Cici Arinih
331510096
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
banyak kenikmatan, kesabaran dan ketabahan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyusun skripsi ini yang berjudul “EFISIENSI PEMBAKARAN
SAMPAH ORGANIK DAN ANALISIS KUALITAS LIMBAH YANG
DIHASILKAN ALAT PEMBAKAR SAMPAH TANPA ASAP.”. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam
bentuk pikiran, materil dan non materil, dukungan dan motivasi sehingga penulis
dapat menyusun skripsi ini. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Hamzah M.M. Putra, S.K.M, M.M selaku Rektor Universitas Pelita
Bangsa;
2. Ibu Putri Anggun Sari, S.Pt., M.Si. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Pelita Bangsa sekaligus Dosen Pembimbng Kedua dan Dosen
Pengampu Akademik;
3. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan Universitas Pelita Bangsa sekaligus Dosen Pembimbing
Pertama;
4. Ibu Nisa Nurhidayanti, S.Pd., M.T. selaku Dosen Penguji Pertama;
5. Ibu Tyas Ismi Trialfhianty, S.Pi., M.Sc. selaku Dosen Penguji Kedua;
6. Bapak Karmin dan Ibu Saemah, selalu orang tua kandung penulis yang tak
henti-hentinya memberikan doa serta dukungan baik berupa moral dan
materi;
7. Wilinda, Saurah dan Abizar, selaku adik kandung penulis yang selalu
membuat semangat dalam penyelesaian skripsi ini;
8. Para dosen pengajar dan civitas akademik Program Studi Teknik
Lingkungan Pelita Bangsa;
9. Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Pelita Bangsa, yang
sudah membantu dalam proses penelitian;
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI...................................................................................................................... x
x
2.6 Alat Pembakar Sampah Tanpa Asap (Mini Smokless Insinerator Kapasitas
100 Liter)...................................................................................................... 16
2.7 Limbah Cair ................................................................................................. 19
2.8 Pupuk Cair Organik ..................................................................................... 25
2.9 Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................. 31
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 33
LAMPIRAN..................................................................................................................... 65
DOKUMENTASI ............................................................................................................ 77
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.3 Grafik Fluktuasi Suhu Pembakaran Sampah Organik Kering. .... 46
Gambar 4.4 Grafik Fluktuasi Suhu Pembakaran Sampah Organik Basah. ..... 47
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Patogen dari Sampah yang Dapat Menginfeksi Manusia . ................. 7
xiii
Tabel 4.11 Kadar COD. ...................................................................................... 54
xiv
DAFTAR RUMUS
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah penulis pilih maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana efisiensi pembakaran sampah organik menggunakan alat
pembakar sampah tanpa asap?
2. Bagaimana kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh proses pembakaran
sampah organik menggunakan alat pembakar sampah tanpa asap?
3. Apakah limbah cair yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah
organik menggunakan alat pembakar sampah tanpa asap dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk cair?
3
1.6.3 Manfaat Bagi Pasar Cikarang Kabupaten Bekasi
Penelitian ini berguna untuk mengetahui efisiensi pembakaran dan analisis
kualitas limbah cair sehingga mampu menjadi solusi pengolahaan sampah organik
di Pasar Cikarang Kabupaten Bekasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah
Sampah adalah sisa hasil dari produk atau barang yang bersumber dari sisa-
sisa penggunaan yang fungsinya sedikit dari pada produk yang digunakan oleh
penggunanya, selanjutnya hasil dari sisa ini dibuang atau tidak digunakan kembali.
Solid Waste atau sampah padat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan
non-organik. Sampah organik adalah sampah yang dapat teurai, seperti sisa-sisa
makanan, daun. Sedangkan non-organik adalah sampah yang tidak dapat terurai
namun bisa didaur ulang kembali seperti plastik dan kaca (Pudji dkk, 2011).
keberadaan sampah merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat. kehadiran sampah tidak diinginkan bila dihubungkan dengan faktor
kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan keindahan (estetika). Tumpukan gunungan
sampah yang mengganggu kesehatan dan keindahan lingkungan merupakan jenis
pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi lingkungan yang bersifat
sosial (Bintarto, 1997).
Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan adalah masalah
pembuangan dan pengelolaan sampah. Sampah adalah bahan buangan akibat dari
aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah tidak dapat digunakan lagi.
Menurut Keputusan Dirjen Cipta Karya, nomor 07/KPTS/CK/1999: Juknis
Perencanaan, Pembangunan dan Pengelolaan Bidang Ke-PLP-an Perkotaan dan
Perdesaan, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan
zat anorganik yang diyakini tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
merusak lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang terjadi tidak hanya
tingginya kelahiran tetapi adanya juga urbanisasi masyarakat. Dengan jumlah pada
saat ini manusia minim akan kesadaran lingkungan sendiri. Banyak di antara
mereka yang kurang paham akan pentingnya kebersihan lingkungan, sehingga
5
mereka dengan gampangnya membuat limbah yang sangat berbahaya bagi
lingkungan. Seperti halnya aktivitas sehari-hari yang kita lakukan yaitu mandi,
mencuci dan berbagai aktifitas lain yang kita anggap sepele namun menghasilkan
sisa buangan ternyata dapat membahayakan bagi manusia dan lingkungan
khususnya lingkungan laut (Rosmidah, 2016).
Pencemaran lingkungan yang semakin besar diakibatkan oleh berbagai hal,
seperti bertambahnya populasi manusia yang mengakibatkan meningkatnya jumlah
sampah yang dibuang. Hal ini diperburuk dengan kurang memadainya tempat dan
lokasi pembuangan sampah, kurangnya kesadaran dan kemauan masyarakat dalam
mengelola dan membuang sampah, masih minimnya pemahaman masyarakat
mengenai manfaat sampah, serta ketidakmauan masyarakat memanfaatkan kembali
sampah, karena sampah dianggap sebagai sesuatu yang kotor dan harus dibuang
ataupun gengsi. Berbagai hal tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas
lingkungan yang berdampak negatif bagi masyarakat. (Tobing, 2005).
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan lingkungan
menjadi kotor dan menyebabkan pendangkalan sungai yang mengakibatkan
timbulnya banjir. Selain itu, sampah dapat menyebabkan meningkatnya penyebaran
penyakit, bau menyengat dan lain lain, sehingga dapat mengganggu kenyamanan
dan kesehatan. Jika sampah dapat ditangani dengan lebih baik dan profesional,
kondisi lingkungan akan menjadi lebih bersih. Pembinaan dengan meningkatkan
peran serta masyarakat juga dibutuhkan agar mereka tidak lagi membuang sampah
seenaknya seperti di sungai, kolam atau parit untuk mengurangi menumpuknya
timbunan sampah (Hakim dkk, 2006).
Hampir di semua daerah terjadi masalah yang sama dalam pengelolaan
sampah karena lemahnya sistem manajemen, kelembagaan, dukungan biaya,
sarana/prasarana dan peran serta masyarakat (Zulfahmi, 2016).
Di Indonesia, sekitar 56% sampah dikelola oleh pemerintah. Sisanya
dikelola dengan cara dibakar sebesar 35%, dikubur 7,5%, dikompos 1,6%, dan
dengan cara lain 15,9% (Trihadiningrum, 2010).
6
2.2 Sampah Organik
Berdasarkan pengertian secara kimiawi sampah organik merupakan segala
sampah yang mengandung unsur Karbon (C), sehingga meliputi sampah dari
mahluk hidup misalnya kotoran hewan dan manusia seperti tinja (feaces) berfungsi
mengandung mikroba potogen, air seni (urine) umumnya mengandung Nitrogen
dan Fosfor. Secara teknis beberapa orang mengartiakn sampah organik sebagai
sampah yang hanya berasal dari mahluk hidup (alami) dan sifatnya mudah busuk.
Artinya bahan-bahan organik alami namun sulit membusuk atau terurai, seperti
kertas, dan bahan organik sintetik (buatan) yang sulit membusuk atau terurai
(Rosmidah, 2016).
Sampah organik memiliki berbagai macam zat seperti karbohidrat, protein,
lemak, mineral, dan vitamin. Secara alami, zat-zat tersebut mampu terdekomposisi
oleh pengaruh fisik, kimia, enzim yang dikandung oleh sampah itu sendiri dan
enzim yang dikeluarkan oleh organisma yang hidup di dalam sampah. Proses
dekomposisi sampah organik umumnya berlangsung anaerobik (tanpa oksigen).
Dari dekomposisi ini muncul gas-gas seperti H2S dan metana yang baunya
menyengat proses ini dikenal sebagai proses pembusukan. Dari proses ini timbul
pula air lindi (leachate) yang dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan
permukaan. Sampah yang membusuk dapat menjadi sumber penyakit seperti
bakteri, virus, protozoa, maupun cacing (Sri, 2011).
Contoh-contoh bibit penyakit patogen yang kemungkinan ada pada sampah
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. 1 Patogen dari Sampah yang Dapat Menginfeksi Manusia.
Patogen Penyakit Asal
Bakteria
Brucella abortus Brucellosis Berasal dari sapi
Brucella suis Brucellosis Berasal dari babi
Brucella melitensis Brucellosis Berasal dari kambing
Leptospira
Icteroheremorrhagiae Leptospirosis Urin
Rikettsia typhi Typhus Ekskreta
7
Salmonella Salmonellosis Ekskreta
Listeria monocytogenenes Listerosis Berasal dari sapi/anjing,
Virus
Arbovirus Togavirus Ingestion
Herpes virus B virus Berasal dari monyet
Pox virus cowpox Berasal dari sapi
Protozoa
Berasal dari mamalia atau
Toxoplasma gondii Toxoplasmosis burung
Helminth
Fasciola hepatica Fasciolasis Ekskreta
Taenia saginata Taeniasis Berasal dari sapi
Taenia solium Taeniasis Berasal dari babi
Fungi
Microsporium kanis Ringworm Berasal dari anjing
Sumber : Data Sekunder, Obeng, 1987
Dampak dari pembuangan limbah padat organik yang berasal dari kegiatan
rumah tangga, limbah padat organik yang didegradasi oleh mikroorganisme akan
menimbulkan bau yang tidak sedap (busuk) akibat dari penguraian limbah tersebut
menjadi yang lebih kecil yang di sertai dengan pelepasan gas yang berbau tidak
sedap. Limbah organik yang mengandung protein akan menghasilkan bau yang
tidak sedap lagi (lebih busuk) karena protein yang yang mengandung gugus amin
itu akan terurai menjadi gas ammonia. Dampak dalam kesehatan yaitu dapat
mengakibatkan dan menimbulkan penyakit, potensi bahaya kesehatan yang dapat
di timbulkan adalah penyakit diare dan tifus, penyakit ini terjadi karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat. Penyakit kulit seperti
kudis dan kurap (Rosmidah, 2016).
Sampah pasar yang berupa sisa sayuran, buah-buahan, dan bahan makanan
lainnya, dapat membusuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Sampah juga
dapat mengakibarkan pencemaran air dan dapat merusak ekosistem tanah.
Pencemaran air diakibatkan oleh bahan buangan organik yang pada umumnya
8
berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme
(Triastantra, 2016). Menurut Triastranta yang dikutip dari V. Darsono berpendapat
permasalahan yang timbul akibat sampah adalah ganguan keindahan, pembuangan
limbah padat memerlukan tanah yang luas dan transportasi yang mahal, jumlah dan
jenisnya semakin bertambah, heterogen dan menimbulkan air lindi.
Limbah organik mengandung sisa-sisa bahan organik, detergen, minyak dan
kotoran manusia. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan limbah cair menurut
Eddy (2008) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan terhadap kesehatan manusia.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh kandungan bakteri, virus, senyawa
nitrat, beberapa bahan kimia dari industri dan jenis pestisida yang terdapat
dari rantai makanan, serta beberapa kandungan logam seperti merkuri,
timbal, dan kadmium.
2. Gangguan terhadap keseimbangan ekosistem
Kerusakan terhadap tanaman dan binatang yang hidup pada perairan
disebabkan oleh eutrofikiasi yaitu pencemaran air yang disebabkan oleh
munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
3. Gangguan terhadap estetika dan benda
Gangguan kenyamanan dan estetika berupa warna, bau, dan rasa. Kerusakan
benda yang disebabkan oleh garam-garam terlarut seperti korosif atau karat,
air berlumpur, menyebabkan menurunnya kualitas tempat-tempat rekreasi
dan perumahan akibat bau serta eutrofikasi.
9
1. Pembakaran sempurna, adalah pembakaran dimana semua unsur yang
terbakar membentuk gas karbon dioksida (CO2), uap air (H2O) dan sulfur
(SO2) sehingga tidak lagi ada bahan yang tersisa.
2. Pembakaran tidak sempurna, adalah pembakaran yang menghasilkan gas
karbon monoksida (CO) dimana salah satu penyebabnya adalah kekurangan
jumlah oksigen.
Proses pembakaran adalah reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen
(O2) dari udara. Hasil pembakaran yang utama ialah karbondioksida (CO2), uap air
(H2O), dan disertai energi panas. Sedangkan hasil pembakaran yang lain ialah
karbonmonoksida (CO), abu (ash), NOx atau SOx tergantung pada jenis bahan
bakarnya. Reaksi kimia dari proses pembakaran adalah sebagai berikut
(Dalimunthe, 2006):
C + O2 CO2 + Energi Panas
2H2 + O2 2H2O + Energi Panas
Bahan bakar + Jumlah udara toeritis CO2 + 2H2O + NOx atau SOx dan
gas-gas lainnya (kecuali O2)
Menurut Dalimunthe (2006) Jika pembakaran kekurangan suplai O2 akan
menghasilkan Karbonmonoksida (CO). Kandungan CO yang tinggi
mengindikasikan proses pembakaran tidak komplit dan ini harus seminimal
mungkin dihindari, karena :
a. CO adalah gas yang dapat dibakar. Kandungan CO yang tinggi akan
menghasilkan efisiensi pembakaran yang rendah.
b. Dapat menyebabkan gangguan bau (odour).
Pembakaran dengan udara atau suplai oksigen yang kurang akan
menyebabkan terjadinya perpindahan panas yang berkurang bahkan hilang. Hal ini
disebabkan karena bahan bakar berlebih serta ada bahan bakar yang tak terbakar
sehingga terdapat hasil pembakaran, seperti CO, CO2, uap air, O2, dan N2. Menurut
Dalimunthe (2006) Beberapa hal yang terjadi pada proses pembakaran yaitu :
a. Pembakaran dengan kurangnya udara. Pada proses ini terjadi perpindahan
panas berkurang dan panas hilang disebabkan oleh bahan bakar yang
10
berlebih serta ada bahan bakar yang tak terbakar disamping terdapat hasil
pembakaran, seperti CO, CO2, uap air, O2, dan N2.
b. Pembakaran dengan berlebihnya udara. Pada proses ini terjadi perpindahan
panas berkurang dan panas hilang karena banyaknya udara serta hasil
pembakaran, seperti CO2, uap air, O2 dan N2.
c. Pembakaran dengan udara optimum. Pada proses ini terjadi perpindahan
panas yang maksimum dan panas yang hilang minimum, serta terdapatnya
hasil pembakaran, seperti CO2, uap air, dan N2.
2.4 Insinerasi
Insinerasi yaitu proses pembakaran sampah yang terkendali menjadi gas dan
abu. Alat insinerasi disebut insinerator. Gas yang ditimbulkan adalah
karbondiokasida dan gas-gas yang lain yang kemudian dilepaskan ke udara.
Sedangkan sisa abunya dibuang ke TPA atau dicampur dengan bahan lainnya
sehingga menjadi produk berguna. Untuk memperoleh operasi insinerasi yang
optimum dan efisien, proses pembakaran harus dikontrol sehingga residu yang
dihasilkan sangat kecil dan emisi gas berbahaya dapat dicegah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi proses pembakaran antara lain adalah jenis sampah,
kontrol pembakaran (waktu, turbulensi, dan temperatur), suplai udara (oksigen),
bahan bakar yang ditambahkan dan kontrol emisi gas (Pavoni et.al. 1975).
Menurut Latief (2012) yang dikutip oleh Utami dkk bahwa Insinerasi
merupakan suatu teknologi pengolahan limbah padat dengan cara membakar
limbah pada temperatur tinggi yaitu pada suhu lebih dari 800 ºC dengan maksud
untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang sudah tidak dapat
didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus dan kimia toksik. Sedangkan pada
limbah B3 yaitu untuk mengurangi sifat-sifat berbahaya seperti racun dan radiasi.
Insinerator dapat digunakan terhadap berbagai macam limbah organik, termasuk
minyak, pelarut, bahan farmasi, dan pestisida .
Teknologi insinerasi merupakan cara pengolahan yang baik bagi sampah
yang mudah terbakar dan mempunyai nilai kalor yang memadai. Sampah berbahaya
yang patogenik seperti sampah dari rumah sakit terutama sampah medis yang
berkategori sampah infeksius, sangat baik ditangani dengan cara ini.
11
Mikroorganisme patogen dalam sampah infeksius dapat dihancurkan dalam
insinerator yang baik karena adanya panas yang tinggi. Waktu tinggal sampah serta
temperatur operasi merupakan parameter tertentu dalam keberhasilan proses
insinerasi sampah medis. Pada limbah medis infeksius, proses insinerasi yang
utama adalah detruksi organisme infeksius yang terkandung pada limbah tersebut,
sedangkan operasi tambahannya adalah untuk mengurangi kandungan organik dan
mengontrol emisi pembakaran. Insinerator yang dirancang dengan baik, mampu
memusnakan kandungan organik yang berbahaya dari limbah B3. Sebaliknya,
perancangan dan pengoperasian insinerator yang tidak sempurna akan
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, melalui emisi gas beracun dan
pencemar lain ke atmosfer (Nurhayati, 2011).
Pemanfaatan energi panas insinerasi identik dengan combustion, yaitu dapat
menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan. Faktor penting yang harus
diperhatikan adalah kuantitas dan kontinuitas limbah yang akan dipasok. Kuantitas
harus cukup untuk menghasilkan energi secara continue agar supply energi tidak
terputus (Damanhuri, 2008).
Proses insinerasi menurut Rizal dan Nurhayati (2017) adalah :
1. Proses insinerasi dapat mereduksi volume dan berat limbah secara
signifikan.
2. Limbah dapat ditangani dalam waktu yang relatif lebih singkat.
3. Area yang dibutuhkan relatif lebih kecil.
2.5 Insinerator
Insinerator yaitu tungku pembakaran yang digunakan untuk mengolah
limbah padat menjadi materi gas dan abu (bottom ash dan fly ash). Pengolahan
sampah dengan insinerasi dapat mereduksi volume dan massa serta mengurangi
sifat berbahaya dari sampah infeksius. Faktor yang peranan penting dalam
insinerasi adalah suhu pembakaran dan waktu pembakaran sampah tersebut (Latief,
2012).
Berdasarkan data penelitian EPA (Enviromental Protection Agency) dan
pengalaman operasional industri mengindikasikan bahwa insinerator salah satu
teknologi terbaik untuk berbagai limbah. Menurut sejarahnya, insinerasi adalah
12
teknologi yang paling sering digunakan untuk mengolah limbah medis. Insinerator
dapat mereduksi volume limbah sebesar 90%.
Menurut Chang dkk (2007) yang dikutip oleh Naryono dan Soemarno
(2013) bahwa Sistem ini mempunyai kelebihan yaitu mampu mereduksi volume
sampah yang besar (90%) dengan waktu yang relatif singkat, dapat
mendetoksifikasi bahan patogen hampir 100%.
Desain insinerator yang tidak sempurna akan mengakibatkan terjadinya
polusi udara oleh gas buangnya dan polusi tanah dan air oleh pembuangan
residunya. Adanya akibat pencemaran tersebut mempengaruhi masyarakat untuk
lebih selektif dalam menerima teknologi insinerator. Berdasarkan material sampah
yang akan dibakar, insinerator terbagi atas berbagai jenis seperti insinerator di pusat
pembuangan sampah (skala TPA), insinerator untuk kawasan terbatas (skala TPS
untuk pemukiman), insinerator untuk bulky material (seperti ban bekas, perabotan
rumah tangga bekas, sampah kayu), insinerator untuk sampah berbahaya (seperti
sampah rumah sakit, sampah radioaktif), dan insinerator untuk sludge (seperti
sludge dari saluran pembuangan sampah cair) (Sri, 2011).
Pengolahan limbah padat dengan proses insinerasi dapat mereduksi volume
75%. Insinerasi memiliki beberapa kelebihan, yaitu sebagian dari komponen limbah
B3 dapat dimusnakan dan limbah berkurang dengan cepat. Penggunaan insinerator
yang tidak optimum memiliki berbagai kerugian diantaranya: rusaknya alat,
borosnya bahan bakar, tingginya residu pasca bakar timbul bau tidak sedap dan
timbulnya partikulat yang mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan (Nurhayati,
2011). Jenis limbah yang dapat dimusnahkan dengan alat insinerator menurut Rizal
dan Nurhayati (2017) adalah :
1. Limbah infeksius dari rumah sakit.
2. Limbah Industri, terbagi atas limbah padat, obat kadaluarsa pada industri
farmasi, produk sisa pada industri makanan, sabun, sampo dan lain-lain,
sampah kemasan, adonan permen yang mengeras dan tidak dapat digunakan
pada industri permen, majun atau potongan kain pada industri tekstil, sisa
tembakau dan produk reject pada industri rokok, karet- karet bekas dan
13
sudah tidak bisa dipakai pada industri karet, kerak cat yang sudah mengeras
pada industri otomotif.
3. Limbah lumpur dari proses pengolahan limbah cair (Wastewater Treatment
Sludge) dari berbagai jenis industri.
4. Pembuangan gas hasil pembakaran dapat dikontrol secara efektif untuk
meminimalisir pengaruh pada lingkungan.
.................……………... (2.1)
Keterangan :
Bbt : laju pembakaran
m : massa sampah yang dibakar
t : waktu proses pembakaran
14
c. Rendemen Arang
Rendemen arang digunakan untuk mengetahui kesempurnaan proses
pembakaran. Parameter yang diukur untuk analisis rendemen arang adalah
parameter massa arang yang dihasilkan oleh proses pembakaran dan massa
sampah yang dibakar.
Nilai rendemen arang dihitung dengan presentase perbandingan massa
arang dan massa sampah.
d. Rendemen Abu
Rendemen abu digunakan untuk mengetahui kesempurnaan proses
pembakaran. Parameter yang diukur analisis rendemen abu adalah massa
abu hasil pembakaran dan massa sampah. Nilai rendemen abu dihitung
dengan presentase perbandingan massa abu dan massa sampah.
e. Debit
Debit air adalah kecepatan aliran air per satuan waktu. Untuk dapat
menentukan debit air maka kita harus mengetahui satuan ukuran volume
dan satuan ukuran waktu terlebih dahulu, karena debit air berkaitan erat
dengan satuan volume dan satuan waktu.
……........………... (2.4)
f. Efisiensi Pembakaran
Efisiensi pembakaran dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
perentase alat untuk mereduksi sampah. Efisiensi pembakaran insinerator
dihitung dengan menggunakan rumus :
15
Keterangan :
A : Rendemen Arang (%)
B : Rendemen Abu (%)
Menurut Euis (2007) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pembakaran sampah tanpa asap yaitu :
a. Komposisi atau Jenis Limbah
Perlakuan terhadap limbah klinis yang akan diolah dengan komposisi
limbah yang karakteristiknya tidak dibedakan sehingga kondisinya yang
sama untuk setiap pembakaran.
b. Waktu Insinerasi
Waktu mempengaruhi produk (reduksi abu) yang dihasilkan, semakin lama
proses insinerasi, maka abu yang dihasilkan semakin sedikit. Sehingga
untuk mendapat hasil yang optimal, maka diperlukan waktu operasi yang
optimal pula.
c. Suhu
Suhu sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu maka semakin besar nilai
konstanta kecepatan reduksi sehingga kecepatan reduksi bertambah.
d. Berat Limbah
Berat limbah dipengaruhi produk hasil sebagai perbandingan berat %
reduksi abu.
16
Berikut ini merupakan kriteria desain yang tercantum di dalam Laporan
Perancangan Teknologi Tepat Guna Mini Smokeless Incinerator Kapasitas 100
Liter :
Rangkaian Alat :
a. Kerangka alat, berfungsi untuk menyimpan rangkaian Kerja Mini Smokless
Incinerator Kapasitas 100 Liter.
b. Tungku Pembakaran untuk wadah masuknya sampah yang dibakar dan
terjadinya proses pembakaran, berkapasitas 100 Liter.
c. Cerobong asap, berfungsi untuk saluran asap hasil pembakaran yang dihisap
blower penghisap dan dialirkan pada tabung cyclone. Cerobong terbuat dari
pipa besi 3 inchi dan disambung dengan pipa besi 2,5 inchi. Sedangkan
saluran dari blower penghisap ke tabung cyclone menggunakan pipa besi
berukuran 2 inchi.
d. Blower, pada desain kerja Mini Smokless Incinerator Kapasitas 100 Liter
menggunakan 2 unit blower, 1 berfungsi untuk menghisap asap
pembakaran, dan 1 untuk meniup blower penghisap. Hal ini diperlukan
17
untuk mencegah terjadinya kerusakan blower penghisap asap karena
menghisap asap panas. Blower memiliki spesifikasi 220 V, 3000/3600 rpm.
4. Tabung cyclone, berfungsi untuk proses spray asap dengan spray air,
sehingga asap kotor diinjeksikan ke dalam air. Tabung cyclone terbuat dari
2 galon yang disambungkan menjadi satu.
5. Submersible, berfungsi memompa air untuk menyepray asap pada tabung
cyclone. Spesifikasi submersible memiliki 60 W atau 220-240 V, frekuensi
50-60 Hz, dan head 2 m.
6. Tampungan air, berfungsi untuk penampungan air untuk spray dan air
buangan. Dapat menampung air sebanyak 40 liter.
7. Pipa saluran asap kotor, pipa ini bejenis PVC dengan 2 inchi.
18
2.7 Limbah Cair
Menurut Sugiharto (2008) air limbah (wastewater) adalah kotoran dari
masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air
permukaan, serta buangan lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 yang dikutip dari Okky (2018) bahwa air limbah
adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat
berasal dari rumah tangga (domestik) maupun industri. Begitupun dengan Metcalf
& Eddy (2013), mendefinisikan limbah berdasarkan titik sumbernya sebagai
kombinasi cairan hasil buangan rumah tangga (pemukiman), instalasi perusahaan,
perkotaan, dan industri dengan air tanah, air pemukiman, dan air hujan.
19
organisme yang tidak diinginkan. Jika dibuang dalam
jumlah yang cukup banyak, juga dapat menyebabkan
pencemaran air bawah tanah.
Polutan Utama Senyawa organik dan inorganik dikelompokkan
berdasarkan sifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik,
ataupun sifat toksik yang akut. Banyak sifat dari senyawa
tersebut yang terkandung dalam air limbah.
Zat Organik Zat organik ini cenderung kebal terhadap pengolahan
Yang Sulit limbah zair secara konvensional. Contohnya antara lain
Terdegradasi golongan surfaktan, phenol, dan pestisida pertanian.
Logam Berat Logam berat biasanya ada dalam air limbah berasal dari
fasilitas komersil dan aktivitas industri.
Zat Anorganik Zat seperti kalsium, natrium, dan sulfat sering terdapat
Terlarut dalam air limbah, dan perlu dihilangkan jika limbah
tersebut akan dipergunakan kembali.
Sumber : Data Sekunder, Tchobanoglous, 2003
Tabel 2.3 Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Parameter Satuan Kadar Maksimum*
Ph - 6–9
COD mg/L 30
BOD mg/L 100
TSS mg/L 30
Minyak dan Lemak mg/L 5
Amoniak mg/L 10
Total Coliform Jumlah/100 mL 3000
Debit L/Orang/Hari 1000
Sumber : Permen KLH Nomor 68 Tahun 2016
Keterangan:
*= Rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, lembaga pendidikan,
perkantoran, perniagaan, pasar, rumah makan, balai pertemuan, arena rekreasi,
permukiman, industri, IPAL kawasan, IPAL permukiman, IPAL perkotaan,
pelabuhan, bandara, stasiun kereta api,terminal dan lembaga pemasyarakatan.
20
2.7.1.1 Karakteristik Fisika
1. Kekeruhan (Turbidity)
Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan melewatkan cahaya melalui air
merupakan salah satu tes untuk mengindikasi kualitas air limbah yang
berhubungan dengan koloid dan residu zat yang mengendap. Pengukuran
kekeruhan didasarkan atas perbandingan intensitas cahaya yang
dihamburkan oleh sampel dibandingkan oleh cahaya yang dihamburkan
oleh suspensi referensi dalam kondisi yang sama. Satuan kekeruhan yaitu
NTU (Tchobanoglous, 2003). Kekeruhan umumnya disebabkan karena
adanya zat-zat koloid, zat organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda
yang terapung yang membutuhkan waktu yang lama untuk mengendap.
Kekeruhan juga disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat
anorganik maupun yang organik (Tchobanoglous, 2003).
2. Padatan Total (Total Solids)
Padatan Total (Total Solids) terdiri atas zat organik, anorganik, zat yang
dapat menyerap, zat tersuspensi maupun zat yang terlarut yang terdapat
dalam air limbah (Qasim, 1985).
3. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid)
Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat
dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami
penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron (Sugiharto, 1987).
4. Warna
Parameter warna ini umumnya tidak berbahaya tetapi hanya mengurangi
keindahan saja Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk
mengkaji kondisi umum air limbah. Air buangan industri serta bangkai
benda organis yang menentukan warna air limbah itu sendiri (Sugiharto,
1987). Umur air buangan dapat ditandai secara kualitatif dari warna abu-
abu tetapi apabila senyawa organik dipecah oleh bakteri, O2 terlarut
direduksi sampai 0 dan warna berubah menjadi hitam dan berbau busuk.
Dengan menetapkan warna dapat pula diduga adanya pewarna tertentu yang
kemungkinan logam berat (Tchobanoglous, 2003). Pada air limbah, warna
21
biasanya disebabkan oleh kehadiran materi- materi dissolved, suspended,
dan senyawa-senyawa koloidal, yang dapat dilihat dari spektrum warna
yang terjadi (Siregar, 2005).
5. Bau
Pembusukan air limbah adalah merupakan sumber dari bau air limbah. Hal
ini disebabkan karena adanya zat organik terurai secara tidak sempurna
dalam air limbah. Bau ini berasal dari bahan-bahan volatile (mudah
menguap), gas terlarut, hasil pembusukan bahan oganik dan minyak yang
dilakukan oleh mikroorganisme (Sugiharto, 2008). Bau merupakan
parameter yang subjektif. Pengukuran bau tergantung pada sensitivitas
indera penciuman seseorang. kehadiran bau-bauan yang lain menunjukkan
adanya komponen-komponen lain dalam air. Misalnya, bau telur busuk
menunjukkan adanya hidrogen sufida yang dihasilkan oleh permukaan zat-
zat organik dalam kondisi anaerobik (Siregar, 2005).
6. Temperatur
Limbah cair yang keluar dari suatu industri mungkin mempunyai suhu
panas atau dingin. Perbedaan suhu ini dapat terjadi karena proses produksi
yang dilakukan oleh industri tersebut. Apabila dalam prosesnya dilakukan
pemanasan maka limbah cair yang keluar akan mempunyai suhu yang
panas, demikian juga sebaliknya. Suhu merupakan parameter yang
mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, proses penguraian biologis, dan
kelarutan oksigen dalam limbah cair (Tchobanoglous, 2003). Temperatur
merupakan parameter yang penting dalam pengoperasian unit pengolahan
limbah karena berpengaruh terhadap proses biologi dan fisika (Siregar,
2005).
22
1. pH
Konsentrasi ion hidrogen yang tidak baik pada air limbah dapat
mengakibatkan sulitnya pengolahan secara biologis. Apabila konsentrasi
tersebut tidak diubah terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan,
maka dapat mempengaruhi konsentrasi pada air alam (Tchobanoglous,
2003). Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas air maupun dari air
limbah. Adapun kadar yang baik adalah kadar dimana masih
memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air
limbah dengan konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan
proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya. pH yang
baik bagi air minum dan air limbah adalah netral (7). Semakin kecil nilai
pH-nya, maka akan menyebabkan air tersebut berupa asam (Sugiharto,
2008). Konsentrasi ion hidrogen menjadi parameter penting untuk air dan
air limbah yang alami. Yang menjadi indikator konsentrasi ion hidrogen
adalah pH, yang didefinisikan dengan rumus pH = -10log [H+]. Kondisi
yang memungkinkan adanya kehidupan biologis adalah pH antara 6-9. Air
limbah dengan kondisi ion hidrogen yang ekstrim akan sulit untuk diolah
secara biologis dan jika konsentrasi tidak berubah setelah pengolahan,
effluent dari air limbah tersebut akan mengubah pH dari badan air. pH yang
biasa di badan air antara 6,5-8,5 (Tchobanoglous, 2003).
2. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) dalah banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik dalam kondisi
aerobik (Sawyer, 2003). BOD merupakan suatu analisis empiris yang
mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-
benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir
semua zat-zat organik (Alaerts dan Santika, 1984). BOD adalah banyaknya
oksigen (mg) yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan atau
mengoksidasi bahan organik dalam satu liter air limbah selama pengeraman
(5x24 jam pada suhu 200° C). Jadi, BOD menunjukkan jumlah oksigen
23
terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memecah atau mengoksidasi
bahan-bahan pencemar yang terdapat di dalam suatu perairan (Manik,
2003).
3. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oksidator untuk mengoksidasi bahan/zat organik dan anorganik
dalam satu liter air limbah. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD
karena bahan yang stabil (tidak terurai) dalam uji BOD dapat teroksidasi
dalam uji COD (Manik, 2003). Chemical Oxygen Demand (COD)
digunakan untuk mengukur kadar materi air limbah dan air bersih. COD
juga digunakan untuk mengukur materi pada indsutri dan limbah yang
mengndung senyawa beracun dan biotik. COD dalam limbah biasanya lebih
tinggi dari BOD karena senyawa-senyawa lebih dapat dioksidasi secara
kimia daripada secara biologi. COD lebih sering digunakan karena COD
dapat ditentukan dalam waktu 3 jam, dibandingkan BOD yang memerlukan
waktu 5 hari. COD biasa digunakan sebagai kontrol treatment plant dan
operasi (Tchobanoglous, 2003).
4. Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen
yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan mg/L. Oksigen yang
terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran air limbah yang ada.
Semakin besar DO, maka derajat pengotorannya relatif kecil (Sugiharto,
2008). Oksigen terlarut dibutuhkan untuk respirasi mikroorganisme aerob
serta semua bentuk kehidupan aerobik lainnya. Oksigen terlarut di dalam air
sangat tergantung dengan temperatur dan salinitas. Temperatur dan nilai
salinitas yang tinggi menyebabkan DO semakin rendah. Selain untuk
respirasi DO juga dibutuhkan untuk mencegah timbulnya bau yang
merugikan (Tchobanoglous, 2003). Menurut Manik (2003), konsentrasi DO
dalam air tergantung pada suhu dan tekanan udara. Pada suhu 200 C dengan
tekanan udara satu atmosfer, konsentrasi DO dalam keadaan jenuh adalah
9,2 ppm dan pada suhu 500° C (tekanan udara sama), konsentrasi DO adalah
24
5,6 ppm. Makin rendah nilai DO, makin tinggi tingkat pencemaran dan biota
perairan menghendaki nilai DO lebih besar dari 4 ppm (mg/L).
5. Unsur dan Zat Lain
Selain parameter-parameter kimia di atas, unsur-unsur yang umumnya
diperhatikan kandungannya pada limbah cair yaitu: Nitrogen (N), Amoniak
(NH3-N), Fosfor (P), Nitrit (NO3-N), Logam berat (Fe, Hg, Cd, dan lain-
lain), Klor bebas (Cl2), minyak dan lemak, dan lain-lain.
25
1. Unsur hara makro primer, terdiri dari Karbon (C), Oksigen (O), Hidrogen
(H), Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K).
2. Unsur hara makro sekunder, terdiri dari Kalsium (Ca), Sulfur (S) dan
Magnesium (Mg).
3. Unsur hara mikro, terdiri dari Boron (B), Klor (Cl), Tembaga (Cu), Besi
(Fe), Mangan (Mn), Zeng (Zn) dan Molibden (Mo).
Dari semua jenis unsur hara diatas, yang paling penting dibutuhkan oleh
tanah sebagai media tumbuh tanaman adalah Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium
(K). Pada umumnya pupuk organik memiliki kandungan hara makro N, P, K yang
rendah, tatapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat dibutuhkan
oleh tumbuhan. Sebagai bahan pembenah tanah pupuk organik mencegah
terjadinya erosi, pengerakan permukaan tanah (crusting) dan retakan pada tanah.
Mayoritas tanah atau sekitar 60 % tanah yang berada di Indonesia merupakan jenis
tanah yang kurang kimianya dan fisiknya buruk, serta memiliki kandungan bahan
organik tanah yang minim sekitar kurang dari 2 % (Balai Penelitian Tanah),
sehingga dapat diperbaiki dengan memberikan pupuk organik sesuai keperluan
unsur hara essensial/unsur hara utama : N, P, K yang penting bagi tanaman. Tanah
yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam (kedalaman yang
sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah, pH sekitar 6 – 6,5,
mempunyai aktifitas jasad renik yang tinggi (maksimum). Selain itu juga
kandungan unsur hara yang tersedia bagi tanaman cukup dan tidak terdapat
pembatasan – pembatasan tanah untuk pertumbuhan tanaman. Berdasarkan analisis,
ternyata tanaman terdiri dari sekitar 50 elemen atau unsur. Sedang yang diperlukan
oleh tanaman selama masa pertumbuhan dan perkembangannya ada 16 unsur yang
merupakan unsur hara esensial. Unsur hara makro relative lebih banyak diperlukan
oleh tanaman, sedangkan unsur hara mikro juga sama pentingnya dengan unsur hara
makro, tetapi kebutuhan tanaman terhadap unsur hara tersebut hanya sedikit.
kurangnya unsur hara makro dan mikro, dapat menyebabkan hambatan bagi
pertumbuhan atau perkembangan tanaman dan produktivitasnya.
26
2.8.1 Nitrogen (N)
Nitrogen adalah unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman, yang
pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian –
bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Namun bila terlalu banyak
dapat menghambat tumbuhnya bunga dan pembuahan pada tanaman. Selain
terkandung dalam udara yang tersebar luas, nitrogen juga terkandung baik dalam
kotoran ternak. Fungsi nitrogen pada tanaman menurut Sutejo (1990) yang dikutip
oleh Makiyah (2013) sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan perumbuhan tanaman.
2. Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna
yang lebih hijau, kekurangan nitrogen menyebabkan khlorosis (pada daun
muda berwarna kuning).
3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman.
4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan.
5. Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah.
27
tanaman menyebabkan fosfor tidak akan mudah hilang oleh air dan dapat langsung
diserap olah tanaman.
Kekurangan fosfor dapat mengakibatkan tanaman menjadi kerdil,
pertumbuhan tidak baik, pertumbuhan akar atau ranting meruncing, pematangan
buah menjadi lambat, warna daun lebih hijau dari pada keadaan biasanya, daun
yang tua memiliki warna kuning sebelum waktunya serta menurunya hasil buah
atau biji (Pranata, 2004).
28
d. Peran Dalam Transfor Pada Membran Sel
Gradien elektrokemis tidak stabil menyebrangi membran oleh pergerakan
ion H, ion K bergerak dengan arah berlawanan terhadap gerakan ion H. Hal
ini penting dalam bekerjanya kloroplas (fotosintesis), mitokondria
(respirasi) dan transport translokasi floem.
e. Aktivitas Enzim
Lebih dari 60 enzim memerlukan ion monovalensi untuk aktivitasnya.
Dalam hampir setiap kasus, ion K adalah ion yang paling efisien dalam
mempengaruhi aktivitas enzim tersebut.
Berikut ini merupakan baku mutu pupuk cair menurut Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 70 Tahun 2011 :
29
Tabel 2.4 Baku Mutu Pupuk Cair.
NO PARAMETER SATUAN STANDART MUTU
1. C-Organik % Min 6
2. Bahan Ikutan : % Maks 2
(plastik, kaya, krikil)
3. Logam Berat
- As ppm Maks 2,5
- Hg ppm Maks 0,25
- Bp ppm Maks 12,5
- Cd ppm Maks 0,5
4. pH 4–9
5. Hara Makro :
-N % 3–6
2 5
-P O % 3–6
2
-K O % 3–6
6. Mikroba Kontaminan :
- E.colly, MPN/ml Maks 102
- Salmonella sp MPN/ml Maks 102
7. Hara Mikro :
- Fe total atau ppm 90 – 900
- Fe tersedia ppm 5 – 50
- Mn ppm 250 – 5000
- Cu ppm 250 – 5000
- Zn ppm 250 – 5000
-B ppm 125 – 2500
- Co ppm 5 – 20
- Mo ppm 2 – 10
8. Unsur Lain :
- La ppm 0
- Ce ppm 0
Sumber : Permen Pertanian No. 70 Tahun 2011
30
2.9 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tabel 2.5 Penelitian yang Relevan.
Judul Tahun
Hasil Penelitian
No. Penelitian Peneli Persamaan Perbedaan
Terdahulu
Terdaulu tian
31
3. Pembuatan 2013 Objek Sampah Hasil yang
Pupuk Cair Penelitian sayuran maksimal diperoleh
dan Biogas menggunak pasar pada tabung EM4
dari an sampah diproses 350 ml diblender
Campuran sayuran hingga pada hari ke 25
Limbah pasar dan menjadi yaitu Rasio C/N
Sayuran. melakukan kompos dan 30,22, C-Organik
analisa biogas. 26,66 %, Nitrogen
pupuk 0,88 % dan Biogas
organik cair 13 ml
32
BAB III
METODE PENELITIAN
33
Gambar 3.1 Alat Pembakar Sampah Tanpa Asap
34
sampah organik basah yaitu sayur sawi dan kulit jagung dilakukan proses
penjemuran selama 12 jam dibawah sinar matahari dengan suhu 34 °C - 36
°C. Kemudian sampah organik yang sudah dijemur dilakukan pengujian
kadar air. Sampah organik kering yaitu daun angsana yang sudah kering
diperoleh dari kawasan industri MM2100.
Sampah Organik
Cara Kerja :
35
4. Timbang, ulang pekerjaan hingga diperoleh bobot tetap.
Perhitungan :
𝑤1−𝑤2
Kadar Air = x 100% ..................................(3.1)
𝑤1
Keterangan :
W1 : Bobot sampel awal (g)
W2 : Bobot sampel akhir setelah dikeringkan (g)
36
7. Nyalakan aerator, blower, dan pendingin blower.
8. Masukkan sampah yang akan dibakar, kemudian dibakar.
9. Sampah yang dibakar akan habis menjadi abu, sedangkan air bekas
penyemprot asap pembakaran sampah akan digunakan kembali hingga
menghitam.
Uji Laboratorium
Sampah Organik A
Sampah Organik B
37
Pengujian limbah cair dilakukan dengan menggunakan jasa PT. Ecolab
Laboranusa dan PT. Tuv Nord Indonesia. Metode pengujian limbah cair hasil
pembakaran sampah organik sesuai parameter pengujian laboratorium adalah
sebagai berikut :
Tabel 3. 1 Metode Pengujian Limbah Cair.
No Parameter Pengujian Metode Pengujian
1 Derajat Keasaman (pH) APHA 4500H+ 2012
2 Chemical Oxygen Demand (COD) SNI 6989.2 : 2009
3 Biochemical Oxygen Demand (BOD) APHA 5210 B 2012
4 Total Suspended Solid (TSS) APHA 2540 D 2012
5 Nitrogen Total (N) APHA 4500-N B
6 Fosfor (P) APHA 4500 P
7 Kalium (K) APHA 3120B 2017
Sumber : PT. Ecolab Laboranusa dan PT. Tuv Nord Indonesia, 2019
38
3.5 Diagram Alir Tahapan Penelitian
Mulai
Pengambilan Sampel
Proses Pembakaran
Parameter
Analisis : pH,
BOD, COD, Analisis
TSS, N Total,
Fosfor, dan
Pengolahan Data
Kalium
Penulisan Laporan
Selesai
39
3.6 Rencana Anggaran Biaya
Tabel 3.2 Rencana Anggaran Biaya
No. Item Qty Unit Harga Jumlah Harga
1 Observasi Rp 200.000
2 Sarung Tangan 4 Pcs Rp 5.000 Rp 20.000
3 Masker 10 Pcs Rp 2.000 Rp 20.000
4 Trash Bag 10 Pcs Rp 2.000 Rp 20.000
5 Nampan 4 Pcs Rp 25.000 Rp 100.000
6 Sekop Kecil 1 Pcs Rp 20.000 Rp 20.000
7 Knee Lurus 1 Pcs Rp 2.000 Rp 2.000
8 Sol 1 Pcs Rp 3.000 Rp 3.000
9 SDL 1 Pcs Rp 2.000 Rp 2.000
10 Ball Valve PVC 1 Pcs Rp 18.000 Rp 18.000
11 Lakban Alumninium 1 2 inch Rp 15.000 Rp 15.000
12 Lem Dextone 4 Pcs Rp 15.000 Rp 60.000
13 Isarplas 3 Pcs Rp 8.000 Rp 24.000
14 Wadah Sampel 4 Pcs Rp 10.000 Rp 40.000
15 Korek Api 2 Pcs Rp 2.000 Rp 4.000
16 Uji Laboratorium 2 mg/L Rp 225.000 Rp 450.000
Parameter pH, COD,
BOD dan TSS +
PPN 10%
17 Uj Laboratorium 2 mg/L Rp 550.000 Rp 1.100.000
Parameter N Total, P
dan K + PPN 10 %
Total Rp 2.098.000
40
3.7 Jadwal Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian dimulai pada awal Juli 2019 sampai dengan
akhir September 2019.
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian.
No Uraian Pekerjaan Juli Agustus September
1 Studi Pustaka
2 Penyusunan Proposal
3 Sidang Proposal
4 Observasi
5 Pengambilan Sampel
6 Penjemuran
7 Pembakaran
8 Uji Laboratorium
9 Analisis Data
10 Penyusunan Laporan
41
BAB IV
Gambar 4.1 Sampah Daun Angsana yang digunakan Sebagai Objek Penelitian.
Sumber : Data Primer
42
a). Hari Ke-1 Proses Pengeringan
Gambar 4.2 Sampah Organik Sayuran yang digunakan Sebagai Objek Penelitian.
Sumber : Data Primer
43
Tabel 4.1 Hasil Uji Kadar Air.
Kadar Air
Kadar Air Sebelum
Sampah Organik Sesudah dijemur
dijemur (%)
(%)
Dari hasil pengujian kadar air pada tabel diatas kandungan air yang terdapat
pada sawi yang masih segar mencapai 98,887 % dan kandungan air pada kulit
jagung mencapai 84,222 %. Sedangkan kandungan air pada sawi yang sudah
dilakukan proses pengeringan dengan cara dijemur yaitu 53,426 % pada bagian
batang sawi dan kandungan pada kulit jagung 54,612 % pada bagian tongkol. Dari
penelitian yang dilakukan Edy (2016) diketahui bahwa jenis sampah sangat
berpengaruh terhadap suhu pembakaran. Seperti sampah kain katun, plastik
polietilen, kertas, dan sampah campuran dengan kadar air hingga 40% mampu
terbakar dengan sendirinya. Sementara itu, sampah basah dengan kadar air lebih
dari 80% tidak dapat terbakar dengan sendirinya. Menurut Caneghem dkk (2012)
Kadar air sampah yang tinggi ini dapat menyebabkan turunnya suhu nyala
pembakaran. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Rosyadi dkk (2017)
Pembakaran sampah organik di insinerator dengan kadar air 58,67% ini masih
berlangsung baik walaupun temperatur tidak semaksimal pembakaran dengan kadar
air 43,34 %. Dan pada Penelitian yang dilakukan Taskirawati (2000) Kadar air pada
serasah Acacia mangium 69 % tidak dapat terbakar. Lebih sedikit kandungan air
lebih mudah terbakar. Selain berpengaruh pada mudah tidaknya pembakaran kadar
air juga mempunyai pengaruh pada asap yang ditimbulkan. Pada pembakaran yang
peneliti lakukan sampah organik yang digunakan memiliki kadar air 43,235 % -
54,612 %. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya pembakaran yang tidak sempurna.
Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan gas karbon monoksida (CO)
dimana jika pembakaran menggunakan alat pembakar asap akan sangat
44
mempengaruhi kualitas limbah cair yang dihasilkan. Tabel Berikut adalah data yang
diperoleh dari proses pembakaran :
Tabel 4.2 Data Proses Pembakaran.
Waktu Sesudah Dibakar
Metode Jenis Sebelum
Pembakaran (Arang+Abu)
Pembakaran Sampah Dibakar (Kg)
(Jam) (Kg)
Menggunakan Kering 0,42 2,02 0,24
Alat Basah 0,435 2,025 0,425
Kering 0,334 2,014 0,200
Manual
Basah 0,37 2,018 0,320
Sumber : Data Primer
Dari data diatas didapat waktu habis sampah pembakaran menggunakan alat
pembakar sampah tanpa asap selama 25 menit 20 detik. Suhu tertinggi pembakaran
sampah mencapai 306 oC pada menit ke 25, dan suhu terendah mencapai 188 oC
pada menit ke 5. Sedangkan waktu habis sampah pembakaran manual selama 20
45
menit 35 detik. Suhu tertinggi pembakaran sampah mencapai 269 oC pada menit ke
20, dan suhu terendah mencapai 175 oC pada menit ke 5.
Dari data diatas didapat waktu habis sampah pembakaran menggunakan alat
pembakar sampah tanpa asap selama 26 menit 20 detik. Suhu tertinggi pembakaran
sampah mencapai 291 oC pada menit ke 20, dan suhu terendah mencapai 180 oC
pada menit ke 10. Sedangkan waktu habis sampah pembakaran manual selama 22
menit 15 detik. Suhu tertinggi pembakaran sampah mencapai 280 oC pada menit
ke 20, dan suhu terendah mencapai 188 oC pada menit ke 5.
350
306
300 269
262 254
236
250
210 212
Suhu (oC)
190
200 175
50
0
0
5 10 15 20 25
Waktu (Menit)
46
Pada grafik diatas suhu pada pembakaran menggunakan alat pembakar
sampah pada menit ke-5 sampai menit ke-15 naik dari 210 oC sampai 262 oC. Pada
menit ke-20 suhu mengalami penurunan menjadi 254 oC lalu pada menit ke-25 suhu
naik kembali menjadi 306 oC. Sedangkapan pada pembakaran manual tidak terjadi
penurunan suhu. Suhu terus naik dari menit ke-5 yaitu 175 oC sampai menit ke-20
yaitu 269 oC. Pada menit ke-25 suhu 0 karena waktu pembakaran manual hanya
berlangsung 20 menit.
350
291 286
300 280
260
239
250
Suhu (oC)
196
188
200 180
172
50
0
0
5 10 15 20 25
Waktu (Menit)
47
Menurut Nuryono dkk, Sampah yang mempunyai kandungan air yang tinggi
menyebabkan temperatur ruang bakar rendah, karena sebagaian energi panas
dipakai untuk menguapkan air. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi pembakaran
yang tidak sempurna ( incomplate combustion ).
48
4.1.3 Perhitungan Rendemen Arang
Rendemen arang yaitu parameter massa arang yang dihasilkan dari proses
pembakaran dan massa sampah yang dibakar. Nilai rendemen arang dihitung
dengan presentase perbandingan massa arang dan massa sampah. Hasil
Perhitungan rendemen arang dapat dilihat pada tabel berikut :
Dari hasil perhitungan rendemen arang pada tabel diatas jumlah rendemen
arang pada pembakaran menggunakan alat lebih banyak dari pada jumlah rendemen
arang dari pembakaran secara manual, hal ini berhubungan dengan laju pembakaran
yang relatif lama jika menggunakan alat dikarenakan sedikitnya oksigen yang
berperan pada proses pembakaran menggunakan alat.
49
Dari hasil perhitungan rendemen abu pada tabel diatas jumlah rendemen abu
pada pembakaran manual lebih banyak dari pada jumlah rendemen abu dari
pembakaran menggunakan alat, ditinjau dari pengaruh oksigen pada saat proses
pembakaran. Pembakaran secara manual menghasilkan abu yang lebih banyak
karena proses pembakaaran yang terbuka.
50
a. Pembakaran menggunakan b. Pembakaran Manual
Alat Pembakar Sampah
Gambar 4.5 Perbandingan Asap Pembakaran.
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan asap yang terdapat
pada alat pembakar sampah tanpa asap lebih sedikit dibandingkan dengan
pembakaran sampah secara manual, dapat diketahui bahwa pembakaran
menggunakan alat pembakar sampah lebih baik karena asap yg dikeluarkan lebih
sedikit sehingga mampu menggurangi pencemaran udara dari pada pembakaran
secara manual yang mengeluarkan asap lebih banyak.
51
pengujian yang mengacu pada baku mutu air limbah domestik Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016 dengan parameter pH,
COD, BOD dan TSS.
52
Tabel 4.9 Kadar pH.
Sampel Kadar pH (mg/L) Standar Mutu (mg/L) Kesesuaian
Sampah Organik A 5,69 6–9 X
Sampah Organik B 6,29 √
Sumber : Data Primer
Dari hasil pengujian pada tabel 4.9 diatas menunjukan bahwa kadar pH
sampah organik A kurang dari standar baku mutu dan sampah organik B telah
memenuhi baku mutu yaitu 6-9 mg/L. Kadar pH sampah organik A lebih asam
sedangkan sampah organik B basah. Suhu dan kelembapan bisa mempengaruhi
kadar pH. Sampah organik B yang merupakan sampah organik basah mengandung
air lindi yang bisa mempengaruhi kadar pH sehingga pH menjadi basah.
Pada Tabel 4.10 diatas menunjukan bahwa kadar BOD pada sampah organik
A dan sampah organik B melebihi kadar standar baku mutu BOD yaitu 30 mg/L,
hal tersebut dipengaruhi oleh faktor suhu pembakaran yang kurang maksimal, yang
53
disebabkan oleh kurangnya suplai oksigen yang menyebabkan tingginya produksi
CO2 dan CO. Pembakaran dengan udara atau suplai oksigen yang kurang akan
menyebabkan terjadinya perpindahan panas yang berkurang bahkan hilang karena
bahan bakar berlebih. Akibat adanya bahan bakar yang tak terbakar menghasilkan
zat atau senyawa hasil pembakaran, seperti CO, CO2, uap air, O2, dan N2
(Dalimenthe, 2006).
Pada Tabel 4.11 menunjukan bahwa kadar COD sampah organik A dan
sampah organik B tersebut melebihi standar mutu yaitu 100 mg/L. Tingginya kadar
COD disebabkan oleh tingginya kadar BOD, karena segala macam bahan organik,
baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi.
Karbon yang dihasilkan dari asap pembakaran mengakibatkan kadar bakteri tinggi,
hal tersebut diketahui dari kadar COD dan BOD yang tinggi.
54
4.2.4 Analisis Kadar Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) adalah jumlah berat dalam mg/l kering sludge
yang berada didalam air limbah setelah mengalami proses penyaringan dengan
membran berukuran 0,45 mikron. Padatan-padatan ini yang menyebabkan
kekeruhan air tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan
tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil
dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertantu, tanah liat dan lain -lain.
Air buangan selain mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah yang bervariasi,
juga sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid. Padatan terendap dan
padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari kedalam air,
sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Muhajir,
2013).
Setelah dilakukan pengujian menggunakan metode APHA 2540 D 2012
dengan menggunakan jasa PT. Ecosindo Laboranusa diperoleh hasil pembacaan
sampel sampah organik A kandungan TSS yaitu 20,00 mg/L dan sampah organik
B yaitu 17,00 mg/L. Hasil uji dapat dilihat pada tabel berikut :
Dari hasil pengujian pada tabel 4.12 diatas menunjukan bahwa kadar TSS
sampah organik A dan sampah organik B telah memenuhi baku mutu yaitu 30 mg/L.
Kadar TTS sampah organik A lebih besar dari pada sampah organik B dilihat dari
limbah cair yang dihasilkan sampah organik A lebih keruh walaupun warnamya
putih bening dibandingkan dengan sampah organik B.
55
Penelitian ini dilakukan pengujian Kadar N, P dan K untuk mengetahui apakah
limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah organik dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk cair atau tidak.
Dari hasil pengujian pada tabel 4.13 diatas menunjukan bahwa kadar
Nitrogen Total sampah organik A dan sampah organik B tidak memenuhi standar
mutu pupuk cair.
56
Setelah dilakukan pengujian menggunakan metode APHA 4500 P dengan
menggunakan jasa PT. Tuv Nord Indonesia diperoleh hasil pembacaan sampel
sampah organik A kandungan P yaitu 0,55 mg/L dan sampah organik B yaitu 7,80
mg/L. Hasil uji dapat dilihat pada tabel berikut :
Dari hasil pengujian pada tabel 4.14 diatas menunjukan bahwa kadar Fosfor
sampah organik A dan sampah organik B tidak memenuhi standar mutu pupuk cair.
Dari hasil pengujian pada tabel 4.15 diatas menunjukan bahwa kadar
Kalium sampah organik A dan sampah organik B tidak memenuhi standar mutu
pupuk cair.
57
Dari hasil pengujian kadar N Total, P, dan K tidak ada yang memenuhi baku
mutu. Menurut Septiningrum (2011) menyebutkan bahwa hasil analisis kimia dari
tongkol jagung mengandung hanya mengandung nitrogen 2,12%, serta menurut
Herawati dan Wibawa (2010) Sawi mempunyai kandungan asam-asam amino yang
merupakan sumber nitrogen karena air limbah yang dihasilkan dari proses
pembakaran, dimana asap pembakaran kontak langsung dengan air hal tersebut
sangat mempengaruhi kadar NPK pada limbah cair.
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
:
1. Efisiensi pembakaran menggunakan alat pembakar sampah tanpa asap
sampah organik kering = 88,119 % dan sampah organik basah efisiensi =
79,012 %. Sedangkan pada proses pembakaran manual, sampah organik
kering efisiensi= 90,070 % dan sampah organik basah efisiensi = 83,125
%. Proses pembakaran manual lebih efisien dibandingkan menggunakan
alat, hal ini dikarenakan kinerja alat pembakar sampah yang masih belum
maksimal yaitu karakteristik sampah organik basah yang memiliki kadar air
54, 612%, temperatur yang hanya mencapai dari 306 oC, dan suplai udara.
2. Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh proses pembakaran sampah
organik diketahui dari hasil analisis kadar pH, BOD, COD, dan TSS.
Sampah organik kering yaitu pH = 5,69 mg/L, BOD = 268,03 mg/L, COD
= 370,67 mg/L, dan TSS = 20,00 mg/L. Hanya kadar TSS saja yang telah
memenuhi baku mutu, untuk kadar pH, BOD, dan COD tidak memenuhi
baku mutu. Sedangkan sampah organik basah yaitu pH = 6,29 mg/L, BOD
= 652,26 mg/L, COD = 760,67 mg/L, dan TSS = 17,00 mg/L. Kadar pH
dan kadar TSS telah memenuhi baku mutu, untuk kadar BOD dan COD
tidak memenuhi baku mutu.
3. Dari pengujian diketahui kadar Nitrogen Total limbah cair sampah organik
kering = 0,000485 %. Fosfor = 0,000055 %, Kalium = 0,00001 %. Dan N
Total limbah cair sampah organik basah = 0,00989 %. Fosfor = 0,00078 %.
Kalium = 0,00001 %. Jadi kadar NPK pada limbah cair sampah organik
kering dan basah tidak memenuhi syarat sebagai pupuk cair organik
dikarenakan air limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran, dimana
59
asap pembakaran kontak langsung dengan air hal tersebut sangat
mempengaruhi kadar NPK pada limbah cair.
5.2 Saran
Saran yang penulis sampaikan adalah :
1. Agar penggunaan alat pembakar sampah tanpa asap bisa lebih efesien untuk
mencapai suhu maksimal maka diperlukan desain ulang alat pembakar
sampah tanpa asap.
2. Perlu adanya proses untuk menurunkan kadar COD dan BOD pada limbah
cair yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah.
3. Pemilihan sampah sebelum pembakaran perlu dilakukan agar tidak
mempengaruhi hasil uji laboratorium.
4. Diperlukan Pengujian analisis sampel sebelum dilakukan proses
pembakaran agar dapat diketahui penyebab hasil uji laboratorium.
60
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G., & S.S Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Indonesia.
Chang, YF; Lin, CJ; Chyan, J.M; Chen I.M; Chang, JE. 2007. Multiple regression
models for the lower heating value of municipal solid waste in Taiwan.
Journal of Environmental Management.
Eddy. 2008. Karakteristik Libah Cair. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol.2,
No.2, p.20.
61
Euis, Nurul Hidayah. 2007. Uji Kemampuan Pengoperasian Insinerator
untukMereduksi Limbah Klinis Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. UPN
“Veteran” Jawa Timur.
Hanafi, Alif Dwi. 2019. Laporan Kerja Praktek dengan judul Analisis Instalasi
Pengolahan Air Limbah PT. Jababeka Infrastruktur.
Isnaeni, D. 2015. Penentuan Kadar P2O5 dalam Pupuk NPK Phonska I dengan
Membandingkan Dua Metode Uji pada Spektrofotometer UV-Vis. Laporan
PKL. Universitas Negeri Semarang : Semarang.
Makiyah Mujiatul. 2013. Analisis Kadar N, P Dan K Pada Pupuk Cair Limbah
Tahu dengan Penambahan Tanaman Matahari Meksiko (Thitonia
Diversivolia). Universutas Negeri Semarang : Semarang.
Metcalf and Eddy., 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Fourth
Edition. Mc Graw Hill : California.
Muhajir, 2013. Penurunan Limbah Cair COD Dan BOD Pada Industri Tahu
Menggunakan Tanaman Cattail (Typha Angustifolia) Dengan Sistem
Constructed Wetland. Universitas Negeri Semarang : Semarang.
Obeng, L.A. dan Wright, F.W. 1987. The co-composting of domestic solid and
human wastes. World Bank Technical Paper. No: 57.
Pavoni, J.L., Heer, J,E., dan Hagerty, D.J. 1975. Handbook of Solid Waste
Disposal. Van Nostrand Reinhold Company.
Pranata, A.S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Pradipta, Adia Nuraga Galih. 2011. Desain dan Uji Kinerja Alat Pembakar
Sampah (Incinerator) Tipe Batch untuk Perkotaan Dilengkapi dengan
Pemanas Air. Institut Pertanian Bogor : Jawa Barat.
Rizal, Adi Moh, Nurhayati Indah. 2017. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya
Dan Beracun (B3) Dengan Insinerator Tipe Reciprocating Grate
Incinerator. Universitas PGRI Adi Buana : Surabaya.
Rosyadi Imron, Mekro Permana Pinem, Aswata, Yusvardi, Dhimas Satria, Lega A.
2017. Analisa Pengaruh Kelembaban Sampah Kayu dan Sisa Makanan
Pada Incenerator Portable Skala Rumah Tangga. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa : Banten.
63
Rozak Ibnu, dkk. 2019. Laporan Perancangan Teknologi Tepat Guna Mini
Smokeless Insinerator Kapasitas 100 Liter. TL.15.F1. Universitas Pelita
Bangsa : Bekasi.
Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta.
Wahyono Sri. 2011. Pengolahan Sampah Organik Dan Aspek Sanitasi. Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT .
65
66
Lampiran 2 Certifikat of Analisis (PT. Tuv Nord Indonesia).
67
68
69
70
Lampiran 3 Perhitungan Laju Pembakaran, Rendemen Arang, Rendemen Abu,
dan Efisiensi Pembakaran.
Keterangan :
Bbt : laju pembakaran
m : massa sampah yang dibakar
t : waktu proses pembakaran
2. Pembakaran manual
- Sampah organik kering - Sampah organik basah
2,014 𝑘𝑔 2,018 𝑘𝑔
Bbt = 0,334 𝑗𝑎𝑚 Bbt = 0,370 𝑗𝑎𝑚
Rendemen Arang
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔
RA (%) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎx 100%
0,19 0,305
RA (%) = x 100% RA (%) = x 100%
2,02 2,025
71
2. Pembakaran manual
- Sampah organik kering - Sampah organik basah
0,11 0,19
RA (%) = 2,014x 100% RA (%) = 2,018x 100%
Rendemen Abu
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑏𝑢
RB (%) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎx 100%
0,05 0,12
RB (%) = x 100% RB (%) = 2,025x 100%
2,02
2. Pembakaran manual
- Sampah organik kering - Sampah organik basah
0,09 0,19
RA (%) = 2,014x 100% RA (%) = 2,018x 100%
Efisiensi
E (%) = 100% - ( A (%) + B (%) )
Keterangan :
E : Efisiensi (%)
A : Rendemen Arang (%)
B : Rendemen Abu (%)
1. Pembakaran menggunakan alat pembakar sampah tanpa asap
- Sampah organik kering - Sampah organik basah
E (%) = 100%-( 9,406 %+2,475 %) E (%) = 100%-(15,062 %+5,926 %)
E (%) = 88,119 % E (%) = 79,012 %
72
1. Pembakaran Manual
- Sampah organik kering - Sampah organik basah
E (%) = 100%-(5,462 %+4,469 %) E (%) = 100%-(9,415 %+ 7,433 %)
E (%) = 90,070 % E (%) = 83,152 %
73
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Skripsi
74
Lampiran 5 Hasil Pengecekan Plagiatisme by Turnitin
75
76
DOKUMENTASI
77
Proses Pengambilan Sampah Organik Pasar Cikarang Kabupaten Bekasi
78
Arang Sisa Pembakaran Sampah Organik Kering
79
RIWAYAT HIDUP
80