Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KIMIA ANALISIS TERAPAN

Udara ambien – Bagian 2 : Cara uji kadar nitrogen dioksida (NO2) dengan
metoda Griess Saltzman menggunakan spektrofotometer.

OLEH
KELOMPOK I

1. Nurzam Zamy
2. Reni Anggraini
3. Albert
4. Abdurrazaq Habib Fadhilah
5. Resilta Khairunnisah
6. Yonanda Ramadhanty

Dosen pengampu: Martina Asti Rahayu, M. Si.

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2018
I. Pendahuluan

1.1 Latar belakang


Nitrogen dioksida (NO2) merupakan bahan polutan udara terpenting,
yaitu sebagai salah satu komponen utama yang memberikan kontribusi
terhadap kualitas udara maupun kualitas air hujan (hujan asam) yang terjadi,
disamping sulfur dioksida (SO2). Berbagai cara telah banyak digunakan untuk
menganalisa kadar NO2 udara ambien, baik yang kovensional, seperti dengan
metode TEA plate, maupun yang sudah menggunakan teknologi tinggi seperti
alat monitoring otomatis yang banyak ditempatkan pada stasiun tempat
monitor kualitas udara diperkotaan padat lalu lintas maupun daerah industri.
Metoda passive sampler ini, dikembangkan berdasarkan hukum Fick
dan hukum Henry, sangat mudah untuk mengukur polutan-polutan udara di
luar ruangan (outdoor) maupun di dalam ruangan (indoor), dan dapat
dikembangkan untuk menganalisa sekaligus beberapa polutan secara simultan.
Disamping itu, beberapa keunggulan dapat diperoleh seperti sangat
mudah untuk pengambilan sampel, tidak diperlukan batery maupun pompa
saat pengambilan sampel, tidak terpengaruh perubahan cuaca seperti oleh
kecepatan/arah angin, kelembaban udara dIl.
Berdasarkan keunggulan-keunggulan ini, berbagai jenis passive sampler
dikembangkan seperti oleh E. Yamada dan T. Korenaga dkk. yang telah
mengembangkan passive sampler untuk mengukur kadar gas SO 2 udara
ambien. Disamping untuk mengukur bahan polutan secara terpisah, passive
sampler ini juga telah dikembangkan untuk menganalisa secara simultan
beberapa polutan sekaligus seperti pengukuran gas NO2 dan gas S02 .
Dalam paper ini, penulis mencoba memperkenalkan metode passive
sampler, yang merupakan metode baru untuk menganalisa kadar gas NO 2 udara
ambien, yang telah dikembangkan oleh Yanagisawa guna mengukur kadar gas
NO2 udara ambien di berbagai lokasi di Jakarta dan sekitarnya.
Udara adalah suatu kesatuan ruangan, di mana makhluk hidup berada
di dalamnya. Udara dikatakan “normal“ dan dapat mendukung kehidupan
manusia, apabila kadarnya tidak melebihi Baku Mutu Udara Ambien (BMUA)
dalam peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang
tertuang dalam PP nomor 41 tahun 1999. Ada beberapa polutan yang dijadikan
sebagai tolak ukur untuk menentukan udara tersebut tercemar atau tidak,
yaitu NO2, SO2, CO, H2S, NH3, O3, dan TSP. Jika salah satu polutan memiliki
kadar yang melebihi BMUA, maka udara di daerah tersebut dikatakan tercemar.
Gas Nitrogen Dioksida (NO2) sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. NO2
merupakan faktor yang berperan penting dalam pencemaran udara. Sebagai
bahan pencemar, sumber pencemar gas NO2 dapat berasal dari sumber alami
seperti berasal dari aktivitas bakteri disamping itu, aktivitas manusia juga
merupakan penyebab terjadinya pencemaran udara. dari kegiatan-kegiatan
yang menggunakan proses pembakaran pada temperatur yang cukup tinggi.
1.2 Rumusan masalah
1. Berapakah tingkat tercemarnya NO2 udara ambien di wilayah jakarta
dan sekitarnya.
2. Mengetahui penerapan dari metode passive sampler dalam pengukuran
NO2 udara ambien.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kandungan NO2 udara ambien dengan menggunakan
metode passive sampler.
2. Mengetahui secara langsung penggunaan alat passive sampler dalam
penentuan NO2 udara ambien.
I. PEMBAHASAN
1.1 Ruang lingkup
Standar ini digunakan untuk penentuan nitrogen dioksida di udara
ambien menggunakan metoda Griess Saltzman.

Lingkup pengujian meliputi :

a). Cara pengambilan contoh uji gas nitrogen dioksida menggunakan


larutan penjerap.

b). Cara perhitungan volume contoh uji gas yang dijerap.

c). Cara penentuan gas nitrogen dioksida, NO2 di udara ambien


menggunakan metoda Griess Saltzman secara spektrofotometri pada
panjang gelombang 550 nm dengan kisaran konsentrasi 0,005 ppm
sampai 5 ppm udara atau 0,01 µg/L sampai dengan 10 µg/L.

1.2 Acuan Normatif


ASTM D 1607-91 (1995), Test method for nitrogen dioxide content of the
atmosphere(Griess-Saltzman Reaction).

1.3 Istilah dan definisi


1. Udara ambien
Udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan
dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur
lingkungan hidup lainnya.
2. µg/Nm3
Satuan ini dibaca sebagai microgram per normal meter kubik, notasi N
menunjukkan satuan volume hisap udara kering dikoreksi pada kondisi
normal (25°c,760 mmHg).
3. Impinger fritted bubbler
4. Wadah tempat pengambil contoh uji yang dilengkapi dengan ujung
silinder gelas yang berada di dasar labu dengan maksimum diameter
porositas 60µ (micron) yang berguna untuk mengefesiensikan penjerap
gas nitrogen dioksida ke dalam larutan penjerap.
5. Larutan induk
6. Larutan standar konsentrasi tinggi yang digunakan untuk membuat
larutan standar konsentrasi lebih rendah.
7. Larutan standar
8. Larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui untuk digunakan
sebagai pembanding di dalam pengujian.
9. Kurva kalibrasi
10. Grafik yang menyatakan hubungan antara konsentrasi larutan standar
dengan hasil pembacaan serapan dan merupakan suatu garis lurus.
11. Larutan penjerap
12. Larutan yang dapat menjerap analat.
13. Blanko laboratorium
14. Larutan penjerap yang diperlakukan sebagai kontrol kontaminasi selama
preparasi dan penentuan contoh uji di laboratorium.
15. Blanko lapangan
16. Larutan penjerap yang diperlakukan sebagai kontrol kontaminasi selama
pengambilan contoh uji.
17. Pengendalian mutu
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk memantau kesalahan analisis,
baik berupa kesalahan metoda, kesalahan manusia, kontaminasi,
maupun kesalahan pengambilan contoh uji dan perjalanan ke
laboratorium.
1.4 Cara Uji
1. Prinsip
Gas nitrogen dioksida dijerap dalam larutan Griess Saltzman sehingga
membentuk suatu senyawa azo dye berwarna merah muda yang stabil
setelah 15 menit. Konsentrasi larutan ditentukan secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.
2. Bahan
a). hablur asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H)
b). larutan asam asetat glasial ( CH3COOH pekat)
c). air suking bebas nitrit
d). larutan induk –(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida (NEDA,
C12H16Cl2N2)
1. Larutkan 0,1 g NEDA dengan air suling ke dalam labu ukur
100 ml, kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda tera lalu
homogenkan.
2. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol coklat dan
disimpan di lemari pendingin.
CATATAN : Larutan ini stabil selama 1 bulan yang disimpan dalam
lemari pendingin.
e). aseton (C3H6O)
f). larutan penjerap Griess Saltzman
1. Larutkan 5 g asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H) dalam gelas piala
1000 ml dengan 140 ml asam asetat glasial, aduk secara hati-hati
dengan stirrer sambil ditambahkan dengan air suling hingga kurang
lebih 800 ml.
2. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1000 ml.
3. Tambahkan 20 ml larutan induk NEDA dan 10 ml aseton,
tambahkan air suling hingga tanda tera, lalu homogenkan.
CATATAN : Pembuatan larutan penjerap ini tidak boleh terlalu lama
kontak dengan udara. Masukan larutan penjerap tersebut ke dalam
botol pyrex berwarna gelap dan simpan dalam lemari pendingin. Larutan
ini stabil selama 2 bulan.
g). larutan induk nitrit (NO2)
1. Keringkan natrium nitrit (NaNO2) dalam oven selama 2 jam
pada suhu 105°c dan dinginkan dalam desikator.
2. Timbang 0,246 g natrium nitrit yang tersebut diatas, kemudian
larutkan ke dalam labu ukur 100 ml dengan air suling, tambahkan air
suling hingga tanda tera, lalu homogenkan.
3. Pindahkan larutan tersebut ke dalam botol coklat dan simpan
di lemari pendingin.
CATATAN : Larutan ini stabil selama 3 bulan.
h). larutan standar nitrit (NO2)
Masukkan 10 ml larutan induk natrium nitrit ke dalam labu ukur 1000
ml, tambahkan air suling hingga tanda tera, lalu homogenkan.
3. Peralatan
a). peralatan pengambilan contoh uji NO2 seperti gambar 2 (setiap unit
peralatan disambung dengan silicon dan tidak mengalami kebocoran)
b). labu ukur 100 ml dan 1000 ml
c). pipet mikro 0,0 ml; 0,1 ml; 0,2 ml; 0,4ml; 0,6ml; 0,8ml; dan 1,0 ml
atau buret mikro
d). gelas ukur 100 ml
e). gelas piala 100 ml, 500 ml, dan 1000 ml
f). tabung uji 25 ml
g). spektrofotometer dilengkapi kuvet
h). neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg
i). oven
j). botol pyrex berwarna gelap
k). desikator
l). alat destilasi; dan
m). kaca arloji

4. Pengambilan Contoh Uji


 Susun peralatan pengambilan contoh uji seperti pada gambar 2.
 Masukkan larutan penjerap Griess Saltzman sebanyak 10 mL ke
dalam botol penjerap. Atur botol penjerap agar terlindung dari hujan
dan sinar matahari langsung.
 Hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir 0,4
L/menit, setelah stabil catat laju alir awal (F1).
 Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam dan catat temperatur
dan tekanan udara.
 Setelah 1 jam catat laju alir akhir (F2) dan kemudian matikan pompa
penghisap.
 Analisis dilakukan di lapangan segera setelah pengambilan contoh uji.
CATATAN: Bila pengoksidasi atau pereduksi hadir, pengukuran harus sudah
dilakukan maksimum 1 jam setelah pengambilan contoh uji.

5. Persiapan Pengujian
Pembuatan Kurva Kalibrasi

a) Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat.


b) Masukkan masing-masing 0,0 mL; 0,1 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL;
0,8 mL dan 1,0 mL larutan standar nitrit menggunakan pipet
volumetrik atau buret mikro ke dalam tabung uji 25 mL.
c) Tambahkan larutan penjerap sampai tanda tera. Kocok dengan baik
dan biarkan selama 15 menit agar pembentukan warna sempurna.
d) Ukur serapan masing-masing larutan standar dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
e) Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah NO2 (µg).
6. Pengujian Contoh Uji
a) Masukkan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat
spektrofotometer, lalu ukur intensitas warna merah muda yang
terbentuk pada panjang gelombang 550 nm.
b) Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi dengan
menggunakan kurva kalibrasi.
c) Lakukan langkah-langkah 4.6 butir a dan b untuk larutan penjerap
yang diukur sebagai larutan blanko.
7. Perhitungan
Konsentrasi NO2 Dalam Larutan Standar

Jumlah NO2 (µg) tiap 1 mL larutan standar yang digunakan dapat


dihitung dengan rumus sebagai berikut:
a 46 1 10
NO2 = × × × × 106
100 69 f 100
dengan pengertian:

NO2 = jumlah NO2 dalam larutan standar NaNO2 (µg/mL);

a = berat NaNO2 yang ditimbang (g);

46 = berat molekul NO2;

69 = berat molekul NaNO2;

f = faktor yang menunjukkan jumlah mol NaNO2 yang menghasilkan warna


yang setara dengan 1 mol NO2 (nilai f = 0,82);

10/1000 = faktor pengenceran dari larutan induk NaNO2;

106 = konversi dari gram ke µg.

CATATAN: Apabila jumlah NaNO2 yang ditimbang tepat 0,246 g dan


diperlakukan sesuai langkah 4.2 butir e) dan f), maka 1 mL larutan standar
NaNO2 sebanding dengan 20 µg NO2.

Volume Contoh Uji Udara Yang Diambil


Volume contoh uji udara yang diambil, dihitung pada kondisi normal
(25°C, 760 mmHg) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
F1 + F2 Pa 298
V= ×t× ×
2 Ta 700

dengan pengertian:

V = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25°C, 760 mmHg;

F1 = laju alir awal (L/menit);

F2 = laju alir akhir (L/menit);

t = durasi pengambilan contoh uji (menit);

Pa = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg);

Ta = temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji (K);

298 = konversi temperatur pada kondisi normal (25°C) ke dalam Kelvin;

760 = tekanan udara standar (mmHg)

Konsentrasi NO2 Di Udara Ambien

Konsentrasi NO2 dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
b 10
C= × × 1000
V 25
dengan pengertian:

C = konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm3);

b = jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva kalibrasi (µg);

V = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25°C,760 mmHg;

10/25 = faktor pengenceran;

1000 = konversi liter ke m3.

2. 5 Jaminan mutu dan pengendalian mutu


Jaminan mutu
a) Gunakan bahan kimia berkualitas murni (p.a.).
b) Gunakan alat gelas yang terkalibrasi dan bebas kontaminasi.
c) Gunakan alat ukur laju alir (flow meter), termometer, barometer dan alat
spektrofotometer yang terkalibrasi.
d) Untuk menghindari terjadinya penguapan yang berlebihan dari larutan
penjerap dalam
botol penjerap, maka gunakan aluminium foil atau boks pendingin sebagai
pelindung
terhadap matahari.
e) Hindari pengambilan contoh uji pada saat hujan.
Pengendalian mutu
1. Uji blanko

a) Uji blanko laboratorium


Menggunakan larutan penjerap sebagai contoh uji (blanko) dan
dikerjakan sesuai dengan penentuan contoh uji untuk mengetahui kontaminasi,
baik terhadap pereaksi yang digunakan maupun terhadap tahap-tahap selama
penentuan di laboratorium.

b) Uji blanko lapangan


Menggunakan larutan penjerap sebagai contoh uji (blanko) dan
dikerjakan sesuai dengan penentuan contoh uji untuk mengetahui kontaminasi,
baik terhadap pereaksi yang digunakan maupun terhadap tahap-tahap selama
penentuan di lapangan.

2. Linearitas kurva kalibrasi


Koefisien korelasi (r) lebih besar atau sama dengan 0,998 (atau sama
dengan kemampuan laboratorium yang bersangkutan) dengan intersepsi lebih
kecil atau sama dengan batas
deteksi.

CATATAN Jaminan dan pengendalian mutu diberlakukan sesuai dengan


kebijaksanaan laboratorium yang bersangkutan.
2.6 Jurnal Pembanding “Penerapan Metode Passive Sampler Untuk Analisa
NO2 Udara Ambien Di Beberapa Lokasi Di Jakarta Dan Sekitarnya”

Pada jurnal ini, penulis menggunakan metode passive sampler untuk


menganalisis kadar dari NO2 diudara ambien di beberapa lokasi di Jakarta.
Metode passive sampler sendiri merupakan suatu metode untuk analisa kadar
NO2 diudara dimana analisis tersebut didasarkan pada hukum Fick dan hukum
Henry. Metode ini dinilai mudah untuk mengukur polutan-polutan udara baik
diluar ruang maupun di dalam ruang, selain itu juga metode ini dapat
digunakan untuk menganalisa beberapa polutan secara simultan. Beberapa
keunggulan dari metode ini yaitu sangat mudah dalam pengambilan sampel
polutan, tidak terpengaruh pada cuaca, dan alat yang digunakan tidak
memerlukan baterai ataupun pompa untuk pengambilan sampel.

Pada jurnal ini penulis menggunakan passive sampler jenis Yanagizawa,


yang mana passive sampler jenis ini memiliki diffusion layer yang melindungu
filler penyerap gas NO2. Berikut ini adalah gambar dari passive sampler jenis
Yanagizawa.

Secara umum sampler ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian diffusi
dan bagian penyerapan. Diffusion zone ini terdiri dari lapisanlapisan bahan
terbuat dari polytetrafluorethylene. Lapisan ini digunakan untuk melindungi
bagian penyerapan terhadap kecepatan angin yang dapat mempengaruhi proses
reaksi maupun penyerapan gas NO2 ke dalam lapisan penyerap. Sedangkan
bagian penyerapan terbuat dari filter cellulose yang mengandung larutan
triethanolamine (TEA), yang berfungsi sebagai bahan penyerap gas NO2.

Perhitungan gas NO2 untuk pasive sampler jenis Yanagizawa dapat di


gunakan persamaan garis lurus dari hubungan konsentrasi dengan absorbansi
yang terukur pada alat spektrofotometer sehingga persamaannya dapat tuliskan
sebagai berikut :

( I-I0 ) = (3,65 x 10-6) x M

Dimana l adalah absorbansi setelah penyerapan gas NO2, lo adalah


absorbansi sebelum penyerapan gas NO2, M adalah jumlah gas NO2 yang
terserap pada passive sampler dan bilangan (3,65 x 10-6) adalah konstanta yang
diperoleh dari kalibrasi.

Dari persamaan diatas dilakukan penurunan lagi sehingga di peroleh hasil


perhitungan seperti berikut : fNO2 = 55 x (I - lo)

Dalam metode passive sampler ini pada saat analisa sampel terjadi reaksi
pembentukan senyawa diazo berdasarkan mekanisme reaksi Griess sebagai
berikut:
HNO2 + HO3S-C6H4-N+ H3 (Asam Sulfanilat) HO3S-C6H4-N+ N +H2O

HO3S-C6H4-N+N + C10H7-NH-CH2-CH2-NH2 (N-(1-napntyl)-ethylenediamine


dihydrochloride) HO3S-C6H4-N=N-C10H6-NH-CH2-CH2-NH2 (Senyawa diazo)

Senyawa diazo yang terbentuk merupakan senyawa berwarna oranye


kemerah-merahan yang dapat dianalisa menggunakan spektropotometer pada
panjang gelombang (λ) 525 nm.

Pengambilan sampel untuk gas NO2 dipilih berdasarkan pada asumsi


bahwa lokasi di dalam kota memiliki tingkat polusi udara yang lebih tinggi
dibanding dengan lokasi di luar kota Jakarta seperti Serpong maupun daerah
perbatasan JakartaTangerang yaitu Kecamatan Pondok Aren, Daerah Tingkat ll
Kabupaten Tangerang. Peta lokasi dapat dilihat pada gambar berikut :
Lokasi pengambilan sampel tersebut adalah:1. Puspiptek Serpong
(Kabupaten Dati II Tangerang), 2. Perumahan Pondok Safari Indah (Kabupaten
Dati ll Tangerang), 3. Jalan Bangka (Kodya Jakarta Selatan), 4. Cakung (Kodya
Jakarta Timur) dan 5. Gedung BPPT (Kodya Jakarta Pusat). Pengambilan
sampel dilaksanakan pada bulan Januari-Maret serta bulan Agustus untuk
lokasi Puspitek Serpong dan Jalan Bangka. Sedangkan ketiga lokasi yang
lainnya, pengambilan sampel hanya dilaksanakan pada bulan Agustus.

Untuk menganalisa NO2 dalam sampler, pertama-tama filter penyerap


dikeluarkan dari badge dengan mengikuti petunjuk yang diberikan Analisa
kandungan NO2 dilaksanakan dengan angkah-langkah sebagai berikut:

1. Filter penyerap yang telah menyerap NO2, dimasukkan ke dalam


tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan Salzman.

2. Mengocok larutan di atas selama 10 menit pada suhu antara 25°C -


30°C, dan mengulangi sampai 4 kali sehingga seluruh NO2 yang terserap
dalam filter bereaksi sempurna dengan pereaksi.

3. Memindahkan larutan ke dalam cell quarsa ukuran 10 mm, mengukur


absorbansi larutan (I) menggunakan detektor spektropotometer pada λ
525 nm. (Dalam pengukuran absorbansi ini dipakai larutan Salzman
sebagai larutan pembanding).

4. Untuk memperoleh absorbansi larutan blanko (lo), mengulang langkah-


langkah 1~ 3 di atas dengan menggunakan filter penyerap yang belum
digunakan untuk sampling.
5. Dari hasil absorbansi sampel dan absorbansi blanko, maka kadar NO 2
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (11),yaitu f NO2= 55 x (l –
lo).

Hasil pengukuran harian kadar NO2 di lokasi Puspiptek, serpong dan


Jalan Bangka, Jakarta Selatan dapat dilihat pada gambar berikut :

Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa secara umum kadar


NO2 di jalan Bangka, Jakarta Selatan (dalam hal ini dianggap mewakili kualitas
udara kota Jakarta) hampir 3 (tiga) kali lipat nilai yang diperoleh dari lokasi
Puspiptek Serpong (yang dianggap mewakili kualitas udara luar kota).
Buruknya kualitas udara Jakarta ini, diduga sebagian besar merupakan
kontribusi dari emisi kendaraan yang cukup padat setiap hari.

Dengan asumsi bahwa bulan Januari mewakili musim hujan dan bulan
Agustus mewakili musim kemarau, hasil penelitian menunjukkan bahwa
kualitas NO2 udara ambien hampir tidak mengalami perbedaan yang berarti
untuk musim yang berbeda. Hal ini berbeda dengan negara-negara sub-tropis,
dimana perbedaan musim sangat mempengaruhi kadar NO2 di udara. Pada
musim panas akan terjadi peruraian NO2 sebagai akibat terjadinya reaksi
potokimia (photochemical reaction) dengan radikal bebas OH yang disebabkan
oleh kuatnya radiasi matahari dimusim panas.

Hasil rata-rata pengukuran NO2 di beberapa lokasi. Dari lokasi-lokasi


tersebut tampak bahwa kualitas udara semakin buruk untuk wilayah-wilayah
dalam kota dibanding lokasi luar kota. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari
lokasi pengambilan sampel seperti yang tertera pada gambar 1 di atas. Sebagai
wilayah yang jauh dari kota Jakarta, Puspiptek serpong masih dipandang
sebagai wilayah yang mempunyai udara segar. Selanjutnya Komplek
perumahan Pondok Safari indah yang teretak di perbatasan DKI dengan
Propinsi Jawa Barat, meskipun kualitas NO2 nya lebih buruk dibanding dengan
Puspiptek, namun masih jauh berada dibawah nilai ambang batas yang
ditetapkan (15 0 ppb, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara) sehingga masih cukup layak sebagai wilayah
pemukiman. Untuk lokasi lokasi di dalam kota Jakarta, meskipun nilai NO 2 nya
juga masih dibawah nilai ambang batas yang ditetapkan, tetapi terlihat semakin
ke dalam kota, mempunyai kecenderungan meningkat.

Untuk mengetahui kemampuan minimum metode ini dalam menganalisa


kadar NO2 di udara ambien, dicoba membandingkan hasil sampling di dalam
ruangan (indoor) dan diluar ruangan (outdoor) suatu Hotel yang terletak di
Jakarta Pusat. Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
cukup besar antara kadar NO2 dalam ruangan (3,1 ppb) dan diluar ruangan
(21,2 ppb). Dari percobaan ini dapat dinyatakan pula bahwa passive sampler
dapat menganalisa NO2 pada kadar yang cukup rendah, sehingga cukup layak
untuk digunakan sebagai alat memonitor kualitas NO2, baik memonitor daerah
yang belum tercemar maupun daerah-daerah yang telah tercemar berat seperti
daerah-daerah industri.
2.7 Jurnal pembanding “Penerapan Metode Ordinary Kriging Pada Pendugaan
Kadar No2 Di Udara Kota Semarang”.
Pada jurnal ini, penulis menggunakan metode Ordinary Kriging pada
pendugaan kadar no2 di udara kota Semarang. Kriging merupakan suatu
metode analisis data geostatistika yang digunakan untuk menduga besarnya
nilai yang mewakili suatu titik yang tidak tersampel berdasarkan titik tersampel
yang berada di sekitarnya dengan menggunakan model struktural
semivariogram. Kriging juga merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menonjolkan metode khusus yang meminimalkan variansi dari hasil
pendugaan. Jika dilihat secara umum, metode Kriging adalah suatu metode
analisis geostatistik untuk menginterpolasi suatu nilai kandungan sebagai
contoh kandungan mineral, berdasarkan data sapel yang diambil di tempat-
tempat yang tidak beraturan.
Tahapan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menguji apakah data yang digunakan mengandung pencilan atau tidak
karena Ordinary Kriging dapat diaplikasikan jika data tidak mengandung
pencilan. Jika data mengandung pencilan, pencilan tersebut harus
dibuang atau tidak diikutsertakan pada saat pengolahan atau analisis
data.
2. Menghitung nilai semivariogram eksperimental. Nilai semivariogram
eksperimental diperoleh dari titik sampel.
3. Menghitung nilai semivariogram teoritis menggunakan nilai sill dan range
yang didapat dari perhitungan semivariogram eksperimental.
4. Melakukan analisis struktural, yaitu membandingkan nilai semivariogram
eksperimental dengan ketiga model semivariogram teoritid dan
menentukan model terbaik dengan cara memilih nilai MSE terkecil.
5. Selanjutnya dilakukan pendugaan Ordinary Kriging.
Metode Ordinary Kriging dapat diaplikasikan pada data yang tidak
mengandung trend. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
konsentrasi NO2 di udara, maka dapat dikatakan bahwa data menyebar,
sehingga data tidak mengandung trend.
Jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 26 data.
Maka banyak interval kelas yang akan terbentuk untuk menghitung nilai
semivariogram eksperimental adalah sebanyak 6 kelas berdasarkan persamaan
(6).
Untuk menentukan pasangan data mana saja yang akan masuk kedalam satu
kelas, terlebih dahulu dihitung interval jarak dalam satu kelas dengan cara
jarak terjauh antar pos dibagi 6, sehingga didapat interval dalam satu kelas
sebesar 0,031787.
Langkah seanjutnya menghitung nilai semivariogram eksperimental untuk tiap
kelas menggunakan persamaan (5).

Parameter - parameter tersebut adalah Sill dan Range. Untuk nilai Sill
diperoleh dari nilai varian data, yaitu 7,0181. Nilai Range diperoleh dari nilai
tengah “jarak” yang nilai semivariogramnya mendekati nilai Sill atau varian
data. Semivariogram yang nilainya paling mendekati nilai Sill ada pada kelas 5
yaitu, 7,7637 yang memiliki batas atas 0,127148 dan batas bawah 0,153985.
Maka dari itu diperoleh nilai Range sebesar 0,143041.
Kedua parameter yang telah diperoleh akan digunakan untuk
menghitung semivariogram teoritis. Berdasarkan persamaan (7), maka
perhitungan semivariogram teoritis untuk model spherical, eskponensial dan
gaussian dapat dilihat pada Tabel 2.

Setelah diperoleh nilai dari masing-masing model, selanjutnya dilakukan


perbandingan antara semivariogram eksperimental dengan ketiga model
semivariogram teoritis, dan didapat model spherical memiliki nilai MSE paling
kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model spherical adalah model terbaik
untuk digunakan dalam pendugaan menggunakan metode Ordinary Kriging.
Setelah model semivariogram terbaik dipilih, yaitu spherical, selanjutnya
digunakan untuk menduga konsentrasi kandungan NO2 di sejumlah kelurahan
di Kota Semarang yang berjumlah 177 kelurahan. Titik pertama yang akan
dilakukan pendugaan adalah Kelurahan Ngesrep (110,426475 ; 7,038031) yang
dilambangkan dengan titik P.
Untuk memperoleh suatu penduga di titik P (110,426475 ; 7,038031)
dari 26 titik observasi yang diketahui yaitu, dengan bobot masing-masing untuk
persamaan Ordinary Kriging yaitu : .
Agar diperoleh solusi yang diinginkan, diperlukan 26 persamaan simultan
seperti persamaan (13) dan ditambahkan dengan 1 persamaan persyaratan.
Persamaan peryaratan yang dimaksud disini adalah penjumlahan semua bobot
sama dengan 1.
Berdasarkan persamaan (23), untuk memperoleh nilai bobot untuk tiap titik
tersampel, harus diketahui terlebih dahulu matriks dari . Matriks merupakan
invers dari matriks , dimana merupakan nilai semivariogram teoritis spherical
dari tiap-tiap pasangan titik tersampel dan vektor B yang merupakan nilai
semovariogram teoritis spherical antara titik tersampel dengan titik P.
Bobot yang diperoleh dari perkalian matriks di atas akan digunakan
untuk melakukan pendugaan kandungan NO2 pada titik Ngesrep atau yang
dilambangkan dengan P (110,4265 ; 7,03803) menggunakan persamaan (12).
Dari perhitungan pada Tabel 3, diperoleh hasil bahwa estimasi
kandungan NO2 pada titik P (110,4265 ; 7,03803) atau titik Ngesrep adalah
2,87641.

Untuk mencari kandungan NO2 di titik yang lainnya, dilakukan tahapan


yang sama dengan tahapan yang dilakukan pada titik P. Untuk setiap titik
pendugaan akan mempunyai matriks dan matriks yang berbeda. Sehingga akan
menghasilkan bobot-bobot yang berbeda pula untuk melakukan pendugaan.
Hasil pendugaan yang diperoleh sebagai berikut :

Kandungan NO2 tertinggi berada di Kelurahan Gebangsari sebesar


8,49155, dan kandungan NO2 terendah berada di Kelurahan Patemon sebesar
0,16627. Baku mutu untuk NO2 adalah sebesar 100μg/Nm3 per tahun yang
tercatat di dalam Baku Mutu Udara Ambien Nasional. Setelah dilihat dari hasil
pendugaan pada Tabel 18, dapat disimpulkan bahwa Konsentrasi NO2 di kota
Semarang masih jauh di bawah batas Baku Mutu Udara Ambien Nasional.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. penentuan nitrogen dioksida di udara ambien menggunakan metoda Griess
Saltzman, dengan acuan normative ASTM D 1607-91 (1995), Test methode
for nitrogen dioxide content of the atmosphere (Griess-Saltzman Reaction).
2. Metode ini cukup sederhana dan mudah diterapkan sehingga
dimungkinkan memonitor kualitas udara mulai dari perkotaan sampai
seluruh pelosok. Untuk mendukung metode ini hanya diperlukan peralatan
laboratorium sederhana, seperti spektropotometer.
3. Hasil analisa NO2 di beberapa lokasi menunjukkan bahwa kualitas udara
Kota Jakarta cukup memprihatinkan karena di konsentrasi NO2 di
beberapa lokasi sudah mendekati nilai ambang batas yang diijinkan,
sehingga menjadi peringatan bagi instansi yang terkait dengan masalah
pengendalian udara.

Anda mungkin juga menyukai