Anda di halaman 1dari 41

UJI TOKSISISTAS AKUT LIMBAH PENGEBORAN MINYAK

BUMI (CUTTING) TERHADAP BIOTA UJI


BRINE SHRIMP (Artemia salina)

ENDANG SRI WAHYUNI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Toksisistas Akut
Limbah Pengeboran Minyak Bumi (Cutting) terhadap Biota Uji Brine Shrimp
(Artemia salina) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2016

Endang Sri Wahyuni


C24120084
ABSTRAK
ENDANG SRI WAHYUNI. Uji Toksisitas Akut Limbah Pengeboran Minyak
Bumi (Cutting) terhadap Biota Uji Brine Shrimp (Artemia Salina). Dibimbing
oleh HEFNI EFFENDI dan MAJARIANA KRISANTI.
Kegiatan pengeboran minyak bumi menghasilkan limbah berupa lumpur
bor (used mud), serbuk bor (cuttings), air panas dan bahan lain yang bersifat
toksik terhadap perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai
toksisitas akut limbah pengeboran minyak berupa serbuk bor (cutting) terhadap
Brine shrimp (Artemia salina) serta pengaruhnya terhadap morfologi Artemia
salina. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset plankton IPB pada bulan
Februari hingga Maret 2016. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai
LC50 limbah cutting pada 10 ekor Artemia salina terhadap 10 mL media uji di
setiap konsentrasi percobaan. Estimasi konsentrasi akut limbah cutting adalah
34260 ppm. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No
45 tahun 2006 tentang Pengelolaan lumpur bor dan serbuk bor pada kegiatan
pengeboran minyak dan gas bumi, diketahui bahwa limbah yang diamati dapat
dibuang langsung ke laut. Hal ini karena konsentrasi akut (LC50) limbah yang
diamati lebih besar dari batas ambang konsentrasi akut limbah yang boleh
dibuang langsung ke laut. Biota uji Artemia salina memberikan respon terhadap
paparan limbah cutting, berupa perubahan pada posisi berenang, keaktifan biota
uji, tingkat stres serta kerusakan pada morfologi dan anatomi tubuh biota uji.
Kata kunci: Artemia, cutting, mortalitas, respon, toksisitas

ABSTRACT
ENDANG SRI WAHYUNI. Acute Toxicity Test to Artemia salina of Drilling
Waste Cutting. Supervised by HEFNI EFFENDI and MAJARIANA KRISANTI.
Drilling activity produced waste in the form of mud drill (used mud), drill
(cuttings) powder, hot water and other materials that are toxic to aquatic form.
This research aims to determine the value of the acute toxicity of waste drilling oil
cutting for brine shrimp (Artemia salina) as well as its influence on the
morphology of Artemia salina. This research was carried out in Culture And
Research Laboratory IPB in February to April 2016. This main research is done
by determining the LC50 values of cutting waste with 10 mL media test to 10
Artemia salina on 22000, 39000, 70000, 126000, and 226000 ppm. Lethal
concentration (LC50) of drilling waste cutting was 34260 ppm. Based on the
regulation of the Minister Of Energy And Mineral Resources no. 45 in 2006 about
the management of mud drill and drill dust on the activities of the oil and gas
drilling, the waste can be disposed of directly observable to the sea. Biota giving
the Artemia salina test response to exposure to cutting waste, such as changes in
the position of swimming, the liveliness of biota, the levels of stress testing as
well as damage to the morphology and anatomy of the body of biota test.
Keywords: Artemia, cutting, mortality, respond, toxicity
UJI TOKSISISTAS AKUT LIMBAH PENGEBORAN MINYAK
BUMI (CUTTING) TERHADAP BIOTA UJI
BRINE SHRIMP (Artemia salina)

ENDANG SRI WAHYUNI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Uji Toksisistas Akut Limbah Pengeboran Minyak Bumi
(Cutting) terhadap Biota Uji Brine Shrime
(Artemia salina)
Nama : Endang Sri Wahyuni
NIM : C24120084
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Hefni Effendi, MPhil Dr Majariana Krisanti, SPi MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis tuturkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Uji Toksisistas
Akut Limbah Pengeboran Minyak Bumi (Cutting) Terhadap Biota Uji Brine
Shrimp (Artemia Salina). Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
menempuh studi
2. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB serta staf yang telah membantu
atas pendanaan dan bimbingan penelitian ini
3. Dr Yunizar Ernawati, selaku dosen Pembimbing akademik
4. Dr Ir Hefni Effendi, MPhil dan Dr Majariana Krisanti, SPi MSi selaku
komisi pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan masukan
untuk penyusunan tugas akhir ini
5. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc sebagai penguji luar komisi sidang skripsi.
6. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc sebagai dosen penguji perwakilan
program studi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
7. Keluarga tercinta; bapak Rabiansyah (alm), mamak Djamaliah, abang
Yusuf, teteh Wati, amok Heri, Kibo Emi (almh), andak Moko, acik Dedi,
serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan doa
selama ini
8. Staff Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
9. Volunteer Melawan Asap, partner penelitian (Ditta Ayu Anggraini dan
Dudi Muhamad Wildan, SPi), AMM, ATLANTIK Himasper, The
322/323, serta seluruh teman-teman yang telah memberikan doa,
semangat, bantuan, dan dukungan
10. Teman-teman MSP 49 dan seluruh sahabat atas doa, dukungan, dan
semangat selama penulis di Bogor.

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

Endang Sri Wahyuni


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Metode Kerja 3
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 13
KESIMPULAN DAN SARAN 16
Kesimpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL

1 Parameter kualitas air laut untuk uji homogenitas ruang uji 3


2 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 1 9
3 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 2 10
4 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 3 10
5 Estimasi nilai toksisitas akut (LC50) limbah 11

DAFTAR GAMBAR

1 Skema perumusan masalah uji toksisitas akut limbah pengeboran 2


2 Wadah kaca sebagai ruang uji 3
3 Skema endapan limbah supernatan 4
4 Skema posisi wadah perlakuan pada uji utama toksisitas 6
5 Perangkat lunak EPA Probit Abalysis Program 9
6 Mortalitas biota uji Artemia salina terhadap konsentrasi 11
7 Nauplius Artemia salina 12
8 Kerusakan morfologi biota uji selama uji utama pada pemaparan 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengukuran kualitas air pada ruang uji bioassay 19


2 Penyediaan nauplius Artemia salina 20
3 Limbah cutting 20
4 Mikroskop binokuler 20
5 Tabel transformasi probit (Bliss 1957 in Busvine 1971) 21
6 Tabel koefisien dan nilai probit (Bliss 1935 in Busvine 1971) 22
7 Mortalitas biota uji nauplius Artemia salina pada uji pendahuluan 23
8 Respon tingkah laku biota uji terhadap pemaparan limbah pada 25
9 Perhitungan probit manual LC50 96 jam 26
10 Analisis probit dengan menggunakan perangkat lunak jam ke 96 27
11 Karakter limbah cutting (Sadiq 2000 in Mukhtasor 2007). 28
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak dan gas bumi merupakan energi yang sangat dibutuhkan oleh
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Energi dibutuhkan manusia
dalam berbagai sektor, seperti pengembangan industri, rumah tangga, transportasi,
dan kegiatan lainnya. Semakin tinggi tingkat kebutuhan akan energi tersebut
mendorong kegiatan eksploitasi komoditas minyak bumi semakin meningkat.
Kegiatan pertambangan minyak bumi terdiri dari beberapa tahap, yaitu
tahap eksplorasi, eksploitasi, pemurnian, dan pemasaran hasil. Selain
menghasilkan minyak bumi sebagai hasil utama, kegiatan ini juga menghasilkan
hasil sampingan seperti produced water (air yang dipisahkan selama proses
produksi minyak mentah), lumpur bor (used mud), serbuk bor (cuttings), air panas
dari proses pendinginan, minyak, asap pembakaran, sampah, serta jenis limbah
lainnya. Hasil sampingan tersebut memiliki potensi toksik yang dapat mencemari
lingkungan perairan sekitar anjungan, apabila limbah tersebut tidak dikelola
terlebih dahulu (Mukhtasor 2007).
Dampak toksisitas limbah terhadap biota dapat timbul secara langsung
maupun tidak langsung. Dampak secara tidak langsung salah satunya adalah
terjadinya penurunan kualitas perairan (Kumar et al. 2013). Kualitas perairan
yang turun dapat berdampak pada proses hidup biota perairan. Biota perairan
yang terganggu dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan kehidupan
perairan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui apakah limbah tersebut dapat
mengganggu perairan maka diperlukan suatu uji toksisitas limbah menggunakan
uji toksisitas akut (LC50).
Uji toksisitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui efek
negatif suatu zat terhadap biota. LC50 merupakan nilai konsentrasi pemaparan
zat toksik yang menyebabkan 50% biota uji mati (Moe et al. 2001). Uji toksisitas
akut merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan. Uji toksisitas
akut limbah dapat mengetahui kandungan toksik dari effluent yang masuk ke
perairan dalam konsentrasi tertentu yang dapat menyebabkan kematian pada biota.
Pemilihan biota uji ini didasarkan dengan kriteria biota uji yang harus dipenuhi
berdasarkan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
dan US Environmental Protection Agency (US-EPA). Biota uji yang digunakan
merupakan biota uji yang dapat mewakili kondisi lingkungan dari perairan
tersebut (APHA 2005 in DWMS 2007).
Organisme hidup yang digunakan sebagai biota uji pada penelitian ini
adalah nauplius Artemia salina. Penggunaan Artemia salina sebagai biota uji laut
bertujuan untuk mengetahui toksisitas akut serbuk bor (cutting) minyak bumi
yang dibuang ke perairan laut. Artemia salina sangat baik digunakan sebagai
organisme dalam penelitian bioassay yang sederhana dan akurat untuk menilai
toksisitas akut perairan laut untuk semua jenis toksikan (Shaala et al. 2015).
Menurut Kanwar (2007), organisme sederhana ini mudah untuk dikultur dan
dikembangbiakkan dalam kondisi laboratorium. Hal ini dapat memudahkan
penentuan yang efektif untuk uji toksisitas serta untuk berbagai uji laboratorium
lainnya.
2

Perumusan Masalah

Kegiatan eksplorasi pertambangan minyak bumi menghasilkan volume


limbah serbuk bor (cutting). Limbah cutting dapat mencemari lingkungan sekitar
pertambangan apabila limbah langsung dibuang ke perairan tanpa pengolahan
terlebih dahulu. Kontaminasi perairan dengan limbah cutting diduga dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan serta terganggunya siklus hidup bagi
sebagian atau seluruh makhluk hidup di dalamnya. Salah satu bentuk pencegahan
kerusakan lingkungan adalah meminimalisir pengaruh toksikan melalui penentuan
tingkat toksitas akut limbah pengeboran yang dinyatakan dengan LC50,
konsentrasi bahan pencemar yang mematikan 50% hewan uji.
Perumusan masalah dari bioassay LC50 diperoleh melalui informasi
mengenai biota uji (Artemia sp.), kondisi kualitas air, serta serbuk bor (cutting)
tersebut. Apabila uji bioassay tersebut berhasil, maka informasi yang dapat
diperoleh adalah konsentrasi toksik yang aman bagi lingkungan dan pengaruh
limbah terhadap kualitas air serta upaya pengolahan limbah tersebut. Secara
skematik perumusan masalah ditampilkan dalam Gambar 1.

Mengetahui
- Artemia Sp. Uji (+) konsentrasi toksik
Bioassay yang aman bagi
- Kualitas Air
LC50 lingkungan dan
- Media yang pengaruh limbah
mengandung serbuk terhadap kualitas air
bor (cutting) serta upaya
pengelolaan limbah.

(-)

Gambar 1 Skema perumusan masalah uji toksisitas akut limbah pengeboran


minyak

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai toksisitas akut limbah


pengeboran minyak berupa serbuk bor (cutting) terhadap Brine shrimp (Artemia
salina) serta pengaruhnya terhadap morfologi biota uji.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar sebagai


pertimbangan dalam membuat keputusan mengenai bentuk pengelolaan dari
limbah pengeboran minyak, agar pembuangan limbah aman terhadap kehidupan
perairan laut.
3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2016 di


Laboratorium Riset Plankton, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertaian Bogor.

Metode Kerja

Persiapan percobaan
a. Verifikasi homogenitas ruang uji
Kegiatan ini bertujuan untuk memverifikasi ruang yang digunakan untuk
uji berada dalam kondisi homogen. Uji ini dilakukan terpisah dari penelitian
utama. Hal ini bertujuan agar seluruh media uji pada penelitian dipastikan
menerima pengaruh lingkungan yang sama. Ruang uji yang digunakan dalam
verifikasi adalah wadah kaca tertutup berukuran 70 × 40 × 40 cm. Wadah kaca
diusahakan berada pada posisi yang tidak banyak terpapar cahaya matahari.
Verifikasi dilakukan dengan menempatkan delapan wadah berisi 100 mL air laut
(Gambar 2).

2 1 5
8 7
3 6 4

100mL

Gambar 2 Wadah kaca sebagai ruang uji


Landasan dalam penentuan homogenitas ruang uji, yaitu pengukuran
beberapa parameter kualitas air laut, seperti suhu, oksigen terlarut, pH, dan
salinitas (Tabel 1) di delapan wadah yang digunakan. Pengukuran kualitas air
dilakukan setiap 24 jam sekali selama 96 jam. Lama verifikasi ini disesuaikan
dengan uji utama pada penelitian bioassay.
Tabel 1 Parameter kualitas air laut untuk uji homogenitas ruang uji
Parameter Unit Alat Keterangan
o
Suhu C Termometer In situ
Oksigen terlarut mg/L DO meter In situ
pH - pH stick In situ
Salinitas psu Refraktometer In situ
4

Hasil verifikasi diperoleh informasi bahwa ruang uji berada dalam kondisi
lingkungan yang sama di setiap sudut dan sisi wadah kaca. Kondisi ruang uji
tidak mengalami fluktuasi pada hasil pengukuran kualitas air (Lampiran 1).
Dengan demikian, wadah kaca tersebut dapat digunakan sebagai ruang uji dalam
uji pendahuluan dan uji utama toksisitas. Kondisi lingkungan uji yang homogen
dapat menjelaskan mortalitas biota uji hanya dipengaruhi oleh perlakuan dalam
hal ini adalah perlakuan konsentrasi, tanpa adanya pengaruh dari luar media.

b. Penyediaan nauplius Artemia salina.


Nauplius merupakan stadia pada Artemia yang baru menetas. Nauplius
Artemia merupakan stadia yang paling optimum digunakan sebagai biota uji.
Biota uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah nauplius berumur 48 jam.
Air laut sebagai media penetasan kista Artemia diaerasi terlebih dahulu selama
satu jam. Kista Artemia sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam wadah penetasan
berbentuk kerucut (Lampiran 2.a) yang berisi 1 L air laut. Kista akan menetas
selama kurang lebih 24 jam . Setelah kista menetas maka dimulai dengan
pemanenan naplius Artemia.
Metode pemanenan nauplius dalam penelitian ini adalah pemanenan
dengan memanfaatkan sifat nauplius yang bergerak ke arah cahaya (fototaksis
positif). Metode ini akan memisahkan cangkang kosong dengan nauplius yang
berenang bebas (Lampiran 2.b). Cahaya diletakkan di salah satu sudut wadah
tetas. Nauplius yang berenang bebas akan berkumpul ke arah intensitas cahaya
yang lebih tinggi. Aerator dikeluarkan dari wadah penetasan. Nauplius dapat
dengan mudah dialirkan keluar dari wadah penetasan melalui pipa konektor.

c. Persiapan toksikan
Limbah pengeboran minyak yang dijadikan bahan utama media toksikan
adalah limbah padat pengeboran migas (cutting) (Lampiran 3). Media toksikan
yang akan digunakan pada uji pendahuluan dan uji toksisitas adalah supernatan.
Supernatan merupakan bagian atas hasil pencampuran antara limbah pengeboran
minyak dengan akuades (Gambar 3). Perbandingan antara bobot cutting (kg)
dengan volume akuades (L) adalah 1 : 1. Limbah yang telah dicampur dengan
akuades selanjutnya langsung dilakukan pengadukan agar tercampur merata.

Gambar 3 Skema endapan limbah supernatan


5

Proses pencampuran diasumsikan melarutkan secara sempurna seluruh


toksikan dan bahan aktif limbah cutting. Dengan demikian konsentrasi toksikan
yang terbentuk dianggap 1000000 ppm. Media toksikan yang digunakan dalam
uji pendahuluan dan uji utama merupakan limbah supernatan yang diencerkan
sesuai konsentrasi yang dibutuhkan.

Penentuan nilai ambang atas dan ambang bawah.


Penentuan nilai ambang atas dan bawah ditentukan setelah dilakukan
eksperimen dengan berbagai umur biota uji. Eksperimen ini dilakukan untuk
menemukan umur biota uji yang paling optimum digunakan sebagai biota uji pada
uji toksisitas. Umur biota yang diuji, yaitu 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Nauplius
sebanyak 10 ekor dipaparkan ke 10 mL media uji dengan persentase limbah 10%,
50%, dan 90%. Pemilihan persentase limbah tersebut bertujuan untuk melihat
tingkat ketahanan biota uji berdasarkan tingkat konsentrasi limbah.
Eksperimen menggunakan biota uji berumur 24 jam diperoleh informasi
bahwa biota uji yang terpapar dengan limbah mengalami respon adaptasi
ketahanan yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari angka mortalitas yang sangat
rendah terhadap pemaparan limbah. Biota uji berumur 72 jam langsung
mengalami kematian massal sejak 12 jam pertama pemaparan, baik dengan
konsentrasi paling rendah maupun konsentrasi yang paling tinggi. Biota uji
berumur 48 jam yang dipaparkan pada limbah memberikan respon optimal
terhadap pemaparan limbah. Hal ini terlihat dari persentase kematian yang sesuai
dengan konsentrasi limbah yang terpaparkan. Oleh karena itu biota uji yang
digunakan dalam penelitian adalah nauplius Artemia berumur 48 jam.
Nilai ambang atas dan nilai ambang bawah digunakan untuk mendapatkan
selang konsentrasi limbah sebagai konsentrasi kontaminan pada uji utama. Nilai
konsentrasi ambang atas merupakan konsentrasi terendah dari toksikan yang
menyebabkan seluruh hewan uji mati pada pemaparan waktu 24 jam sedangkan
konsentrasi ambang bawah (n) merupakan konsentrasi tertinggi dari toksikan yang
tidak menyebabkan kematian pada hewan uji pada pemaparan waktu 24 jam.
Hewan uji yang digunakan berjumlah 10 ekor nauplius Artemia
dipaparkan ke dalam media toksikan bervolume 10 mL pada masing-masing botol
vial. Konsentrasi yang digunakan dalam uji pendahuluan dilakukan dengan
pengulangan sebanyak tiga kali dalam setiap konsentrasi. Setiap kelompok
konsentrasi dibedakan berdasarkan selisih 50000 ppm pada setiap konsentrasi
tertinggi.
Nilai konsentrasi ambang atas (N) dan ambang bawah (n) yang telah
diperoleh dikonversi menggunakan persamaan (1) dan (2) untuk mendapatkan
selang konsentrasi (k = 5) yang digunakan dalam uji utama toksisitas. Komisi
Pestisida (1983) in Adhiarni (1997) menjelaskan bahwa selang kepercayaan dari
konsentrasi tertinggi dan konsentrasi terendah dapat dihitung melalui persamaan
sebagai berikut:
Log = k log (1)

(2)
= = = =
6

Keterangan :
N : konsentrasi tertinggi
n : konsentrasi terendah
k : jumlah konsentrasi yang diuji
a, b, c, d dan e : konsentrasi antara konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi,
a adalah konsentrasi terkecil.
Uji utama
Artemia yang dijadikan biota uji pada uji utama diusahakan memiliki
ukuran yang seragam. Artemia dimasukkan ke dalam wadah uji yang berisi
kontaminan sebanyak 10 mL. Jumlah nauplius Artemia yang dipaparkan pada
setiap perlakuan adalah 10 ekor. Nilai ambang atas dan ambang bawah yang
didapat dari uji pendahuluan dikonversi menjadi angka konsentrasi yang dipakai
sebagai perlakuan konsentrasi pada uji utama melalui persamaan (1) dan (2).
Perlakuan untuk kontaminasi sebanyak lima buah dan satu buah perlakuan sebagai
media kontrol. Setiap konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali
(Gambar 4).

Gambar 4 Skema posisi wadah perlakuan pada uji utama toksisitas


Uji utama pada penelitian ini terdiri dari beberapa pengamatan, yaitu
pengamatan respon tingkah laku biota uji, pengamatan pada kerusakan tubuh
biota uji, dan pengamatan mortalitas biota uji. Pengamatan tingkah laku
dilakukan berdasarkan geometrik seri yaitu pada pemaparan waktu 0, 3, 6, 12, 24,
48, 72 dan 96 jam (Franson 1995).
Pengamatan respon tingkah laku biota dilakukan dengan membandingkan
tingkah laku biota pada kontrol dan perlakuan. Selama waktu pemaparan pada
jam ke 24, 48, 72 dan 96 dilakukan pengamatan kerusakan morfologi tubuh biota
uji dan pengamatan tingkat mortalitas biota uji. Kerusakan tubuh biota uji
divisualisasi dan didokumentasi menggunakan mikroskop binokuler (Lampiran 4).
Pengamatan mortalitas biota uji dilakukan secara visual dengan bantuan kaca
pembesar. Pengamatan setiap 24 jam ini akan memberikan gambaran tahap
kerusakan morfologi biota uji berdasarkan lama pemaparan limbah.
7

Analisis Data

Metode analisis probit


Analisis yang digunakan dalam menentukan nilai konsentrasi akut (LC50)
adalah analisis probit. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari dua jenis, yaitu analisis probit manual dan perangkat lunak. Metode probit
merupakan prosedur statistik parametrik pada selang kepercayaan 95%. Metode
probit mencakup transformasi proporsi mortalitas dengan transformasi probit dan
transformasi konsentrasi toksikan ke dalam bentuk logaritma. Hubungan antara
variabel yang digunakan pada analisis probit adalah linear dalam bentuk regresi.
Transformasi yang dilakukan pada metode probit meliputi penentuan nilai probit
empiris, probit harapan, probit kerja, dan koefisien pemberat. Analisis data pada
penelitian ini dilakukan secara manual dan dengan menggunakan piranti lunak
(software) EPA Probit Analysis Program versi 1.5. Menurut Busvine (1971),
tahapan pada penentuan nilai LC50 dengan menggunakan metode probit secara
manual adalah sebagai berikut:
1. Transformasi konsentrasi toksikan ke dalam bentuk logaritma basis 10.
2. Proporsi mortalitas yang akan ada ditransformasi probit, terlebih dahulu
dikor ksi d ngan m nggunakan p rsamaan Abbot’s (1925) in Busvine
(1971).
1 (3)

Keterangan :
P : mortalitas terkoreksi (%)
pi : mortalitas hasil pengamatan (%)
c : mortalitas pada kontrol
3. Probit empiris ditentukan dari proporsi mortalitas yang ditransformasikan
dengan menggunakan tabel transformasi probit. (Lampiran 5).
4. Probit harapan ditentukan dari persamaan regresi linear antara log
konsentrasi (x) dengan nilai probit empiris (y). Nilai probit harapan (Y)
ditentukan dengan memasukan nilai log konsentrasi (X) ke dalam
persamaan regresi tersebut.

Y (probit harapan) = a + Bx (4)


5. Probit kerja dan koefisien pembobot merupakan hasil penjumlahan probit
kerja minimum ( ) dengan konstanta (K) dikalikan dengan persen
kematian hewan uji dengan menggunakan nilai probit harapan (Y) yang di
transformasikan dengan menggunakan tabel koefisien dan nilai probit
(Bliss 1935 in Busvine 1971) yang dihitung dengan persamaan berikut:

Y (Probit Kerja) = + ( K x persen kematian) (5)

6. Nilai pembobot (w) ditentukan dengan mengalikan antara nilai koefisien


pembobot pada tabel Bliss (Lampiran 6) dengan jumlah hewan uji.
7. Nilai wx ditentukan melalui perkalian antara log volume (x) dengan nilai
pemberat (w).
8

8. Nilai wy ditentukan melalui perkalian antara probit kerja (y) dengan nilai
pemberat (w).
9. Nilai wx2 ditentukan melalui perkalian antara nilai pemberat (w) dengan
log volume (x) yang telah dikuadratkan.
10. Nilai wxy ditentukan melalui perkalian antara nilai pemberat (w) dengan
log volume (x) dan probit kerja (y).
11. Nilai ̅ ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
̅ (6)

12. Nilai ̅ ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:


̅ (7)
13. Nilai a ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
a=̅-b̅ (8)
14. Nilai b ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

̅ (9)

15. Nilai a dan b yang diperoleh kemudian disubstitusi ke dalam bentuk


persamaan regresi berikut dengan nilai Y (probit) yang telah
ditransformasikan dengan menggunakan tabel Probit. Estimasi nilai LC50
adalah antilog dari hasil perhitungan di atas.

Y (probit) = a + bX (10)

16. Perhitungan ragam (varian) ditentukan dengan menggunakan persamaan:


)
) (11)
) ⁄

17. Selang atas dan selang bawah nilai LC50 diperoleh melalui persamaan
berikut:
m ± 1,96 V (12)

Perangkat lunak yang digunakan pada analisis probit adalah EPA Probit
Analysis Program versi 1.5. Perangkat lunak ini di bawah lembaga
Environmental Protection Agency (EPA). User’s guide EPA menjelaskan bahwa
program ini mampu menghitung estimasi nilai LC50 dan dalam selang
kepercayaan 95%. Tampilan program analisis probit ditunjukkan pada Gambar 5.
9

Gambar 5 Perangkat lunak EPA Probit Abalysis Program


version 1.5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Nilai ambang atas dan bawah.


Jumlah konsentrasi pada penentuan nilai ambang atas dan ambang bawah
yang digunakan adalah sebanyak 10 kelompok (Lampiran 7). Banyaknya
kelompok konsentrasi yang digunakan dalam uji ini bertujuan untuk mendapatkan
data yang bervariasi dalam menemukan nilai ambang atas dan ambang bawah
yang lebih tepat. Tabel 2, 3, dan 4 berikut merupakan beberapa hasil uji
pendahuluan pada tiga kelompok konsentrasi yang berdekatan dengan kelompok
konsentrasi ambang atas dan ambang bawah.
Tabel 2 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 1
Konsentrasi limbah uji
Mortalitas biota (%)
(%) (ppm)
0 0 0
25,00 250000 100
12,50 125000 90
6,25 62500 80
3,12 31250 70
1,56 15625 10
10

Tabel 3 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 2


Konsentrasi limbah uji
Mortalitas biota (%)
(%) (ppm)
0 0 0
20,00 200000 100
10,00 100000 80
5,00 50000 70
2,50 25000 50
1,25 12500 0

Tabel 4 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 3


Konsentrasi limbah uji
Mortalitas biota (%)
(%) (ppm)
0 0 0
15,00 150000 90
7,50 75000 70
3,75 37500 60
1,87 18750 20
0,93 9375 0

Konsentrasi nilai ambang atas yang diperoleh adalah 200000 ppm,


sedangkan konsentrasi nilai ambang bawah adalah 12500 ppm. Konsentrasi
200000 ppm pada kelompok tersebut (Tabel 3) dianggap memenuhi kriteria nilai
ambang atas karena konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi paling rendah
yang mematikan seluruh biota uji mati. Hal ini dapat terlihat pada angka
mortalitas biota uji kelompok konsentrasi yang lebih rendah (Tabel 4). Biota uji
hanya mengalami kematian sebesar 90% pada konsesntrasi 150000 ppm.
Konsentrasi 12500 ppm memenuhi kriteria nilai ambang bawah karena
konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi tertinggi yang tidak mematikan
seluruh hewan uji mati.

Toksisitas akut (LC50)


Uji utama dalam penelitian bioassay ini merupakan uji toksisitas akut dan
penentuan nilai LC50 limbah terhadap biota uji Artemia salina. Konsentrasi yang
digunakan dalam uji utama ini diperoleh dari hasil konversi nilai konsentrasi
ambang atas dan ambang bawah (Persamaan 1 dan 2). Lima konsentrasi yang
digunakan dalam uji utama adalah 22000, 39000, 70000, 126000, 226000 ppm.
Hasil uji utama menunjukkan jumlah mortalitas biota uji terhadap toksisitas
limbah. Jumlah kematian nauplius Artemia terhadap pemaparan limbah pada uji
utama toksisitas ditunjukkan pada Gambar 6.
11

100
90
80
Mortalitas (%) 70
60 jam ke 0
50 jam ke 24
40 jam ke 48
30 jam ke 72
20 jam ke 96
10
0
0 50000 100000 150000 200000 250000
Konsentrasi (ppm)

Gambar 6 Mortalitas biota uji Artemia salina terhadap konsentrasi


limbah uji utama

Kematian biota uji pada uji utama terus meningkat sesuai dengan semakin
tingginya konsentrasi dan lama pemaparan limbah. Estimasi konsentrasi akut
limbah dapat diperoleh melalui analisis probit. Tabel 5 menunjukkan estimasi
nilai konsentrasi akut (LC50) limbah yang dianalisis dengan analisis probit
manual dan perangkat lunak.
Tabel 5 Estimasi nilai toksisitas akut (LC50) limbah
LC50 (ppm) Selang Kepercayaan
Jam ke
Manual EPA Probit 95%
24 117787 110152 81745 – 155393
48 90303 88493 60850 – 137572
72 52396 51664 26650 – 82104
96 35900 34260 14655 – 51992

Tingkah laku biota uji nauplius selama pemaparan limbah uji utama
Pangamatan tingkah laku biota uji nauplius Artemia salina dilakukan pada
jam ke 0, 3, 6, 12, 24, 48, 72, 96 sejak pertama kali dilakukan pemaparan limbah.
Pengamatan dilakukan pada setiap perlakuan dan ulangan. Biota uji yang terpapar
limbah memperlihatkan respon tingkah laku yang cukup berbeda dengan tingkah
laku biota uji pada kontrol (Lampiran 8). Pengamatan tingkah laku biota uji
nauplius Artemia salina meliputi keaktifan pada pergerakan biota uji, posisi
berenang, tingkat kestresan biota uji, dan bentuk tingkah laku lain yang
ditunjukkan oleh biota uji selama pemaparan.
Respon biota uji terhadap pemaparan limbah menunjukkan tingkah laku
berupa stres secara keseluruhan. Stres ditunjukkan melalui pergerakan biota yang
sangat cepat dibandingkan dengan biota kontrol. Semakin tinggi konsentrasi dan
lama pemaparan, maka biota uji semakin stres hingga terjadinya kematian.
12

Kerusakan tubuh biota uji terhadap pemaparan limbah selama uji utama
Nauplius Artemia sering digunakan untuk evaluasi toksisitas polusi
lingkungan dan studi ekotoksikologi (Manzanares 2015). Limbah memberikan
efek toksikan terhadap biota uji nauplius Artemia salina. Salah satu dampak
toksikan limbah adalah kerusakan pada anggota tubuh nauplius Artemia salina.
Bentuk morfologi biota uji pada kontrol dan biota uji yang terpapar limbah
toksikan disajikan pada Gambar 7 dan 8.

Antenna II Ochi

Antenna I

Mandibula

Intestin

Gambar 7 Nauplius Artemia salina

a b

c d
Gambar 8 Kerusakan morfologi biota uji selama uji utama pada pemaparan
limbah 39000 ppm (a) jam ke 24; (b) jam ke 48; (c) jam ke 72;
(d) jam ke 96
13

Nauplius Artemia salina mengalami kerusakan pada bagian dalam tubuh


terlebih dahulu hingga bagian luar tubuh biota uji. Biota uji yang mati akibat
pemaparan selama 24 jam memperlihatkan bentuk kerusakan pada bagian kepala
(Gambar 8.a). Pemaparan selama 48 jam menyebabkan kecenderungan rusak
pada bagian dalam tubuh khususnya bagian pencernaan (Gambar 8.b). Pemaparan
selama 72 jam menyebabkan kerusakan pada bagian dalam tubuh biota uji, dan
kerusakan total dalam dan luar tubuh biota uji terjadi pada pemaparan 96 jam
(Gambar 8.d). Kerusakan tubuh Artemia sudah terjadi pada pemaparan
konsentrasi limbah terkecil adalah 22000 ppm. Berdasarkan kerusakan yang
tervisualisasi dapat diketahui bahwa bahan toksikan limbah mulai memberikan
dampak terhadap biota uji dari konsentrasi terkecil dari semua konsentrasi pada
uji utama.

Pembahasan

Nilai LC50 merupakan nilai yang menunjukkan besarnya konsentrasi


suatu bahan uji yang dapat menyebabkan 50% jumlah hewan uji mati akibat
pemaparan bahan toksikan. Brine Shrime Test (BST) dianggap sebagai alat yang
berguna untuk penilaian awal terhadap uji toksisitas (Jegathambigai 2014).
Angka mortalitas biota uji sinergis dengan tingkat konsentrasi limbah, semakin
besar dan lama waktu pemaparan maka semakin tinggi tingkat kematian biota uji
nauplius Artemia.
Angka mortalitas pada uji utama dapat menentukan estimasi nilai
konsentrasi toksisitas akut (LC50) limbah terhadap biota uji melalui analisis
probit. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis probit manual
(Lampiran 9) dan perangkat lunak (Lampiran 10) diperoleh nilai LC50 yang tidak
jauh berbeda (Tabel 5). Nilai konsentrasi akut yang mematikan 50% hewan uji
mati adalah 34260 ppm. Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya
Mineral No 45 Tahun 2006 tentang pengelolaan lumpur bor dan serbuk bor pada
kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi, nilai batas LC50-96 jam limbah yang
dapat dibuang ke laut adalah lebih besar atau sama dengan 30000 ppm.
Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut diketahui bahwa limbah yang diamati
dapat dibuang langsung ke laut. Hal ini karena konsentrasi akut (LC50) limbah
yang diamati lebih besar dari batas ambang konsentrasi akut limbah yang boleh
dibuang ke laut.
Biota uji menunjukkan respon terhadap toksikan limbah berupa tingkah
laku selama uji toksisitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartl et al. (2000) yang
menjelaskan bahwa data kematian pada toksisitas Artemia dapat dikaitkan dengan
aktifitas lain yang terjadi di dalamnya. Pengamatan respon tingkah laku biota uji
dilakukan pada uji utama. Tingkah laku biota uji sangat beragam berdasarkan
tingkat konsentrasi yang dipaparkan. Respon yang ditunjukkan biota sudah
terlihat sejak awal waktu pemaparan.
Respon tingkah laku biota uji sangat terlihat pada konsentrasi pemaparan
226000 ppm. Umumnya respon yang sangat terlihat pada keseluruhan perlakuan
adalah stres biota uji terhadap limbah. Stres terlihat dari cara berenang yang
sangat cepat tak beraturan di kolom air. Hari kedua dan selanjutnya terlihat
pergerakan biota uji sangat lemah. Hal ini diduga karena energi yang sudah
banyak dipakai pada hari pertama pemaparan. Posisi berenang biota uji pada hari-
14

hari selanjutnya cenderung ke arah dasar atau permukaan air. Pada jam ke 72 dan
ke 96, terlihat banyak biota uji yang pingsan. Biota uji dikatakan pingsan karena
biota uji terlihat mati tidak bergerak, namun setelah diberi suatu aksi sentuhan
biota uji kembali bergerak.
Biota uji yang terpapar limbah tidak hanya merespon perlakuan melalui
tingkah laku, namun juga terjadi kerusakan morfologi tubuh berdasarkan lama
pemaparan sebelum mati. Kerusakan morfologi tubuh dapat diketahui dengan
membandingkan morfologi tubuh nauplius Artemia tanpa perlakuan (kontrol)
dengan perlakuan limbah. Dalam hal ini pengamatan bentuk morfologi tubuh
biota uji dilakukan setiap 24 jam biota uji yang sudah mati.
Ilustrasi kerusakan morfologi tubuh nauplius hanya dilakukan pada
konsentrasi 39000 ppm. Hal ini karena hasil pemotretan biota uji pada perlakuan
konsentrasi yang lain tidak terlalu bagus. Hasil dokumentasi pada konsentrasi lain
tidak memberikan gambaran yang cukup jelas terhadap tahapan kerusakan tubuh
berdasarkan lama pemaparan limbah. Dengan demikian, kerusakan morfologi
tubuh biota uji yang terpapar hanya dilihat berdasarkan lama pemaparan limbah.
Kerusakan bagian dalam dan luar tubuh serta kematian nauplius Artemia
salina yang terkena paparan limbah yang memiliki kandungan logam berat
terhadap nauplius Artemia juga dapat menyebabkan penghambatan pada
pertumbuhan dan perkembangannya (Shaojie et al. 2012). Pada studi kasus
penelitian dengan biota uji berupa post larva Penaeus monodon, kematian biota
uji yang terpapar dengan drilling muds disebabkan oleh adanya kerusakan bentuk
gill filamen. Bentuk kerusakan yang terjadi yaitu adanya bagian tubuh yang
mengalami reduksi atau hilang (Soegianto et al. 2008).
Tubuh Artemia salina terdiri dari kepala, torax, dan perut (Dumitrascu
2011). Tahapan kerusakan tubuh biota uji akibat pemaparan limbah, yaitu pada
bagian kepala (mulut, mata, dsb), saluran pencernaan, kerusakan total seluruh
bagian dalam tubuh biota, lalu kerusakan total bentuk tubuh biota uji. Tahapan
kerusakan tubuh ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi berdasarkan tingkat
interaksi terendah hingga tertinggi antara organ tubuh biota dengan bahan toksik
limbah. Artemia sp. memiliki cara makan non selektif filter yang menyebabkan
Artemia rentan terhadap bahan pencemar yang masuk dalam badan perairan
(Dong & Zhou 2012). Hal tersebut menyebabkan bagian kepala mengalami
kerusakan terlebih dahulu.
Toksisitas merupakan kemampuan suatu molekul atau senyawa kimia
yang dapat menimbulkan kerusakan pada bagian yang sensitif di dalam maupun di
luar tubuh makhluk hidup. Suatu senyawa kimia dapat dikatakan sebagai racun
apabila ketika senyawa tersebut bereaksi dengan satu objek dapat menimbulkan
efek yang merusak (Durham 1975). Efek toksik yang dihasilkan memberikan
indikasi terganggunya proses morfologi maupun fisiologis biota uji (Anderson et
al.1991) dalam hal ini bentuk morfologi tubuh Artemia sebagai biota uji.
Kerusakan tubuh biota uji berdasarkan lama pemaparan perlakuan limbah
menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan.
Kecenderungan kerusakan bagian kepala (antenna dan antenula) terlebih
dahulu pada jam ke 24 diduga karena antenna banyak menyaring limbah.
Antenna berfungsi sebagai filter feeder sehingga kondisi lingkungan yang
terpapar limbah menyebabkan Artemia sangat intensif berinteraksi dalam
menyaring limbah. Berdasarkan Gambar 8.b kerusakan biota uji yang terpapar
15

limbah selama 48 jam mengalami kerusakan pada saluran pencernaan. Hal ini
diduga karena limbah yang masuk mulai bereaksi sangat toksik pada bagian
dalam tubuh biota, khususnya saluran pencernaan. Hal ini didukung dengan
pernyataan Shaojie et al. (2012) yang menyatakan bahwa Artemia sp. dianggap
sebagai organisme yang paling baik untuk uji toksisitas karena Artemia memiliki
cara makan non selektif filter yang membuat mereka rentan terhadap bahan
pencemar yang masuk dalam badan perairan. Kerusakan biota uji yang terpapar
limbah selama 72 hingga 96 jam mengalami kerusakan total pada bagian dalam
tubuh hingga bentuk luar tubuh biota uji.
Tingkah laku biota uji yang bertahan hidup dalam paparan limbah
memberikan respon yang sinergis dengan tingkat konsentrasi, selanjutnya
kerusakan bentuk tubuh biota uji yang sudah mati terpapar limbah memberikan
tingkat kerusakan yang sama dengan tingkat konsentrasi yang dipaparkan ke biota
uji. Hal ini sesuai dengan Loomis (1978), efek yang ditimbulkan oleh senyawa
beracun sangat bergantung pada kadar racun (toksin) yang diberikan. Dengan
demikian kematian biota uji terhadap pemaparan limbah pengeboran diduga
diakibatkan oleh bahan kimia yang terkandung dalam limbah pengeboran.
Kerusakan tubuh hingga kematian biota uji yang terjadi selama pengamatan perlu
dipertimbangkan kembali, meskipun menurut ketetapan Permen ESDM no 45
tahun 2006 limbah tersebut sudah aman dibuang langsung ke laut. perlu dilakukan
pengkajian kembali mengenai volume limbah yang aman terhadap suatu luasan
badan tampung limbah.
Drill cutting/cutting merupakan hasil operasi pengeboran dari potongan
lapisan bebatuan ketika mata bor menekan dan berputar di dalam perut bumi.
Cutting tersebut harus segera dikeluarkan dari sumur bor agar tidak mengganggu
proses pengeboran. Drilling fluids (lumpur bor) dipompakan melalui rangkaian
pipa pengeboran ke bawah menuju mata bor yang dalam keadaan berputar
berkecepatan tinggi. Mata bor akan naik ke atas melalui ruangan antara dinding
sumur dan rangkaian pipa pengeboran sambil membawa cutting. Pada proses ini
terjadi pencampuran antara material hasil pengeboran (cutting, lumpur, pasir)
dengan lumpur bor. Lumpur bor merupakan campuran air, lumpur khusus,
beberapa mineral, serta bahan kimia (EPA 1993).
Pengaruh pada kandungan lumpur bor dan cutting limbah (Lampiran 11)
terhadap biota dapat mengganggu kelestarian lingkungan perairan (Bakke et al.
2013), hal ini mendorong untuk dilakukannya pengolahan limbah. Negara-negara
tertentu sudah melakukanbanyak model pengolahan limbah, baik limbah industri
besar maupun industri kecil. Kegiatan pengolahan pada umumnya dilakukan
dengan pemisahan jenis limbah padat dan cair, treatment dengan teknologi dan
praktik khusus berdasarkan jenis dan karakter limbah. Menurut DWMS (2007),
prinsip dasar dan orientasi dalam pengolahan limbah pengeboran yaitu
minimalisasi limbah, recycle atau reuse, pembuangan limbah. Proses
pembuangan limbah harus memperhatikan karakter area pembuangan limbah,
lokasi pembuangan limbah, waktu dan musim saat proses pembuangan (Onwukwe
et al. 2012)
Sumiyati et al. (2008) menjelaskan bahwa limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun) dapat dimanfaatkan kembali, melalui pengelolaan recycle, reuse,
dan recovery (3R). Salah satu limbah B3 yang dapat diolah kembali melalui
pengolahan tersebut adalah limbah pengeboran minyak. Hasil recycle limbah
16

cutting dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan semen.


Sedangkan bentuk reuse dan recovery limbah pengeboran dapat dijadikan sebagai
bahan bakar alternatif. Pada pemanfaatan sebagai bahan baku alternatif
pembuatan semen telah ditentukan batas penggunaan limbah cutting adalah 10%
dari bahan utama semen. Teknik Thermal Desorption merupakan salah satu
teknik lain pengolahan limbah pengeboran minyak yang dianggap efektif dan
ramah lingkungan (Okeke 2013)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nilai konsentrasi toksisitas akut (LC50) limbah pengeboran minyak adalah


34260 ppm. Pengaruh limbah pengeboran minyak terhadap biota uji Brine shrimp
(Artemia salina) adalah terjadinya kerusakan seluruh morfologi dan anatomi
tubuh biota uji secara bertahap berdasarkan lamanya pemaparan limbah.

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai dosis dan volume limbah yang
aman terhadap lingkungan perairan laut. Berdasarkan kerusakan tubuh yang
mulai terjadi pada kosentrasi terendah uji utama, maka perlu dilakukan uji
toksisitas kronik limbah pengeboran. Selain itu perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai jenis kandungan logam berat dan senyawa kimia sebagai
karakter limbah yang bersifat mematikan terhadap biota. Serta diperlukan uji
toksisitas menggunakan organisme bentik perairan dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh limbah terhadap organisme dasar dan sedimen perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Adhiarni R. 1997. Pengaruh lanjut kontaminasi brine shrimp terhadap


pertumbuhan ikan Mas (Cyprinus carpio, Linn) ukuran 4-6 cm.
[Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Anderson JE, Goetz CM, McLaughlin JL. 1991. A Blind Comparison of Simple
Bench-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities as
Antitumor Prescrenss. Phytochemical analysis journal. 2(1):107-111
Bakke T, Klungsoyr J, Sanni S. 2013. Environmental impacts of produced water
and drilling waste discharges from Norwegian offshore petroleum
industry. Marine Environmental Research Journal. 92(2013):154-169
Busvine JR. 1971. A critical review of the techniques for testing insecticides.
Second Edition. Commonwealth Agricultural Fanham Royal. England.
263-276 hal.
17

[DWMS] Drilling Waste Management System. 2007.


http://web.ead.anl.gov/dwm/techdesc/index.cfm [19 Agustus 2016]
Dumitrascu M. 2011. Artemia salina. Balneo-Research Journal. 2(4):119-122.
[EPA] Environmental Protection Agency. 1993. Development document for
effluent limitation guidelines and new source performance standards for
offshore subcategory of the oil and gas extraction point source category.
Washington, DC.
Fisher RA, Yates F. 1963. Statistical tables for biological, agricultural and
medical research. Sixth Edition. Longman. Britain. 68-73 hal.
Franson MAH. 1995. Standard methods: for the examination of water and
wastewater (19th edition). APHA. United States.
Hartl M, Humpf Hu. 2000. Toxicity assessment of fumonisins using the brine
shrimp (Artemia salina) bioassay. Food and Chemical Toxicology.
28(2000): 1097-1102
Jegathambigai R, Rusli Ismail, Sreenivasan Sasidharan. 2014. Acute Oral
Toxicity and Brine Shrimp Lethality of Methanol Extract of Mentha
Spicata L (Lamiaceae). Tropical Journal of Pharmaceutical Research.
13(1): 101-107
Kanwar, AS. 2007. Brine shrimp as a marine animal for simple and rapid
biological assays. Journal of chinese clinical medicine. 2(4).
Kummar RT, Sampson A, Dorathy E, Wokoma I, Ablorh MA. 2013. Study on
Environmental impact on oil and gas activities in Ghana- Analysis by
graphical approaches using Matlab. International Journal of
Engineering Trends and Technology. 4(3):344-348
Loomis TA. 1978. Toksikologi Dasar. Edisi III. Donatus IA, penerjemah.
Semarang (ID): Semarang Pr,
Manzanares DL, Morilla LJG, Malawani AD, Lagare NJS, Abrenica-Adamat LR.
2015. Effects of oregano (Origanum vulgare) leaf extract on early life
stages of Artemia salina. International Journal of the Bioflux Society.
7(3)
Moe J, Stenseth N, Smith R. 2001. Effects of a toxicant on population growth
rat s, subl thal and d la d r spons s in blo fl populations.
International journal of Functional ecology. 15:712-721.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir Dan Laut. Jakarta(ID): Paradnya
Paramita.
Okeke PN, Obi C. 2013. Treatment of Oil Drill Cuttings Using Thermal
Desorption Technique. ARPN Journal of Systems and Software.
3(7):153-158
Onwukwe SI, Nwakaudu MS. 2012. Drilling Wastes Generation and
Management Approach. International Journal of Environmental
Science and Development. 3(3):252-257
Shaala NMA, Zulkifli SZ, Ismail A, Azmai MNA, Mohamat-Yusuff F. 2015.
Selected Morphological Changes in Nauplii of Brine Shrimp (Artemia
salina) after Tributyltin Chloride (TBTCL) Exposure. World Applied
Sciences Journal. 33(8): 1334-1340
Shaojie D, Wenli Z. 2012. Response of growth and development of Artemia
salina to four kinds of heavy metals stress. Procedia Environmental
Sciences. 12(2012):1164 – 1171
18

Soegianto A, Irawan B, Affandi M. 2008. Toxicity of Drilling Waste and Its


Impact on Gill Structure of Post Larvae of Tiger Prawn (Penaeus
monodon). Global Journal of Environmental Research. 2(1): 36-41.
Stan, Hauter D. 2015. DIY Brine Shrimp Hatchery.
http://saltaquarium.about.com/od/diyfeedersfoods/ss/sbsbrineshrimph.h
tm [12 Oktober 2016]
Sumiyati S, Iriany MR. 2008. Penerapan recycle, reuse dan recovery (3R)
limbah bahan berbahaya dan beracun secara off-site PT. pengelola
limbah industry batam (PLIB), Jakarta. Jurnal presipitasi. 4(1):1907-
187x
19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil pengukuran kualitas air pada ruang uji bioassay

jam ke 0 jam ke 24 jam ke 48


botol ke DO Suhu pH Salinitas botol ke DO Suhu pH Salinitas botol ke DO Suhu pH Salinitas
1 6,3 28,2 8 30 1 6,3 29,6 8 29 1 6,1 28,2 8 30
2 6,3 28,0 8 30 2 6,4 29,3 8 29 2 6,7 28,3 8 30
3 6,3 28,1 8 30 3 6,4 29,5 8 29 3 6,5 28,3 8 30
4 6,4 27,9 8 30 4 6,4 29,3 8 29 4 6,8 28,2 8 30
5 6,3 28,0 8 30 5 6,4 29,5 8 29 5 6,5 28,3 8 30
6 6,3 28,3 8 30 6 6,5 29,0 8 29 6 6,9 28,3 8 30
7 6,2 28,1 8 30 7 6,4 29,3 8 29 7 6,7 28,4 8 30
8 6,3 28,0 8 30 8 6,4 29,4 8 29 8 6,8 28,2 8 30

jam ke 72 Jam ke 96
botol ke DO Suhu pH Salinitas botol ke DO Suhu pH Salinitas
1 6,3 28,8 8 30 1 6,3 28,6 8 30
2 6,5 28,7 8 30 2 6,3 28,5 8 30
3 6,2 28,8 8 30 3 6,3 28,5 8 30
4 6,3 28,5 8 30 4 6,4 28,4 8 30
5 6,4 28,7 8 30 5 6,3 28,5 8 30
6 6,5 29,0 8 30 6 6,5 28,5 8 30
7 6,4 28,7 8 30 7 6,3 28,5 8 30
8 6,2 28,6 8 30 8 6,4 28,4 8 30
20

Lampiran 2 Penyediaan nauplius Artemia salina

Sumber : http://saltaquarium.about.com
a b
Lampiran 3 Limbah cutting

Lampiran 4 Mikroskop binokuler


21

Lampiran 5 Tabel transformasi probit (Bliss 1957 in Busvine 1971)


22

Lampiran 6 Tabel koefisien dan nilai probit (Bliss 1935 in Busvine 1971)
23

Lampiran 7 Mortalitas biota uji nauplius Artemia salina pada uji pendahuluan

Konsentrasi limbah Konsentrasi limbah


Mortalitas biota Mortalitas biota
uji uji
(%) (%)
(%) (ppm) (%) (ppm)
0 0 0 0 0 0
60,00 600000 100 40,00 400000 100
30,00 300000 100 20,00 200000 100
15,00 150000 90 10,00 100000 80
7,50 75000 70 5,00 50000 60
3,75 37500 70 2,50 25000 50

Konsentrasi limbah Konsentrasi limbah


Mortalitas biota Mortalitas biota
uji uji
(%) (%)
(%) (ppm) (%) (ppm)
0 0 0 0 0 0
50,00 550000 100 35,00 350000 100
27,50 275000 90 17,50 175000 90
13,75 137500 80 8,75 87500 80
6,87 68750 70 4,37 43750 50
3,43 34375 50 2,18 21875 40

Konsentrasi limbah Konsentrasi limbah


Mortalitas biota Mortalitas biota
uji uji
(%) (%)
(%) (ppm) (%) (ppm)
0 0 0 0 0 0
50,00 500000 100 30,00 300000 100
25,00 250000 100 15,00 150000 90
12,50 125000 90 7,50 75000 80
6,25 62500 80 3,75 37500 70
3,12 31250 70 1,87 18750 30

Konsentrasi limbah Konsentrasi limbah


Mortalitas biota Mortalitas biota
uji uji
(%) (%)
(%) (ppm) (%) (ppm)
0 0 0 0 0 0
45,00 450000 100 25,00 250000 100
22,50 225000 100 12,50 125000 100
11,25 112500 80 6,25 62500 80
5,62 56250 70 3,12 31250 70
2,81 28125 50 1,56 15625 20
24

Konsentrasi limbah Konsentrasi limbah


Mortalitas biota Mortalitas biota
uji uji
(%) (%)
(%) (ppm) (%) (ppm)
0 0 0 0 0 0
20,00 200000 100 15,00 150000 90
10,00 100000 80 7,50 75000 70
5,00 50000 70 3,75 37500 40
2,50 25000 50 1,87 18750 30
1,25 12500 0 0,93 9375 20
25

Lampiran 8 Respon tingkah laku biota uji terhadap pemaparan limbah pada uji utama toksisitas
Perlakukan Tingkah laku biota uji terhadap lama pemaparan
(ppm) 0 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam
Kontrol Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif
di kolom air di kolom air di kolom air di kolom air di kolom air di kolom air di kolom air di kolom air
22000 Berenang di Berenang di Berenang di Berenang tidak Berenang tidak Berenang tidak Berenang Berenang pasif
kolom air kolom air kolom air terlalu aktif terlalu akitf di aktif. sangat lemah di di kolom air.
kolom perairan Cenderung di air
kolom air
39000 Berenang di Berenang tidak Berenang tidak Berenang Berenang Berenang Berenang Berenang pasif,
kolom air terlalu aktif terlalu aktif cenderung ke tersendat- lemah. lemah. di kolom.
dasar perairan sendat di kolom Cenderung ke Cenderung ke
hingga dasar dasar perairan dasar perairan
70000 Berenang di Berenang tidak Berenang di Berenang tidak Berenang Berenang pasif, Berenang pasif Berenang pasif
kolom air terlalu aktif, sekitar dasar aktif cenderung lemah d kolom tidak terlalu di kolom. dan banyak yg
cenderung ke perairan ke dasar hingga dasar aktif berenang. pingsan.
dasar air
126000 Berenang di Berenang tidak Bereanang Berenang Berenang Berenang pasif. Banyak Banyak
kolom air terlalu aktif, sangat cepat air tersendat- lemah Ada beberapa individu yang individu yang
cenderung (stress) sendat mendekati individu yang pingsan di pingsan di
berenang dasar pingsan. kolom air. kolom air dan
dikolom dan dasar
dasar
226000 Berenang di Berenang Berenang pasif Berenang
kolom air sangat cepat di dasar. sangat lemah.
disekitar dasar Ada yang - - - -
air (stress) pingsan.
25
26

Lampiran 9 Perhitungan probit manual LC50 96 jam


Konsentrasi Volume Jumlah Koreksi Log Probit Probit Probit Koefisien
Mortalitas Pemberat
Limbah Limbah biota uji Mortalitas Volume Empiris Harapan Kerja Pembobot wx wy Wx2 wxy
(ppm) (%) (ekor) (%) (X) (Y) (y) (w)
22000 22 10 40 40 1,342 4,74 4,617 4,748 0,601 6,01 8,068 28,535 10,830 38,306
39000 39 10 50 50 1,591 5 5,123 5 0,634 6,34 10,087 31,7 16,049 50,436
70000 70 10 70 70 1,845 5,52 5,640 5,3 0,558 5,58 10,296 29,574 18,996 54,566
126000 126 10 90 90 2,100 6,28 6,160 6,207 0, 405 4,05 8,507 25,138 17,866 52,799
226000 226 10 100 100 2,354 * 6,676 7,1 0,238 2,38 5,603 16,898 13,189 39,779
Jumlah 24,36 42,560 131,8 76,933 235,89

Y (probit harapan) = 1,8838 + 2,035 x Y (probit kerja) = 1,655 + 2,151 X

Jika y = 5 , maka x = 1,5551 (x = m)


42,56 LC50 merupakan Antilog m : 10^1.5551 = 35900 ml/L
𝑋̅ 1,7471
24,36
Dengan demikian nilai LC50-96 jam adalah 35900 ml/L
131,8
5,4123
24,36
- 235,89 3 ,8
b 2,5 7
2 -̅ 76,933 ,747 42,56
a = ̅ - b ̅ = 1,6546

25
27

Lampiran 10 Analisis probit dengan menggunakan perangkat lunak jam ke 96


28

Lampiran 11 Karakter limbah cutting (Sadiq 2000 in Mukhtasor 2007).


Prioritas polutan Mg polutan/ml
organik formation oil
Naftalena 1,43
Fluorin 0,78
Fenantirene 1,85
Fenol 6

Logam berat Mg/kg of barite Logam berat Mg/kg of barite


Cadmium 1,1 Timbal 35,1
Merkuri 0,1 Nikel 13,5
Antimony 5,7 Selenium 1,1
Arsen 7,1 Perak 0,7
Berilium 0,7 Talium 1,2
Kromium 240 Zink 200,5
Copper 18,7
29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ketapang, Pontianak, Kalimantan


Barat pada tanggal 13 September 1994 dari ayah Rabiansyah
(alm) dan ibu Djamaliah. Penulis adalah anak ketujuh dari
tujuh bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri
1 Ketapang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di
berbagai kepanitian dan organisasi. Organisasi yang pernah diikuti antara lain
UKM Gentra Kaheman (2012-2014), Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan
Barat regional Bogor (2012-2013), Himpunan Profesi Mahasiswa Manajemen
Sumberdaya Perairan (2014-2015), ATLANTIK HIMASPER (Kelompok Studi
dan Pemerhati Lingkungan Perairan HIMASPER) pada tahun 2014-2016.
Kepanitian yang pernah diikuti antara lain
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sajana pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi
dengan judul Uji toksisistas akut limbah pengeboran minyak bumi (cutting)
terhadap biota uji brine shrimp (Artemia salina).
19

Anda mungkin juga menyukai