Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Bagas Dwi Nugroho

NIM : 185040201111081
Kelas :D
Mata Kuliah : Pertanian Berlanjut Aspek Tanah

TUGAS TUTORIAL LAND USE


1. Bagaimana kondisi manajemen lahan yang mempengaruhi ketidakberlanjutan
kondisi hidrologi penggunaan lahan berikut di masing-masing tutupan lahan yang
anda lihat dari foto masing-masing Land Unit (LU) dengan rangking 0 = tidak
ada, 1 = sedikit, 2 = sedang, 3 = tinggi, 4 = sangat tinggi pengaruhnya.
Kondisi LU 1 LU 2 LU 3 LU 4 LU 5 LU 6
Manajemen Kanopi 0 0 4 4 4 4
Pengolahan Tanah: Guludan,
0 2 4 4 4 0
Parit, dsb
Tutupan Tanah: Terbuka/
0 3 4 4 4 4
Tertutup
Pemupukan 0 2 4 4 4 0
Pengendalian Hama,
0 1 3 4 4 0
Penyakit, Gulma
Irigasi, Drainase 0 2 3 3 3 0
Pengolahan Limbah/Sampah 0 0 2 2 2 3

2. Kondisi yang Bagaimana masing-masing LU yang menyebakan


ketidakberanjutan kondisi hidrologi penggunaan lahan.
Berdasarkan hasil analisis rangking dengan penggunaan lahan tersebut yang
ditinjau dari beberapa faktor kondisi diketahui bahwa terdapat beberapa macam
manajemen yang menyebabkan tidak keberlanjutan sistem hidrologi hutan.
Manajmen pertama yaitu manajemen kanopi, dimana dapat disimpulkan bahwa pada
LU 3, LU 4, LU 5 dan LU 6 ini berpotensi untuk menyebabkan ketidakberlanjutan
sistem hidrologi hutan. Hal tersebut menybabkan pengurangan resapan air pada tanah
karena air akan langsung jatuh ke permukaan tanah dan akan berpotensi terjadinya
limpasan permyukaan. Menurut Arbi (2012), adanya tajuk tanaman yang luas dapat
mengakibatkan air evapotranspirasi akan berkurang. Penggunaan ini dapat menaikkan
kelembaban tanah yang tersimpan dan dengan demikian dapat meningkatkan
ketersediaan air untuk mengisi air tanah dan pada akhirnya muka air tanah akan
menjadi lebih tinggi. Selain itu, adabya vegetasi pepohonan akan mengakibatkan
adanya infiltrasi yang lebih banyak karena kondisi struktur tanah yang mendukung
akibat adanya akar tanaman pepohonan. Sealin itu, pada manajemen tutupan tanah
baik terbuka maupun tertutup memiliki potensi ketidakberlanjutan yaitu pada LU4,
LU5 dan LU6. Walaupun pada Land Use ini terdapat tutupan lahan tapi ini tidak bisa
mendukung adanya hidrologi hutan karena sistem tanam yang monokultur dan
pemukiman yang tidak ada vegetasi hutan. Menurut Wahyuningrum dan Putra (2018)
adanya kanopi dan penutupan tanah ang rapat dapat mendukung peningkatan resapan
air hujan. Setelah itu, terdapat faktor pengelolaan tanah dan pemupukan yang sangat
berpengaruh terhadap ketidakberlanjutan hidrologi. Pada land use 3, 4 dan 5 ini
memiliki potensi menyebabkan ketidakberlanjutan hidrologi. Hal ini dikarenakan
semakin tinggi pengelolaan tanah yang dilakukan maka akan semkain padat kondiis
tanah dan akan merusak kondisi struktur tanah sehingga akan terjadi limpasan
permukaan karena angka infiltrasi semakin rendah, sedangkan pada pemupkan ini
jika semakin banyak pupuk kimia yang diberikan maka organisme tanah seperti
cacing yang berpotensi untuk menciptakan pori-pori tanah sehingga mampu
meningkatkan angka infiltrasi akan kehilangan makanan sehingga akan menurunkan
populasinya. Menurut Handaya (2007), semakin tinggi pengelolaan tanah yang
dilakukan maka kondisi tanah akan semakin padat dan pori-pori tanah akan tertutupi
sehingga angka infiltrasi tanah akan menurun. Setelah itu, manajemen Pemupukan
dan Pengendalian Hama, Penyakit, Gulma ini jika dilakukan dengan menggunakan
bahan kimia akan berpotensi untuk mencemari air mungkin akibat adnya limpasan
permukaan sehingga bahan-bahan kimia yang terdapat pada tanah yang di hulu akan
terangkut ke sungai atau bagian hilir sehingga air sungai akan tercemari bahan kimia
ESTIMASI NERACA AIR DALAM PETAK TANAMAN SAAT TERJADI
HUJAN
Diskusikan
a. Berapa proprosi masing-masing komponen ketika terjadi hujan 100%
b. Berapa besarnya limpasan permukaan dari berbagai macam penggunaan lahan ini
c. Komponen apa saja yang berbeda? Mengapa Demikian?

Komponen Siklus Air Hutan Alam Hutan Tanaman Kebun Apel Sayuran Kentang
Pinus
Presipitasi 100 100 100 100
Aliran Lateral 5 20 35 40
Intersepsi 35 20 15 5
Lolos Tajuk 5 15 20 25
Infiltrasi 35 30 20 20
Perkolasi 20 15 15 10
Evapotransporasi 0 0 0 0

Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin rapat kanopi
suatu penggunaan lahan maka makin besar air hujan yang dapat ditangkap oleh
tanaman atau dapat dipotong oleh tanaman sehingga butiran hujan yang jatuh sudah
tidak terlalu besar begitupun sebaliknya semakin sedikit luas kanopi suatu
penggunaan lahan maka butir-butir hujan ini akan langsung menyentuh ke permukaan
tanah. Ketika tidak ada kanopi yang luas maka butir-butir hujan ini akan langsung
menyentuh ke permukaan tanah dan jika tidak ada tanaman penutup tanah terutama
vegetasi pepohonan, maka kemungkinan besar akan terjadi suatu limpasan
permukaan karena tidak adanya daya serap yang tinggi dan tidak adanya kanopi yang
berfungsi untuk memecah butiran hujan menjadi lebih kecil ataupun lambat. Selain
itu, semakin tingginya luasan tutupan tanah atau lahan maka makin besar infiltrasi
yang akan dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Maryanto et al. (2014), yang
menyatakan bahwa peningkatan tutpan lahan hutan dan agroforestry menyebabkan
peningkatan kapasitas infiltrasi tanah yang pada gilirannya menyebabkan penurunan
aliran permukaan dan debit sungai serta dapat meningkatkan ketersediaan air pada
bulan-bulan kering. Pada data, menunjukkan banyaknya air yang lolos tajuk tertinggi
pada penggunaan lahan tanaman sayuran kentang, hal ini dikarenakan tidak adanya
tajuk yang menaungi tanaman kentang tersebut, sedangkan pada penggunaan lahan
hutan alam menunjukkan angka lolos tajuk terendah karena memiliki tajuk yang
cukup luas sehingga air hujan tidak langsung menghantam permukaan tanah.
Kemudian pada data juga menujukkan angka perkolasi yang paling tinggi terdapat
pada penggunaan hutan alam. Hal ini dikarenakan, semakin banyaknya infiltrasi pada
suatu penggunaan lahan maka dapat diasumsikan bahwa perkolasi juga akan semakin
tinggi. Menurut Sari dan Prijono (2019), Perkolasi adalah peristiwa bergeraknay air
di dalam penampang tanah ke lapisan tanah yang lebih dalam. Perkolasi ini
dipengaruhi oleh oleh gaya gravitasi tanah. Sedangkan perkolasi terendah terdapat
pada pengguaan lahan tanaman sayuran kentang karena memiliki infiltrasi yang
rendah.
Besarnya limpasan permukaan dari keempat penggunaan lahan ini paling
besar terdapat pada penggunaan lahan hutan produksi tanaman pinus dan sayuran
kentang. Hal ini diakarenakan pada hutan tanaman pinus ini memiliki topografi lahan
yang miring namun tidak ada tanaman penutup tanah sehingga memiliki potensi yang
sangat besar untuk terjadinya limpasan permukaan. Menurut Safarina (2012),
semakin kecil angka tutupan lahan pada lahan bertopografi miring, maka semakin
besar potensi terjadinya erosi atatu limpasan permukaan. Hal ini dikarenakan tidak
adanya penyerapan air yang maksimal sehingga akan terjadi limpasan permukaan.
Sedangkan pada penggunaan lahan komoditas sayuran kentang ini lahannya juga
terbuka sehingga limpasan permukaan juga akan besar karena tidak adanya resapan
air yang makismal. Selain itu juga tidak adanya vegetasi pepohonan yang mampu
menahan adanya erosi maupun limpasan permukaan. Menurut Anna (2014),
penggunaan lahan miring untuk komoditas tanaman semusim ini rentan terjadi
limpasan permukaan dan erosi karena kurangnya resapan air dan juga tidak adanya
tanaman cover crop yang mampu menahan limpasan permukaan maupun erosi.
Pertanyaan Selanjutnya
Adakah tindakan-tindakan pengelolaan yang justru bisa mendorong terjadinya:
 Limpasan permukaan
 Erosi
 Pencemaran Air
Tindakan-tindakan pengelolaan baik secara mekanik, vegetative maupun kimiawi
bisa menghindarkan dari adanya limpasan permukaan, erosi maupun pencemaran air
jika dilakukan dengan tepat sesuai dengan kondisi lahannya. Jika dilakukan tidak
berdasar pada kemampua lahan maupun berlebihan maka akan mendorong terjadinya
limpasan permukaan, erosi maupun pencemaran air. Misalnya menanm suatu
tanaman pepohonan di wilayah dengan topografi miring namun tanaman pohon
tersebut tidak sesuai dengan kemampuan lahan di daerah tersebut. Hal ini akan
mendorong dampak-dampak negative pada wilayah tersebut. Selain itu, penggunaan
pupuk kimia dalam pengelolaan suatu budidaya memang dipebolehkan asal tidak
berlebihan. Jika berlebihan akan mendorong terjadinya pencemaran air oleh polutan
tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tindakan pengelolaan dapat menekan adanya
limpasan permukaan, erosi dan pencemaran air, namun juga dapat mendorong
dampak tersebut jika dilakukan tanpa melihat kondisi actual lahannya baik dari
kemampuan lahannya dan lain-lain, serta jika dilakukan secara berlebihan juga akan
menghasilkan dampak negative tersebut.
Daftar Pustaka
Anna, A.N. 2014. Analisis Potensi Limpasan Permukaan (Run Off) Menggunakan
Model Cook’s Di DAS Penyangga Kota Surakarta Untuk Pencegahan Banjir
Luapan Sungai Bengawan Solo.
Arbi, Hasbi. 2012. Pengaruh Perambatan Hutan Terhadap Aspek Hidrologi. J.
Lentera, 12(3): 66-73.
Handaya, P.C.S. 2007. Pemodelan Produksi Air DAS ; Studi Kasus di Sub DAS
Tapan. Skripsi S1. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Maryanto, A., K. Murtilaksono dan L.M. Rachman. 2014. Perencaaan Penggunaan
Lahan Dan Pengaruhnya Terhadap Sumberdaya Air Di Das Way Besai –
Lampung. J. Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2): 85-95.
Safarina, A.B. 2012. Analisa Pengaruh Topografi dan Pola Tata Guna Lahan
Terhadap Abstraksi Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Model Rainfall
Runoff. J. Riset Geologi dan Pertambangan, 22(1): 1-10.
Sari, I.L. dan S. Prijono. 2019. Infiltrasi Dan Simpanan Air Pada Jenis Naungan Yang
Berbeda Di Lahan Kopi Desa Amadanom Kecamatan Dampit Kabupaten
Malang. J. Tanah dan Sumberdaya Lahan, 6(1): 1183-1192.
Wahyuningrum, N., dan P.B. Putra. 2018. Evaluasi Lahan Untuk Menilai Kinerja Sub
Daerah Aliran Sungai Rawakawuk. Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai, 2(1): 1-16

Anda mungkin juga menyukai