……………………….
Oleh:
Kelompok 6
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Rahma Ramadhani, S.Pd.,
M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum Dalam Pelaksanaan
Proyek yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 6
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 6
2.1 Pngertian Sengketa.................................................................... 6
2.2 Penyebab Terjadinya Sengketa Kontruksi................................ 7
2.3 Mitigasi Sengketa Hukum Dalam Kontrak Kerja Konstruksi... 9
2.4 Penyelesaian Sengketa Kontruksi di Indonesia......................... 14
BAB III PENUTUP....................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan............................................................................... 16
3.2 Saran.......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Saat ini Indonesia dihadapkan pada fenomena pemerataan pembangunan.
Presiden Joko Widodo gencar membangun proyek infrastruktur hingga ke pelosok
daerah. Secara tidak langsung hal tersebut menjadikan jasa konstruksi sebagai salah
satu dari enam sektor yang memberi konstribusi bagi perekonomian Indonesia. Yang
dikhawatirkan adalah sengketa konstruksi meningkat sejalan dengan intensitas
pembangunan saat ini. Bagaimanapun, sengketa konstruksi masih menjadi masalah
serius di beberapa negara.
Masalah utama yang dihadapi oleh industri konstruksi di Indonesia
adalah adanya perselisihan atau sengketa antara pengguna jasa dan penyedia jasa
4
sebagai dampak atas adanya tuntutan/klaim yang diajukan oleh pengguna jasa,
khususnya pada sektor publik konstruksi.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi diharapkan
mampu mengatasi masalah ini. Berhubung peraturan pelaksanaan yang diamanatkan
oleh undang-undang ini belum terbit maka penelitian ini perlu dilakukan agar
menghindarkan pembentuk peraturan dari kesalahan persepsi. Karena itu, penelitian
ini berisi analisis normatif penulis terhadap filosofi dan mekanisme penyelesaian
sengketa konstruksi di Indonesia setelah terbitnya Undang-Undang No. 2 Tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi.
.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan penting yang terkait dengan
sub-bab yang akan dibahas pada BAB II Pembahasan. Rumusan masalah dituliskan
dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Bagaimana ?
b. Pertanyaan makalah kedua?
c. Dst.
.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan berisi pernyataan-pernyataan penting yang berisi jawaban
dari rumusan masalah. Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:
5
a. Untuk mengetahui tentang aspek hukum sengketa dalam proyek.
b. Untuk memahami tentang penyelesaian sengketa dalam proyek.
c. Untuk memahami sistem hukum dalam persengketaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pngertian Sengketa
Tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain.
Tetapi kondisi ideal itu sulit diwujudkan karena manusia adalah makhluk yang tidak
bisa ditebak (unpredictable). Bagaimanapun, sengketa tetap terjadi di dalam
kehidupan bersama. Pembagian hak dan kewajiban yang sudah disepakati bersama
dapat dilanggar setiap saat di kemudian hari. Sengketa pun timbul dan mengakibatkan
sejumlah kerugian di antara para pihak yang bersengketa.
Untuk mengantisipasi timbulnya sengketa dan/ atau menyelesaikan sengketa
yang timbul, manusia menempuh berbagai cara. Salah satunya adalah dengan cara
6
memfungsikan “hukum” ke tataran hidup praktis. Hukum dijadikan sebagai salah satu
sarana untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa dan/atau
menyelesaikan sengketa. Wujud hukum itu dapat dilihat antara lain dalam perjanjian
tertulis (kontrak), lembaga kekuasaan kehakiman, atau mekanisme alternatif
penyelesaian sengketa.
Sengketa merupakan perbedaan kepentingan antar individu atau lembaga pada
objek yang sama yang dimanifestasikan dalam hubungan-hubungan diantara mereka.
Sengketa dalam kontrak kerja konstruksi atau construction dispute adalah kejadian
yang terkadang timbul dan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan kontrak.Sengketa
dapat terjadi antara masyarakat dan antar lembaga. Menganalisis siapa dan mengapa
mereka terlibat adalah salah satu aspek yang penting dalam studi tentang sengketa
sistem penguasaan tanah. Untuk itu perlu dipahami dengan baik siapa subjek yang
terlibat dalam sengketa tersebut. Subjek didefinisikan sebagai para pelaku yang
terlibat dalam sengketa sistem penguasaan tanah, baik pelaku yang mempengaruhi
ataupun yang dipengaruhi. Hal ini dapat bersifat individu, masyarakat, kelompok
sosial atau institusi.
7
d. Pengaruh eksternal yag tidak terkendali (uncontrollable external
events)
e. Persaingan dikarenakan budaya (adversarialindustry culture)
f. Harga tender yang tidak realistis (unrealistic tender pricing)
g. Kontrak yang tidak tepat dan tidak sempurna (inappropriate contract
type)
h. Ketidakmampuan/Ketidak terampilan para peserta proyek (lack of
competence of project participans)
i. Tidak adanya profesionalisme (lack of professionalism of project
participans)
j. Klien tidak memperoleh informasi yang benar sehingga bersikap ragu (client’s
lack of information or decisiveness)
k. Memberikan harapan yang tidak realistis (unrealistic information expectation
by contractors).
Uraian di atas hanya menyajikan sebagian kecil penyebab sengketa di sektor
konstruksi. Daftar di atas bisa bertambah lagi karena mengingat kompleksitas sektor
jasa konstruksi itu sendiri. Meski demikian, uraian ringkas di atas setidaknya mampu
memperlihatkan bahwa sengketa konstruksi utamanya disebabkan oleh faktor
manusia. Misalnya salah satu pihak dirugikan karena pihak lawan tidak melaksanakan
komitmennya dalam memfasilitasi “klaim”, ketidakmampuan atau ketidakterampilan
peserta proyek, serta tidak adanya profesionalisme.
Sekilas, ketidaksempurnaan Kontrak Kerja Konstruksi bisa menjadi salah satu
faktor penting timbulnya sengketa. Kualitas kontrak yang buruk akan mempengaruhi
cara penafsiran para pihak. Namun jika dicermati, kualitas kontrak sepenuhnya
bergantung pada kualitas manusia yang ikut terlibat merumuskan hasil negosiasi ke
dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Meski demikian, sengketa yang terjadi di sektor konstruksi tidak semata-mata
disebabkan manusia. Selain faktor kualitas manusia, sengketa konstruksi juga
8
dipengaruhi oleh faktor di luar kekuasaan manusia. Misalnya faktor politik, ekonomi
dan keamanan yang tidak stabil, lingkungan (budaya), perubahan regulasi hukum
serta kondisi geografis. Dengan demikian, sengketa di sektor kontruksi disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor kualitas manusia dan faktor di luar kekuasaan manusia.
9
konstruksi yang diberikan oleh pemilik proyek atau pemberi tugas. Hak dan
kewajiban adalah ketentuan tentang apa yang harus dipenuhi oleh para pihak
yang terikat dalam suatu kontrak kerja konstruksi, yang meliputi waktu, mutu
dan biaya. Sengketa hukum dapat terjadi apabila salah satu pihak melakukan
cidera janji atau wanprestasi, serta perubahan pekerjaan. Cedera janji dari pihak
penyedia jasa atau pelaksana konstruksi antara lain adalah tidak dipenuhinya
ketentuan penyelesaian pekerjaan berdasarkan waktu, mutu dan biaya yang telah
ditetapkan dalam kontrak kerja konstruksi. Cedera janji dari pihak pengguna jasa
atau pemilik proyek antara lain dapat berupa penyiapan lahan, pembebasan tanah
tempat berlangsungnya pekerjaan, atau tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran
kepada pihak penyedia jasa yang telah menyelesaikan pekerjaan.
2. Konsep Mitigasi Sengketa Hukum
Sengketa hukum dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi ini dapat
mengakibatkan kerugian waktu, biaya, tenaga dan kemungkinan pula
mendapatkan hukuman sanksi denda. Upaya melakukan mitigasi terjadinya
sengketa hukum secaramteori dinyatakan seperti berikut:
“Risk response development involves defining enhancement steps for
opportunities and responses to threats. Responses to threats generally fall
into one of three categories” :
1. Avoidance - eliminating a specific threat, usually by eliminating the
cause. The management can never eliminate all risk, but specific risk
events can often be eliminated.
2. Mitigation - reducing the impact of a risk event by reducing the
probability of occurrence, reducing the risk event value, or both.
3. Acceptance - accepting the consequences. Acceptance can be active
(e.g.,by developing a contingency plan to execute should the risk event
occur) or passive (e.g., by accepting a lower financial impact if some
activities overrun).”
10
Langkah mengatasi sengketa hukum adalah dengan cara avoidance atau
menghindarinya, mitigation atau mengurangi dampaknya dan dengan
acceptance, atau menerima konsekuensi dari sengketa hukum tersebut. Mitigasi
terjadinya sengketa hukum pada dasarnya dapat diperlakukan dengan pilihan
menghindari, memitigasi atau menerima, dengan metode mitigasi sengketaq
hukum akan dapat diperoleh dampak yang paling kecil konsekuensinya.
Langkah untuk menghindari terjadinya sengketa hukum adalah dengan
menentukan langkah dari pilihan avoidance atau menghilangkan sengketa itu
terjadi dengan menghilangkan penyebab dari sengketa tersebut. Penyebab
sengketa tersebut pada umumnya tidak semua dapat dihilangkan akan tetapi
untuk sengketa tertentu penyebab sengketa tersebut dapat dihilangkan atau
dikurangi.
K and M Business Law menyatakan tentang cara menghindarkan terjadinya
sengketa hukum dalam kontrak kerja konstruksi, adalah sebagai berikut:
”The majority of disputes on construction projects are a direct result of
incomplete design, lack of information, excessive changes being
implemented once construction is underway or delays in approving extra
work. Investing a reasonable portion of the project budget at the design
stage means that the potential claim for extra work and changes is
minimized and that alternative designs, materials and construction
methods can be more carefully considered. Although construction disputes
can arise from a number of factors, some of the more common reasons for
disagreement are:
1. conficting expectation
2. Poor risk allocation
3. Lack of communication
4. Unclear contracts
5. Failing to deal with problems as they come up
11
Business owners and contractors can avoid most of the above issues with
proper planning and communication.One of the best ways to avoid
construction disputes is to understand the contract. You should review the
contract terms and conditions with a construction litigation attorney
before signing. Of particular importance are the payment terms,
adjudication clause, variations and extension of time clauses, and time
limits for issuing dispute notices. A clear contract is important in
resolving disputes.”
Caryl Malcolm dari Hullah and Associates memberikan pendapatnya
tentang bagaimana semua pihak yang terkait dalam kegiatan kerja konstruksi
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya sengketa hukum, sebagai berikut :
“Initial development of a risk management program takes a concerted
effort but once established provides enormous benefits that are
advantageous to all parties, such as:
1. there is a low incident of conflict, disputes, claims, disruption to
work, delays etc.
2. it avoids lawsuits
3. there is a reduced cost for delays and disputes
4. there is a better working relationship throughout project duration
5. there is better management and administration of contracts.
Tindakan yang harus dilakukan adalah untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya suatu kejadian tertentu, dan mengurangi nilai dari dampak kejadian
tersebut, atau keduanya.
Law Answers Encyclopedia menjelaskan tentang makna mitigate,
mitigation dan mitigation of damage di dalam bidang hukum sebagai
berikut:
“The word mitigate means to reduce lessen or make less severe or harsh.
In Criminal law mitigation of punishment refers to reduction in punishment
12
due to mitigating circumstances that reduce the criminal's level of
culpability. Mitigating circumstance in criminal law can be a fact or
situation that does not bear on the question of a defendant's guilt but that is
considered by the court in imposing punishment especially to lessen the
severity of a sentence. For example the existence of no prior convictions is a
mitigating circumstance. Likewise in civil law, mitigation of damages refers
to reduction of damages. Mitigation refers to the lessening of something. In
tort law, there is a requirement that someone injured by another's negligence
or breach of contract must take reasonable steps to reduce the damages,
injury or cost, and to prevent them from getting worse.A person who claims
damages as a result of another's negligence or breach of contract has a duty
under the law to "mitigate" those damages, so that they must take advantage
of any reasonable opportunity under the circumstances to reduce or
minimize the loss or damage. Mitigation of damages involves taking steps to
lessen the harm that occurs as a result of someone else improper actions. It
is a legal term, used to limit recovery in civil litigation. It places the
obligation on a plaintiff to resolve his situation, and limits the amount of
damages a plaintiff will receive if he fails to do so.”
Pada prinsipnya mitigasi dalam bidang hukum berdasarkan definisi di atas
dan dalam arti luas dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan preventif
atau korektif atas suatu kejadian perkara dalam bidang hukum baik yang
belum terjadi, sedang terjadi atau setelah terjadinya kejadian hukum tersebut.
Konsep mitigasi terjadinya sengketa dalam bidang hukum berarti mencari
langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
sengketa hukum, mengurangi nilai dari dampak kejadian tersebut, atau
keduanya.
K and M Business Law menyatakan tentang cara mengurangi dampak dari
sengketa hukum dalam kontrak kerja konstruksi adalah sebagai berikut:
13
“Before starting a construction project, potential risks should be
identified up front. After risks have been identified, the parties should
agree who will be responsible for obtaining insurance for those risks. For
risks that cannot be insured, the parties should determine who is best able
to minimize that risk.”
Tujuan strategisnya adalah mengurangi kerugian-kerugian yang terjadi
akibat terjadinya sengketa hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa, dan
tujuan-tujuan sekunder adalah mengatasi dampak yang terjadi akibat
terjadinya sengketa hukum dalam suatu kontrak kerja konstruksi, antara lain
adalah terhentinya atau tidak diselesaikannya proyek yang menjadi objek
kontrak tersebut. Dampak ini dapat terjadi kepada pengguna proyek baik
langsung maupun tidak langsung. Sebagai contohnya adalah untuk suatu
pekerjaan jembatan, jika terjadi sengketa dan pekerjaannya tidak
diselesaikan, maka masyarakat penguna yang akan terkena dampaknya.
14
mufakat. Dalam hal para pihak yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan,
maka penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan upaya penyelesaian sengketa
yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi atau dalam hal tidak tercantum
dalam Kontrak Kerja Konstruksi, para pihak bersengketa membuat suatu persetujuan
tertulis mengenai tata acara penyelesaian sengketa yang akan dipilih”.
Langkah-langkah penyelesaian perselisihan diatur pada Pasal 88 ayat 4 UU Jasa
Konstruksi adalah sebagai berikut:
a. mediasi
b. konsiliasi
c. arbitrase
Selain itu Pasal 88 ayat 5 UU Jasa Konstruksi mengatur adanya keberadaan dewan
sengketa yang dalam bagian Penjelasan UU Jasa Konstruksi diberikan pengertian
sebagai tim yang dibentuk berdasarkan kesepakatan para pihak sejak pengikatan Jasa
Konstruksi untuk mencegah dan menengahi sengketa yang terjadi di dalam
pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi.
Oleh karena itu, pada UU Jasa Konstruksi sengketa diajarkan untuk diselesaikan
secara permusyawarahan serta pemufakatan yang diutamakan dilakukan di luar
pengadilan. Tapi tetap harus memperhatikan Pasal 47 ayat(1) UU Jasa Konstruksi.
Pada Pasal 47 ayat(1) UU Jasa Konstruksi, “salah satu klausula yang dipersyaratkan
tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi adalah ketentuan mengenai:
a. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara
penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan; dan
b. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi”. Pada penjelasan Pasal 47
ayat(1) UU Jasa Konstruksi terkait dengan penyelesaian sengketa
diatur:
“Penyelesaian perselisihan memuat ketentuan tentang tatacara penyelesaian
perselisihan yang diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian,
penafsiran, atau pelaksanaan berbagai ketentuan dalam Kontrak Kerja Konstruksi
serta ketentuan tentang tempat dan cara penyelesaian. Penyelesaian perselisihan
ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi, arbitrase, ataupun pengadilan”.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bagian ini berisi ringkasan dan simpulan dari seluruh pembahasan yang telah
dipaparkan di BAB II. Dalam kesimpulan tidak perlu memasukkan kutipan apapun.
Panjang kesimpulan dibatasi maksimal sebanyak 2 lembar. Kesimpulan dan seluruh
isi BAB III Penutup diketik dengan format margin 4 cm (kiri), 4 cm (atas), 3 cm
(kanan), dan 3 cm (bawah). font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12
16
pt. dengan spasi ukuran 1.5. Judul BAB dan setiap sub-judul yang ada dalam BAB III
Penutup wajib diketik cetak tebal (bold).
3.2 Saran
Bagian ini berisi saran-saran yang dikemukakan oleh mahasiswa bagi
pembaca dan Mahasiswa Teknik Sipil sebagai konsekuensi dari membaca isi
pembahasan makalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Saran dibuat dalam bentuk
poin-poin sebagai berikut:
3.1.1 Bagi Pembaca
a. Dapat memahami aspek hukum dasar dalam proyek.
b. Teliti dalam melakukan keputusan.
c. Memahami ilmu-ilmu hukum proyek.
3.1.2 Bagi Mahasiswa Teknik Sipil
a. Dapat menerapkan hukum sebelum melakukan suatu proyek.
b. Bertransparansi dalam melakukan proyek agar tidak terkait hukum dengan
berwajib.
c. Dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam isi makalah harus didaftarkan di bagian
Daftar Pustaka. Isi daftar pustaka minimal harus memuat pustaka-pustaka acuan yang
berasal dari sumber yang direkomendassikan oleh dosen pengampu mata kuliah.
Sangat dianjurkan untuk menggunakan sumber acuan atau literatur yang diterbitkan
selama 10 tahun terakhir.
17
Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley atau References Ms. Word. Bentuk font yang digunakan adalah
Times New Roman ukuran 12 pt. Spasi untuk daftar referensi adalah 1 spasi. Daftar
pustaka ditulis dengan model paragraf Hanging. Format penulisan yang digunakan
adalah sesuai dengan format APA 6th Edition (American Psychological Association).
Berikut adalah contoh penggunaan beberapa referensi.
Catatan: Penjelasan ini tidak perlu dimasukkan dalam penulisan daftar pustaka yang
sebenarnya. Demikin juga dengan tulisan bertanda *) tidak perlu dimasukkan pada
daftar pustaka sebenarnya.
Buku 1 Penulis*)
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Buku 2 Penulis*)
Tubagus, A, & Wijonarko. (2009). Langkah-Langkah Memasak. Jakarta: PT
Gramedia.
Buku 3 Penulis*)
Leen, B., Bell, M., & McQuillan, P. (2014). Evidence-Based Practice: a Practice
Manual. USA: Health Service Executive.
18
Soeseno, S. (1993). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Buku Terjemahan*)
Gladding, S. T. (2012). Konseling: Profesi yang Menyeluruh (6th ed.). (Terj. P.
Winarno, & L. Yuwono). Jakarta: PT. Indeks.
19
dependence, DRD2 Al allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco
Research, 6, 249—267
Majalah*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17.
Majalah Online*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17. Diakses
dari: http//majalahmarketing.com//
Surat Kabar*)
20
Irawan, A. (24 September 2010). “Impor Beras dan Manajemen Logistik Baru”.
Koran Tempo, A11.
Video*)
American Psychological Association. (Produser). (2000). Responding therapeutically
to patient expressions of sexual attraction [DVD]. Tersedia di
http://www.apa.org/videos/
Serial Televisi
Egan, D. (Penulis), & Alexander, J. (Pengarah). (2005). Failure to communicate
[Episode Seri Televisi]. In D. Shore (Produser Pelaksana), House. New York,
NY: Fox Broadcasting.
Musik Rekaman*)
Lang, K.D. (2008). Shadow and the frame. On Watershed [CD]. New York, NY:
Nonesuch Records.
21
22