Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MATA KULIAH IRIGASI DAN DRAINASE

“DRAINASE”

Disusun Oleh:

Agma Ekanova P. S. (185040207111024)


Aula Larasati (205040200111074)
Falikhatun Nisa’ (205040201111042)
Nisnawati Agustina A. S (205040201111153)
Sharfina Farhah Naziha (205040201111079)
Steevanie Anyerika V. R. (205040201111134)

Kelas: Q Dosen Pengampu:

Ir. Endang Listyarini, MS.


Istika Nita, SP. MP

FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
A. Kondisi Drainase Lahan

Gambar 1. Kondisi Irigasi dan Drainase Lahan Jagung


Berdasarkan foto kondisi irigasi dan drainase lahan pertanian, dapat
diketahui bahwa pada lahan monokultur jagung digunakan irigasi dengan sistem
sprinkle atau curah. Sistem irigasi curah merupakan suatu metode pemberian air yag
dilakukan di atas permukaan tanah. Sistem ini di aplikasikan untuk mensimulasikan
curah hujan alami dengan menciptakan dan menyebarkan tetesan merata di lapangan.
Keuntungan dalam penggunaan sistem ini adalah efisiensi pemakaian air cukup tinggi
dan dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman
tanah (solum) yang dangkal (Penulis 2018). Sedangkan drainase air pada lahan yang
digunakan adalah sitem drainase permukan, dimana tampak air irigasi dialirkan di
setiap parit antar bedengan. Drainase permukaan merupakan sistem drainase yang
menitikberatkan pada pengendalian genangan air di atas permukaan tanah yang
berfungsi untuk mengendalikan limpasan air irigasi di permukaan tanah sekitarnya
(Adiwijaya, 2016).

B. Faktor yang Mempengaruhi


Beberapa faktor yang terkatit dengan kondisi drainase diaantaranya adalah:
1. Kandungan garam pada tanah
Semua air tanah mengandung garam dalam larutan. Jenis garam tergantung pada
lingkungan geologi, sumber air tanah, dan pergerakannya. Irigasi juga merupakan
sumber garam di air tanah. Itu tidak hanya menambahkan garam ke tanah, tetapi
juga melarutkan garam di zona akar. Air yang telah melewati zona akar tanah
irigasi biasanya mengandung konsentrasi garam beberapa kali lebih tinggi dari air
irigasi yang digunakan semula. Evapotranspirasi cenderung mengkonsentrasikan
garam di permukaan tanah, tetapi ketika terlarut, dapat meningkatkan salinitas air
tanah. Oleh karena itu air tanah yang sangat asin sering ditemukan di daerah
kering dengan drainase alami yang buruk. Salinitas air tanah dapat ditentukan
dengan cepat dengan mengukur konduktivitas listriknya (EC). Konduktivitas
listrik (EC)adalah ukuran konsentrasi garam, yang didefinisikan sebagai
konduktansi sentimeter kubik air pada suhu standar 250C.
2. Topografi
Informasi tentang topografi suatu daerah dengan masalah drainase sangat penting,
karena kelebihan air harus dihilangkan oleh aliran gravitasi. Peta topografi harus
menunjukkan semua fitur fisik baik alami maupun buatan yang akan
mempengaruhi desain sistem drainase. Perbedaan kecil dalam elevasi permukaan
tanah merupakan hal yang penting.
3. Lapisan Impermeabel tanah
Lapisan impermeable tanah merupakan lapisan tanah di mana tidak ada aliran
yang terjadi atau lapisan yang alirannya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Tanah hampir tidak pernah seragam atau homogen dalam arah vertikal. Pada
kedalaman tertentu di bawah permukaan tanah, akan selalu ada lapisan kedap air.
Jika lapisan kedap air ini dalam dan air tanah hanya mengisi sebagian lapisan atas
yang permeabel, muka air tanah bebas naik dan turun. Air tanah pada lapisan
tersebut dikatakan tidak terkekang, atau berada dalam kondisi freatik atau muka
air tanah.
4. Konduktivitas hidraulik
Konduktivitas hidrolika merupakan ukuran kapasitas hantaran air dari suatu tanah.
Konduktivitas hidrolik (juga dikenal sebagai nilai K) adalah ukuran kapasitas
transmisi air tanah. Ada berbagai cara untuk mengukur konduktivitas hidrolik. Hal
ini dapat dikorelasikan dengan tekstur tanah atau distribusi ukuran pori, dan dapat
diukur di laboratorium atau di lapangan. Metode lapangan yang paling terkenal
adalah metode lubang bor.

C. Rekomendasi Sistem Drainase


Berdasarkan gambar pada lahan monokultur jagung dapat terlihat bahwa air
pada lahan tersebut menggenang di permukaan tanah (ponding) secara tidak merata
(acak), sedangkan tanaman jagung merupkan tanaman yang tidak membutuhkan air
berlebih apalagi kondisinya tergenang. Menurut Riwandi et al. (2014) syarat tumbuh
bagi tanaman jagung manis yakni cahaya matahari cukup atau tidak ternaungi, suhu
optimum 24˚C – 30˚C, curah hujan merata sepanjang umur tanaman antara 100 – 200
mm perbulan, ketinggian tempat optimal hingga 300 mdpl. Pertumbuhan jagung
manis optimal pada tanah lempung berdebu dan derajat kemasaman 5,0 – 7,0 serta
bebas dari genangan air. Oleh sebab itu, sistem drainase yang cocok untuk diterapkan
yaitu drainase permukaan. Hal ini didasarkan dengan alasan bahwa drainase
permukaan digunakan untuk mengalirkan air genangan di permukaan maupun untuk
mengantisipasi kelebihan air hujan menuju saluran alami atau buatan dengan membuat
saluran tambahan maupun mengatur kemiringan permukaan tanah. Drainase ini juga
cocok digunakan pada daerah yang luasan lahannya besar. Menurut Suning dan
Arifianti (2016) bahwa drainase permukaan dapat berfungsi sebagai pembuangan
kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara
penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air.
Gambar 2. Sistem Drainase untuk Kondisi Lahan Ponding

D. Layout

Gambar 3. Layout Sistem Drainase untuk Kondisi Lahan Ponding pada Lahan Jagung
Berikut merupakan desain rancangan drainase yang di rekomendasikan.
Hal tersebut dikarenakan air pada lahan tersebut dalam kondisi ponding atau
menggenang di permukaan tanah maka diperlukan untuk membuat drainase
permukaan di antara deretan tanaman jagung untuk mengalirkan genangan air atau air
limpasan untuk dibuang. Saluran drainase akan mengalirkan air ke saluran parallel dan
selanjutnya akan dibuang ke sungai, danau atau waduk di sekitar lahan budidaya.

E. Operasi dan Sistem Maintenance


Berdasarkan kasus serta gambar pada lahan monokultur jagung dimana
terdapat permasalahan terhadap air permukaan tanah dan untuk solusi dalam kasus
tersebut ialah diterapkannya drainase permukaan sebagai sistem drainase yang cocok
pada lahan tersebut. Drainase permukaan memiliki tipe drainase yaitu preventif
dengan variabel keteknikan yang panjang dengan sistem kemiringan lahan. Pada
drainase permukaan, terdapat operasi dan system maintenance atau pemeliharaan yang
berfungsi dalam hal membangun sistem yang baik dimana apabila jika tidak dibarengi
dengan operasi dan pemeliharaan dengan baik maka sistem drainase tidak dapat
berjalan serta berfungsi dengan baik. Operasi dalam sistem drainase permukaan ialah
mengurangi atau menghilangkan genangan air atau banjir yang sangat merugikan
masyarakat (Nahrisa et al., 2021). Menurut Aldiansyah (2019), air hujan yang jatuh di
suatu daerah perlu diresapkan, ditampung sementara dan dialirkan, dengan cara
pembuatan fasilitas resapan, tampungan dan saluran drainase. Sistem saluran drainase
dialirkan ke sistem yang lebih besar yaitu ke badan air penerima.
Kemudian juga terdapat system maintenance atau pemeliharaan pada drainase
permukaan, diantaranya menurut Fibrianti (2020):
a) Pemeliharaan pencegahan
Pemeliharaan ini meliputi seluruh aktivitas yang dilaksanakan untuk
memeliharan fungsi optimum dari suatu fasilitas dan kompone-komponennya
menurut suatu program pro-jadwal/pre scheduled. Pemeliharaan pencegahan
meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan pekerjaan reparasi
(overhauling alat-alat berat).
❖ Pemeliharaan rutin, adalah pekerjaan yang selalu dilakukan berulang-ulang
pada waktu tertentu misalnya setiap hari, minggu atau bulan.
❖ Pemeliharaan berkala, merupakan pekerjaan yang dilaksanakan pada waktu
tertentu misalnya setahun sekali atau setahun dua kali.
❖ Pemeliharaan khusus yang dapat dilakukan apabila prasarana dan sarana
mengalam kerusakan yang sifatnya mendadak.
❖ Rehabilitas, yang dilakukan apabila prasarana dan sarana mengalami
kerusakan yang menyebabkan bangunan menjadi tidak berfungsi.
b) Pemeliharaan koreksi
Pemeliharaan ini dilakukan untuk mencegah munculnya Kembali kegagalan
dan kerusakan suatu fasilitas, dimana aktivitas diambil atas dasar dari suatu Analisa
dari kegagalan sebelumnya. Pemeliharaan koreksi dapat meliputi pemeliharaan
khusus, rehabilitasi, serta perbaikan kapasitas (normalisasi).
Dalam pemeliharaan sistem drainase dibutuhkan suatu keorganisasi yang
dapat memberikan keluasan dan tanggung jawab kerja setiap bagian dalam susunan
struktur organisasi, yaitu:
❖ Koordinasi antar instansi, dimana adanya koordinasi antara pihak pemerintah
dengan instansi lain yang terkait misalnya dengan Telkom, PLN, atan PAM
untuk hal pekerjaan pemasangan jaringan bawah tanah sehingga masing-
masing dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan,
❖ Adanya dana yang cukup, dimana sana yang tersedia selain dapat
diperuntukkan pembangunan jaringan baru, juga diperuntukkan pemeliharaan
dan perbaikan jika ada yang rusak dan perlu segera diperbaiki,
❖ Pemeriksaan secara periodic, dimana senantiasa diadakan pemeriksaan secara
periodik dan pada saat-saat tertentu misalnya setelah terjadi hujan lebat
sehingga jika ada kerusakan dapat segera diketahui dan secepatnya diperbaiki
terutama pada tempat-tempat yang rawan (seperti daerah-daerah dengan
struktur tanahnya yang kurang baik),
❖ Pembersihan secara periodik, dimana pembersihan saluran secara periodic
terutama pada daerah-daerah yang agak datar untuk menghindari adanya
endapan lumpur, pasir atau sampah di gorong-gorong,
❖ Penyuluhan, dimana tim operasi pemeliharaan harus dapat memberikan
pengertian kepada masyarakat agar mengetahui fungsi saluran drainase
sehingga dapat berperan serta dalam pemeliharaan dan menjaga kelangsungan
fungsi sistem drainase.
(Fibrianti, 2020)
DAFTAR PUSTAKA
Adiwijaya. 2016. Perencanaan Drainase Permukaan Jalan. Link
https://bpsdm.pu.go.id/center/pelatihan/uploads/edok/2018/02/66dbb_Perencanaan
_Drainase_Permukaan_Jalan.pdf diakses 21 Mei 2022 Pukul 10.16 WIB.
Aldiansyah, R, R. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Operasional Pada Pemeliharaan Rutin Drainase di Kota Padang. Tesis. Program
Pascasarjana. Universitas Bung Hatta. Sumatera Barat.
Fibrianti, S, B. (2020). Analisa Resiko Pada Sistem Saluran Drainase di Perum Perumnas
Griya Pagutan Indah Kota Mataram. Journal Scientific of Mandalika, 1(1), 111-117.
Nahrisa, A., Nurhikmah, A., Basyar, Bustam., Hasdaryatmin, D. (2021). Analisis Kapasitas
Drainase Sinrijala Terhadap Operasi dan Pemeliharaan. Journal of Applied Civil and
Environment Engineering, 1(1),43-57.
Penulis. 2018. Karakteristik Sistem Irigasi Curah (Sprinkel Irrigation). Jurnal Agroklimat
dan Hidrologi 13(3).
Riwandi., M. Handajaningsih, dan Hasanudin. 2014. Teknik Budidaya Jagung dengan
Sistem Organik di Lahan Marjinal. Bengkulu: UNIB Press.
Suning, S., & Arifianti, E. R. (2016). Kajian Kondisi Empiris Drainase Kawasan Pesisir
menuju Sanitasi Berkelanjutan. Wahana: Tridarma Perguruan Tinggi, 67(2): 51-57.

Anda mungkin juga menyukai