Anda di halaman 1dari 9

Tugas Terstruktur Mata Kuliah

Teknologi Sumberdaya Lahan

“UJIAN ESSAY M-11”

Disusun Oleh;

Nama: Gusnari Hutabarat


Nim :185040207111105
Kelas: I

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
Soal Pertanyaan

1. Dalam bentang lahan, terdapat tiga bagian tangkapan air hujan (cathment). Curah hujan
tahunan di lokasi tersebut adalah 2000 mm / tahun. Kondisi ke tiga cathment yaitu Cathment
A: dengan luasan 10 ha, dengan kemiringan rata-rata 60%, digunakan untuk hutan produksi
mahoni telah berumur 40 tahun, Cathment B: dengan luasan 20 ha, dengan kemiringan 40%,
digunakan untuk agroforestry berbasis kopi-sengon, Cathment C; dengan luasan 50 ha
dengan kemringan rata-rata 15% digunakan untuk pertanaman tanaman semusim komoditi
Jagung – Ketela pohon. Ketiga lahan tersebut bertektur liat dengan infilrasi 0.1 mm jam-1.
Panjang aliran maximum dari titik X adalah 4000 m. Saluran di titik X karena sempit dan
dangkal, maka air limpasan permukaan yang terdrainase di saluran tersebut sering meluap
dan berdampak bahwa lahan dibagian bawah saluran tersebut mengalami kebanjiran. Untuk
itu direncanakan dilakukan program pembenahan saluran melaui pelebaran dan pendalaman
saluran. Rancangan kemiringan saluran adalah 1%. Dari analisis hujan dari stasiun terdekat
dengan Metode Gumbel diproleh Imax 24 jam dg Tr 2th = 150 mm/jam. Dasar saluran
pembuangan tersebut adalah batu lunak / padas dengan kecepatan yang dapat diperbolehkan
Vc = 1.8 m / detik.

1.1 Maka tetapkan Limpasan Permukaan Maximum (Q max). ditik X dengan Kala Ulang, Tr =
50 tahun.

Jawab: Cathment A = C group B = 0,10


Cathment B = C group B = 0,17
Cathment C = C group B = 0,56
FK group D :
Cathment A = 1,40
Cathment B = 1,31
Cathment C = 1,14
C group D = C group B x FK group D
- Cathment A = 0,10 x 1,40
= 0,14
- Cathment B = 0,17 x 1,31
= 0,2227
- Cathment C = 0,56 x 1,14
= 0,6384
C total = 1/A (ΣCi x Ai)
= 1/80 {(0,14x10) + (0,2227x20) + (0,6384x50)}
= 1/80 (1,4 + 4,454 + 31,92)
= 1/80 (37,774)
= 0,472
I max 24 jam - Tr 2 tahun = 150 mm/jam
I max 1 jam - Tr 2 tahun = 150/2,4 = 62,5 mm
𝐿 0,77
Tc (Kirpich) = 0,02 ( 𝑆)

4000 0,77
= 0,02 ( )
√1%
4000 0,77
= 0,02 ( 0,1
)
= 69,92 menit
Ditetapkan Tc = 69 menit
= (3,15 – 2,25)/(120-60) menit = 0,02/menit
Untuk 69 menit = 2,25 + (0,02 x 9) = 2,43
I 69 menit = 62,5 x 2,43
= 151,875/69 menit
= 2,20 mm/menit
= 22 m3/ha min
= 0,367 m3/ha detik
Qmax = C x I x A
= 0,472 x 0,367 x 80
= 13,858 m3/detik

1.2. Tetapkan ukuran saluran yaitu kedalaman dan lebar saluran, sehingga lahan
dibahwahnya sudah tidak lagi mengalami kebanjiran.

Jawab:

Qmax = 13,858 m3/detik


Vc= 1,8 m/detik
Gradien saluran = 1%
Radius hydrolic/kedalaman aliran = R = D = 1 m
Tingggi saluran (minimum)
= Tinggi aliran + freeboard
= 1m + 0,2m
= 1,2 m
Penampang melintang saluran =
A = Qmax/Vc
= 13,858/1,8
= 7,69 m2
Lebar saluran =
W = A/D
= 7,69/1
= 7.69 m

1.3. Buat rancangan bangunan terjunan di lokasi Cathment A dan B. Dengan kemiringan
saluran dirancang 10% (5.71 derajat). Hitung jumlah bangunan terjunan yang perlu dibangun
bila tinggi bangunan terjunan adalah 1.2 m, dimana Panjang aliran di catment A dalahan 1000
m dan di Cathment B 2500 m. Jarak antar bangunan terjunan = HE / (K * tan (θ) * Cos (θ)
............................ (Heede, 1976) Dimana HE = Tinggi bangunan terjunan = 1.2 m ; K =
Konstanta dimana bila tan (θ) < 0.2 maka K = 0.3 dan bila tan (θ) ≥ 0.2 maka K = 0.5; θ adalah
kelerengan saluran dalam derajat (o).

Jawab:

Penyelesaian
Chatment A

Jarak = 1,2/(0,3*tan(5,71o)*cos(5,71o))

= 1,2/(0,3 * 0,0999 * 0,995)

= 1,2/0,0298480255

= 40,20 m

Maka, jumlah bangunan yakni


Chatment A

= 1000m/40,20 m = 24,87 = 25 buah


Chatment B

= 2500m/40,20 m = 62,19 = 62 buah

1.4. Buat rancangan bangunan dam pengendali / penahan di lokasi Cathment C. Dengan
kemiringan saluran dirancang 5% (2.86 derajat). Hitung jumlah bangunan dam pengendali /
penahan yang perlu dibangun bila tinggi bangunan dam pengendali / penahan adalah 0.8 m,
dimana Panjang aliran di catment C dalahan 3000 m. Jarak antar bangunan dam pengendali=
HE / (K * tan (θ) * Cos (θ) ............................ (Heede, 1976) Dimana HE = Tinggi bangunan
terjunan = 1.2 m ; K = Konstanta dimana bila tan (θ) < 0.2 maka K = 0.3 dan bila tan (θ) ≥ 0.2
maka K = 0.5; θ adalah kelerengan saluran dalam derajat (o).

Jawab:

Diketahui;

Tinggi bangunan dam pengendali/penahan (HE) = 0,8 m

Kemiringan = 2,86o

K = tan 2,86 = 0,0499 < 0,2 maks = 0,3

Panjang aliran Chatment C = 3000 m

Penyelesaian

Jarak = 0,8/(0,3*tan(2,86o)*cos(2,86o))

= 0,8/(0,3 * 0,0499 * 0,9987)

= 0,8/0,014968707

= 53,44 m

Maka, jumlah bangunan yakni


Chatment C
= 3000m/53,44 m = 56,14 = 56 buah

1.5. Buat rancangan penahan tebing saluran pembuangan di lokasi cathment C agar tidak
terjadi kelongsoran tebing saluran.

Jawab:

Menurut Sriyati (2010) dinding gravitasi, adalah dinding penahan yang dibuat dari
beton tak bertulang atau pasangan batu. Sedikit tulangan beton kadang-kadang diberikan
pada permukaan dinding untuk mencegah retakan permukaan dinding akibat perubahan
temperatur. Pada tembok penahan tipe gravitasi dalam perencanaan harus tidak terjadi
tegangan tarik pada setiap irisan badannya. Untuk itu dalam perencanaan tembok penahan
jenis ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (lihat gambar 1). • Pada umumnya lebar
plat lantai B diambil 0.5 – 0.7 H • Lebar bagian puncak diambil lebih dari 0.3 – H/12 • Tebal
kaki dan tumit (H/8 – H/6) • Lebar kaki dan tumit (0,5 – 1)d (d = tebal kaki). Dimensi dinding
penahan yang menggunakan tipe gravitasi yang aman terhadap stabilitas guling, geser, daya
dukung dan penurunan diperoleh nilai lebar atas sebesar 0,3 m, lebar dasar fondasi sebesar
2,4 m, tinggi dinding penahan sebesar 4,5 m, dan tebal dasar fondasi sebesar 0,6 m

Gambar 1. Lokasi Penggunaan Lahan di empat lokasi Perencanaan Konservasi Tanah dan
Air
2. Di kawasan pertanian seringkali terjadi longsor dalam skala yang tidak kecil yang
mengakibatkan kerusakan sebagian petak lahan, dan menjadi angkutan sedimentasi yang
tinggi di daerah hilirnya (sebagai contoh Gambar 2). Untuk itu buat tahapan-tahapan suatu
rancangan rehabalitiasi lahan longsor di gambar 2, sehingga degradasi lahan dapat
dipulihkan, dan sedimentasi di daerah hilir dapat dikendalikan!

Gambar 2. Lahan longsor di lahan pertanian di Kecamatan Darangdan dan Plered,


Kabupaten Purwakarta (Sumber Gambar Andres Fatubun, 2020).

Jawab:

Indonesia merupakan negara di dunia yang rawan terjadi bencana alam. Bencana
yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah manusia. Hal ini
terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah kejadian bencana setiap tahunnya. Sesuai
dengan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 tahun 2008, pada
umumnya risiko bencana yang disebabkan oleh faktor alam meliputi, bencana akibat fakto
geologi (gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung berapi), bencana akibat hidrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kekeringan, dan angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah
penyakit manusia, wabah penyakit ternak/tanaman, dan hama tanaman), serta kegagalan
teknologi (kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Sedangkan
bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat adanya perebutan
sumber daya yang terbatas, alasan ideologis, religius serta politik.

Tindakan yang perlu dilakukan mencakup teknik identifikasi daerah rawan terkena
bencana, teknik pencegahan dan pengurangan, serta metode pengembangan dan sosialisasi
peringatan dini. Semua tindakan tidak mungkin dilakukan sepihak dari atas (top down) tetapi
merupakan tindakan terpadu dari atas dan dari bawah (bottom up). Kewaspadaan masyarakat
penghuni wilayah rawan bencana sangat diperlukan, dan pengembangan keberdayaan
masyarakat dalam mitigasi bencana alam harus selalu digaungkan setiap saat.
Pemberdayaan tidak hanya dalam bentuk himbauan dan perintah tetapi tindakan nyata dan
kesadaran masyarakat akan bahaya yang selalu mengancam setiap saat. Tanah longsor
merupakan salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang
terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan
meluncur di atas suatu lapisan kedap yang jenuh air (bidang luncur).

Kapasitas daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan


parameter penting untuk menentukan keberhasilan untuk pengurangan risiko bencana.
Kapasitas daerah dalam penanggulangan bencana harus mengacu kepada Sistem
Penanggulangan Bencana Nasional yang dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta turunan aturannya (Indonesia, 2007).
Kapasitas daerah harus melihat kepada tatanan pada skala internasional (Indonesia, 2008).
Komprehensivitas dasar acuan untuk kapasitas daerah diharapkan dapat memberikan arah
kebijakan pembangunan kapasitas daerah untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana
(UNDP, 2009).

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana . Kegiatan rehabilitasi harus
memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat
istiadat, budaya dan ekonomi. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan (a) perbaikan
lingkungan daerah bencana; (b) perbaikan prasarana dan sarana umum; (c) pemberian
bantuan perbaikan rumah masyarakat; (d) pemulihan sosial psikologis; (e) pelayanan
kesehatan; (f) rekonsiliasi dan resolusi konflik; (g) pemulihan sosial ekonomi budaya; (h)
pemulihan keamanan dan ketertiban; (i) pemulihan. Strategi penyelenggaraan kegiatan
rehabilitasi adalah melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam tahapan pelaksanaan
rehabilitasi. Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya masyarakat setempat.
Mendasarkan pada kondisi aktual di lapangan (tingkat kerugian/ kerusakan serta kendala
medan). Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai gerakan dalam masyarakat dengan
menghimpun masyarakat sebagai korban maupun pelaku aktif kegiatan rehabilitasi dalam
kelompok swadaya. Menyalurkan bantuan pada saat, bentuk, dan besaran yang tepat
sehingga dapat memicu/membangkitkan gerakan rehabilitasi dan penanganan bencana yang
menyeluruh (PKBNPB, 2008).

3. Lakukan observasi di areal rumah Saudra Tinggal, buat sketsa peluang terjadinya limpasan
permukaan yang keluar dari areal rumah saudara, dan upayakan semua limpasan permukaan
dapat diupayakan masuk kedalam tanah. Untuk itu Buat Rancangan Biopori dan Sumur
Resapan di Rumah Tinggal Saudara!
Jawab:
Pada daerah pekarangan rumah saya tidak memiliki tempat serapan air hujan oleh
sebab itu jika sedang turun hujan maka air hujan akan menggenang di atas permukaan tanah.
Air hujan yang menggenang lama kelamaan akan terserap kedalam tanah. Kurangnya daerah
resapan air, salah satu sumber air yang ada di bawah tanah adalah berasal dari air hujan
yang meresap ke dalam tanah dalam jumlah yang cukup besar. Rapatnya bangunan rumah
tanpa disertai ruang terbuka hijau yang memadai karena perkerasan seperti aspal, batu,
semen, dan beton akan membuat air yang meresap ke dalam tanah menjadi sedikit, sehingga
jika hujan datang, air hujan akan langsung mengalir ke selokan yang daya tampungnya
terbatas. Hal ini akan membuat air yang diserap ke dalam tanah sedikit, sehingga
berpengaruh pada menipisnya cadangan air tanah. Sumur resapan adalah salah satu
rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga
menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat
menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan
meresapkannya ke dalam tanah (Rahmawati et al. 2011).
Secara teoretis manfaat dari penerapan sumur resapan adalah a) Menambah jumlah
air yang masuk ke dalam tanah; b) Menjaga keseimbangan hidrologi air tanah sehingga dapat
mencegah intrusi air laut; c) Mereduksi dimensi jaringan drainase dapat sampai nol jika
diperlukan; d) Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah; e) Mempertahankan tinggi
muka air tanah, f) Mengurangi limpasan permukaan sehingga dapat mencegah banjir; dan g)
Mencegah terjadinya penurunan tanah.
Biopori menurut Griya (2008) adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk
akibat aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam
tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan
tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui
lubang tersebut.

Menurut Ratna et al. (2019) Lahan di mana sumur resapan akan dipasang sudah
tertutup perkerasan dari semen sehingga perlu pembongkaran hanya seluas lingkaran
berdiameter 1 m dan dilebihkan sekitar 10 cm pada sekelilingnya untuk memudahkan
pemasangan buis beton nantinya. Lalu setelah perkerasan terbuka, tanah digali dengan
kedalaman hingga 2 m sesuai dengan yang direncanakan. Penggalian ini memerlukan pompa
untuk mengeluarkan air tanah, pada saat pelaksanaan air tanah sedang tinggi karena musim
penghujan. Dinding sumur resapan dipilih dari bahan gorong-gorong dari beton bertulang
pabrikasi atau disebut dengan buis beton untuk menghemat waktu pekerjaan. Buis beton yang
berjumlah empat buah diturunkan satu persatu dengan menggunakan tali. Pada bagian dasar
sumur dibiarkan tanpa penutup untuk memudahkan terjadinya peresapan. Bahan penyaring
dipasang berlapis pada dasar sumur resapan. Pada lapisan pertama atau lapisan yang paling
dasar diletakkan ijuk, kemudian disusul dengan pasir, dan pecahan batu pada posisi paling
atas. Pecahan batu disusun secara berongga dengan menyisakan ruang kosong di atasnya.
Pecahan batu tersebut sebagai penampung air hujan saat masuk ke sumur resapan sebelum
kemudian diresapkan. Tutup sumur resapan juga dibuat dari plat beton bertulang. Tutup
sumur resapan berfungsi untuk mencegah masuknya benda ke dalam sumur dan juga
sebagai pengaman agar tidak ada yang terjatuh ke dalam sumur.
DAFTAR PUSTAKA

Sriyati Ramadhani. 2010. Perencanaan Dinding Penahan Tipe Gravitasi Pada Lokasi Bukit
Btn Teluk Palu Permai. Jurnal SMARTek, Vol. 8, No. 1.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, 24 C.F.R.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan


Bencana 21 C.F.R. (2008).

UNDP. (2009). Capacity Needs Assessment In Disaster Risk Reduction : County, District and
Community Assessment.

Rahmawati I, Kristy LA, Leti F, Sholihah R, Azhar RY, Fathiyah R, Rumsiah, Ratulangi S,
Rahayu Keunggulan dan manfaat Biopori. [Internet]. [Diakses pada 06 Desember
2020]. Tersedia pada: http://www.biopori.com.

Griya. 2008. Mengenal dan Memanfaatkan Lubang Biopori.

Ratna Safitri. Rahma Purisari. Muhammad Mashudi. 2019. Pembuatan Biopori dan Sumur
Resapan untuk Mengatasi Kekurangan Air Tanah di Perumahan Villa Mutiara,
Tangerang Selatan. Agrokreatif Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. Vol 5
(1): 39−47

Anda mungkin juga menyukai