Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TUTORIAL

“PERTANIAN BERLANJUT”

Oleh:
Nama : Hanifatul Diyah Khumairoh
NIM : 185040200111074
Kelas :D

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
1. Bagaimana kondisi manajemen lahan yang mempengaruhi ketidakberlanjutan kondisi
hidrologi penggunaan lahan berikut ini di masing-masing tutupan atau penggunaan lahan yang
anda lihat dari foto-foto masing-masing Land Unit (LU) dengan rangking 0=tidak ada, 1=sedikit,
2=sedang,3=tinggi, 4=sangat tinggi pengaruhnya
Kondisi LU 1 LU 2 LU 3 LU 4 LU 5 LU 6
Manajamen 4 3 3 0 0 0
kanopi
Pengolahan 0 2 2 4 4 0
tanah :guludan,
parit
Tutupan tanah 4 3 3 2 3 1
Pemupukan 0 2 4 4 4 0
Pengendalian 0 1 4 4 4 0
hama,penyakit
dan gulma
Irigasi dan 0 2 4 4 4 2
drainse
Pengelolaan 0 0 2 2 2 3
limbah dan
sampah

2. Kondisi yang bagaimana masing-masing LU yang menyebabkan ketidak berlanjutan kondisi


hidrologi penggunaan lahan
a) Taman Hutan Raya R.Soeryo (Lu1)
Berdasarkan gambar 1, dapat diketahui bahwa penggunaan lahan berupa hutan raya.
Pada hutan raya, keadaan masih alami dengan adanya kanopi dan tutupan lahan yang
sangat tinggi. Dikarenakan keadaan masih alami, maka tidak terdapat kegiatan berupa
pengolahan lahan, pemberian nutrisi maupun pengendalian hama penyakit. Sehingga
kondisi hidrologis dari hutan tersebut juga masih alami. Hutan masih menjalankan
fungsi hidorlogisnya yang berupa mengintersepsi hujan, mengurangi aliran
permukaanmeingkatkan kelembapan tanah,mengurangi erosi serta mempertahankan
debit tanah. Fungsi hidrologi hutan yang masih terjaga tersebut disebabkan oleh adanya
hubungan abiotik dan biotik pada ekosistem hutan yang masih alami (Budi,2019).
sehingga berdasarkan keadaan tersebut keberlanjutan dari siklus hidrologi akan amsih
panjang dan berlanjut
b) Hutan produksi (LU 2)
Berdasarkan gambar LU 2 dapat diketahui bahwa lahan yang digunakan berupa
lahan hutan produksi. Pada lahan tersebut terdapat adanya pengolahan lahan menjadi
teras yang disesuaikan dnegan jenis tanaman yang ditanam pada titik hutan produksi
tersebut. Selain terdapat adanya teras hasil pengolahan lahan, berdasarkan gambar juga
tampak pada lahan yang mengalami pengolahan masih terbuka dan minim adanya
tutupan lahan. Sehingga berpengaruh terhadap jumlah kanopi yang ada pada hutan
produksi. Selain itu terdapat pula kegiatan pemupukan dalam skala sedang. Pemupukan
tersebut bertujuan untuk menambahkan nutrisi kepada tanaman produksi yang ditanam.
Karena pada dasarnya hutan produksi juga berorientasi terhadap produksi yang
dihasilkan. Sehingga untuk keberlanjutan, hidrologi pada hutan produksi masih dapat
berlanjut namun tidak semaksimal hutan alami atau Taman Hutan Raya seperti pada
LU 1. Meskipun begitu fungsi hidrologis hutan yang berupa menahan tanah ditempat,
menahan air dan meningkatkan kapasitas infiltrasi masih bisa dijalankan (Budi,2019)
c) Kebun jeruk dan apel
Berdasarkan gambar kenampakan lahan 3, dapat diketahui bahwa lahan digunakan
sebagai lahan perkebunan apel dan jeruk. Berdaskan gambar kenampakan lahan dapat
diketahui bahwa pada lahan tidak semua terdapat penutup lahan. Tidak adanya penutup
lahan berupa rumput atau mulsa pada lahan menyebabkan adanya evaporasi yang
tinggi. Namun pada lahan tersebut terdapat kanopi dari tanaman jeruk atau apel yang
cukup lebar untuk menaungi lahan sehingga evaporasi dapat lebih minim. Adapun
berdasarkan pendapat Abdurrahman dan Sutono (2002),evaporasi dapat dikurangi
dengan memanfaatkan mulsa atau tanaman penutup tanah. Pendapat tersebut
berhubungan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Arsyad (2000) yang menyatakan
bahwa mulsa dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas infiltrasi pada tanah.
Sehingga salah satu cara untuk meningkatkan keberlanjutan kondisi hidrologi pada
perkebunan dapat dilakukan adanya pemberian mulsa atau tanaman penutup. Selain itu
mulsa atau tanaman penutup juga dapat mengurangi terjadinya evaporasi pada lahan
d) Penggunaan lahan hortikultura
Berdasarkan gambar kenampakan penggunaan lahan 4, dapat diketahui bahwa lahan
digunakan untuk pertanian tanaman sayur. Sayur yang ditanam diantaranya kentang,
wortel, kubis. Pada gambar, terlihat bahwa tidak kanopi yang menutupi lahan pertanian
hortikultura serta adanya guludan yang belum ditanami. Secara umum sebelum
dilakukan adanya penanaman, biasanya petani melakukan pengolahan lahan. Namun
pengolahan yang dilakukan secara intensif justru dapat menyebabkan berkurangnya daya
infiltrasi tanah. Hal tersebut dikarenakan pada pengolahan lahan yang intensif lama
kelamaan akan menyebabkan struktur tanah menjadi berubah dan terjadi pemadatan.
Sehingga pori-pori tanah akan tertutup dan daya infiltrasi menjadi berkurang. Akibatnya
terjadi aliran permukaan yang kemudian bisa menyebabkan terjadinya erosi. Erosi
merupakan salah satu aspek yang dapat menghambat keberlanjutan dari kondisi hdrologi
(Huntojengo et al,2013). Selain pengolahan lahan, adanya pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan sangat tinggi juga dapat mempengaruhi
dari infiltrasi yang ada pada lahan. Hal tersebut dikarenakan adanya degradasi akibat
dari residu pemupukan atau pengendalian hama penyakit yang berlebihan. Sama halnya
dengan tanah yang dilakukan pengolahan, pada tanah terdegradasi tanah juga mengalami
pemadatan. Sehingga perlu dilakukan adanya upaya untuk menjaga agar infiltrasi dan
perlokasi pada wilayah lahan tersebut terjaga. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah
memberikan bahan organik pada tanah karena bahan organik dapat menurunkan berat isi
dan mengurangi adanya pemadatan pada tanah, dengan berkurangnya pemadatan pada
tanah maka infiltrasi juga akan lebih meningkat (Huntojengo et al,2013). Sehingga erosi
dapat dikurangi dan kondisi hidrologi lebih berlanjut dan terjaga
e) Lahan sawah
Berdasarkan gambar kenampakan penggunaan lahan 5, yaitu sawah dapat diketahui
bahwa terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi kondisi hidrologi pada penggunaan
lahan tersebut. Aspej-aspek tersebut diantaranya adalah tidak adanya kanopi dari
pohon-pohon besar yang menaungi lahan sawah. Selain itu terdapat pengolahan yang
intensif pada lahan sawah, terlihat pada kegiatan pembajakan yang dilakukan. Adanya
kegiatan pembajakan lahan sawah juga menyebabkan adanya kelebihan air,sehingga
menyebabkan kepadatan pada tanah. Tidak hanya itu terdapat kegiatan pemupukan dan
pengendalian hama, penyakit dan gulma yang intensif pada lahan sawah. Pemupukan
biasanya dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik, begitu juga dengan pestisida
yang digunakan. Dengan menggunakan pupuk dan pestisida anorganik maka lama
kelamaan akan menyebabkan degradasi lahan akibat penumpukan residu. Akibat adanya
pemadatan dan penumpukan residu akibat bahan anorganik, maka infiltrasi pada lahan
sawah dapat terganggu. Sehingga untuk dapat mempertahankan keberlanjutan dari siklus
hdorlogi pada penggunaan lahan sawah perlu dilakukan adanya upaya atau
pencegahan-pencegahan berikut. Upaya dan pencegahan tersebut diantaranya adalah
meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi, melakukan budidaya padi dengan metode
SRI karena dengan metode ini air lebih bisa dikurangi penggunaannya, menggunakan
teknologi irigasi, melakukan pemanenan air hujan (Sutrisno et al, 2012 )
f) Pemukiman penduduk
Berdasarkan gambar kenampakan penggunaan lahan 6 yaitu pemukiman, dapat
diketahui bahwa terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi kondisi hidrologi yaitu
tutupan lahan, irigasi dan drainase serta pengolahan limbah atau sampah. Pada tutupan
lahan, secara umum pada lahan pemukiman hanya terdapat sedikit tutupan lahan yang
berupa tanaman. Adapun kebanyakan adalah berupa penutup semen atau paving, sehingga
hal tersebut dapat mempengaruhi dari adanya resapan air ke dalam tanah. Sehingga
memerlukan adanya alran khusus dari saluran pembuangan air atau drainase. Selain itu
pada wilayah pemukiman juga perlu adanya pengolahan sampah atau limbah. Hal tersebut
dilakukan agar sampah atau limbah tidak dialirkan ke dalam sungai. Sampah atau limbah
yang dialirkan ke sungai dapat mempengaruhi dari kualitas air di sekitar pemukiman
Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk dapat tetap menjaga keberlanjutan dari
siklus hidrologi pada kawasan pemukiman, diantarnya adalah dengan membuat sumur
resapan, biopori serta pembuatan embung atau waduk (Susilo dan Sudarmanto,2012).
Sumur resapan dibuat untuk memperbesar resapan air ke dalam tanah serta memperkecil
adanya aliran permukaan pada wilayah pemukiman. Adanya aliran permukaan yang besar
dapat menyebabkan terjadinya banjir. Adapun pada pembuatan biopori bermanfaat
untuk meningkatkan infiltras dalam tanah. Selain untuk meningkatkan ilnfiltrasi pada
tanah, lubang biopori juga dapat dijadikan sebagai pembuangan sampah organik, dengan
adanya pembuangan sampah organik ke dalam lubang biopori diharapkan sampah organik
tersebut dapat menjadi makanan organisme yang ada pada lubang biopori tersebut.
Sehingga organisme ddalam lubang biopori semkain banyak dan berpengaruh terhadap
adanya peningkatan infiltrasi tanah. Sedangkan pada embung atau waduk berguna untk
menyimpan air hujan yang turun dan kemudian akan dimanfaatkan pada saaat musim
kemarau. Selain sebagai penampung air hujan di saat kemarau, waduk juga digunakan
untuk menurunkan debit banjir. Adapun pembuatan waduk didasarkan pada permeabilitas
tanah pada dasar embung
Diskusi
Estimasi Neraca Air dalam Petak Tanaman saat Terjadi Hujan
Komponen siklus Hutan Alami Hutan Kebun Apel Sayuran Kentang
air Tanaman Pinus
Presipitasi 100 % 100 % 100 % 100 %
Aliran lateral 0% 0% 0% 0%
Intersepsi 40% 30 % 25% 15%
Lolos Tajuk 15% 20% 35% 60%

Infiltrasi 30% 30% 20 % 15%


Perlokasi 15% 20% 20% 10%
Evapotranspirasi 0% 0% 0% 0%
 Aliran lateral tergantung dari limpasan yang berasal dari petak bagian hulu/atasnya
 Evapotranspirasi sangat kecil (nol) karena durasi kejadian yang singkat dan cuaca hujan
(kelembapan udara maksimum/jenuh)
Diskusikan :
1. Berapa proporsi masing-masing komponen ketika terjadi hujan 100%
a) Hutan alami : intersepsi 40%, lolos tajuk 15%,infiltrasi 30% dan
perlokasi 15%
b) Hutan tanaman pinus :intersepsi 30%,lolos tajuk 20%,infiltrasi 30%,perlokasi
20%
c) Kebun apel : intersepsi 25%,lolos tajuk 35%,infiltrasi 20%,perlokasi
20%
d) Sayuran kentang : intersepsi 15%,lolos tajuk 60%,infiltrasi 15%,perlokasi
10%
2. Berapa besarnya limpasan permukaan dari berbagai macam penggunaan lahan
Limpasan permukaan yang terjadi kemungkinan bernilai 0%. hal tersebut dikarenakan
tidak ada data yang menunjukan mengenai limpasan permukaan. Sehingga limpasan
permukaan pada keempat data dianggap 0%
3. Komponen apa saja yang berbeda?mengapa demikian
Pada dasarnya nilai intersepsi,lolos tajuk,infiltrasi serta perlokasi pada masing-masing
penggunaan lahan berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan vegetasi dan penggunaan lahan
mempengaruhi besaran nilai dari aspek-aspek tersebut
Hasil analisis
Pada data terdapat 4 jenis penggunaan petak tanaman yang berbeda, yaitu hutan alami, hutan
produksi pinus, kebun apel dan sayuran kentang. Dari keempat neraca air tersebut memiliki nilai
estimasi yang berbeda-beda pada setiap petaknya. Hal tersebut dikarenakan nilai dari aspek-aspek
estimasi neraca air ditentukan oleh vegetasi dan penggunaan lahan. Adapun nilai yang sama
terdapat pada aspek aliran lateral dan evapotranspirasi. Niali dari aliran lateral dianggap 0%
dikarenakan tidak ada data mengenai limpasan yang terjadi pada bagian hulu. Sedangkan pada
evapotranspirasi dianggap 0% dikarenakan durasi hujan yang singkat dan evaporasi maksimum.
Adapun nilai dari aspek-aspek neraca air ini saling berhubungan satu sama lain
Intersepsi merupakan jumlah banyaknya air hujan yang tertangkap oleh tanaman dan
selanjutnya akan diuapkan kembali ke atmosfer dengan proses evaporasi atau secara sederhana
diartikan sebagai kemampuan tanah untuk dapat menahan air hujan . Intersepsi merupakan
komponen yang penting dalam siklus hidrologi karena dengan mekanismenya, kanopi dari
tanaman dapat menurunkan kecepatan energi kinetik dan kecepatan dari air hujan pada saat
mencapai tanah. Adapun besar nilai dari intersepsi bergantung pada tipe daun tanaman,bentuk
tajuk, kecepatan angin, sinar matahari, suhu serta kelembapan ( Supangat et al., 2012).
Sedangkan besar air yang terintersepsi bergantung pada karakterstik hujan,karakteristik tanaman
dan musim (Pelawi,2009). Sehingga berdasarkan hal tersebut nilai estimasi neraca air pada
keempat petak penggunaan lahan berbeda, yaitu 40 % pada hutan alami, 30 % pada hutan pinus,
25% pada kebun apel dan sayuran kentang 15%. Seperti yang terjadi pada hutan pinus, dimana
nilai intersepsi pada pohon pinus 30 tahun lebih besar daripada pohon pinus berumur dibawahnya.
Hal tersebut dikarenakan tutupan permukaan, indeks luas daun (ILD) dan lapisan tajuk. Pada
pohon yang lebih tua tajuk dari pohon akan semakin besar dan rapat sehingga nilai dari intersepsi
juga semakin besar (Chairani dan Jayanti,2013)
Aspek selanjutnya adalah lolosan tajuk atau throughfall. Lolosan tajuk didefinisikan sebagai
air hujan yang dapat masuk menerobos cabang tanaman. Banyaknya air hujan yang dapat lolos
bergantung pada kerapatan batang dan daun tanaman, jenis hujan, intensitas hujan serta durasi
dari hujan (Chanpaga dan Watchirajutipong,2000). Faktor umur dan kerapatan daun merupakan
faktor penting dalam nilai lolosan tajuk, seperti hasil dari penelitian Supangat et al (2012) yang
menyatakan bahwa besar dari nilai lolosan tajuk tanaman E.pellita terjadi paling kecil pada umur
3-4 tahun yang merupakan umur klimaks tanaman. Pada umur klimaks tersebut tajuk akan rapat
dengan maksimum dan nilai lolosan tajuk menurun, sedangkan pada nilai intersepsi meningkat.
Sehingga berdasarkan hal tersebut dari keempat jenis tanaman pada petak pengamatan, nilai lolos
tajuk dari tanaman kentang merupakan yang paling besar. Hal tersebut dikarenakan cabang dari
kentang yang lebih minim untuk menutupi tanah dibanding tanaman lain
Selanjutnya adalah infiltrasi dan perlokasi, kedua aspek tersebut saling berhubungan.
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam permukaan tanah dan terjadi secara vertikal. Pada
keadaan cukup air, infiltrasi akan berubah menjadi perlokasi. Banyaknya air yang masuk kedalam
permukaan tanah dihitung dengan kapasitas infiltrasi, yaitu banyakya air yang masuk dalam
satuan mm/jam atau cm/jam. Sedangkan untuk kemampuan tanah dalam menyerap air dinamakan
kapasitas infiltrasi. Adapun pada aspek perlokasi, perlokasi adalah gerakan air masuk ke bawah
tanah. Sama seperti infiltrasi, laju dari kapasitas perlokasi dinyatakan dalam satuan mm/jam atau
cm/jam. Kapasitas perlokasi adalah kemampuan tanah untuk melewatkan air ke dalam tanah.
Aspek dari infiltrasi dan perlokasi ini saling berhubungan dan mempengaruhi, dimana pada saat
kondidi jenus nilai dari laju infiltrasi tidak lebih besar daripada laju perlokasi (Arsyad,2010).
Adapun besar dari nilai infiltrasi yang utama dipengaruhi oleh vegetasi, dimana tanah dengan
vegetasi berupa pohon dan rerumputan air lebih cepat terinfiltrasi. Hal tersebut dikarenakan pada
tanah yang tertutup oleh vegetasi tanah lebih terlindungi dari adanya energi kinetik hujan yang
dapat merusak tanah. Sehingga tanah tidak terjadi pemadatan yang dapat menghambat terjadinya
nfiltrasi. Selain itu adanya seresah yang berasal dari vegetasi tersebut. Seresah tersebut akan
menjadi makanan dari mikroorganisme yang ada di dalam tanah, dimana semkain banyak
mikroorganisme pori tanah akan semkain banyak dan infiltrasi bisa lebih cepat(Andara,2018).
Sehingga berdasarkan hal tersebut, nilai infiltrasi dari hutan alami adalah yang paling besar dan
paling cepat. Sesuai keadaan dimana pada hutan alami, vegetasi berupa pohon dengan banyak
seresah dan mikrooganisme didalamnya, dimana hal-hal tersebut dapat mempercepat terjadinya
infiltrasi dan meningkatkan infiltrasi
Diskusi
Adakah tindakan pengelolaan yang justru mendorong terjadinya limpasan permukaan, erosi dan
pencemaran air ?
Pada dasarnya pengelolaan ditujukan untuk merawat dan mendapatkan hasil produksi yang
lebih baik. Namun apabila pengelolaan dilakukan dengan cara yang salah atau tidak sesuai bukan
tidak mungkin malah menyebabkan dampak negatif. Diantaranya pada pembuatan bedengan atau
guludan yang tidak sesuai. Adanya pembuatan guludan atau bedengan yang tidak sesuai dapat
menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya
erosi. Seperti yang diungkapkan oleh Laturua et al., (2018) bahwa tindakan konservasi yang
berupa pembuatan guludan atau yang lain harus sesuai dengan tipe penggunaan lahan sehingga
dapat meminimalisir dari terjadinya limpasan permukaan dan erosi. Selain pembuatan guludan
yang dapat menyebabkan limpasan permukaan dan erosi, adanya penyemprotan pestisida yang
berlebih juga dapat menimbulkan dampak buruk. Dampak buruk tidak hanya resistensinya hama
dan penyakit tetapi juga pencemaran air. Hal tersebut dikarenakan pestisida yang digunakan pada
lahan pertanian, tegalan maupun perkebunan tidak semua tepat sasaran kepada tanaman. Namun
terdapat residu yang terbuang dan hanyut terbawa oleh aliran sungai. Sehingga hal tersebut
menyebabkan terjadinya pencemaran air dan mengancam ekosistem perairan (Prabowo dan
Subantoro,2012)
Daftar Pustaka

Abdurahman, A dan Sutono.2002. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng.Pusat


Pengembangan dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor : 103-145
Andara,A.2018. Laju Infiltrasi Pada Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka di Universitas
Hasanuddin. Skripsi
Arsyad, S.2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian .Institut Pertanian Bogor
Arsyad, S.2010. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor.Bogor
Budi, H. P.2019. Evaluasi Ekonomi Fungsi Hidologis Kawasan Hutan Lindung Gunung
Gawalise Sebagai Penyedia Kebutuhan Air Bagi Masyarakat di Wilayah Kecamatan
Ulujadi Kota Palu. J. Katalogis. Vol 5 (3) :127-136
Chairani,S dan D.S Jayanti.2013. Intersepsi Curah Hujan pada Tegakan Pohon Pinus
(Casuarina cunninghamia). Rona Teknik Pertanian. Vol 6(1) :405-412
Chanpaga,U dan T. Watchirajutipong,2000. Interception,throughfall dan stemflow of mix
decidouos with teak forest
Huntojungo,I., J.M, Sumpit., J, Husain dan R.I Kawulusan.2013. Erosi dan Infiltrasi Pada
Lahan Hortikultura Berlereng di Kelurahan Rurukan. Fakultas Pertanian. Universitas
Ratulangi
Laturua, A., Hendrayanto., dan N.Puspaningsih.2018. Penggunaan Lahan Optimal Dalam
Transformasi Hujan Limpasan di Das Wae Ruhu. Media Konservasi. Vol 23(1) :53-64
Pelawi, S.F.2009. Intersepsi pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit. Skripsi
Prabowo R dan R.Subantoro.2012.Kualitas Air dan Beban Pencemaran Pestisida di Sungai
Babon Kota Semarang. Mediaagro. Vol 8 (1) : 9-17
Supangat. A.B.,P. Sudira, H. Supriyo dan E. Poedjirahajoe.2012. Studi Intersepsi Hujan pada
Hutan Tanaman Eucalyptus pellita di Riau. Agritech. Vol 32 (2) :318-324
Susilo, E dan B. Sudarmanto.2012. Kajian Hidrologi Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Pertanian dan Lahan Hijau Menjadi Pemukiman di Kota Semarang. Riptek vol 6
(1) :1-7
Sutrsino, N., E. Pasandaran dan N. Pujilestari.2012.Antisipasi Perubahan dan Keragaman Iklim
Terhadap Pergeseran Siklus Hidrologi dan Sistem Pertanian Indonesia. Litbang
Pertanian

Anda mungkin juga menyukai