PERTANIAN BERLANJUT
KELAS O, KELOMPOK 4
Anggota :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Diterima Tanggal :
Jam :
Paraf Penerima :
ii
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram alir pengambilan contoh air .................................................... 4
Gambar 2. Diagram alir pendugaan kualitas air...................................................... 5
Gambar 3. Diagram alir pengukuran suhu air ......................................................... 5
Gambar 4. Diagram alir pengukuran dissolved oxygen .......................................... 6
Gambar 5. Diagram alir pendugaan cadangan karbon ............................................ 9
Gambar 6. Diagram alir identifikasi keberlanjutan lahan dari aspek sosial ekonomi
................................................................................................................................. 9
Gambar 7. Dokumentasi Lahan Tanaman Tahunan.............................................. 11
Gambar 8. Dokumentasi Lahan Agroforestri ........................................................ 12
Gambar 9. Dokumentasi Lahan Tanaman Semusim ............................................. 13
Gambar 10. Dokumentasi Lahan Tanaman Semusim dan Pemukiman ................ 14
Gambar 11. Grafik perbandingan Nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’)
dan Indeks Dominasi Simson (C’) ........................................................................ 20
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Titik pengamatan dan penggunaan lahan ................................................ 11
Tabel 2. Karakteristik Penggunaan Lahan Plot 1 .................................................. 11
Tabel 3. Karakteristik Penggunaan Lahan Plot 2 .................................................. 12
Tabel 4. Karakteristik Penggunaan Lahan Plot 3 .................................................. 13
Tabel 5. Karakteristik Pengunaan Lahan Plot 4 .................................................... 13
Tabel 6. Kualitas Air ............................................................................................. 14
Tabel 7. Perbandingan Sebaran Tanaman Bernilai Ekonomi pada Plot 1, 2, 3 dan 4
Lokasi Ngantang ................................................................................................... 16
Tabel 8. Analisa Vegetasi Gulma pada Plot 1,2,3 dan 4 Lokasi Ngantang ......... 18
Tabel 9. Perbandingan Nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks
Dominansi Simson (C’) ........................................................................................ 19
Tabel 10. Matrix Koefisien Komunitas ................................................................ 21
Tabel 11. Biodiversitas Hama Tiap Plot ............................................................... 21
Tabel 12. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Tiap Plot ................ 22
Tabel 13. Indeks Keragaman Tiap Plot ................................................................. 23
Tabel 14. Pengamatan Penyakit Tanaman ............................................................ 25
Tabel 15. Cadangan Karbon.................................................................................. 28
Tabel 16. Biaya Penyusutan Plot 1 ....................................................................... 30
Tabel 17. Biaya Variabel Plot 1 ............................................................................ 30
Tabel 18. Total Biaya Plot 1 ................................................................................. 30
Tabel 19. Penerimaan Usahatani Plot 1 ................................................................ 31
Tabel 20. Keuntungan Usahatani Plot 1................................................................ 31
Tabel 21. Biaya Tetap Plot 2 ................................................................................ 32
Tabel 22. Biaya Total Plot 2 ................................................................................. 32
Tabel 23. Penerimaan Usahatani Plot 2 ................................................................ 32
Tabel 24. Pendapatan Usahatani Plot 2 ................................................................. 33
Tabel 25. Biaya Variabel Plot 3 ............................................................................ 33
Tabel 26. Biaya Tetap Plot 3 ................................................................................. 34
Tabel 27. Biaya Total Plot 2 ................................................................................. 34
Tabel 28. Penerimaan Usahatani Plot 3 ................................................................ 34
Tabel 29. Pendapatan Usahatani Plot 4 ................................................................. 34
Tabel 30. Biaya Tetap Plot 4 ................................................................................. 35
Tabel 31. Biaya Variabel Plot 4 ............................................................................ 36
Tabel 32. Total Biaya Plot 4 ................................................................................. 36
Tabel 33. Penerimaan Usahatani Plot 4 ............................................................... 36
Tabel 34. Keuntungan Usahatani Plot 4................................................................ 37
Tabel 35. Indikator keberhasilan pertanian di lokasi ............................................ 41
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan............................ 47
Lampiran 2. Sketsa Transek Lanskap ................................................................... 48
Lampiran 3. Katalog Gulma .................................................................................. 49
Lampiran 4. Tabel Perhitungan SDR .................................................................... 55
Lampiran 5. Keragaman Arthropoda .................................................................... 58
Lampiran 6. Indikator Pertanian Berlanjut aspek Sosial Ekonomi ....................... 59
Lampiran 7. Nilai Produksi Tanaman Plot 3......................................................... 61
Lampiran 8. Input Data dan Biaya Usaha tani Tanaman Plot 3 ............................ 62
Lampiran 9. Pendapatan Usahatani Plot 3 ............................................................ 62
Lampiran 10. Kuisioner aspek sosial ekonomi ..................................................... 63
Lampiran 11. Dokumentasi Kegiatan Fieldtrip..................................................... 75
iv
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian berlanjut dianggap sebuah tantangan dalam dunia pertanian yang
menuntut petani untuk memiliki perilaku usaha tani yang berbeda dan lebih baik
terutama untuk aspek lingkungan.mencapai pertanian berkelanjutan tidaklah
mudah, sebab sistem pertanian pada masa ini, petani masih tinggi sekali faktor
ketergantungannya terhadap unsur-unsur kimiawi dalam kegiatan usaha taninya
sehingga untuk mencapai sistem pertanian berlanjut akan memerlukan proses
yang panjang. Pertanian berlanjut (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan
sumber daya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui dengan tujuan mencapai produksi pertanian tinggi dengan menekan
dampak negatif terhadap lingkungan.
Pertanian berlanjut meliputi empat aspek yang harus terdapat di dalamnya,
empat aspek penting yang saling berhubungan dan berkorelasi sehingga akan
terciptanya sistem pertanian berlanjut adalah aspek budidaya, aspek hama dan
penyakit tanaman, aspek sumberdaya lahan, dan aspek sosial ekonomi. keempat
aspek tersebut sangat berpengaruh dalam keberlanjutan suatu pertanian. Apabila
ke empat aspek tersebut saling berkorelasi, makan akan terjadi keseimbangan
yang akan mengarah kepada sistem pertanian yang berkelanjutan, oleh karena itu,
pentingnya menjaga ke empat aspek tersebut seimbang agar dapat diperoleh hasil
produksi atau produktifitas yang optimal dan kelestarian lingkungan tetap terjaga
keberlanjutannya. Selanjutnya, setalah tercipta sistem pertanian yang berlanjut,
maka sistem pertanian berlanjut diarahkan pada upaya menjaga dan merawat
kondisi biofisik yang bagus yaitu dengan pemanfaatan biodiversitas tanaman.
Pemanfaatan sumberdaya lahan yang efektif dan efisien untuk
menciptakan sebuah pertanian berlanjut dibutuhkan suatu kearifan dan rasa ingin
menjaga keseimbangan lingkungan dengan menerapkan bebeapa teknik budidaya
yang tepat sehingga pemanfaatan sumberdaya lahan yang lestari dan berkelanjutan
dapat tercapai dalam rangka menfungsikan lahan untuk memenuhi kebutuhan
manusia masa sekarang maupun generasi mendatang. Oleh karena itu, fieldtrip di
Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang dilakukan untuk
melakukan pengamatan terhadap penggunaan sumberdaya, biodiversitas tanaman
pertanian yang ada dan mengukur keberhasilan pertanian berkelanjutan dari aspek
ekologi, sosial dan ekonomi di daerah tersebut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukanya kegiatan praktikum ini adalah:
1. Untuk memperoleh segala informasi yang berkaitan dengan pertanian
berlanjut dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.
2. Untuk memahami macam-macam tutupan lahan, sebaran tutupan lahan dan
interaksiantar tutupan lahan pertanian yang ada di suatu bentang lahan.
2
2. METODOLOGI
2.1. Tempat dan Waktu Pelaksaan
Pelaksanaan Fieldtrip pertanian berlanjut dilakukan pada tanggal 6
oktober 2018. Fieldtrip pertanian berlanjut dilaksanan di Desa Tulungrejo,
Kecamatan ngantang. Pada Fieldtrip pertanian berlanjut setiap kelas dibagi
menjadi 4 kelompok dengan 4 plot berbeda. Setiap kelompok yang telah terbagi
menjadi 4 kelompok tersebut akan mendapatkan materi yang berdeda yaitu materi
tanah, budidaya pertanian, hama dan penyakit, dan sosial ekonomi. Pada plot 1
yaitu hutan produksi, plot 2 yaitu agroforestri, plot 3 yaitu tanaman semusim, dan
plot 4 yaitu pemukiman warga.
2.2. Metode Pelaksanaan
2.2.1. Pemahaman Karakteristik Lansekap
Lanskap merupakan bidang lahan yang dapat dilihat oleh mata secara
komprehensif di sekitar kita tanpa harus mendekati objek. Pengertian lain dari
lanskap berarti konfigurasi khusus dari topografi, tutupan lahan, tata guna lahan,
dan pola pemukiman yang membatasi. Dasar untuk mempelajari karakteristik
lansekap terdapat 4 kunci antara lain:
1) Komposisi lansekap misalnya tipe habitat ataupun landuse yang ada
2) Komposisi lansekap yang terdiri dari susunan berbagai macam landuse pada
suatu landskap yang ada
3) Manajemen lanskap berupa pengolahan yang ada pada suatu lanskap
4) Konteks regional dari suatu lanskap.
Pentingnya pemahaman karakteristik lanskap akan berguna untuk penentuan
tipe lanskap. Penentuan tipe lanskap yang akurat akan mempengaruhi dalam
tindakan yang akan diambil nantinya, meliputi tindakan konservasi, perbaikan,
rekonstruksi, dan pengelolaan.
Alat-alat yang digunakan dalam melakukan pengamatan karakteristik
lanskap adalah kompas, kamera, alat tulis, dan klinometer. Langkah pertama
dalam melakukan pengamatan lanskap yaitu menetukan lokasi yang representatif
sehingga didapatkan sudut pandang yang dapat melihat secara luas, misalnya di
puncak bukit. Kedua, melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap
berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada dan mengisikan pada form
pengamatan untuk berbagai landuse. Ketiga, mengidentifikasi jenis vegetasi yang
terdapat dilanskap dan hasil tersebut sebagai data tutupan lahan. Keempat,
melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap tingkat kemiringan lereng
yang ada beserta tingkat tutupan kanopi dan seresahnya. Kelima, membuat sketsa
penggunaan lahan dan transek dari lanskap yang diamati dan dapat
dikelompokkan dari masing-masing landuse. Kemudian melakukan klasifikasi
lanskap pertanian berdasarkan tingkat kerusakan habitat dan fragmentasi.
4
Mengambil contoh air pada kondisi masih alami dan tidak mengalami
gangguan sebanyak 1,5 Liter
Membaca suhu saat termometer masih dalam air atau secepatnya setelah
dikeluarkan dari air
Memasukkan alat multi water quality checker kedalam contoh air yang telah
diambil
jumlah tiap spesies dari tiap unit area. Terdapat dua kerapatan, yaitu kerapatan
mutlak dan kerapatan nisbi. Rumus dari kerapatan adalah :
jumlah spesies tersebut
Kerapatan mutlak (KM) = jumlah plot
KN spesies tersebut
Kerapatan nisbi (KN) = jumlah ×100%
KM seluruh spesies
Setelah mendapatkan kerapatan, lalu menghitung frekuensi. Frekuensi adalah
perbandingan jumlah kenampakan dengan kemungkinan pada suatu petak contoh
yang dibuat. Terdapat dua frekuensi, yaitu mutlak dan nisbi. Rumus keduanya
adalah :
plot yang terdapat spesies tersebut
Frekuensi mutlak (FM) = jumlah seluruh plot
FM spesies tersebut
Frekuensi nisbi (FN) = jumlah FM seluruh spesies×100%
Setelah mendapatkan frekuensi, kemudian menghitung dominasi. Dominasi
adalah luas suatu area yang ditumbuhi suatu spesies atau area yang berada dalam
pengaruh komunitas suatu spesies. Terdapat dua dominasi, yaitu mutlak dan nisbi.
Rumus keduanya adalah :
luas basal area spesies tersebut
Dominasi mutlak (DM) = luas seluruh area contoh
DM suatu spesies
Dominasi nisbi (DN) = jumlah DM seluruh spesies×100%
d1d22
Luas basal area = 4
Setelah menentukan seluruh nilai, maka selanjutnya menentukan nilai penting
(IV). Rumus dari IV adalah :
Importance Value (IV) = KN + FN + DN
Setelah menemukan IV, lalu mencari SDR. Rumus dari SDR adalah :
IV
SDR = 3
Setelah mendapatkan SDR, kemudian menghitung indeks keragaman Shannon-
Weiner (H`). Rumus dari H` adalah :
ni ni
H` = - ∑ ( N ln N )
2. Aspek Hama Penyakit
1. Pengamatan Keragaman Arthropoda
A. Alat dan Bahan
Dalam melakukan pengamatan arthropoda diperlukan alat dan bahan
yang yang terdiri dari sweep net untuk menangkap serangga, pitfall untuk
menangkap serangga, yellow trap untuk menangkap serangga, alkohol
sebagai bahan pembius hama, kapas sebagai tempat pembius hama, plastik
klip sebagai wadah menyimpan hama, dan kamera untuk
mendokumentasikan serangga.
8
B. Cara Kerja
Pengamatan keragaman arthropoda dilakukan dengan tiga cara yaitu
dengan menangkap serangga menggunakan sweep net, mengamati serangga
yang terperangkap pada yellow trap dan pitfall. Menangkap serangga
menggunakan sweep net, dengan cara mengayunkan sweep net sebanyak 3
kali membentuk zig-zag sambil berjalan lurus kemudian langsung ditutup
celah pada sweep net agar serangga yang terperangkap tidak melarikan diri.
Serangga yang tertangkap dengan menggunakan sweep net dimasukkan ke
dalam plastik klip yang berisikan dengan kapas yang telah diberi alkohol
untuk membius serangga dan melakukan dokumentasi. Kemudian dilakukan
pengidentifikasian terhadap semua serangga yang didapat dari sweep net,
yellow trap, dan pitfall.
2. Pengamatan Penyakit
A. Alat dan Bahan
Dalam melakukan pengamatan penyakit diperlukan alat dan bahan yang
yang terdiri dari gunting untuk memotong bagian tanaman yang terserang
penyakit, kapas sebagai wadah mengawetkan sampel, kantong plastik sebagai
wadah sampel, alkohol untuk mengawetkan sampel, lembar pengamatan untuk
mencatat hasil perhitungan jumlah daun yang terserang, alat tulis untuk mencatat
hasil perhitungan, dan kamera untuk mendokumentasikan penyakit yang
ditemukan.
B. Cara Kerja
Pengamatan penyakit dilakukan dengan mengamati gejala dan tanda yang
terdapat pada tanaman yang terdapat pada lokasi pengamatan. Kemudian
melakukan dokumentasi terhadap bagian tanaman yang memiliki gejala dan tanda
terserang penyakit. Dapat dilakukan pemotongan bagian tanaman yang terserang
penyakit dan memasukkannya ke dalam plastik berisi kapas yang telah diberi
alkohol apabila diperlukan. Kemudian melakukan perhitungan daun tanaman yang
terserang dan mencatat hasil perhitungan pada lembar pengamatan. Terakhir,
melakukan pengidentifikasian penyakit yang menyerang pada tanaman yang
diamati.
9
1. Alat
a) Kamera : Digunakan untuk dokumentasi
b) Alat tulis : Digunakan untuk mencatat data pengamatan
c) Kuisioner : Digunaakan sebagai panduan dalam menyusun pertanyaan
2. Cara Kerja
Mewawancarai petani
Plot 2. Agroforestri
Macam lanskap = Fragmented (10%-60% habitat asli tersedia)
Tabel 3. Karakteristik Penggunaan Lahan Plot 2
Tingkat
Posis
Tutupan Jumla C-
N Penggunaan Tutupan i Kera
Manfaat h stoc
o Lahan lahan leren Kanop Seresa patan
Spesi k
g i h
es
1 Agroforestri Pisang B, D T R R 55 R
3 Agroforestri Durian B, D T R R 7 R
4 Agroforestri Sengon D T S S 60 T
6 Agroforestri Kopi Bi T T T 305 T
8 Agroforestri Cengkeh D,B T R R 9 R
1 40 28 5,95 0,01 IV
Plot 2
2 40 28 5,95 0,01 IV
Agroforestri
3 40 29 5,95 0,01 IV
Plot 3 1 40 26 5,94 0,01 IV
Tanaman 2 40 26 5,94 0,01 IV
Semusim 3 40 26 5,94 0,01 IV
Plot 4 1 30 28 5,81 0,03 IV
Tanaman
Semusim 2 28 26 5,81 0,03 IV
dan
Pemukiman 3 23 26 5,81 0,03 IV
Dari tabel kualitas air, didapatkan data pada keempat plot pengamatan.
Data didapatkan dari kegiatan pengamatan secara fisik dan kimia. Pengamatan
fisik yang dilakukan adalah pengamatan kedalaman secchi disk dan suhu air.
Pengamatan kimia yang dilakukan adalah pengukuran pH dan DO (dissolve
oxygen).
Pada Plot 1 dengan penggunaan lahan berupa hutan, didapatkan kelas
kualitas air IV. Kelas tersebut didapatkan karena berdasarkan PP No. 82 Tahun
2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, nilai DO
dan pH hasil pengamatan tergolong kelas IV. kelas IV adalah kelas kualitas air
yang peruntukannya ditujukan untuk mengairi tanaman atau peruntukan yang lain
dengan persyaratan mutu yang sama.
Pada Plot 2 dengan penggunaan lahan berupa agroforestri, didapatkan
kelas kualitas air IV. Kelas tersebut didapatkan karena berdasarkan PP No. 82
Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air,
nilai DO dan pH hasil pengamatan tergolong kelas IV. kelas IV adalah kelas
kualitas air yang peruntukannya ditujukan untuk mengairi tanaman atau
peruntukan yang lain dengan persyaratan mutu yang sama.
Pada Plot 3 dengan penggunaan lahan berupa tanaman semusim,
didapatkan kelas kualitas air IV. Kelas tersebut didapatkan karena berdasarkan PP
No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air, nilai DO dan pH hasil pengamatan tergolong kelas IV. kelas IV adalah kelas
kualitas air yang peruntukannya ditujukan untuk mengairi tanaman atau
peruntukan yang lain dengan persyaratan mutu yang sama.
Pada Plot 4 dengan penggunaan lahan berupa tanaman semusim dan
pemukiman, didapatkan kelas kualitas air IV. Kelas tersebut didapatkan karena
berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air, nilai DO dan pH hasil pengamatan tergolong kelas
IV. kelas IV adalah kelas kualitas air yang peruntukannya ditujukan untuk
mengairi tanaman atau peruntukan yang lain dengan persyaratan mutu yang sama.
Nilai DO dapat menjadi acuan dalam menilai tentang kualitas lahan yang
terdapat di wilayah tersebut. Nilai DO yang menunjukkan 0 menandakan bahwa
terdapat gangguan pada lahan di wilayah tersebut. Menurut Hepp dkk. (2010),
16
rendahnya nilai oksigen terlarut merupakan dampak dari masuknya bahan organik
pada tanah, dimana masuknya bahan organik tanah memberi dampak pada
keragaman organisme di air. Kegiatan manusia, erosi, abstraksi, dan pencemaran
air dapat mengganggu nilai dari DO, memperburuk ekosistem dan dapat
mengurangi penggunaan jasa dari ekosistem yang berkelanjutan (Uzunov, dkk.,
2009). Aktivitas warga di sekitar aliran air di wilayah tersebut dapat menyebabkan
nilai DO dan pH rendah. Hal itu sesuai dengan pernyataan Suparjo (2009) dalam
Supriyantini, dkk. (2017), yang menyatakan bahwa aktivitas masyarakat sekitar
dapat menyebabkan degradasi bahan organik, sehingga berpengaruh terhadap DO
dan pH. Aktivitas masyarakat yang dimaksud adalah kegiatan pertanian. Kegiatan
pertanian dapat menurunkan kandungan bahan organik. Menurut Noordwijk dan
Hairiah (2006), penurunan kandungan bahan organik menyebabkan penurunan
fungsi ekosistem, yang berpengaruh terhadap pengurangan produksi tanaman dan
kualitas lingkungan.
2. Biodiversitas Tumbuhan
a. Keragaman Tanaman Bernilai Ekonomi
Berdasarkan pengamatan keragaman biodiversitas tanaman yang bernilai
ekonomi pada plot 1,2,3 dan 4 maka dihasilkan tingkat biodiversitasnya sebagai
berikut :
Tabel 7. Perbandingan Sebaran Tanaman Bernilai Ekonomi pada Plot 1, 2, 3 dan
4 Lokasi Ngantang
Populasi Sebaran
Nama
No. Jenis Plot Plot Plot Plot Plot Plot Plot Plot
Tanaman
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pinus T PS TA TA TA SB TA TA TA
Rumput
2 Gajah S PT TA TA TA SM TA TA TA
3 Pisang S PS PR TA TA SK SB TA TA
4 Kopi T TA PT TA TA TA SM TA TA
5 Kelapa T TA PR TA TA TA SK TA TA
6 Paitan T TA PR TA TA TA SK TA TA
7 Lamtoro T TA PR TA TA TA SB TA TA
8 Sengon T TA PT TA TA TA SM TA TA
9 Talas S TA PT TA TA TA SM TA TA
10 Kubis S TA TA PT PS TA TA SM SM
11 Jagung S TA TA TA PR TA TA TA SB
12 Cabai S TA TA TA PR TA TA TA SB
17
Keterangan: T: Tahunan, S: Semusim, PT: Populasi Tinggi, PS: Populasi Sedang, PR:
Populasi Rendah, TA: Tidak Ada, SM: Sebaran Merata, SK: Sebaran Berkelompok, SB:
Sebaran Tidak Beraturan
Berdasarkan hasil pengamatan tanaman bernilai ekonomi yang berupa
tanaman semusim dan tahunan. Pada plot 1 terdapat tanaman pinus sebagai
tanman tahunan, sebarannya tidak beraturan dengan populasi sedang. Selanjutnya
terdapat tanaman semusim yaitu rumput gajah sebaran merata dengan populasi
tinggi. Kemudian pada plot 1 juga terdapat tanaman yang berniali ekonomi yaitu
tanaman pisang juga sebagai tanaman semusiam dengan populasi sedang,
sebarannya berkelompok.
Berdasarkan hasil pengamatan tanaman bernilai ekonomi pada plot 2
terdapat tanaman tahunan dan tanaman semusim yaitu terdapat tamaman kopi
sebagai tanaman tahunan dengan populasi tinggi dan memiliki sebaran yang
merata. Pada plot 2 juga terdapat tanaman kelapa dengan populasi yang rendah
dan sebaran tanaman menggerombol. Pada plot 2 terdapat juga tanaman pisang,
paitan, dan lamtoro dengan sebaran yang tidak beraturan mengelompok.
Kemudian terdapat tanaman sengon yaitu dengan populasi yang tinggi dengan
sebaran yang merata. Lalu terdapat tanaman talas, dengan populasi tinggi,
sebarannya merata.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada plot 3 yaitu ditemukan
tanaman yang bernilai ekonomi berupa tanaman semusim yaitu tanaman kubis
dengan populasi tanaman yang cukup tinggi dan sebarannya merata.
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot 4 terdapat tanaman bernilai
ekonomi berupa tanaman semusim yaitu luas tanaman tanaman jagung dengan
populasi rendah dan sebarannya tidak beraturan. Kemudian terdapat tanaman
cabai dengan populasi rendah dan sebarannya tidak beraturan. Pada plot juga
terdapat tanaman kubis dengan sebarannya merata dan jumlah populasi sedang.
Berdasarkan hasil pengamatan dihasilkan bahwa tingkat keberagaman
paling tinggi terdapat pada plot 2 yang merupakan plot dengan jenis penggunaan
lahan agroforestri, terdapat 7 jenis tanaman yaitu kopi, kelapa, pisang, paitan,
lamtoro, sengon, dan talas. Secara keseluruhan agroforestri meningkatkan
keanekaragaman hayati. Selain itu, agroforestri dapat memberikan konstribusi
yang bermanfaan secara ekonomi bagi lahan pertanian, karena agroforestri dapat
menjadi tempat tinggal berguna misalnya pollinator dan predator bagi hama
pertanian (Hairiah, 2001).
b. Analisa Vegetasi Gulma
Berikut merupakan analisa vegetasi gulma yang ditemukan pada masing-
masing plot pengamatan yang disajikan pada table dibawah ini :
18
Tabel 8. Analisa Vegetasi Gulma pada Plot 1,2,3 dan 4 Lokasi Ngantang
Nama Gulma (Nama SDR (%)
No. Jenis
Ilmiah) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Jotang Kuda S
1 (Synedrella nodiflora 23,67
L.)
Bayam dempo L
2 (Alternanthera 53,93
philoxeroides)
Rumput biola T
3 22,38
(Epilobium hirsutum)
4 A 38,41
5 A 23,69
Babandotan L
6 (Ageratum 37,89
conyzoides)
Teki(Cyperus T
7 28,61
rotundus)
8 Krokot (Portulaca) S 23,72
Babandotan(Ageratum L
9 35,34
conyzoides)
Tanaman Ajeran S
10 12,31
(Bidens pilosa L.)
Krokot (Portulaca S
11 27,66
oleracea L.)
Rumput malela T
12 58,99
(Brachiariamutica)
Babandotan L
13 (Ageratum 13,33
conyzoides)
Menurut Tjitrosoedirjo (1984) dalam penelitian untuk menentukan
tindakan pengendalian gulma di suatu perkebunan, gulma dapat dikelompokkan
secara sederhana menurut sifat morfologi secara umum. Dibagi menurut golongan
rerumputan (grasses), tekitekian (sedges) dan berdaun lebar (broad leaf).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapang didapatkan beberapa
jenis gulma di setiap plot. Pada plot 1 ditemukan beberapa jenis gulma yaitu
jotang kuda, bayam dempo, dan rumput biola. Setelah dilakukan perhitungan
dapat diketahui bahwa nilai SDR (Summed Dominance Ratio) tertinggi adalah
bayam dempo (Alternanthera philoxeroides) dengan nilai SDR 53,93%. Gulma
ini merupakan guma berdaun lebar yang berkembangbiak dengan biji, stolon
dan stek batang (Caton, dkk 2010). Penyebaran gulma ini juga dapat melalui
sisa sisa atau potongan batang yang tersebar pada lahan, Hal ini sesuai dengan
19
1,4
1,2
0,8
H'
0,6
C'
0,4
0,2
0
Hutan Agroforestri Semusim Pemukiman &
Semusim
Kupu-kupu SL 2
Capung MA 6
Kutu kebul H 60
Semut MA 8
Jangkrik SL 1
Ulat kubis H 1
Plot 4 Laba-laba MA 11
Ulat H 3
Tabel 12. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Tiap Plot
Titik Jumlah Individu Presentase (%)
Pengambilan
Sampel Hama MA SL Total Hama MA SL
Plot 1 20 10 52 82 24.39 12.19 63.41
Plot 2 29 23 23 75 38.66 30.66 30.66
Plot 3 61 14 5 80 76.25 17.5 6.25
Plot 4 20 57 5 82 24.39 69.51 6.09
Berdasarkan hasil pengamatan di plot 1 dengan penggunaan lahan hutan
didapatkan bahwa serangga yang dominan pada plot 1 adalah serangga lain. Di
plot ini biodiversitas arthropoda tergolong tinggi karena ditemukan banyak jenis
serangga baik yang berperan sebagai serangga lain, hama, dan musuh alami.
Biodiversitas arthropoda pada lahan ini tinggi karena di dalam plot ini
biodiversitas tumbuhannya paling tinggi sehingga akan mempengaruhi
biodiversitas arthropoda. Menurut Barbour, dkk (1987) dalam Farida, dkk (2016)
keanekaragaman jenis arthropoda yang tinggi merupakan indikator dari
kemantapan atau kestabilan suatu lingkungan pertumbuhan, dimana kestabilan
arthropoda yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas lingkungan yang tinggi
karena interaksi antara arthropoda dan lingkungan sehingga lingkungan tersebut
akan mempunyai ketahanan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap
komponen-komponen komunitas dalam lingkungannya.
Pada plot 2 dengan penggunaan lahan sebagai agroforestri, didapatkan 6
spesies arthropoda yang berbeda peran. Dari berbagai jenis serangga yang ada
pada plot tersebut, memiliki komposisi peran serangga sebagai hama sebesar
38.66%, musuh alami sebesar 30.66%, dan serangga lain sebesar 30.66%.
Ketidakseimbangan antara peran serangga sebagai hama dan serangga sebagai
musuh alami dapat disebabkan karena lingkungan yang kurang sesuai untuk
habitat serangga, selain itu adanya gangguan terhadap kelangsungan hidup
serangga, dan adanya pengendalian serangga penggangu tanaman yang kurang
tepat, sehingga hama tidak dapat terkendali dengan cara alami. Selain itu
tingginya serangga sebagai hama bisa juga disebabkan karena penggunaan
pestisida yang intensif dan menyebabkan resistensi hama. Menurut Muhibah dan
Leksono (2015), penggunaan pestisida yang berlebihan juga dapat merusak
keseimbangan alami ekosistem, dimana aplikasi pestisida yang tidak selektif dapat
23
b. Pengamatan Penyakit
Berikut merupakan tabel berisikan nama penyakit serta perhitungan Intensitas
Penyakit yang ditemukan pada masing-masing plot pengamatan beserta dengan
penjelasannya.
25
) = 0.03 %
Σ (n x v)
Busuk IP = x 100%
ZxN
Hitam
( )
(Xanthomo = x100%
15 2
nas
campestris = x100%
)
Plot 4 = 10%
Busuk
Lunak Σ (n x v)
IP = ZxN
x 100%
(Erwinia Seluruh
carotovora bagian = x 100%
) = 100%
dilihat pada permukaan atas dan bawah daun, ditandai dengan bercak kuning-
jingga seperti serbuk (powder). Jika diamati pada bagian bawah daun akan tampak
bercak yang awalnya berwarna kuning muda, kemudian berubah menjadi kuning
tua, lalu tampak bercak cokelat saling bergabung (Semangun, 2000).
Perkembangan penyakit karat daun dipengaruhi oleh kelembaban dengan spora
yang telah matang yang disebarkan oleh angin dan untuk perkecambahannya
diperlukan tetesan air yang mengandung udara (Hindayana, dkk 2002). Nilai IP
penyakit yang didapatkan dari penyakit karat daun pada tanaman kopi sebesar
32,30%
Penyakit bercak daun yang terdapat pada tanaman kopi di plot 2 memiliki
gejala bercak berwarna coklat dengan lingkaran luar berwarna kuning membentuk
lingkaran atau halo. Gejala yang dtemukan sesuai dengan pernyataan Hindayana,
dkk (2002), bahwa daun kopi yang sakit terserang timbul bercak berwarna coklat
yang tepinya dikelilingi halo (lingkaran) berwarna kuning. Penyakit ini umumnya
dijumpai dipertanaman yang kurang mendapat pemeliharaan, dibantu oleh
keadaan lingkungan yang lembab dan pola tanam yang kurang baik (Hindayan,
dkk 2002). Nilai IP penyakit yang didapatkan dari penyakit bercak daun pada
tanaman kopi sebesar 4,12%.
Penyakit busuk lunak pada tanaman kubis pada plot 3 dan plot 4 memiliki
gejala berupa bercak kuning pada ujung daun yang melebar kearah tengah dan
tunas baru menghitam serta daun lunak, berair serta mengeluarkan bau yang
kurang sedap. Hal ini sesuai dengan tulisan milik Direktorat Perlindungan
Hortikultura (2013) bahwa gejala awal pada daun kubis terjadi bercak-bercak
yang berair yang kemudian membesar dan berwarna coklat dan pada serangan
lanjut daun yang terinfeksi, melunak berlendir dan mengeluarkan bau yang khas,
bau tersebut merupakan gas yang dikeluarkan dari hasil fermentasi karbohidrat
kubis. Pada suhu optimal 27˚C dan kondisi kelembaban tinggi, bakteri dapat
tumbuh dan menyebar melalui tanah, sisa-sisa tanaman di lapangan serta alat
pertanian (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2013). Nilai IP penyakit yang
didapatkan dari penyakit busuk lunak pada tanaman kubis di plot 3 sebesar 0,03%,
sedangkan di plot 4 sebesar 100%.
Penyakit busuk hitam pada tanaman kubis di plot 4 memiliki gejala berupa
adanya bercak kuning berbentuk huruf V di pinggir daun mengarah ke tengah
daun. Hal ini sesuai dengan tulisan milik Direktorat Perlindungan Hortikultura
(2013) yaitu gejala khas pada tanaman kubis dewasa yaitu adanya bercak kuning
yang berbentuk huruf V di sepanjang pinggir daun mengarah ke tengah daun,
kemudian penyaluran air yang melewati bagian yang bergejala terhambat
sehingga tulang daun menjadi busuk dan berwarna hitam. Penyakit busuk hitam
umumnya berjangkit pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi dan suhu
optimal 30 - 32˚C, menyebar melalui benih, tanah yang terpecik air hujan, melalui
penyiraman atau melalui angin dengan menginfeksi daun melalui pori-pori air
(hidatoda) atau melalui luka (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2013). Nilai
27
IP penyakit yang didapatkan dari penyakit busuk hiam pada tanaman kubis di plot
4 sebesar 10%.
28
4. Cadangan Karbon
Tabel 15. Cadangan Karbon
2. Penerimaan Usahatani
Bapak Supardi dalam melakukan usahatani cengkeh mendapatkan
penerimaan (revenue) mendapatkan total penerimaan sebesar Rp.6.000.000
dengan hasil 200 kg. Kemudian harga cengkeh dalam keadaan belum kering
sebesar Rp. 30.000 per kilonya. Penerimaan usahatani cengkeh terdapat dalam
tabel berikut.
4. Kelayakan Usahatani
R/C Ratio
R/C ratio = TR/TC
= 6.000.000/2.047.000
= 2,931
Berdasarkan nilai R/C ratio yang telah diketahui didapatkan nilai R/C ratio
sebesar 2,913 dan mempunyai nilai >1. Hal ini dapat diartikan bahwa usahatani
yang telah dilakukan pada plot 1 (Hutan produksi) layak dijalankan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Panjaitan, dkk. (2014) R/C Ratio adalah nisbah antara
penerimaan biaya total dan digunakan sebagai penilai suatu usaha yang layak
dengan R/C Ratio lebih dari 1.
Kemudian untuk analisis kelayakan usahatani juga diperlukan analisa BEP
(Break event point). Adapun perhitungan BEP harga yang didapatkan yaitu:
BEP unit = 357.000/(30.000-(1.690.000/200))
= 357.000/21.550
= 16,57 kg
Hal tersebut dapat dikatahui bahwa hasil produksi yang didapatkan imbas atau
balik modal pada hasil produksi sebesar 16,57 kg. Sesuai dengan pendapat dari
Syamsudin (2011) dalam Ponomban (2013), pentingnya mengetahui break event
32
point yaitu untuk menentukan tingkat operasional agar seluruh biaya operasi
tertutupi.
B. Plot 2 (Agroferestri)
1. Biaya Usahatani
Pengamatan yang telah dilakukan pada plot 2 yaitu agroforestri
mempunyai vegetasi yang ada disana antaralain kubis, kentang, kopi, dan sengon.
Petani melakukan budidaya dengan menanam tanaman tanaman tersebut dengan
luasan m2. Berikut merupakan analisis biaya, penerimaan,dan pendapatan
usahatani pada plot 2 (Agroforestri) sebeagai berikut:
a. TVC (Total Variabel Cost)
Adapun total variabel cost (TVC) sebesar Rp. 2.764.000, dan total biaya
usahatani yang dikeluarkan oleh petani yaitu sebesar Rp. 2.764.000. Berikut
merupakan tabel perhitungan dari biaya usaha tani yang dikeluarkan oleh petani.
Tabel 21. Biaya Tetap Plot 2
No Uraian Jumlah (unit) Harga (Rp) Biaya (Rp)
1. Bibit Kubis 800 80 64.000
Bibit Kentang 400 3000 1.200.000
2. Tenaga Kerja - - -
Keluarga
3. Pupuk Kimia 1.690.000
Ponska 3kw 10.000 1.500.000
ZA 1kw 10.000 500.000
SP36 1kw 8000 500.000
Jumlah 2.764.000
b. TC (Total Cost) atau Biaya Total
Tabel 22. Biaya Total Plot 2
No Biaya Total Biaya (RP)
1. Total biaya variabel 2.764.000
(Total variable cost)
Total Biaya (Total cost) 2.764.000
3. Pendapatan Usahatani
Usahatani yang telah dilakukan oleh petani menghasilkan keuntungan
sebesar Rp. 43.986.000 yang diperoleh dari pengurangan penerimaan dikurangi
total biaya yang dikeluarkan. Berikut tabel perhitungan dari pendapatan usahatani
yang dilakukan pada plot 2.
Tabel 24. Pendapatan Usahatani Plot 2
No. Uraian Jumlah (Rp)
1 Penerimaan (Total Revenue) 46.750.000
2. Total Biaya (Total Cost) 2.764.000
Pendapatan 43.986.000
4. Analisa Usahatani
R/C Ratio
R/C ratio = TR/TC
= 46.750.000/2.764.000
= 16,91
Berdasarkan nilai R/C ratio yang telah diketahui didapatkan nilai R/C ratio
sebesar 16,91 dan mempunyai nilai >1. Hal ini dapat diartikan bahwa usahatani
yang telah dilakukan pada plot 2 (Agroforestri) layak dijalankan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Panjaitan, dkk. (2014) R/C Ratio adalah nisbah antara
penerimaan biaya total dan digunakan sebagai penilai suatu usaha yang layak
dengan R/C Ratio lebih dari 1.
C. Plot 3 (Tanaman Semusim)
1. Biaya Usahatani
Pengamatan yang telah dilakukan pada plot 3 yaitu tanaman semusim
mempunyai vegetasi yang ada disana antaralain kubis, jagung, dan padi. Petani
melakukan budidaya dengan menanam tanaman tanaman tersebut dengan luasan
2.500m2. Berikut merupakan analisis biaya, penerimaan,dan pendapatan usahatani
pada plot 3 (Tanaman Semusim) sebagai berikut:
a. TVC (Total Variable Cost)
Adapun total variabel cost (TVC) sebesar Rp. 300.000, dan total biaya
usahatani yang dikeluarkan oleh petani yaitu sebesar Rp. 1.300.000. Berikut
merupakan tabel perhitungan dari biaya usaha tani yang dikeluarkan oleh petani.
Tabel 25. Biaya Variabel Plot 3
No Uraian Jumlah (unit) Harga (Rp) Biaya (Rp)
1. Sewa Traktor 1 300.000 300.000
2. Tenaga Kerja - - -
34
Total 300.000
c. TC (Total Cost)
Tabel 27. Biaya Total Plot 2
No Biaya Total Biaya (RP)
1. Total biaya variabel 300.000
(Total variable cost)
2. Fixed Cost 1.000.000
Total Biaya (Total cost) 1.300.000
2. Penerimaan Usahatani
Petani dalam melakukan usahatani pada plot tanaman semusim
mendapatkan penerimaan (revenue) mendapatkan total penerimaan sebesar
Rp.27.000.000 dengan hasil kubis 7000 kg , 2000 kg jagung, dan 1000 kg padi.
Kemudian harga kubis sebesar Rp. 3.000 per kilonya, kemudian jagung Rp 3.000
perkilonya, dan padi dikonsumsi sendiri. Penerimaan usahatani pada plot tanaman
semusim terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 28. Penerimaan Usahatani Plot 3
No Uraian Jumlah (unit) Harga (Rp) Biaya (Rp)
1. Kubis 7000 3000 21.000.000
2. Jagung 2000 3000 6.000.000
3. Padi 1.000 - -
Total 27.000.000
3. Pendapatan Usahatani
Usahatani yang telah dilakukan oleh petani menghasilkan keuntungan
sebesar Rp. 25.700.000 yang diperoleh dari pengurangan penerimaan dikurangi
total biaya yang dikeluarkan. Berikut tabel perhitungan dari pendapatan usahatani
yang dilakukan pada plot 3.
Tabel 29. Pendapatan Usahatani Plot 4
No. Uraian Jumlah (Rp)/tahun
1 Penerimaan (Total Revenue) Rp 27.000.000
2. Total Biaya (Total Cost) Rp 1.300.000
Pendapatan Rp 25.700.000
35
4. Analisa Usahatani
R/C Ratio
R/C ratio = TR/TC
= 27.000.000/1.300.000
= 20,79
Berdasarkan nilai R/C ratio yang telah diketahui didapatkan nilai R/C ratio
sebesar 20,79 dan mempunyai nilai >1. Hal ini dapat diartikan bahwa usahatani
yang telah dilakukan pada plot 3 (Tanaman Semusim) layak dijalankan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Panjaitan, dkk. (2014) R/C Ratio adalah nisbah antara
penerimaan biaya total dan digunakan sebagai penilai suatu usaha yang layak
dengan R/C Ratio lebih dari 1.
Kemudian untuk analisis kelayakan usahatani juga diperlukan analisa BEP
(Break event point). Adapun perhitungan BEP harga yang didapatkan yaitu:
BEP unit Kubis = 1.000.000/(3000-(300.000/7000))
= 1.000.000/2957,15
=338,16 kg
BEP unit Jagung = 1.000.000/(3000-(300.000/2000))
= 1.000.000/2850
= 350,877 kg
Hal tersebut dapat dikatahui bahwa hasil produksi yang didapatkan imbas atau
balik modal pada hasil produksi kubis minimal sebesar 338,16 kg dan produk
jagung sebesar 350,877 kgi. Sesuai dengan pendapat dari Syamsudin (2011)
dalam Ponomban (2013), pentingnya mengetahui break event point yaitu untuk
menentukan tingkat operasional agar seluruh biaya operasi tertutupi.
D. Plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)
1. Biaya Usahatani
Pengamatan yang telah dilakukan pada plot 4 yaitu tanaman semusim dan
pemukiman mempunyai vegetasi yang ada disana antaralain kubis dan jagung.
Petani melakukan budidaya dengan menanam tanaman tanaman tersebut dengan
luasan 2.500m2 dengan sistem sewa. Berikut merupakan analisis biaya,
penerimaan,dan pendapatan usahatani pada plot 3 (Tanaman Semusim) sebagai
berikut:
a. Total Fixed Cost (biaya tetap)
Adapun total variabel cost (TVC) sebesar Rp. 1.197.000 dan total biaya
tetap yaitu sebear Rp. 3.000.000. Total biaya usahatani yang dikeluarkan oleh
petani yaitu sebesar Rp. 4.197.000. Berikut merupakan tabel perhitungan dari
biaya usaha tani yang dikeluarkan oleh petani.
Tabel 30. Biaya Tetap Plot 4
Uraian Jumlah Unit Harga/unit Total (Rp)
Sewa lahan 0,25 3.000.000 3.000.0000
36
2. Penerimaan Usahatani
Petani dalam melakukan usahatani pada plot tanaman semusim dan
pemukiman (Plot 4) mendapatkan penerimaan (revenue) mendapatkan total
penerimaan sebesar Rp.7.150.000 dengan hasil kubis 2000 kg dan 500 kg
jagung,. Kemudian harga kubis sebesar Rp. 3.200 per kilonya dan kemudian
jagung Rp 1.500 perkilonya. Penerimaan usahatani pada plot tanaman semusim
dan pemukiman (plot 4) terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 33. Penerimaan Usahatani Plot 4
Harga (Rp) Nilai
No Biaya Jumlah (kg) Produksi
(Rp)
Produksi Kubis 3.200 6.400.000
1. 2.000
(Unit)
2. Produksi Jagung 500 1.500 750.000
Penerimaan Usahatani (Total Revenue) 7.150.000
3. Pendapatan Usahatani
Usahatani yang telah dilakukan oleh petani menghasilkan keuntungan
sebesar Rp. 2.953.000 yang diperoleh dari pengurangan penerimaan dikurangi
total biaya yang dikeluarkan. Berikut tabel perhitungan dari pendapatan usahatani
yang dilakukan pada plot 4.
37
4. PEMBAHASAN UMUM
4.1. Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan
Tabel 35. Indikator keberhasilan pertanian di lokasi
Indikator
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Keberhasilan
Produksi B A A B
Air D D D D
Karbon D C D D
Arthropoda dan
B B B B
Penyakit
Gulma D C C D
Keterangan: A = Sangat baik; B = Baik; C = Sedang; D = Kurang
Plot 1 = Hutan; Plot 2 = Agroforestri; Plot 3 = Tanaman Semusim; Plot 4 = Pemukiman-
Tanaman Semusim
Berdasarkan segi produksi dari plot 1 hingga plot 4 pada aspek
economically viable dikatakan baik pada plot 1 dan 4 serta sangat baik pada plot 2
dan 3. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C ratio yang melebihi 1 pada semua plot.
Menurut Suratiyah (2015), terdapat tiga kriteria dalam perhitungan R/C ratio,
yaitu apabila > 1 artinya usaha tersebut menguntungkan, apabila = 1 artinya usaha
tersebut impas atau balik modal dan apabila < 1 artinya usaha tersebut rugi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa budidaya pada keempat plot menguntungukan
atau layak karena memiliki nilai R/C ratio > 1. Sementara dari aspek ecologically
sound, socially just dan culturally acceptable pada keempat plot dalam keadaan
baik, sehingga menunjukkan keberlanjutan.
Berdasarkan segi kualitas air dari data plot 1 hingga plot 4 dapat dikatakan
dalam keadaan kurang baik. Menurut PP no. 82 tahun 2001, kualitas air tersebut
berada pada kelas IV. Kualitas air ini kemungkinan disebabkan adanya alih guna
lahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suriawiria (2003) bahwa perubahan pola
pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan pemukiman serta
meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi
hidrologis dalam suatu DAS. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dati kegiatan industri, rumah tangga
dan pertanian. Sehingga menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada
penurunan kualitas air sungai. Selain itu juga didukung oleh pendapat Priyambada
dkk (2008) bahwa perubahan tata guna lahan memberikan dampak terhadap
kondisi kualitas air sungai terutama aktivitas domestik.
Berdasarkan segi cadangan karbon dari plot 1 hingga plot 4 dapat
dikatakan dalam keadaan rendah. Namun pada lahan agroforestri terpatnya plot 2
terdapat tanaman kopi yang menyebabkan cadangan karbon menjadi tinggi karena
tingkatan tutupan serasahnya tinggi. Menurut Sutaryo (2009), serasah merupakan
salah satu komponen di dalam hutan yang dapat menyimpan karbon. Ditambahkan
42
oleh Asril (2009), kandungan karbon dan biomassa pada serasah yang dipengaruhi
oleh komponen-komponen penyusunnya misalnya kayu busuk, daun dan ranting.
Berdasarkan segi keragaman arthropoda dari plot 1 hingga plot 4 dapat
dikatakan dalam keadaan baik. Menurut Perdana (2010), nilai kemerataan
menunjukkan pola sebaran suatu spesies dalam suatu komunitas. Semakin besar
nilainya maka akan semakin seimbang pola sebaran suatu spesies di dalam
komunitas dan sebaliknya. Ditambahkan oleh Rohman (2008) bahwa lahan
pertanian merupakan ekosistem yang secara fisik terkendali atau lebih banyak
dikelola manusia sehingga komunitas penyusunnya juga tergantung pada pola atau
praktik pertanian. Hal ini didukung oleh Darmawan, dkk (2005) bahwa
keanekaragaman cenderung akan rendah pada ekosistem yang secara fisik
terkendali atau mendapatkan tekanan lingkungan. Sementara untuk penyakit dari
plot 1 hingga plot 4 dapat dikatakan dalam keadaan sedang. Namun pada lahan
hutan terpatnya plot 1 tidak terdapat penayakit. Menurut Suharti, dkk (2013),
penanaman secara monokultur mempunyai resiko terserang hama dan penyakit.
Penyakit dapat menyerang benih, bibit maupun tanaman di lapangan. Serangan
penyakit dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil sehingga menimbulkan
kerugian secara ekonomi.
Berdasarkan segi produksi dari plot 1 hingga plot 4 dikatakan kurang baik
pada plot 1 dan 4 serta cukup pada plot 2 dan 3. Menurut Aldrich, dkk (1997)
dalam Sumekar, dkk (2017) bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keragaman
gulma pada tiap lokasi pengamatan, seperti cahaya, unsur hara, pengolahan tanah,
cara budidaya tanaman, serta jarak tanam atau kerapatan tanaman yang digunakan
berbeda. Spesies gulma juga dipengaruhi oleh kerapatan tanaman, kesuburan
tanah, pola budidaya dan pengolahan tanah. Ditambahkan oleh Rukmana, dkk
(2003), gulma dapat menurunkan hasil pertanaman melalui mekanisme persaingan
dalam hal kebutuhan unsur hara dan air dalam tanah, penerimaan sinar matahari
untuk proses fotosintesis dan persaingan ruangan untuk tempat tumbuh.
Keberadaan gulma pada areal tanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian
baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi.
43
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
keempat aspek yang terdiri dari aspek budidaya, aspek hama & penyakit, aspek
sumberdaya lahan, dan aspek sosial & ekonomi. Dari aspek ecologically sound,
socially just dan culturally acceptable pada keempat plot dalam keadaan baik,
sehingga menunjukkan keberlanjutan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C ratio
yang melebihi 1 pada semua plot. Berdasarkan segi keragaman arthropoda dari
plot 1 hingga plot 4 dapat dikatakan dalam keadaan baik. Sementara untuk
penyakit dari plot 1 hingga plot 4 dapat dikatakan dalam keadaan sedang tetapi
pada lahan hutan tepatnya plot 1 tidak terdapat penayakit. Berdasarkan segi
cadangan karbon dari plot 1 hingga plot 4 dapat dikatakan dalam keadaan rendah.
Namun pada lahan agroforestri terpatnya plot 2 terdapat tanaman kopi yang
menyebabkan cadangan karbon menjadi tinggi karena tingkatan tutupan
serasahnya tinggi. Peningkatan cadangan karbon seperti ini dapat mendukung
berlangsungnya pertanian yang berkelanjutan. Pada pengamatan gulma dari plot 1
hingga plot 4 dikatakan kurang baik pada plot 1 dan 4 serta cukup pada plot 2 dan
3. Keberadaan gulma pada areal tanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian
baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Pada keempat plot didapatkan
nilai indeks keanekaragaman termasuk dalam kategori sedang. Keberagaman
tersebut berhubungan dengan persaingannya dengan tanaman budidaya dalam
memperoleh sumberdaya yang tersedia. Sehingga pertanian yang berkelanjutan
dapat berlangsung jika adanya penekanan indeks keanekaragaman pada gulma.
Secara umum pada lahan pengamatan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang,
Kabupaten Malang dapat dikategorikan mengarah ke pertanian berlanjut
meskipun dari segi penyakit, cadangan karbon, dan kualitas air masih harus
dilakukan pengelolaan agar dapat dikatakan berkelanjutan.
5.2. Saran
Pada lahan pertanian di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang,
Kabupaten Malang sebaiknya dilakukan pengelolaan di beberapa bagian yaitu dari
segi penyakit, cadangan karbon, dan kualitas air agar pertanian pada lahan
tersebut dikatakan berkelanjutan. Untuk praktikum Pertanian Berlanjut sebaiknya
lokasi pengamatan tidak terlalu jauh atau berada lebih dekat agar lebih efektif dan
efisien.
44
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W., Fried, G., Gunasekera, L., Hussner, A., Newman, J., Starfinger,
Tanner, R. 2015. Pest Risk Analysis for Alternanthera philoxeroide,
European And Mediterranean Plant Protection Organization. Paris.
Asril. 2009. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah Rawa
Gambut di Stasiun Penelitian Suaq Balimbing Kabupaten Aceh Selatan
Provinsi Nanggroe Aceh: USU.
Darmawan, A., Tuarita, H., Ibrohim, Suwono. 2005. Ekologi Hewan. Malang:
UM Press.
Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2013. BUSUK HITAM. Website. Disadur
dari
http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&vie
w=article&id=89&Itemid=210 pada tanggal 26 November 2018 pukul 21.12
WIB
Farida, S., Nenobahan, M.F., dan Ainurrasjid. 2016. Diversitas Makrofauna Tanah
Pada Hutan Produksi (Pinus merkusii) Dengan dan Tanpa Tanaman Wortel.
Ilmu Kehutanan. Vol 1 (1): 45-51
Furaidah, Zidny. Retnaningdyah, Catur. 2013. Perbandingan Kualitas Air Irigasi
di Pertanian Organik dan Anorganik Berdasarkan Sifat Fisiko-kimia dan
Makroinvertebrata Bentos (Studi Kasus di Desa Sumber Ngepoh, Lawang
Kabupaten Malang). J. Biotropika.1(4): 154-159.
Hairiah, K., Ekadinata A., Sari R.R. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari
Tingkat Lahan ke Bentang Lahan Edisi ke-2. Bogor. World Agroforestry
Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya.
Harni, Rita. Taufiq, Efi. Martono, Budi. 2015. Ketahanan Pohon Induk Kopi
Liberika Terhadap Penyakit Karat Daun (Hemileia Vastatrix B. Et Br.) Di
Kepulauan Meranti. Sukabumi: Balai Penelitian Tanaman Industri dan
Penyegar
Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Hepp, Luiz Ubiratan. Silvia V. Milesi. Cristiane Biasi. Rozane M. Restello. 2010.
Effects Of Agricultural And Urban Impacts On Macroinvertebrates
Assemblages In Streams (Rio Grande Do Sul, Brazil). Zoologia. 27(1): 106-
113.
Hindayana, Dadan. Judawi, Dewi. Priharyanto, Djoko. Luther, Gregory L.
Purnayasa, Gusti N Rai. Mangan, James. Untung, Kasumbogo. Sianturi,
Maruddin. Mundy, Paul. Riyatno. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit
Tanaman Kopi. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal
Bina Produksi Perkebunan. Jakarta: Departemen Pertanian.
Hochberg, M.E., Ives, A.R. 2000. Parasitoid population biology. Princeton
University Press Princeton and Oxford. New Jersey. United Kingdom.
ICIMOD. 2016. Assessment of Forest Carbon Stock and Carbon Sequestration
Rates at the ICIMOD Knowledge Park at Godavari. International Centre for
Integrated Mountain Development. Nepal.
45
Laba, I.W. 2001. Keanekaragaman Hayati Arthropoda dan Peranan Musuh Alami
Hama Utama Padi Pada Ekosistem Sawah. Jurnal Natur Indonesia. Vol 21
(1): 57-61.
Lansdown, R.V. 2013. Epilobium hirsuum. The IUCN Red List of Threatened
Species 2013 : e.T164347A1044291. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.U-
K.2013-1.RLTS.T164347A1044291.en. Downloaded on 26 November
2018.
Rohman, F. 2008. Struktur Komunitas Tumbuhan Liar dan Arthropoda sebagai
Komponen Evaluasi Agroekosistem di Kebun the Wonosari Singosari
Kabupaten Malang. Disertasi. Malang: Universitas Brawijaya.
Rukmana, R., U.S. Saputra. 2003. Gulma dan Teknik Pengendalian.
Yogyarakarta: Kanisius.
Perdana, T.A. 2010. Keanekaragaman Serangga Hymenoptera pada Areal
Pesawahan, Kebun Sayur dan Hutan di Daerah Bogor. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Pradhana, A.I., Gatot, M., dan Sri, Karindah. 2014. Keanekaragaman Serangga
dan Laba-laba Pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional. J. HPT.
2(2): 58-66.
Priyambada, I., Oktiawan B., Suprapto R.P.E., 2008. Analisa Pengaruh Perbedaan
Fungsi Tata Guna Lahan terhadap Bebas Cemaran BOD Sungao (Studi
Kasus Sungai Serayu Jawa Tengah). J. Presipitasi. 5(2): 55-62.
Sabarudin, M.S. 2013. Peranan Strategi Agroforestry dalam Pengelolaan
Sumberdaya Alam Secara Lestari dan Terpadu. Proseding Seminar Nasional
Agroforestry. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sanjaya, Y., dan Dibiyantoro, L.H., Keragaman Serangga pada Tanaman Cabai
(Capsicum annum) yang Diberi Pestisida Sintesis Versus Biopestisida
Racun Laba-Laba. J. HPT. 12(2): 192-199.
Semangun, H. 2000. Penyakit - Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Simanjuntak, Agussalim. Tengku Nurhidayah. Nofrizal. 2016. Studi Kualitas Air
Pada Wilayah Pertanian Kota Di Kecamatan Marpoyan Damai Kota
Pekanbaru. Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan dan
Mitigasi Bencana: 105-112.
Suharti, T., Bramasto, Y., Yuniarti., N. 2013. Pengaruh Trichoderma sp. pada
Media Bibit Terhadap Pertumbuhan Bibit Jabon Putih (Anthocepalus
cadamba). J. Hutan Tropis. 1(2): 81-89.
Sumekar, Yayan., Uum Umiyati., Kusumiyati. 2017. Keragaman Gulma Dominan
pada Pertanaman Wortel (Daucus carota L.) di Kabupaten Garut. J. Ilmu
Pertanian dan Peternakan. 5(1): 93-103.
Sunarno. 2012. Pengendalian Hayati Sebagai Salah Satu Komponen Pengendalian
Hama Terpadu. J. HPT. 2(5): 20-32.
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani edisi revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
46
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat.
Bandung: Alumni.
Sutaryo, D. 2009. Perhitungan Biomassa Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon
dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands International Indonesia
Programme.
Syam’ani, Agustina A.R., Susilawati., Nugroho Y. 2012. Cadangan Karbon di
Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penutupan Lahan di Sub DAS
Amandit. J. Hutan Tropis. 13(2): 148-158.
Tetrasani, Yogama. 2012. Keanekaragaman Serangga pada Perkebunan Apel
Semi Organik dan Anorganik Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. J.
Ekologi. 4(1): 41-47
United States Department of Agriculture. 1999. Natural Resources Conservation
Service: Classification for Kingdom Plantae Down to Species Synedrella
nodiflora (L.) Gaertn. http://plants.usda.gov/java/Classification. (Diakses
pada tanggal 26 November 2018).
Utami, S. R., Bruno, V., Noordwijk, M. V., Kurniatun. H., Mustofa, A. S. 2003.
Bahan Ajaran Agroforestri 9: Prospek Penelitian dan Pengembangan
Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF).
Uzunov, Yordan & Nuttle, Tim & Nakova, Elena & Varadinova, Emilia. 2009.
Dissolved oxygen in the River Mesta (Bulgaria): a case study for qualitative
modelling of sustainable development.
Widianto., Kurniatun, H., Didik, S., Mustofa A.S. 2003. Fungsi dan Peran
Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF).
Yenie, E., Shinta, E., Anggi, K., dan Muhammad, I. 2013. Pembuatan Pestisida
Organik Menggunakan Metode Ekstraksi dan Sampah Daun Papaya dan
Umbi Bawang Putih. J. Teknik Lingkungan. 10(1): 46-59.
.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan
Gambar. Gambar.
Gambar. Gambar.
48
Gambar.
49
Katalog Gulma O1
Ageratum conyzoides
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Sinonim :
Nama umim : Babandotan
Klasifikasi :
Kingdom :Planteae
Divisi :
Kelas :
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides
Cyperus rotundus
Nama ilmiah : Cyperus rotundus
Sinonim :
Nama umim : Rumput teki
Klasifikasi :
Kingdom :Planteae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L
Portulaca oleracea L.
Nama ilmiah : Portulaca oleracea L.
Sinonim :
Nama umim : Krokot
Klasifikasi :
Kingdom :Planteae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulaca oleracea L.
Bidens pilosa L..
Nama ilmiah : Bidens pilosa L.
Sinonim :
Nama umim : Tanaman Ajeran
Klasifikasi :
Kingdom :Planteae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
50
Famili : Asteraceae
Genus : Bidens
Spesies : Bidens pilosa L
Katalog Gulma O2
Katalog Gulma
1. Synedrella nodiflora L.
Nama ilmiah : Synedrella nodiflora L.
Sinonim : Verbesina nodiflora
Nama umum : Jotang kuda, Legetan
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Synedrella
Spesies : Synedrella nodiflora (L.)
3. Epilobium hirsutum
Nama ilmiah : Epilobium hirsutum
Sinonim : Epilobium tomentosum Vent.
Nama umum : Rumput Biola
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Onagraceae
Genus : Epilobium
51
Katalog Gulma O3
Katalog Gulma
1. Alternanthera philoxeroides
Nama ilmiah : Alternanthera philoxeroides
Sinonim : Achyranthes philoxeroides (Mart.)
Nama umum : Bayam Dempo
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Amaranthaceae
Genus : Alternanthera
Spesies : Alternanthera philoxeroides
3. Asystasia gangetica
Nama umum : Rumput israel
Nama ilmiah: Asystasia gangetica
Famili: Acanthaceae
Tingkatan takson: Spesies
Klasifikasi lebih tinggi: Asystasia
Spesies: Asystasia gangetica
53
Katalog Gulma O4
Katalog Gulma
1. Mimosa pudica
Nama ilmiah : Mimosa pudica
Sinonim : Mimosa asperata
Nama umum : Putri Malu
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiosperms
Kelas : Eudicots
Ordo : Fabaceales
Famili : Fabaceae
Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica
2. Eleusine indica
Nama ilmiah : Eleusine indica
Sinonim :
Nama umum : Rumput Belulang
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Eleusine
Spesies : Eleusine indica
3. Orthosiphon stamineus
Nama ilmiah : Orthosiphon stamineus
Sinonim : Orthosiphon aristatus (Blume)
Nama umum : Kumis Kucing
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheobionta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon stamineus
54
4. Portulaca oleracea L.
A 2 1 0 3 17 10 5671.625 1.00 60.0 1.00 33.3 0.7562 5.23 98.5 32.8 - 0.10
0 3 17 7 550 0.36 794
56
9 57 6
A 0 1 0 1 23 16.5 28263.9740 0.33 20.0 1.00 33.3 3.7685 26.07 79.4 26.4 - 0.07
6 0 3 30 1 687 0.35 005
3 182 9
Babandotan 0 0 1 1 38.5 16 74468.24 0.33 20.0 1.00 33.3 9.9290 68.70 122. 40.6 - 0.16
0 3 99 03 761 0.36 545
8 589 5
Total 2 2 1 5 79.5 44.5 1.67 100. 3.00 100. 14.453 100.0 300. 100. 1.08 0.34
00 00 845 0 00 00
krokot 17 15 0 32 7 3.5 117.799062 10.6 49.2 1.00 33.3 0.0157 0.44 83.0 27.6 - 0.07
5 7 3 3 07 0 668 0.35 654
9 55 6
Rumput 15 14 0 29 41 9 26721.5962 9.67 44.6 1.00 33.3 3.5628 99.03 176. 58.9 - 0.34
5 2 3 80 98 939 0.31 802
7 133 9
Babandatotan 0 4 0 4 9 3 143.06625 1.33 6.15 1.00 33.3 0.0190 0.53 40.0 13.3 - 0.01
3 76 2 391 0.26 779
3 871 3
Total 32 33 0 65 58 17.5 21.6 100. 3.00 100. 3.5976 100.0 300. 100. 0.94 0.44
7 00 00 62 0 00 00
57
krokot 17 15 0 32 7 3.5 117.799062 10.6 49.2 1.00 33.3 0.0157 0.44 83.0 27.6 - 0.07
5 7 3 3 07 0 668 0.35 654
9 55 6
Rumput 15 14 0 29 41 9 26721.5962 9.67 44.6 1.00 33.3 3.5628 99.03 176. 58.9 - 0.34
5 2 3 80 98 939 0.31 802
7 133 9
Babandatotan 0 4 0 4 9 3 143.06625 1.33 6.15 1.00 33.3 0.0190 0.53 40.0 13.3 - 0.01
3 76 2 391 0.26 779
3 871 3
Total 32 33 0 65 58 17.5 21.6 100. 3.00 100. 3.5976 100.0 300. 100. 0.94 0.44
7 00 00 62 0 00 00
58
1. Hasil Interview
Lampiran 6. Indikator Pertanian Berlanjut aspek Sosial Ekonomi
d. Fasilitas b. masyarakat
mempunyai
BPJS dan KJS
c. Rumah milik
pribadi dan
bangunan
permanen
d. Akses jalan
memadai
8. Keunggulan dalam Level Rumah Ikut serta dan aktif
organisasi social Tangga dalam organisasi
kelompok tani yang
perdusunnya
9. Layanan Pendukung: Level Rumah a. pengaturan jarak
a. teknologi berkaitan Tangga tanam dan
pertanian berlanjut penggunaan
b. Sumber informasi bahan organik
c. Pelatihan pertanian b. dari turun
berlanjut menurun
(keluarga),
penyuluhan
c. Adanya
penyuluhan dari
pemerintah
10. Kebijaksanaan terkait Level Adanya aturan tidak
pertanian berlanjut (PB) Komunitas/lanskap menanam sayur-sayuran,
menggunakan pupuk
organik
11. Organisasi masyarakat, Level komunitas Jumlah tidak tentu per
kelompok tanah dusun ada gapoktan
12. Ketersediaan layanan Level komunitas a. Pendidikan
kebutuhan dasar social: formal (SD,SMP,
a. pendidikan SMA)
b. Kesehatan b. Terdapat
c. Perumahan Posyandu jarak
d. Pasar (social) dekat
c. Rumah sendiri,
dari batu bata
atau papan
d. Terdapat pasar
yang dapat
dijangkau
13. Level produksi pertanian Level Komunitas -
perkomoditas
14. Praktik manajemen Level Komunitas a. pembelian pupuk
usahatani: kandang dan
a. input internal dan kotoran ayam
eksternal Rp. 16.000/50 kg
61
Jumlahbiaya Rp 1.300.000
4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang Bapak /
Ibu budidayakan? Iya.
a. Jenis tanaman: kubis, kentang, kopi, sengon
b. Tersedia dengan harga wajar Skor 5
5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah
terhadap lingkungan apa tidak.
Pertanyaan: Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu usahatani yang
Bapak/Ibu lakukan apakah sudah memperhatikan aspek lingkungan
(ramah lingkungan)?
Sebutkan Alasannya.
Jawab:
Tidak, alasannya:
Karena petani mengolah lahan secara intensif dan menggunakan
pupuk kimia tanpa mengikuti takaran yang dianjurkan.
6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin
banyak sumber pendapatan semakin berkelanjutan).
Apa saja sumber-sumber penghasilan keluarga Bapak/Ibu:
Pertanian: (YA / TIDAK)
Lakukan penilaian dengan skor dibawah ini.
1 Jenis sumber penghasilan Skor 1
7. Kepemilikan Ternak
Tidak memiliki ternak Skor 1
8. Pengelolaan produk sampingan kotoran ternak
Kotoran ternak yang dihasilkan, digunakan untuk apa dan
bagaimana cara pengelolaannya.
Tidak ada
9. Kearifan Lokal
Identitas kerifan lokasl yang ada di masyarakat
a. Kepercayaan / adat istiadat
Ada. Slametan Desa
b. Pronoto Mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk
melakukan aktivitas pertanian): tidak ada
c. Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk
pupuk atau pengendalian hama/penyakit:
Ada. Pupuk organik dari kotoran ternak dan sisa kulit kopi
d. Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan
keguyuban, kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong royong,
tolong menolong, dsb). Sebutkan dan Jelaskan.
Ada. Tanam serempak
10. Kelembagaan
65
Plot 3
KUISIONER ASPEK SOSIAL-EKONOMI
Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi
dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut
(dengan melakukan wawancara terhadap petani).
7. Macam / jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis
tanaman, semakin berkelanjutan).
Tanaman apa saja yang Bapak/Ibu budidayakan?
Lahan sawah : Kubis, jagung, padi Skor 3
8. Akses terhadap sumberdaya pertanian:
Berapakah luas lahan yang Bapak/Ibu kuasai?
Jenis Lahan Tanah Milik Sewa Sakap (bagi hasil) Jumlah (Ha)
Lahan Sawah - 0,25 Ha - 0,25 Ha
(Ha)
Jumlah (Ha) - - 0,25 Ha
Selanjutnya lakukan penilaian penguasaan lahan tersebut dengan skor
di bawah ini.
(1) Penguasaan lahan sawah:
100 % sewa Skor 3
(7) Bibit untuk tanaman di lahan sawah: membuat sendiri atau membeli,
berapa persen?
50% dari lahan sendiri Skor 3
(8) Pupuk: membuat sendiri / membeli, berapa persen?
50% membuat sendiri Skor 3
(9)Modal:
100% milik sendiri Skor 5
9. Apakah produksi pertanian (tanaman semusim: padi / jagung / kubis)
dapat memenuhi kebutuhan konsumsi?
100 % terpenuhi Skor 5
10. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang
Bapak / Ibu budidayakan? Iya.
c. Jenis tanaman: kubis
Tersedia dengan harga wajar Skor 5
d. Jenis tanaman: jagung
Tersedia dengan harga wajar Skor 5
11. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah
terhadap lingkungan apa tidak.
Pertanyaan: Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu usahatani yang
Bapak/Ibu lakukan apakah sudah memperhatikan aspek lingkungan
(ramah lingkungan)?
Sebutkan Alasannya.
68
Jawab:
Tidak, alasannya:
Karena petani mengolah lahan secara intensif dan menggunakan pupuk
kimia tanpa mengikuti takaran yang dianjurkan. Selain itu, petani
menggunakan pestisida secara terjadwal
12. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak
sumber pendapatan semakin berkelanjutan).
Apa saja sumber-sumber penghasilan keluarga Bapak/Ibu:
Pertanian: (YA / TIDAK)
Peternakan : ( YA / Tidak)
Buruh tani : (YA / TIDAK)
Lakukan penilaian dengan skor dibawah ini.
3 Jenis sumber penghasilan Skor 5
13. Kepemilikan Ternak
Memiliki ternak Skor 5
14. Pengelolaan produk sampingan kotoran ternak
Kotoran ternak yang dihasilkan, digunakan untuk apa dan bagaimana
cara pengelolaannya.
Kotoran sapi dikeringkan terlebih dahulu, setelah kering
kemudian dibawa ke lahan untuk disebar. Pemberian pupuk
kandang dilakukan ketika pengolahan lahan
15. Kearifan Lokal
Identitas kerifan lokasl yang ada di masyarakat
a. Kepercayaan / adat istiadat
Ada acara bersih desa (sedekah bumi), Wiwitan
b. Pronoto Mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk
melakukan aktivitas pertanian): ada, tetapi sudah jarang
digunakan
c. Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk
pupuk atau pengendalian hama/penyakit:
Ada. Pupuk organik dari kotoran ternak
d. Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan
keguyuban, kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong royong,
tolong menolong, dsb). Sebutkan dan Jelaskan.
Tidak ada
16. Kelembagaan
Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat (yang terkait
dengan pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga
keuangan, dsb. Ada. Kelompok tani tetapi tidak aktif
17. Tokoh masyarakat: Ada / Tidak tokoh panutan dalam pengelolaan
usahatan, sebutkan.
Tidak ada
69
Plot 4
KUISIONER ASPEK SOSIAL-EKONOMI
Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi
dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut
(dengan melakukan wawancara terhadap petani).
1. Macam / jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis
tanaman, semakin berkelanjutan).
Tanaman apa saja yang Bapak/Ibu budidayakan?
Lahan Tegal : Kubis, jagung, buncis Skor 3
2. Akses terhadap sumberdaya pertanian:
Berapakah luas lahan yang Bapak/Ibu kuasai?
Jenis Lahan Tanah Milik Sewa Sakap (bagi hasil) Jumlah (Ha)
Lahan Sawah - 0,25 Ha - 0,25 Ha
(Ha)
Jumlah (Ha) - - 0,25 Ha
Selanjutnya lakukan penilaian penguasaan lahan tersebut dengan
skor di bawah ini.
(1) Penguasaan lahan tegal:
100 sewa Skor 3
(2) Bibit untuk tanaman di lahan tegal: membuat sendiri atau
membeli, berapa persen?
75% dari lahan sendiri Skor 4
(3) Pupuk: membuat sendiri / membeli, berapa persen?
50% membuat sendiri Skor 3
(4) Modal:
75% milik sendiri Skor 4
3. Apakah produksi pertanian (tanaman semusim: padi / jagung /
sayuran) dapat memenuhi kebutuhan konsumsi?
75% terpenuhi Skor 4
4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang Bapak /
Ibu budidayakan? Iya.
a. Jenis tanaman: kubis
Tersedia dengan harga wajar Skor 5
b. Jenis tanaman: jagung
Tersedia dengan harga wajar Skor 5
5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah
terhadap lingkungan apa tidak.
Pertanyaan: Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu usahatani yang
Bapak/Ibu lakukan apakah sudah memperhatikan aspek
lingkungan (ramah lingkungan)?
Sebutkan Alasannya.
72
Jawab:
Tidak, alasannya:
Karena petani mengolah lahan secara intensif dan menggunakan
pupuk kimia tanpa mengikuti takaran yang dianjurkan. Selain itu,
petani menggunakan pestisida secara terjadwal
6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak
sumber pendapatan semakin berkelanjutan).
Apa saja sumber-sumber penghasilan keluarga Bapak/Ibu:
Pertanian: (YA / TIDAK)
Lakukan penilaian dengan skor dibawah ini.
1 Jenis sumber penghasilan Skor 1
19. Kepemilikan Ternak
Memiliki ternak Skor 5
20. Pengelolaan produk sampingan kotoran ternak
Kotoran ternak yang dihasilkan, digunakan untuk apa dan
bagaimana cara pengelolaannya.
Kotoran sapi dikeringkan terlebih dahulu, setelah kering
kemudian dibawa ke lahan untuk disebar. Pemberian pupuk
kandang dilakukan ketika pengolahan lahan
21. Kearifan Lokal
Identitas kerifan lokasl yang ada di masyarakat
a. Kepercayaan / adat istiadat
Ada. Slametan Desa
b. Pronoto Mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk
melakukan aktivitas pertanian): tidak ada
c. Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk
pupuk atau pengendalian hama/penyakit:
Ada. Pupuk organik dari kotoran ternak
d. Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan
keguyuban, kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong
royong, tolong menolong, dsb). Sebutkan dan Jelaskan.
Tidak ada
22. Kelembagaan
Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat (yang
terkait dengan pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi,
lembaga keuangan, dsb. Ada. Kelompok tani
23. Tokoh masyarakat: Ada / Tidak tokoh panutan dalam pengelolaan
usahatan, sebutkan.
Ada. Namanya bapak Iskandar
24. Analisis usahatani dan kelayakan usaha
Tidak ada.
12. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan
masyarakat dilindungi? Bila ya, apa saja dan dimana tempatnya?
Punden, jalan rondo kuning
13. Mengapa tempat tersebut dilindungi?
Karena tempat leluhur
75