Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Citra


Pengertian citra dari beberapa ahli yaitu menurut Hornby, citra merupakan
gambaran yang terekam oleh kamera atau oleh sensor lainnya. Sedangkan
Simonett mengutarakan dua pengertian tentang citra yaitu : Pertama, gambaran
obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh
sebuah lensa atau sebuah cermin. Kedua, gambaran rekaman suatu obyek
(biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-
optik, optik mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak
langsung direkam pada film.” (Sutanto, 1994:6)
Kata citra atau yang dikenal secara luas dengan kata “gambar” dapat
diartikan sebagai suatu fungsi intensitas cahaya dua dimensi, yang dinyatakan
oleh f(x,y), di mana nilai atau amplitudo dari f pada koordinat spasial (x,y)
menyatakan intensitas (kecerahan) citra pada titik tersebut.
Citra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu citra diam (still
Images) dan citra bergerak (Imoving images). Citra diam adalah citra tunggal yang
tidak bergerak. Sedangkan citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang
ditampilkan secara beruntun (sekuensial), sehingga member kesan pada mata
sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra didalam rangkaian itu disebut frame.
Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau televise pada
hakekeatnya terdiri dari ratusan sampai ribuan frame (Sitorus,Syahriol dkk,2006)

2.2 Pengolahan Citra Digital


Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-
hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras,
transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala,
transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang
optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau
deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan
kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan
waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra, sedangkan output-nya
adalah citra hasil pengolahan.(T.Sutoyo,2009)
Pada pengenalan wajah proses capture sangat menentukan tingkat
kesulitan dalam komputasinya, salah satunya bahwa dalam setiap proses capture
ternyata cahaya, warna, posisi, skala, dan kemiringan menjadi suatu masalah yang
perlu diperhatikan. Citra digital merupakan representatif dari citra yang diambil
oleh mesin dengan bentuk pendekatan berdasarkan sampling dan kuantisasi.
Sampling menyatakan besarnya kotak-kotak yang disusun dalam baris dan kolom.
Dengan kata lain sampling pada citra menyatakan besar kecilnya ukuran pixel
(titik) pada citra, dan kuantisasi menyatakan besarnya nilai tingkat kecerahan yang
dinyatakan dalam nilai tingkat keabuan (grayscale) sesuai dengan jumlah bit biner
yang digunakan oleh mesin dengan kata lain kuantisasi pada citra menyatakan
jumlah warna yang ada pada citra.

2.3 Pengenalan Pola


Pola adalah entitas yang terdefinisi atau didefinisikan melalui ciri-cirinya
(feature). Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan pola
yang lainnya. Ciri yang baik adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinngi,
sehingga pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan
dengan keakuratan yang tinggi (Sitorus, Syahriol dkk, 2006).
Pengenalan pola merupakan cabang dari kecerdasan buatan yang saat ini
berkembang pesat untuk mendukung aspek keamanan suatu sistem. Saat ini,
aplikasi-aplikasi pengenalan pola juga sudah sangat beragam, di antaranya:
1. Voice recognition yang menggunakan pengenalan suara sebagai kunci bagi
pengguna sistem.
2. Fingerprint identification yang menggunakan pengenalan sidik jari sebagi
kunci telah dipakai secara luas sebagai pengganti password atau pinuntuk
mengakses sistem tertentu.
3. Face identification yang menggunakan pengenalan wajah sebagai kunci bagi
pengguna sistem, bahkan saat ini badan penegak hukum sedang
mengembangkan sistem untuk mengidenfikasi para buronan dengan
melakukan scanning pada wajah para pelaku kejahatan yang sudah di-
database-kan berdasarkan foto pelaku kejahatan tersebut.
4. Handwriting identification yang menggunakan pengenalan tulisan yang telah
secara luas digunakan oleh sistem perbankan untuk membuktikan pelaku
transaksi adalah orang yang benar-benar berhak.
5. Optical Character Recognition (OCR) yang secara luas digunakan pada
counter pengecekan barang.
6. Robot vision yang digunakan oleh aplikasi robotik dalam mengenali objek
tertentu pada lingkungan yang unik.

2.3.1 Komponen Sistem Pengenalan Pola


Sistem pengenalan pola dasar terdiri dari (Al Fatta, Hanif, 2009):
1. Sensor
Sensor digunakan untuk menangkap objek yang ciri atau feature-nya akan
diekstraksi.
2. Mekanisme Pre-processing
Mekanisme pengolahan objek yang ditangkap oleh sensor, bagian ini biasanya
digunakan untuk mengurangi kompleksitas ciri yang akan dipakai untuk proses
klasifikasi.
3. Mekanisme Pencari Feature
Bagian ini digunakan untuk mengekstraksi ciri yang telah melalui tahapan pre-
processing untuk memisahkannya dari kumpulan ciri-ciri yang tidak
diperlukan dalam proses klasifikasi dari suatu objek.
4. Algoritma Pemilah
Pada tahapan ini klasifikasi dilakukan dengan menggunakan algoritma
klasifikasi tertentu. Hasil dari tahapan ini adalah klasifikasi dari objek yang
ditangkap ke dalam kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
2.4 Pengenalan Wajah (Face Recognition)
Secara umum sistem pengenalan citra wajah dibagi menjadi dua jenis,
yaitu sistem feature-based dan sistem image-based. Pada sistem pertama
digunakan ciri yang diekstraksi dari komponen citra wajah seperti mata,hidung,
mulut, dan lain-lain yang kemudian dimodelkan secara geometris hubungan
antara ciri-ciri tersebut. Sedangkan pada sistem ke dua menggunakan informasi
mentah dari piksel citra yang kemudian direpresentasikan dalam metode tertentu,
misalnya seperti Principal Component Analysis (PCA) atau transformasi wavelet
yang digunakan untuk klasifikasi indentitas citra (Al Fatta, Hanif, 2009).
Alan Brooks pernah mengembangkan sebuah penelitian yang
membandingkan dua algoritma yaitu Eigenface dan Fisherface. Penelitian ini
difokuskan pada perubahan pose wajah apakah mempengaruhi akurasi pengenalan
wajah. Diberikan database latih berupa foto wajah manusia, kemudian digunakan
untuk melatih sebuah sistem pengenalan wajah, setelah proses latihan selesai,
diberikan sebuah masukan image yang sebenarnya sama dengan salah satu image
wajah pada fase latihan tetapi dengan pose yang berbeda. Sistem juga diharapkan
punya sensitifitas minimal terhadap pencahayaan.
Sistem dikembangkan dengan dua algoritma yaitu Eigenface dan
Fisherface, dan dibandingkan hasilnya. Kedua teknik menghasilkan hasil yang
memuaskan tetapi ada beberapa perbedaan Pada Eigenface kompleksitas
komputasi lebih sederhana daripada Fisherface. Dari segi efektifitas karena
perubahan pose Fisherface memberikan hasil yang lebih baik, bahkan dengan data
yang lebih terbatas. Teknik Eigenface juga lebih sensitif terhadap pencahayaan
dibandingkan dengan Fisherface (Purwanto, Ari).

2.5 Eigenface
Salah satu arti perkataan “eigen” didalam bahasa Jerman adalah
“asli”(“proper”); nilai eigen juga dikatakan nilai asli (proper value), nilai
karateristik (characteristic value) atau akar laten (latent root) oleh beberapa
penulis.
Eigenface adalah kumpulan dari eigenvektor yang digunakan untuk
masalah computer vision pada pengenalan wajah manusia. Banyak penulis lebih
menyukai istilah eigenimage, dan teknik ini telah digunakan untuk pengenalan
tulisan tangan, pembacaan bibir, pengenalan suara dan pencitraan medis.
Eigenface adalah sekumpulan standardize face ingredient yang diambil
dari analisis statistik dari banyak gambar wajah (Layman dalam Al Fatta, Hanif,
2009).
Persamaan 𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝜆𝜆𝜆𝜆 ditemukan pada banyak aplikasi aljabar linear. Jika
persaamaan tersebut mempunyai penyelesaian tak nol x, maka 𝜆𝜆 disebut sebagai
nilai eigen (eigenvalue) dari A dan x disebut sebagai vector eigen (eigenvector)
yang memiliki oleh 𝜆𝜆. (Howard,A.1981)
Untuk mencari nilai eigen dan vector eigen pembahasannya lebih lanjut
sebagai berikut:

2.5.1 Eigenvalue dan Eigenvector


Nilai eigenvalue dari suatu matriks bujursangkar merupakan polynomial
karakteristik dari matriks tersebut; jika λ adalah eigenvalue dari A maka akan
ekuivalen dengan persamaan linier (A – λI) v = 0 (dimana I adalah matriks
identitas) yang memiliki pemecahan non-zero v (suatu eigenvector), sehingga
akan ekuivalen dengan determinan
det (A – λI) = 0 (2.1)
Fungsi p(λ) = det (A – λI) adalah sebuah polynomial dalam λ karena
determinan dihitung dengan sum of product. Semua eigenvalue dari suatu matriks
A dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan pA(λ) = 0. Jika A adalah
matriks ukuran n x n, maka pA memiliki derajat n dan A akan memiliki paling
banyak n buah eigenvalue.
Jika eigenvalue λ diketahui, eigenvector dapat dicari dengan memecahkan:
(A – λI) v = 0 (2.2)
Dalam beberapa kasus dapat dijumpai suatu matriks tanpa eigenvalue, misalnya:
0 1
� �
−1 0
dimana karakteristik bilangan polynomialnya adalah λ2 + 1 sehingga eigenvalue
adalah bilangan kompleks i, -i. Eigenvector yang berasosiasi juga tidak riil.
Jika diberikan matriks:
2 1
𝐴𝐴 = � �
1 3

maka polynomial karakteristiknya dapat dicari sebagai berikut:


(2 − 𝜆𝜆) −1
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 � � = 𝜆𝜆2 − 5𝜆𝜆 + 6 = 0
0 3 − 𝜆𝜆
ini adalah persamaan kuadrat dengan akar-akarnya adalah λ = 2 dan λ = 3.

Adapun eigenvector yang didapat ada dua buah. Eigenvector pertama


dicari dengan mensubtitusikan λ = 3 ke dalam persamaan. Misalnya 𝑌𝑌0 adalah
eigenvector yang berasosiasi dengan eigenvalue λ = 3. Set 𝑌𝑌0 dengan nilai:
𝑋𝑋0
𝑌𝑌0 = � �
𝑌𝑌0

Kemudian subtitusikan 𝑌𝑌0 dengan v pada persamaan:


( A – λI) v = 0

sehingga diperoleh:
(2 − 3)𝑋𝑋0 + (−𝑌𝑌0 ) = 0

0 + (3 − 3)𝑌𝑌0 = 0
dapat disederhanakan menjadi:
−𝑋𝑋0 − 𝑌𝑌0 = 0 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑌𝑌0 = −𝑋𝑋0

sehingga eigenvector untuk eigenvalue λ = 3 adalah:


𝑋𝑋0 𝑋𝑋 1
𝑌𝑌0 = � � = � 0 � = 𝑋𝑋0 � �
𝑌𝑌0 −𝑌𝑌0 −1
Hubungan antara eigenvalue dan eigenvector dari suatu matriks digambarkan oleh
persamaan :
𝑀𝑀. 𝜈𝜈𝑖𝑖 = 𝜆𝜆𝑖𝑖 . 𝜈𝜈𝑖𝑖 (2.3)

dimana v adalah eigenvector dari matriks M dan λ adalah eigenvalue. Terdapat n


buah eigenvector dan eigenvalue dalam sebuah nxn matriks.
Prinsip dasar dari pengenalan wajah adalah dengan mengutip informasi unik wajah
tersebut kemudian di-encode dan dibandingkan dengan hasil decode yang
sebelumnya dilakukan. Dalam metode eigenface, decoding dilakukan dengan
menghitung eigenvector kemudian direpresentasikan dalam sebuah matriks yang
berukuran besar.
Algoritma Eigenface secara keseluruhan cukup sederhana. Image Matriks (Γ)
direpresentasikan ke dalam sebuah himpunan matriks (Γ1 , Γ2 , … , Γ𝑛𝑛 ). Cari nilai rata-
rata (Ψ) dan gunakan untuk mengekstraksi eigenvector (v) dan eigenvalue (λ) dari
himpunan matriks. Gunakan nilai eigenvector untuk mendapatkan nilai eigenface dari
image. Apabila ada sebuah image baru atau test face (Γ𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 ) yang ingin dikenali,
proses yang sama juga diberlakukan untuk image (Γ𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 ), untuk mengekstraksi
eigenvector (v) dan eigenvalue (λ), kemudian cari nilai eigenface dari image test face
(Γ𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 ). Setelah itu barulah image baru (Γ𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 ) memasuki tahapan pengenalan dengan
menggunakan metode euclidean distance. Tahapan selengkapnya yaitu:
Tahapan Perhitungan Eigenface:
1. Langkah pertama adalah menyiapkan data dengan membuat suatu himpunan S
yang terdiri dari seluruh training image Γ1 , Γ2 , … , Γ𝑀𝑀 .
S = {Γ1 , Γ2 , … , Γ𝑀𝑀 }

2. Langkah kedua adalah ambil nilai tengah atau mean (Ψ)


1
Ψ = 𝑀𝑀 ∑𝑀𝑀
𝑛𝑛=1 Γ𝑛𝑛 (2.4)

3. Langkah ketiga kemudian cari selisih (Ф) antara training image (Γ𝑖𝑖 ) ( dengan
nilai tengah (Ψ)
Φi = Γ𝑖𝑖 − Ψ (2.5)

4. Langkah keempat adalah menghitung nilai matriks kovarian (C)


1
𝐶𝐶 = 𝑀𝑀 ∑𝑀𝑀 𝑇𝑇
𝑛𝑛=1 Φ𝑛𝑛 Φ𝑛𝑛 = 𝐴𝐴𝐴𝐴
𝑇𝑇
(2.6)

𝐿𝐿 = 𝐴𝐴𝑇𝑇 𝐴𝐴 𝑇𝑇
𝐿𝐿 = Φ𝑚𝑚 Φ𝑛𝑛

5. Langkah kelima menghitung eigenvalue (λ) dan eigenvector (v) dari matriks
kovarian (C)
𝐶𝐶 × 𝑣𝑣𝑖𝑖 = 𝜆𝜆𝑖𝑖 × 𝑣𝑣𝑖𝑖 (2.7)

6. Langkah keenam, setelah eigenvector (v) diperoleh, maka eigenface (µ) dapat
dicari dengan :
μi = ∑𝑀𝑀
𝑘𝑘=1 v𝑙𝑙𝑙𝑙 𝜙𝜙𝑘𝑘 (2.8)
𝑙𝑙 = 1, … , 𝑀𝑀

Tahap pengenalan :

1. Sebuah image wajah baru atau test face (Γ𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 ) akan dicoba untuk dikenali,
pertama terapkan cara pada tahapan pertama perhitungan eigenface untuk
mendapatkan nilai eigenface dari image tersebut.

𝜇𝜇𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 = 𝑣𝑣. ( Γ𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 − Ψ) (2.9)


Ω = [𝜇𝜇1 , 𝜇𝜇2 , . . , 𝜇𝜇𝑀𝑀 ′ ]
2. Gunakan metode Eucladien Distance untuk mencari jarak (distance)
terpendek antara nilai eigenface dari training image dalam database
dengan eigenface dari image test face.
𝜀𝜀𝑘𝑘 = ||Ω − Ω𝑘𝑘 || (2.10)

2.6 Mikrokontroler
Mikrokontroler adalah suatu sistem komputer lengkap dalam satu chip. Lengkap
dalam artian memiliki unit CPU, port I/O (paralel dan serial), timer, counter,
memori RAM untuk penyimpanan data saat eksekusi program, dan memori ROM
tempat dari mana perintah yang akan dieksekusi. Dan merupakan suatu komponen
elektronik kecil yang mengendalikan operasi komponen elektronik lain pada suatu
sirkuit elektronik.

2.6.1 Bahasa Pemrograman Mikrokontroler ATMega8535


Pemrograman mikrokontroler ATMega8535 dapat menggunakan low level
language (assembly) dan high level language (C, Basic, Pascal, Java, dll)
tergantung compiler yang digunakan. Bahasa Assembler mikrokontroler AVR
memiliki kesamaan instruksi, sehingga jika pemrograman satu jenis
mikrokontroler AVR sudah dikuasai, maka akan dengan mudah menguasai
pemrograman keseluruhan mikrokontroler jenis mikrokontroler AVR. Namun
bahasa assembler relatif lebih sulit dipelajari dari pada bahasa C. Untuk
pembuatan suatu proyek yang besar akan memakan waktu yang lama serta
penulisan programnya akan panjang. Sedangkan bahasa C memiliki keunggulan
dibanding bahasa assembler yaitu independent terhadap hardware serta lebih
mudah untuk menangani project yang besar.
Bahasa C memiliki keuntungan-keuntungan yang dimiliki bahasa
assembler (bahasa mesin), hampir semua operasi yang dapat dilakukan oleh
bahasa mesin, dapat dilakukan dengan bahasa C dengan penyusunan program
yang lebih sederhana dan mudah. Bahasa C terletak diantara bahasa pemrograman
tingkat tinggi dan assembly.

2.6.2 Arsitektur AVR ATMega 8535


Mikrokontroler AVR memiliki arsitektur RISC 8 bit, dimana semua intruksi
dikemas dalam kode 16-bit dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 (satu)
siklus clock, berbeda dengan instruksi MCS51 yang membutuhkan 12 siklus
clock. Selain itu AVR berteknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing).
Secara garis besar arsitektur mikrokontroler ATMega8535 memiliki
bagian sebagai berikut :
1. Port I/O 32 bit, yang dikelompokkan dalam Port A, Port B, Port C dan
Port D.
2. Analog to Digital Converter 10-bit sebanyak 8 input.
3. Timer/counter sebanyak 3 buah dengan compare mode.
4. CPU 8 bit yang terdiri dari 32 register.
5. SRAM sebesar 512 byte.
6. Memory Flash sebesar 8 Kbyte dengan kemampuan read while write.
7. Interupsi Internal maupun eksternal.
8. Port Komunikasi SPI.
9. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi.
10. Analog Comparator.
11. Komunikasi serial standar USART dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps.
Frekuensi clock maksimum 16 MHz.
12. PORT USART untuk komunikasi serial.

Gambar 2.1 Blok Diagram dan Arsitektur ATmega 8535


Media penyimpan program berupa flash memory, sedangkan penyimpan
data berupa SRAM (Static Random Acces Memory) dan EEPROM (Electrical
Erasable Programmable Read Only Memory). Untuk komunikai data tersedia
fasilitas SPI (Serial Peripheral Interface), USART (Universal Shynchronous and
Asyncrhonous Serial Receiver and Transmitter), serta TWI (Two-wire Serial
Interface). Di samping itu terdapat fitur tambahan, antara lain AC (Analog
Comparator), 8 kanal 10-bit ADC (Analog to Digital Converter), 3 buah
Timer/Counter, WDT (Watchdog Timer), manajemen penghematan daya (Sleep
Mode), serta osilator internal 8 Mhz. seluruh fitur terhubung ke bus 8 bi. Unit
interupsi menyediakan sumber interupsi hingga 21 macam.

2.6.3 Konfigurasi pin Mikrokontroler ATmega 8535


Di bawah merupakan konfigurasi pin mikrokontroler AVR ATmega 8535 yaitu :
1. VCC : merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan pin catu daya.
2. GND : merupakan pin ground.
3. Port A (PA0..PA7 : merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan ADC.
4. Port B (PB0..PB7) : merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu timer/counter, komparator analog dan SPI.
5. Port C (PC0..PC7) : merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu TWI, komparator analog, input ADC dan Timer Oscilator.
6. Port D (PD0..PD7) : merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus
yaitu komparator analog, interupsi eksternal dan komunikasi serial.
7. RESET : merupakan pin yang digunakan untuk mereset mikrokontroler.
8. XTAL1 dan XTAL2 : merupakan pin masukan clock eksternal.
9. AVCC : merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.
10. AREF : merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.
(Lingga.W.2006)
Gambar 2.2 Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATmega8535

2.7 Motor DC
Peranti mikroprosesor pada umumnya sangat terbatas dalam kemampuan mancatu
daya pada keluarnya, tidak lebih 20mA. Ini tentunya tidak mencukupi untuk
menggerakkan peralatan seperti motor, pemanas, lampu, atau lain-lainnya,
sehingga dibutuhkan rangkaian penggerak berupa penguat daya (power amplifier)
atau saklar daya. Dalam sistem kontrol juga dibutuhkan penginderaan keluaraan
sistem sebagai umpan balik, yang dalam banyak hal berupa kecepatan. Sinyal
masukan bagi pengontrol ini dapat berupa sinyal analog maupun sinyal diskrit
(sederhana pulsa).
Salah satu komponen yang sangat banyak digunakan dalam sistem
tertanam adalah motor, baik motor dc (arus searah), maupun motor ac (arus bolak-
balik) atau motor stepper. Pengontrolan motor DC meliputi pengendalian mati-
hidup, daya (torsi), arah putaran dan kecepatan. Pengontrolan mati-hidup tentuny
dapat dilakukan dengan menggunakan sakelar elektronik yang dikendalikan dari
bandar keluaran. Pengontrolan lainnya pada umumnya membutuhkan umpan
balikk dari keluaran yang diidera/diukur dengan sensor arus, posisi rotor,
kecepatan putaran, atau arah putaran.
Motor dc dapat berfungsi sebagai motor apabila didalam motor listrik
tersebut terjadi proses konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik. Motor
dc itu sendiri memerlukan suplai tegangan yang searah pada kumparan jangkar
dan kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Pada motor dc
kumparan medan disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan
jangkar disebut rotor (bagian yang berputar).

Gambar 2.3 Bagian-Bagian Motor DC

Bagian – bagian motor dc secara umum, yaitu :


1. Badan Mesin
Badan mesin ini berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluks magnet yang
dihasilkan kutub magnet, sehingga harus terbuat dari bahan
ferromagnetik. Fungsi lainnnya adalah untuk meletakkan alat-alat tertentu
dan mengelilingi bagian-bagian dari mesin, sehingga harus terbuat dari
bahan yang benar-benar kuat, seperti dari besi tuang dan plat campuran
baja.
2. Inti kutub magnet dan belitan penguat magnet
Inti kutub magnet dan belitan penguat magnet ini berfungsi untuk
mengalirkan arus listrik agar dapat terjadi proses elektromagnetik.
Adapun aliran fluks magnet dari kutub utara melalui celah udara yang
melewati badan mesin.
3. Sikat-sikat
Sikat-sikat ini berfungsi sebagai jembatan bagi aliran arus jangkar dengan
bebas, dan juga memegang peranan penting untuk terjadinya proses
komutasi.
4. Komutator
Komutator ini berfungsi sebagai penyearah mekanik yang akan dipakai
bersama-sama dengan sikat. Sikat-sikat ditempatkan sedemikian rupa
sehingga komutasi terjadi pada saat sisi kumparan berbeda.
5. Jangkar
Jangkar dibuat dari bahan ferromagnetik dengan maksud agar kumparan
jangkar terletak dalam daerah yang induksi magnetiknya besar, agar ggl
induksi yang dihasilkan dapat bertambah besar.
6. Belitan jangkar
Belitan jangkar merupakan bagian yang terpenting pada mesin arus
searah, berfungsi untuk tempat timbulnya tenaga putar motor.

2.7.1 Motor servo


Motor servo adalah sebuah motor DC dengan sistem umpan balik tertutup di mana
posisi rotor-nya akan diinformasikan kembali ke rangkaian kontrol yang ada di
dalam motor servo. Motor ini terdiri dari sebuah motor DC, serangkaian gearbox,
potensiometer, dan rangkaian kontrol. Potensiometer berfungsi untuk menentukan
batas sudut dari putaran servo. Sedangkan sudut dari sumbu motor servo diatur
berdasarkan lebar pulsa yang dikirim melalui kaki sinyal dari kabel motor servo.

Gambar 2.4 Contoh motor Servo


2.7.1.1 Prinsip kerja motor servo
Motor servo dikendalikan dengan memberikan sinyal modulasi lebar pulsa (Pulse
Wide Modulation / PWM) melalui kabel kontrol. Lebar pulsa sinyal kontrol yang
diberikan akan menentukan posisi sudut putaran dari poros motor servo. Sebagai
contoh, lebar pulsa dengan waktu 1,5 ms (mili detik) akan memutar poros motor
servo ke posisi sudut 90⁰. Bila pulsa lebih pendek dari 1,5 ms maka akan berputar
ke arah posisi 0⁰ atau ke kiri (berlawanan dengan arah jarum jam), sedangkan bila
pulsa yang diberikan lebih lama dari 1,5 ms maka poros motor servo akan
berputar ke arah posisi 180⁰ atau ke kanan (searah jarum jam).

Gambar 2.5 Sinyal Lebar pulsa motor servo

Ketika lebar pulsa kendali telah diberikan, maka poros motor servo akan
bergerak atau berputar ke posisi yang telah diperintahkan, dan berhenti pada
posisi tersebut dan akan tetap bertahan pada posisi tersebut. Jika ada kekuatan
eksternal yang mencoba memutar atau mengubah posisi tersebut, maka motor
servo akan mencoba menahan atau melawan dengan besarnya kekuatan torsi yang
dimilikinya (rating torsi servo). Namun motor servo tidak akan mempertahankan
posisinya untuk selamanya, sinyal lebar pulsa kendali harus diulang setiap 20 ms
(mili detik) untuk menginstruksikan agar posisi poros motor servo tetap bertahan
pada posisinya.

2.8 Webcam
2.8.1 Defenisi webcam
Webcam (web camera) adalah sebutan bagi kamera real-time (bermakna
keadaan pada saat ini juga) yang gambarnya bias diakses atau dilohat melalui
world Wide Web, rogram instant messaging atau aplikasi video call. Webcam atau
webcamera adalah sebuah kamera video digital kecil yang dihubungkan ke
computer melalui port USB ataupun port COM.
Sekarang ini web camera yang ada dipasaran pada umumnya erbagi
kedalam dua tipe : web camera permanen (fixed)dan revolving web camera. Pada
web camera permanen terdapat pengapit untuk mengapit lensa standart di posisi
yang diinginkan untuk menangkap gambar pengguna. Sedangkan pada revoling
web camera terdapat landasan dan lensa standart dipasang di landasan tersebut
sehingga dapat disesuaikan ke sudut pandang yang terbaik untuk menangkap
gambar pengguna. Berikut contoh webcam laptop.

Gambar 2.6 webcam Laptop

2.8.2 Cara Kerja Webcam


Cara kerja webcam adalah sebuah web camera yang sederhana terdiri dari
sebuah lensa standart, dipasang disebuah papan sirkuit untuk menangkap sinyal
gambar, casing (cover), termasuk casing depan dan casing samping untuk
menutupi lensa stadart dan memiliki sebuah lubang lensa di casing depan yang
berguna untuk memasukkan gambar; kabel support, yang dibuat dari bahan yang
fleksibel, salah satu ujungnya dihubungkan dengan papan sirkuit dan ujung satu
lagi memiliki connector, kabel ini dkontrol untuk menyesuaikan ketinggian, arah
dan sudut pandang web camera.
Sebuah web camera biasanya dilengkapi dengan software, software ini
mengambil gambar-gambar dari kamera digital secara terus menerus ataupun
dalam interval waktu tertentu dan menyiarkannya melalui koneksi internet.

2.9 USB to TTL sebagai Komunikasi Data Serial


Untuk dapat berkomunikasi antara mikrokontroler dengan PC, maka diperlukan
suatu penyetaraan level tegangan. Besarnya level tegangan komunikasi serial
untuk mikrokontroler diantara 0 – 3,3volt. Akan tetapi untuk tegangan komunikasi
serial computer sekitar -15 sampai 15volt. Agar kedua piranti dapat
berkomunikasi satu sama lain maka diperlukan sebuah converter agar level
tegangannya setara. Salah satu converter yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan kabel USB to serial converter yaitu USB TTL yang dihubungkan
dengan komputer.
Mikrokontroler terhubunng langsung dengan USB to TTL melalui pin 14
(RXD), pin 15(TXD) dan pin 11 (GND). USB to TTL, menggunakan PL2303
ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.7 Bentuk Fisik USB to TTL

Anda mungkin juga menyukai