaruhi tingkat erosi yang terjadi, menurut Triwanto (2012), faktor
topografi yang paling dominan pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang dan
kecuraman lereng. Komponen ini akan mempengaruhi kecepatan dan volume air
permukaan sampai dimana air aliran permukaan masuk ke dalam saluran-saluran
(sungai), atau aliran telah berkurang akibat perubahan kelerengan (datar) sehingga
kecepatan dan volume dipencarkan ke berbagai arah. Panjang lereng berperan
terhadap besarnya erosi yang terjadi, semakin panjang lereng maka semakin besar
volume aliran permukaan yang akan teradi.
19

IV. PERENCANAAN KONSERVASI


IV.1Rekomendasi Detail Konservasi
Data yang telah didapatkan menunjukkan bahwa, pada SPL 1 memiliki kelas
kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas berupa kelerengan dan pada SPL 2
kelas kemampuan lahannya III dengan faktor pembatas berupa kelerengan dan
kedalaman efektif. Faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap potensi lahan
yang ada. Misal kelerengan, apabila kelerengannya cukup terjal maka akan
menyebabkan tingkat erosi juga cukup tinggi. Kemudian apabila kedalaman
efektifnya dangkal maka penanaman tanaman dengan perakaran yang lebih dalam
dimungkinkan akan terganggu. Oleh karena itu diperlukan sejumlah konservasi
yang diperlukan dalam mengatasi atau mengurangi dampak dari faktor – faktor
pembatas tersebut
Pertama, faktor pembatas kelerangan, memiliki hubungan yang sangat erat
dengan tingkat erosi. Apabila lereng pada suatu lahan cukup miring dapat
menyebabkan beberapa dampak antara lain terjadinya longsor atau hilangnya
humus tanah yang biasanya terdapat pada bagian atas lapisan tanah melalui proses
pengangkutan oleh limpasan permukaan. Selain itu, unsur – unsur hara juga akan
banyak yang mengalami pencucian sehingga diperlukan input dari luar pertanian
yang cukup banyak misalnya pupuk anorganik, agar tanaman tetap mendapatkan
kebutuhan unsur hara yang tercukupi. Hal tersebut akan menyebabkan tanah
menjadi rusak, sesuai pernyataan Nurhayati (2012) bahwa, salah satu penyebab
terjadinya kerusakan tanah yaitu hilangnya unsur hara dan bahang organik pada
tanah. Kemudian, konservasi yang perlu dilakukan yaitu membuat terasering,
terasering ini akan mengurangi panjang lintasan limpasan permukaan, sehingga
jumlah limpasan yang terangkut akan lebih sedikit atau tingkat erosinnya
menurun. Sedangkan energi angkut yang terjadi juga akan semakin berkurang
dengan adanya terasering ini. Menurut Martono (2004) menyatakan bahwa
besarnya kemiringan lereng akan mempengaruhi laju kecepatan aliran permukaan,
semakin curam suatu lereng akan semakin cepat aliran limpasan permukaannya.
Kemudia, menurut Sutejo (2005) Semakin panjang lereng suatu lahan
menyebabkan semakin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran
permukaan menjadi lebih tinggi.
20

Kedua, faktor pembatas berupa kedalaman efektif tanah yang dangkal akibat
dari tanaman utama yang ditanam berupa tanaman musiman yang pada umumnya
memiliki perakaran yang dangkal yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan
sehingga tingkat erosi pada tanaman musiman lebih besar daripada tanaman
tahunan. Hal tersebut diakibatkan sistem perakaran pada tanaman musiman sistem
perakarannya tidak luas yang akan menyebabkan daya cengkeram pada tanah
menurun. Sesuai dengan pernyataan Priyono (2017) bahwa, tanaman tahunan
memiliki sistem perakaran yang luas sehingga daya memegang tanah akan lebih
besar, yang pada akhirnya akan meningkatkan porositas dan infiltrasi tanah. Selain
itu menurut Arsyad (2010) menyatakan bahwa jenis tanaman yang dibudidayakan
sangat berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh
terhadap penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai
pemantap tanah agar tidak mudah hancur oleh air hujan.
Sehingga dari fakta – fakta yang telah dipaparkan, kelompok ini
merekomendasikan konservasi vegetative yakni dengan melakukan penanaman
tanaman pohon, perdu dan tanaman semusim. Tanaman pohon yang dipilih yaitu
pohon pinus, karena tanaman pinus merupakan vegetasi alami yang ada di sekitar
lahan pertanian yang belum mengalami alih fungsi. Selain itu menurut Sallata
(2013) tanaman pinus memiliki kedalaman perakaran yang dalam yaitu sekitar
100 cm sampai 150 cm melalu selanjutanya, tanaman perdu yang dipilih yaitu
tanaman kopi jenis Arabica karena menurut kopi jenis ini dapat tumbuh dengan
baik pada ketinggian sekitar 1000 – 2100 mdpl , dimana kopi ini berguna untuk
menunjang perekonomian masyarakat disana dan juga kopi bersifat butuh
terhadap naungan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Anita (2016) yang
menyatakan bahwa bibit kopi yang berkualitas sangat bergantung pada naungan
karena kopi tidak tahan terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi.
Kemudian, yang terakhir untuk tanaman musiman yang digunakan antara lain
sawi, talas dan jahe, ketiga jenis tanaman ini toleran terhadap naungan yang
artinya naungan tidak berpengaruh akan membatasi proses pertumbuhan maupun
perkembangan dari tanaman. Menurut pendapat Haryanto et al (2002) sawi
merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran
tinggi dan juga toleran terhadap naungan dan kekeringan.
21

4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi


Pada faktor pembatas pertama yaitu kelerengan yang dapat dikonservasi
dengan membuat terasering. Terasering merupakan bangunan konservasi tanah
dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau
memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah
melintang lereng. Tujuan pembuatan terasering adalah untuk mengurangi
kecepatan aliran permukaan (run off) dan memperbesar peresapan air, sehingga
kehilangan tanah berkurang (Sukartaatmadja 2004). Pembuatan terasering juga
akan meningkatkan serapan air karena tanah tidak langsung run off. Fungsi
konservasi tanah mekanik dengan terasering menurut Arsyad (2010) adalah
memperkecil aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan
dengan kekuatan yang tidak merusak, memperbaiki atau memperbesar laju
infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah,serta sebagai penyedia
air bagi tanamann. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa
pembuatan terasering pada SPL 1 dan 2 diperlukan mengingat kelas kemampuan
lahannya IV dan III dengan faktor pembatasnya kelerengan. Dengan pembuatan
terasering ini akan mengurangi kecepatan air sehingga run off akan semakin kecil
dan sedimentasi yang terangkut juga kecil, aerasi tanah menjadi lancar dan
memperbesar laju infiltrasi.
Pada SPL 2 dengan faktor pembatas kedalaman efektif dapat dilakukan
dengan penambahan bahan organik. Konservasi yang dapat dilakukan dapat
melalui konservasi vegetasi yaitu berupa dengan cara membantu penambahan
lapisan humus melalui penambahan bahan organik. Menurut Nugroho(2012)
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, di daur ulang,
dirombak oleh bakter-bakteri tanah menjadi unsur yang dapatdigunakan oleh
tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan
penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami
pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam
pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya
bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui
melalui sisa-sisa tanaman atau binatang. Berdasarkan pernyataan tersebut
hubungan antara bahan organik dengan kedalaman efektif yaitu menjadikan tanah
22

menjadi gembur sehingga akar tanaman mudah masuk kedalam tanah yang
menjadikan kedalaman efektif tanah menjadi tinggi atau lebih dalam.
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan
tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah
menurun, kemampuan tanah mendukung produktivitas tanaman juga menurut
(Nita et al 2015). Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
semakin banyak bahan organik maka akan mendukung kegiatan budidaya
tanaman. Bahan organik selain mendukung kemampuan tanah juga dapat
memperbaiki sifat-sifat tanah. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah
satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Pemberian bahan organik ke
dalam tanah harus dilakukan secara berkelanjutan karenabahan organik
merupakan komponen yang penting untuk memperbaiki dan
meningkatkankualitas sifat-sifat tanah. Bahan organik dapat berperan dalam
perbaikan sifat fisik tanah (Nita et al 2015).
23

V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pada lahan project terdapat 2 SPL yaitu SPL 1 yang memiliki kelas
kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas berupa kelerengan dan pada SPL 2
yang memiliki kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas berupa
kelerengan dan kedalaman efektif. Dari permasalahan yang ada di lahan, kami
menyarankan adanya konservasi secara vegetatif yaitu dengan penanaman
multistrata tanaman pinus, kopi, talas, sawi dan jahe pada SPL 1 dan SPL 2.
Untuk tindakan konservasi secara mekanis tidak dilakukan karena pengelolaan
lahan sudah baik, yaitu menggunakan teras gulud.

5.2 Saran
Konservasi tanah dan air perlu dilakukan pada lahan tersebut. Sehingga
perlu pengamatan lebih lanjut dan lebih intensif supaya tidak terjadi degradasi
lahan maupun erosi.
24

DAFTAR PUSTAKA

Abe, K and Ziemer R.,R. 1991. “Effect of tree roots on shallow-seated land
slides”. USDA forest Service Gen. Tech. Rep. PSW-GT 130: 11-20.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB – Press : Bogor.
______. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Sumberdaya Informasi Institut
Pertanian Bogor. Bogor: IPB Press.
______. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor.
______. 2012. Konservasi Tanah dan Air. Bogor, IPB Press. Edisi Kedua
Arsyad,Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Ke-2. Penerbit IPB.
Bogor.
Baja, Sumbangan. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan
Wilayah. CV. Andi Offset: Yogyakarta.
Banuwa, Irwan Sukri. 2013. Erosi. Pranamedia Group: Jakarta.
FAO. 2011. Socio-economic analysis of conservation agriculture in Southern
Africa. REOSA Network Paper 02. Johannesburg, South Africa
Herawati, Tuti. 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah DAS
Cisade Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alami
Vol. VII (4).
Kartasapoetra, G. dan A. G. Sutedjo. 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.
Rineka Cipta. Jakarta.
Klingbiel, A.A., 2014. Land-Capability Classification. Agriculture Handbook
No. 210. Washington D. C. United States of America Departement of
Agriculture(USDA)
Martono. 2004. Pengaruh intensitas hujan dan kemiringan lereng terhadap laju
kehilangan tanah pada tanah Regosol kelabu. Tesis. Megister Teknik Sipil
Universitas Diponogoro. Semarang.
Nugroho, C. 2012. Macam-Macam Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nurhayati, L., S. Nugraha dan P. Wijayanti. 2012. Pengaruh Erosi terhadap
Produktivitas Lahan Das Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri.
Program Studi Pendidikan Geografi PIPS, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia.
Satriawan, Halus dan Fuady, Zahrul. 2014. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.
Deepublish: Yogyakarta.
Schwab, et.al. 1999. Planning for Post Disaster Recovery and Reconstruction.
FEMA-American.
Triwanto, J. 2012. Konservasi Lahan Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Malang: UMM Press
25

Tunas, I. G. 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu Dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Jurnal SMARTEK, Vol III. No. 3: 137-145.
26

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Curah Hujan
27

Lampiran 2. Perhitungan Nilai Aktual

1. Erosi yang Diperbolehkan (Edp)

Kedalaman efektif pada SPL 1 & 2 : 100 - 150 cm : 150 cm : 1500 mm


Faktor Kedalaman Andept :1,00
Umur Kelestarian Tanah : 400 tahun
BI : 0,95 kg/dm3
SPL 1

Edp = = = 3,75 mm/tahun

Edp = 3,75 mm/tahun x 0,95 kg/dm3


= 3,75 x 10-2 dm/tahun x 0,95 kg/dm3
= 3,56 x 10-2 kg/dm2/tahun x 10-3
= 3,56 x 10-5 ton/dm2/tahun x 106
= 35,6 ton/ha/tahun
SPL 2

Edp = = = 3,75 mm/tahun

Edp = 3,75 mm/tahun x 0,95 kg/dm3


= 3,75 x 10-2 dm/tahun x 0,95 kg/dm3
= 3,56 x 10-2 kg/dm2/tahun x 10-3
= 3,56 x 10-5 ton/dm2/tahun x 106
= 35,6 ton/ha/tahun

2. Erosivitas (R)
Rb = 10,80 + 4,15 CHb
Rb Januari = 10,80 + 4,15 x 38,96 = 172,484
Rb Februari = 10,80 + 4,15 x 31,58 = 141,857
Rb Maret = 10,80 + 4,15 x 28,94 = 130,901
Rb April = 10,80 + 4,15 x 18,58 = 87,907
Rb Mei = 10,80 + 4,15 x 16,07 = 77,491
Rb Juni = 10,80 + 4,15 x 6,95 = 39,643
28

Rb Juli = 10,80 + 4,15 x 2,73 = 22,130


Rb Agustus = 10,80 + 4,15 x 0,92 = 14,618
Rb September = 10,80 + 4,15 x 4,77 = 30,596
Rb Oktober = 10,80 + 4,15 x 12,08 = 60,932
Rb November = 10,80 + 4,15 x 23,27 = 107,371
Rb Desember = 10,80 + 4,15 x 35,39 = 157,669
Total Rb = 1043,596 cm
3. Erodibilitas (K)
M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 - % liat)
= (5 + 85) x (100 – 5)
= 90 x 95
= 8550
K = 1,292 (2,1 M1,14 (10-4) (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2,5 (c – 3)) / 100
= 1,292 (2,1 x 85501,14 (10-4) (12 – 4) + 3,25 (2 – 2) + 2,5 (3 – 3)) / 100
= 1,292 x 51,02 / 100
= 65,92 / 100
= 0,66

4. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)


SPL 1
Kemiringan lereng : 20,1% – 27,1%, sehingga menggunakan rumus Gregory

m
T = . C . (cos α)1,503 . 0,5 . (sin α)1,249 + (sin α)2,249

0,5
= . 34,7046 . (cos 27,1)1,503 . 0,5 . (sin 27,1)1,249 + (sin 27,1)2,249

= 8,251
SPL 2
Kemiringan lereng : 8,3% – 14%, sehingga menggunakan rumus Morgan

LS =
29

= 3,25

5. Tanaman dan Pengolahan


Pada SPL 1 dan 2, jenis tanaman dan pengolahannya sama, sehingga :

Tanaman (C) = = = 0,7

Pengolahan (P) = Teras gulud, baik = 0,15

6. Erosi (A)
A = R x K x LS x C x P
SPL 1
A = 1043,596 x 0,66 x 8,251 x 0,7 x 0,15 = 596,72 ton/ha/tahun
SPL 2
A = 1043,596 x 0,66 x 3,25 x 0,7 x 0,15 = 235,04 ton/ha/tahun
30

Lampiran 3. Perhitungan Nilai Rekomendasi


1. Erosivitas (R)
Rb = 10,80 + 4,15 CHb
Rb Januari = 10,80 + 4,15 x 38,96 = 172,484
Rb Februari = 10,80 + 4,15 x 31,58 = 141,857
Rb Maret = 10,80 + 4,15 x 28,94 = 130,901
Rb April = 10,80 + 4,15 x 18,58 = 87,907
Rb Mei = 10,80 + 4,15 x 16,07 = 77,491
Rb Juni = 10,80 + 4,15 x 6,95 = 39,643
Rb Juli = 10,80 + 4,15 x 2,73 = 22,130
Rb Agustus = 10,80 + 4,15 x 0,92 = 14,618
Rb September = 10,80 + 4,15 x 4,77 = 30,596
Rb Oktober = 10,80 + 4,15 x 12,08 = 60,932
Rb November = 10,80 + 4,15 x 23,27 = 107,371
Rb Desember = 10,80 + 4,15 x 35,39 = 157,669
Total Rb = 1043,596

2. Erodibilitas (K)

M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 - % liat)


= (5 + 85) x (100 – 5)
= 90 x 95
= 8550
K = 1,292 (2,1 M1,14 (10-4) (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2,5 (c – 3)) / 100
= 1,292 (2,1 x 85501,14 (10-4) (12 – 4) + 3,25 (2 – 2) + 2,5 (3 – 3)) / 100
= 1,292 x 51,02 / 100
= 65,92 / 100
= 0,66

3. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)


SPL 1
Kemiringan lereng : 20,1% – 27,1% , sehingga menggunakan rumus Gregory
31

m
T= . C . (cos α)1,503 . 0,5 . (sin α)1,249 + (sin α)2,249

0,5
= . 34,7046 . (cos 27,1)1,503 . 0,5 . (sin 27,1)1,249 + (sin 27,1)2,249

= 8,251
SPL 2

Kemiringan lereng : 8,3% – 14%, sehingga menggunakan rumus Morgan

LS =

= 3,25
4. Tanaman dan Pengolahan

Pada SPL 1 dan 2, jenis tanaman dan pengolahannya sama, sehingga :

Tanaman (C) = = = 0,55

Pengolahan (P) = Teras gulud, baik = 0,15


5. Erosi (A)

A = R x K x LS x C x P
SPL 1
A = 1043,596 x 0,66 x 8,251 x 0,55 x 0,15 = 468,85 ton/ha/tahun
SPL 2
A = 1043,596 x 0,66 x 3,25 x 0,55 x 0,15 = 184,68 ton/ha/tahun
32
33

Lampiran 4. Sketsa Aktual dan Rekomendasi


34

Lampiran 5: Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai