Anda di halaman 1dari 17

NILAI TANGGAL PENGUMPULAN

(5 Juni 2023)
(…………..)

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGINDRAAN JAUH DASAR

ACARA : INTERPRETASI FISIOGRAFI MENGGUNAKAN CITRA HASIL


FUSI TIGA DIMENSI

Oleh :

Nama : Ashkia Janar Raihana


NIM : 3211422036
Nama Dosen : 1. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto M.Si.
2. Vina Nurul Husna S.Si.,M.Si
Nama Asisten : 1. Mohammad Bilal Suryadi (3211420039)
2. Wirdha Alifah (3211421064)

LABORATORIUM GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
A. JUDUL

INTERPRETASI FISIOGRAFI MENGGUNAKAN CITRA HASIL FUSI TIGA


DIMENSI

B. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui satuan– satuan fisiografi.

2. Mahasiswa dapat mengetahui definisi foto udara

3. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian fotogrametri

4. Mahasiswa dapat mengenal stereoskop dan bagiannya

5. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bentuk lahan yang ada pada citra google earth

C. ALAT DAN BAHAN

a. Alat

1. Laptop

2. Microsoft office

3. Opf warna biru, hitam, hijau

4. Penggaris

5. Hardboard

b. Bahan

1. Cover

2. Mika bening

3. Kertas HVS
D. DASAR TEORI

1. Definisi Foto udara

Foto udara adalah gambar atau foto yang diambil dari udara
menggunakan pesawat terbang atau drone. Foto udara digunakan dalam pemetaan,
penginderaan jarak jauh, pemantauan lingkungan, pemantauan konstruksi, survei
lahan, dan berbagai aplikasi lainnya. Foto udara dapat menampilkan tampilan luas
dari suatu area atau wilayah, dengan sudut pandang yang berbeda dari yang dapat
dilihat dari permukaan tanah. Dalam pemetaan dan penginderaan jarak jauh, foto
udara digunakan untuk mendapatkan data topografi dan informasi spasial yang
akurat tentang objek, lahan, atau fenomena tertentu.

Foto udara umumnya diambil dengan menggunakan kamera yang


terpasang pada pesawat terbang atau drone. Kamera tersebut dapat dilengkapi
dengan berbagai jenis lensa dan sensor yang memungkinkan pengambilan gambar
dengan resolusi tinggi dan kualitas yang baik. Beberapa foto udara juga dapat
diambil dengan menggunakan teknologi pemetaan khusus seperti lidar (Light
Detection and Ranging) yang menggunakan pulsa laser untuk mengukur jarak dan
menciptakan model permukaan yang terperinci. Setelah foto udara diambil, gambar
tersebut kemudian dapat diproses dan dianalisis menggunakan perangkat lunak
pemrosesan citra dan sistem informasi geografis (SIG). Data dari foto udara dapat
digunakan untuk membuat peta, memetakan pola tanaman, menganalisis perubahan
lingkungan, merencanakan pembangunan, dan banyak lagi. Foto udara
memberikan informasi visual yang luas dan mendalam tentang suatu area atau
wilayah, yang memungkinkan pengguna untuk memahami dan menganalisis
berbagai aspek geografis, topografis, dan lingkungan dengan cara yang lebih
efisien dan detail

2. Definisi Interpretasi Citra

Interpretasi citra adalah proses menganalisis dan menafsirkan informasi


yang terdapat dalam citra penginderaan jauh dengan tujuan untuk mengidentifikasi
objek, fenomena, atau kondisi yang ada di permukaan bumi. Interpretasi citra
dilakukan dengan mengamati dan membandingkan pola-pola, warna, tekstur,
bentuk, dan ukuran obyek atau fenomena yang terlihat pada citra dengan
menggunakan pengetahuan tentang lingkungan, geologi, hidrologi, vegetasi, dan
faktor lain yang dapat mempengaruhi kondisi permukaan bumi. Interpretasi citra
digunakan dalam berbagai bidang seperti pemetaan, pengelolaan sumber daya
alam, pemantauan lingkungan, dan penelitian ilmiah.

Adapun definisi interpretasi citra menurut para ahli yaitu sebagai berikut:

1. Este dan Simonett (1975), Interpretasi citra dapat didefinisikan sebagai


perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan tujuan untuk mengidentifikasi
obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut.

2. Umali 1983 berpendapat bahwa interpretasi citra adalah kegiatan permukaan


bumi yang melalui 3 tahapan yaitu Tahap analisis, citra Tahap interpretasi citra,
Tahap interpretasi disipliner terinci dan melihat dari warna serta ronanya.

3. Menurut Jensen (2005) interpretasi citra adalah proses mengubah data citra
menjadi informasi yang berguna dengan mengidentifikasi, menafsirkan, dan
mengklasifikasikan objek atau fenomena yang terlihat pada citra. Proses ini
melibatkan penggunaan perangkat lunak komputer untuk analisis citra.

4. Menurut Lu and Weng (2007) interpretasi citra adalah proses mengidentifikasi,


mengklasifikasikan, dan memperoleh informasi dari citra pengindraan jauh. Proses
ini melibatkan pengamatan visual dan analisis citra, serta penggunaan teknologi
seperti sistem informasi geografis (GIS) dan analisis spasial untuk memperoleh
informasi yang lebih detail dan akurat

Sehingga dapat disimpulkan bahwa interpretasi citra adalah sebuah


proses menganalisis dan memahami sebuah citra atau gambar yang diambil dari
satelit atau pesawat udara yang melintas pada area yang diamati sehingga
mendapatkan informasi dari citra tersebut yang dapat berguna dalam
keberlangsungan pemetaan dan lain-lain.

3. Pengertian Fotogrametri

Fotogrametri adalah ilmu atau teknik yang di gunakan untuk mengukur


dan memetakan suatu objek permukaan bumi dari foto yang diambil oleh satelit.
Kemudian, foto-foto tersebut dianalisis untuk menentukan posisi dan orientasi
relatif antara kamera dan objek yang difoto. Selanjutnya, foto-foto tersebut diproses
secara komputer untuk menghasilkan data yang berguna seperti peta, model 3D,
atau data lainnya. Fotogrametri sering digunakan dalam pemetaan lahan,
pemantauan perubahan permukaan bumi, pemetaan bangunan dan infrastruktur,
serta dalam bidang-bidang lain seperti arkeologi, pemetaan hutan, dan survei
geologi. Metode ini dapat memberikan informasi yang akurat dan detail tentang
objek atau area yang diukur dengan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan
metode pengukuran konvensional.Dalam perkembangannya, teknologi
fotogrametri semakin didukung oleh perangkat lunak dan peralatan yang canggih,
termasuk penggunaan drone untuk pengambilan foto udara. Hal ini telah
memungkinkan fotogrametri menjadi metode yang lebih cepat, efisien, dan akurat
dalam pemetaan dan pengukuran. Fotogrametri adalah metode pengukuran dan
pemetaan yang menggunakan fotografi sebagai dasar untuk menentukan posisi,
bentuk, dan ukuran objek di permukaan bumi. Sedangkan Interpretasi citra adalah
proses mengidentifikasi, menganalisis, dan memberikan makna pada informasi
yang terkandung dalam citra atau data citra.

4. Pengertian dan Satuan Fisiografi

Fisiografi adalah kenampakan berupa tinggi rendah atau kasar halus


suatu kenampakan yang ada di muka bumi. Fisiografi mengacu pada analisis dan
interpretasi fitur permukaan bumi menggunakan data yang diperoleh dari satelit
atau sensor udara. Dalam hal ini, fisiografi berkaitan dengan pemetaan dan
pemahaman tentang fitur fisik, topografi, dan komposisi permukaan bumi.
Penginderaan jauh memanfaatkan berbagai jenis sensor untuk mengumpulkan data
tentang radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh
permukaan bumi. Data tersebut kemudian dianalisis dan digunakan untuk
mengidentifikasi dan menggambarkan fitur-fitur fisiografi yang ada.

Satuan fisiografi adalah satu bagian permukaan bumi yang memiliki ciri-
ciri topografi, struktur, karakteristik fisik, dan sejarah geologi dan geomorfik yang
berbeda dengan satuan lainnya. Bentukan-bentukan landform yang relatif sama
atau mirip proses pembentukan dan dinamikanya disebut satuan (unit) fisiografis.
Satuan fisiografis mengintegrasikan berbagai unsur seperti jenis batuan, jenis
tanah, iklim. Dengan demikian satu satuan fisiografis memiliki kesesuaian
penggunaan lahan yang sama atau memiliki tipe vegetasi yang spesifik. Pembagian
fisiografi atas beragam sistem seperti: pegunungan, perbukitan, vulkanik, karst,
aluvial, dataran sampai marin. Satu satuan fisiografi merupakan satu sistem yang
menjadi kerangka dalam mengintegrasikan data fisik dan biotik dimana unsur lain
seperti jenis tanah, litologi, dan vegetasi menjadi subsistem dalam sistem ini.
5. Pengertian Fusi Citra dan metode fusi citra

Fusi citra adalah proses menggabungkan dua atau lebih citra ke dalam
satu citra, dengan mempertahankan fitur penting dari masing-masing gambar. Fusi
citra menurut Vrabel (1996) dalam Sitanggang (2004) merupakan proses
penggabungan citra yang memiliki resolusi spektral tinggi (multispektral dan
hyperspektral) dengan citra resolusi spasial tinggi (pankromatik) dengan cara
resampling atau mengubah pixel citra ke citra dengan resolusi spasial yang tinggi.

Fusi citra adalah salah satu cara untuk menyelesaikan masalah gambar
yang tidak fokus hasil dari penggunaan kamera non-profesional. Fusi citra juga
dapat digunakan dalam penginderaan jauh, pengamatan, dan aplikasi medis. Dalam
penelitian ini, diusulkan teknik fusi citra baru dengan menggunakan SIFT (Scale
Invariant Feature Transform) sebagai registrasi citra. Prosedur fusi dilakukan
dengan mencocokkan fitur gambar SIFT menggunakan RANSAC dan kemudian
menggabungkan dua citra dengan aturan rata-rata piksel. Langkah terakhir
membandingkan hasil fusi citra menggunakan QABF, intensitas rata-rata piksel
dan standard deviasi. Hasil eksperimental menunjukkan bahwa metode yang
diusulkan mengungguli teknik fusi konvensional, terutama untuk citra yang
mengalami translasi atau rotasi.

6. Stereoskop

Stereoskop adalah sebuah perangkat atau teknik yang digunakan untuk


menciptakan efek tiga dimensi (3D). Stereoskop bekerja dengan memanfaatkan
perbedaan pandangan mata kanan dan kiri untuk menciptakan ilusi kedalaman.
Dalam alam nyata, mata manusia melihat objek dari dua sudut pandang yang sedikit
berbeda, karena posisi mata kanan dan kiri yang terpisah. Informasi yang diterima
oleh mata ini kemudian diolah oleh otak untuk menghasilkan persepsi kedalaman.

Dalam stereoskop, gambar atau objek ditampilkan dalam dua pandangan


yang berbeda, satu untuk setiap mata. Biasanya, ini dilakukan dengan
menggunakan sepasang lensa atau layar terpisah untuk setiap mata. Saat seseorang
melihat gambar-gambar ini melalui perangkat stereoskop, mata kanan hanya
melihat gambar yang ditujukan untuk mata kanan, dan mata kiri hanya melihat
gambar yang ditujukan untuk mata kiri. Ini menciptakan efek tiga dimensi ketika
otak menggabungkan informasi dari kedua mata.

Bagian-bagian dari stereoskop ini meliputi lensa cembung, sepasang


prisma/cermin, cermin perak, tiang penyangga, dan lensa binokuler. Ke;ebihan
stereoskop ini dapat melakukan perbesaran dengan penambahan lensa binokuler,
daerah yang diamati lebih luas daripada stereoskop saku, dan dapat menampakkan
satu lembar foto udara secara penuh. Kekurangan Stereoskop ini yaitu ukurannya
yang besar sehingga tidak praktis (lebih sukar jika dibawa ke lapangan), harga
relatif mahal, dan jika ditambahkan dengan binokuler maka akan memperkecil
daerah yang diamat.
E. LANGKAH KERJA

1. Mahasiswa dan asisten praktikum menyiapkan alat dan bahan.

2. Mahasiswa mendengarkan penjelasan asisten praktikum

3. Mahasiswa menanyakan kepada asisten praktikum jika ada yang kurang mengerti

4. Mahasiswa dibagikan citra bentuk lahan yang nantinya akan di identifikasi

5. Mahasiswa melakukan pengamatan pada citra hasil fusi


6. Mahasiswa melakukan identifikasi satuan fisiografis yang terindetifikasi
7. Mahasiswa melakukan deliniasi pada citra bentuk lahan
8. Mahasiswa melakukan layout pada hasil deliniasi
9. Mahasiswa mencari berbagai sumber untuk Menyusun laporan praktikum
10. Mahasiswa Menyusun laporan praktikum secara sistematis

11. Mahasiswa mengumpulkan laporan praktikum dengan tepat waktu pada asisten
praktikum
F. PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

a. Peta tentatif fisiografis hasil identifikasi (terlampir)

b. Tabel interpretasi fisiografis (terlampir)


2. Analisis

Pada praktikum kali ini yaitu Interpretasi Fisiografi Menggunakan Citra


hasil Fusi Tiga Dimensi. Yaitu dengan menggabungkan dua atau lebih citra ke
dalam satu citra, dengan mempertahankan fitur penting dari masing-masing
gambar, gabungan beberapacitra dimasukkan menjadi citra komposit tunggal yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah gambar yang tidak fokus hasil dari
penggunaan kamera non-profesional.

Pada praktikum ke-6 kita diberikan foto udara yang bersumber dari
google earth yang berupa bentuk lahan fluvial, lalu setelah itu dilakukan deliniasi
terhadap bentuk lahan apa saja yang ada pada bentuk lahan fluvial tersebut.

Bentuklahan asal proses fluvial menurut Suharsono (1988) dalam Heru


Pramono dan Arif Ashari (2013:118) dihasilkan oleh kerja aliran sungai, dalam hal
ini terutama pada daerah-daerah deposisi seperti lembah sungai besar dan dataran
aluvial. Prosess kerja aliran sungai yang menghasilkan bentuklahan fluvial meliputi
tiga bagian yang saling berkaitan yaitu erosi, transportasi, dan sedimentasi. Karena
saling berkaitan ketiga proses ini sering disebut tiga tahap dari aktivitas tunggal.
Tahap dalam proses ini diawali dengan erosi, kemudian pengangkutan, dan
sedimentasi. Apabia lereng atau debit aliran permukaan semakin kecil, kecepatan
dan energi aliran juga enjadi keciil. Maka pada tahap ini terjadi sedimentasi karena
tenaga untuk mengangkut material hasil erosi juga berkurang.

Bentuk lahan fluvial yang terdapat pada citra google earth tersebut antara
lain yang pertama yaitu meander. Meander atau sungai yang berkelok, secara
umum artinya tikungan pada peredaran air atau sungai berliku-liku. Sebuah
Meander terbentuk ketika air beranjak di sungai mengikis tepi luar dan
memperlebar lembah nya. Sebuah sirkulasi air pada volume berapapun bisa
mengakibatkan jalur air menjadi berkelok-kelok, berkali kali mengikis endapan
atau sedimen dari luar tikungan dan mengendapkannya mereka pada dasar sungai.
Hasilnya ialah pola meliuk seperti ular menerus sepanjang watershed atau wilayah
aliran sungai. Meandering ditimbulkan terjadinya ekses muatan sedimen waktu
banjir, ketika terjadi ekses peredaran turbulen. Pada bentuk lahan tersebut meander
di gambarkan dengan tekstur halus dan rona cerah berwarna putih kebiruan.
Lalu bentuk lahan yang kedua yaitu terdapat sawah tadah hujan yang
memiliki pola mengelompok berbentuk persegi dengan rona cerah berwarna hijau.
Sawah tadah hujan merupakan jenis sawah sistim perairannya sangat bergantung
pada hujan, tanpa bangunan-banguna irigasi permanen. Penanaman padi akan
dimulai ketika memasuki musim penghujan. Lahan tadah hujan merupakan
lumbung padi kedua setelah lahan sawah irigasi. Namun ada beberapa
permasalahan yang menonjol pada lahan tersebut yakni produktivitas masih rendah
disebebkan pasokan air hujan yang sulit dipridiksi. Selain itu kesuburan dan pH
tanah rendah, sifat fisik tanah kompak, permasalahn tersebut menjadi hambatan
dalam produksi padi sawah tadah hujan. Ekosistem sawah tadah hujan cukup
berbeda dengan ekosistem sawah irigasi, dimana pada awal musim hujan padi
ditanam, menjelang kemarau masih ada air, dapat ditanam palawija atau sayuran
karena penanamannya bergantung pada musim hujan.

Lalu bentuk lahan yang ketiga yaitu gosong sungai yang terdapat pada
tengah sungai berbentuk oval seperti pulau kecil yang berwarna coklat dikarenakan
terdapat edapan sedimen sungai. Gosong sungai adalah kumpulan-kumpulan
sedimen (pasir atau kerikil) yang telah diendapkan oleh aliran sungai pada tubuh
sungai. Gosong sungai umumnya ditemukan pada bagian sungai yang memiliki
aliran air yang tenang dan lambat dan pada bagian yang terdangkal, gosong sungai
umumnya terletak saling sejajar terhadap tepian sungai dan menempati area terjauh
dari meander sungai.

Lalu bentuk lahan yang ke empat yaitu bentuk lahan sungai rectangular
yang memiliki bentuk memanjang seperti patahan dan bercabang lalu memiliki
rona cerah berwarna putih kebiruan yang tampak jelas berdekatan dengan beberapa
vegetasi. Secara umum, sungai yang mempunyai pola aliran rektangular tersebut
alirannya akan dikontrol oleh struktur geologi, seperti halnya struktur rekahan dan
juga struktur patahan. Sungai yang mempunyai pola aliran rektangular umumnya
terjadi pada struktur batuan yang beku. Sungai dengan jenis pola aliran ini biasanya
memiliki bentuk yang lurus mengikuti arah patahan. Adapun ciri-ciri dari sungai
dengan pola aliran ini yaitu bentuk sungainya tegak lurus dan merupakan hasil dari
saluran-saluran air yang mengikuti pola yang berasal dari struktur geologi. Pola
aliran sungai rektangular pada umumnya berkembang di batuan yang tahan
terhadap erosi dan tipenya mendekati seragam tapi dikontrol oleh rekahan yang
berasal dari dua arah dan mempunyai sudut yang saling tegak lurus. Cabang-cabang
dari pola aliran sungai ini biasanya akan membentuk sudut tumpul dengan sungai
utamanya.

Lalu yang kelima yaitu terdapat bentuk lahan berupa point bar,
Bentuklahan ini banyak dijumpai pada sungai yang sedang mengalami meandering,
yaitu terbentuk oleh pengendapan material di dalam alur sungai dan berlangsung
pada saat yang bersamaan dengan erosi ke arah samping pada sisi yang berlawanan.
Di dalam point bar terdapat igir-igir (scroll) yang diantaranya diselingi aleh alur-
alur (swales) dengan kedudukan hampir sejajar satu sama lain. Secara umum
tekstur material point bar tergantung pada keadaan sedimen yang terangkut oleh
aliran sungai pada saat banjir, namun demikian swales cenderung terisi material
halus. Menurut Arbogast dalam Heru Pramono dan Arif Ashari (2013:131)
menjelaskan deposisi sedimen dalam proses pembentukan point bar terjadi pada
bagian dalam meander karena aliran sungai pada bagian tersebut relatif lemah.
Sebaliknya dijumpai pada bagian yang berlawanan, dimana terjadi pemotongan
lereng oleh erosi sungai pada sisi luar meander karena tingginya kecepatan aliran
pada bagian tersebut.
G. KESIMPULAN
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah, Foto udara adalah foto yang diambil
dari udara menggunakan pesawat terbang atau drone. Biasanya, kamera ditempatkan di
pesawat atau drone, dan foto-foto diambil dari ketinggian yang bervariasi. Teknik ini
memungkinkan fotografer atau peneliti untuk mendokumentasikan atau memetakan
area luas dengan sudut pandang yang luas. Interpretasi citra adalah proses menganalisis
dan mendeskripsikan fenomena yang ada pada citra penginderaan jauh agar nantinya
dapat diidentifikasi objek, kenampakan dan penutup lahan yang ada pada permukaan
bumi. Fotogrametri adalah suatu teknik yang digunakan dalam pengukuran atau
pemetaan suatu objek yang ada di permukaan bumi melalui sebuah foto yang diambil
dari satelit.
Bentuk lahan fluvial adalah bentuk-bentuk geografis yang terbentuk akibat
proses erosi, transportasi, dan deposisi oleh sungai dan sistem sungai. Pada citra google
earth yang sudah di deliniasi ditemukan bentuk lahan berupa meander yaitu lengkungan
yang terbentuk oleh perubahan alur sungai yang meliuk-liuk dengan tekstur halos, rona
cerah berwarna putih kebiruan. Lalu terdapat sawah tadah hujan yaitu sistem pertanian
di mana pertanian padi dilakukan dengan memanfaatkan air hujan sebagai sumber air
utama untuk irigasi tanaman, sawah tadah hujan tersebut memiliki tekstur halus dengan
rona agak gelap berwarna hijau. Lalu terdapat gosong sungai yaitu daerah yang
terbentuk di sepanjang aliran sungai di mana endapan sedimen atau kerikil terkumpul.
Gosong sungai biasanya terbentuk di bagian sungai yang memiliki aliran air yang lebih
lambat, seperti di tikungan sungai atau di bagian belakang bendungan. Lalu terdapat
sungai rectangular yaitu bentuk alur sungai yang memiliki karakteristik geometris yang
relatif lurus dan berbentuk persegi atau rectangular yang memiliki rona cerah berwarna
putih kebiruan yang berasosiasi dengan sawah. Dan yang terakhir point bar yaitu fitur
geologis yang terbentuk di sepanjang bagian dalam tikungan (inner bend) sungai yang
berkelok. Point bar terbentuk melalui proses pengendapan sedimen oleh aliran sungai
di bagian dalam tikungan yang memiliki kecepatan aliran lebih rendah. Proses
terbentuknya point bar melibatkan pengangkutan dan pengendapan sedimen oleh
sungai.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. 2015. Pengolahan Citra Penginderaan Jarak Jauh Menggunakan ENVI 5.1 dan
ENVI LiDAR (Teori dan Praktek). Jakarta: PT. LABSIG INDERAJA ISLIM.

Gischa, Serafica. 2022. “Pengertian Penginderaan Jauh dan Komponennya”.


https://www.kompas.com/skola/read/2022/06/04/160000569/pengertian-
penginderaan-jauh-dan-komponennya?page=all. (diakses pada 4 Juni 2023 pukul 18.35
WIB)

Hussein, Saddam. 2022. “Interpretasi Citra Penginderaan Jauh: Pengertian dan Unsur-
Unsurnya (Contoh+Gambar)”. https://geospasialis.com/interpretasi-citra/. (diakses
pada 4 Juni 2023 pukul 14.24 WIB)

River, T., & Das, S. S. (2016). Vertical sequences of lithofacies in point bar and natural levee
deposits ,. International Journal of Environmental Sciences, 6(5), 746–757.

Suwargana, N. 2013. Resolusi spasial Temporal dan Spektral pada Satelit Landsat, Spot dan
Ikonos. Jurnal Ilmiah Widya. 1(2): 167-174.

Verstappen, H. (1983). Applied geomorphology. Amsterdam: Elsevier.

Wijayanti, D. A., & Gunawan, T. (2017). Pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk ekstraksi
parameter laju erosi-sedimentasi di daerah aliran sungai. Universitas Gadjah Mada.
LAMPIRAN

a. Peta tentatif fisiografis hasil identifikasi (terlampir)


b. Tabel interpretasi fisiografis (terlampir)
No Klasifikasi Fisiografis Keterangan
1 Meander Tekstur: halus
Bentuk: memanjang
Ukuran: besar memanjang
Pola: berkelok-kelok
Rona: cerah
Warna: putih kebiruan
Situs: sungai sungai kecil
Asosiasi: gosong sungai
2 Sawah tadah hujan Tekstur: halus
Bentuk: persegi
Ukuran: kecil
Pola: mengelompok
Rona: agak gelap
Warna: hijau
Situs: vegetasi
Asosiasi: tanah
3 Gosong sungai Tekstur: halus
Bentuk: melingkar atau oval
Ukuran: kecil
Pola: mengelompok
Rona: gelap
Warna: coklat
Situs: endapan sungai
Asosiasi: sungai
4 Sungai rectangular Tekstur: halus
Bentuk: memanjang dan
bercabang
Ukuran: memanjang
Pola: bercabang
Rona: cerah
Warna: putih kebiruan
Situs: vegetasi
Asosiasi: sawah tadah hujan
5 Point bar Tekstur: kasar
Bentuk: tidak memiliki bentuk
Ukuran: kecil
Pola: mengelompok
Rona: agak gelap
Warna: hitam
Situs: meander sungai
Asosiasi: sungai

Anda mungkin juga menyukai