Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ASPEK HUKUM

“Studi Kasus Kegagalan Konstruksi”

Dosen Pengajar :
Deyke Junita Femeli Mandang, ST.,MM

Disusun Oleh :
Nama: Putri Marza Nabila Anuna
NIM: 20012049
Kelas: 6C KBG

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PROGRAM STUDI KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
POLITEKNIK NEGERI MANADO
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Studi Kasus Kegagalan
Konstruksi” tepat pada waktunya.
Terimakasih saya ucapkan kepada dosen pembimbing kami “Deyke Junita Femeli
Mandang, ST.,MM” yang telah memberikan tugas kepada kami. Dan juga saya ucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan.
Untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak
terutama dosen mata kuliah Aspek Hukum.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan,
umumnya bagi semua pihak dan khususnya bagi saya sendiri.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar belakang......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................1
1.3 Tujuan...................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................2
2.1 Pengertian Kegagalan Konstruksi.......................................................................................2
2.2 Kasus Kegagalan Konstruksi...............................................................................................2
2.3 Sebab-Akibat dari Kegagalan Konstruksi..........................................................................3
2.4 Pasal-pasal tentang Kegagalan Konstruksi........................................................................4
Gambar Kegagalan Konstruksi...........................................................................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................9
3.2 Saran.......................................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Banyak hal yang bisa dipelajari dari kegagalan, termasuk kegagalan struktur bangunan.
Dengan mengetahui penyebab-penyebabnya, bisa diharapkan akan tahu bagaimana
menghindarinya. Dalam halkonstruksi bangunan memang unik, karena ia merupakan
produk dariserangkaian kegiatan-kegiatan dari berbagai disiplin keahlian, mungkindari
berbagai perusahaan, yang secara kontraktual terpisah. Tanggung jawabnya juga tidak
terpusat pada satu pihak. Ini yang mungkin membuat rumit dalam menentukan siapa yang
sebenarnya bertanggung jawab, jikaterjadi kegagalan struktur atau konstruksi bangunan.
Tapi jika terjadi kegagalan, korban pertama adalah pemilik proyek.
Konstruksi bangunan gedung yang baik harus memenuhi 3 kriteria yaitu kuat, kaku, dan
stabil. Oleh karenanya, suatu bangunan gedung dikatakan cacat atau mengalami kegagalan
konstruksi, bila unsur-unsur struktur tidak memenuhi salah satu atau keseluruhan kriteria
di atas.Kegagalan bangunan merupakan kejadian yang memiliki spectrumyang sangat
luas. Mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun penggunaan dan
pemanfaatan. Lebih detail seperti kesalahan desain, pelaksanaan yang tidak sesuai bestek,
metode pelaksanaan yang tidak baik, dan kesalahan penggunaan pembebanan berlebih
serta perawatan yang kurang serta hingga penggunaan yang melampaui batas umur
bangunan semua itu berpotensi untuk menimbulkan kegagalan konstruksi.
Kegagalan bangunan karena strukturnya gagal berfungsi dapat menimbulkan kerugian
harta benda, bahkan korban jiwa. Oleh karena itu perlu diantisipasi secara cermat.
Bangunan yang didesain terhadap beban-beban rencana dari kode-kode yang ada, belum
dapat menjamin sepenuhnya bebas dari segala risiko kegagalan bangunan, karena
penyebabnya kompleks. Salah satu strategi mengantisipasi risiko dapat dimulai dari tahap
perencanaan. Langkah pertama yang penting adalah memperkirakan penyebab kegagalan
sehingga dapat dibuat simulasi kejadiannya. Selain simulasi fisik (eksperimen) maka
simulasi numerik berbasis komputer menjadi alternatif lain yang canggih dan relatif
murah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kegagalan konstruksi bangunan?
2. Berikan contoh proyek yang mengalami kegagalan konstruksi!
3. Apa sebab-akibat yang terjadi?
4. Berikan pasal-pasal yang berkaitan dengan studi kasus proyek tersebut!
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kegagalan konstruksi
2. Untuk mengetahui tentang proyek yang telah mengalami kegagalan konstruksi
3. Untuk memahami penyebab dan akibat apa yang ditimbulkan saat terjadi kegagalan
konstruksi
4. Untuk mengetahui Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang jasa
konstruksi, salah satunya kegagalan konstruksi

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kegagalan Konstruksi


Berdasarkan UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Bab 1, Pasal 1 ayat 6
menyatakan Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah
terimakan oleh penyedia jasa kepada penguasa jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara
keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat
kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Sedangkan menurut Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab V Pasal 34 menyatakan Kegagalan
bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan
maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau
keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia jasa dan atau Pengguna jasa setelah
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) pada tahun 2001 mencoba mengkaitkan
dengan UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan memberikan usulan
definisi sebagai berikut:
a. Definisi Umum
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan
bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan minimum,
maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi
yang berlaku saat itu sehingga bangunan tidak berfungsi dengan baik.
b. Definisi Kegagalan Bangunan akibat Struktur.
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan
struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan
minimum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan, Standar dan
Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga mengakibatkan struktur bangunan tidak
memenuhi unsur-unsur kekuatan (strength), stabilitas (stability) dan kenyamanan
layak pakai(serviceability) yang disyaratkan.
2.2 Kasus Kegagalan Konstruksi
Kegagalan konstruksi telah banyak terjadi diseluruh dunia sejak dikenalnya sistem
konstruksi modern. Berikut merupakan contoh kegagalan konstruksi yang pernah terjadi
dalam konstruksi gedung, yaitu :
Skyline Plaza –Bailey’s Crossroads (2 Maret 1973)
Bangunan ini adalah suatu kompleks bangunan yang besar di Virginia. Kompleks yang
terdiri atas delapan apartemen, enam tower perkantoran, sebuah hotel, dan pusat
perbelanjaan. Insiden terjadi pada tower apartemen dan garasi parkir yang mengakibatkan

2
14 orang tewas dan melukai 34 orang. Pemilik proyek Skyline Plaza–Bailey’s Crossroads
adalah Charles E, dan Perusahaan Smith Arsitek: Weihe Hitam Jeffries & Strassman.
Insinyur Struktural: Heinzman, Clifton, dan Kontraktor Kendro Umum: Charles E. Smith
serta Konstruksi Beton Subkontraktor: Miller & Long Konstruksi (Ross 1984).
Runtuhnya Skyline Plaza menjadi masalah utama dalam perdebatan mengenai tanggung
jawab selama konstruksi. Setelah akhir proses hukum perencana struktur dan arsitek yang
dinyatakan bersalah karena kelalaian dalam pengawasan. Kontraktor pelaksana dan
kontraktor beton memang memiliki tanggung jawab juga dalam runtuhnya Skyline Plaza
tetapi akhirnya tanggung jawab perencana untuk mengunjungi tempat kerja dan untuk
memperingatkan kontraktor agar tidak terjadi hal yg demikian dikarenakan kondisi
lingkungan yang tak terduga. Jadi meskipun kontraktor terbukti tidak memenuhi
persyaratan dalam konstruksi, keruntuhan masih ditemukan kesalahan dari perencana
(Feld 1997). Setelah kegagalan ini, Portland Cement Association (PCA) and the
Prestressed Concrete Institute mengeluarkan panduan desain baru dengan ketentuan
termasuk untuk mencegah keruntuhan progresif. Pada bulan November 1974, ACI Journal
diperkuat pentingnya merancang untuk beban konstruksi serta beban desain normal.
Kecelakaan ini juga membuat perencana menyadari pentingnya melakukan kunjungan ke
proyek karena itu masih tanggung jawab perencana untuk memastikan bangunan tersebut
dibangun dengan benar. Semua perubahan ini telah membantu untuk mencegah frekuensi
jenis-jenis kegagalan (Ross 1984). Tentu saja, selalu ada kemungkinan keruntuhan seperti
Skyline Plaza bisa terjadi lagi. perencana dan kontraktor harus selalu waspada ketika
melakukan kunjungan ke proyek. Hal ini tidak pernah menjamin bahwa semua
persyaratan hukum akan diikuti pada jobsite atau di kantor desain. Namun, dengan
peningkatan kode dan penilaian yang baik kegagalan ini dapat dengan mudah dicegah.
2.3 Sebab-Akibat dari Kegagalan Konstruksi
Penyebab dari keruntuhan ini adalah akibat pembongkaran bekisting penyangga lantai 23
yang tidak benar yang mengakibatkan peningkatan gaya geser sekitar kolom. Bangunan
ini hancur secara keseluruhan karena keruntuhan satu lantai teratas yaitu pada lantai 23
dimana kolom mengalami kelebihan tegangan sehingga terjadi keruntuhan pada seluruh
lantai 23. Keruntuhan tersebut menyebabkan kelebihan beban pada lantai 22 sehingga
menyebabkan keruntuhan lantai 22, begitu seterusnya hingga ke lantai dasar. Kesalahan
utama dari keruntuhan ini adalah pada saat pembongkaran bekisting yang tidak berurutan
terlihat tidak diperhitungkan dengan cermat terutama penyebaran beban ke lantai bawah
oleh system perancah dan asumsi kekuatan beton pada saat dilakukan pembongkaran
bekisting.
Pada tanggal 5 Maret 1973, tiga hari setelah keruntuhan, Pusat Teknologi Bangunan dari
Badan Standar Nasional dipanggil untuk menyelidiki runtuhnya Skyline Plaza dan
menentukan penyebab kegagalannya. Analisis finite element (elemen hingga) tiga dimensi
dilakukan pada lantai 22 dan 23 untuk menentukan besarnya gaya yang bekerja pada pelat
lantai dan apakah benar lantai tersebut dapat bisa memikul beban.
Untuk kesempurnaan penyelidikan, dilakukan analisis secara terpisah dalam 3 kasus yang
mewakili semua kondisi yang mungkin terjadi pada saat keruntuhan.

3
Kasus I : Semua penyangga bekesting pada lantai 22 sudah dilepaskansebelum
keruntuhan. Hal ini berarti bahwa lantai 23 akan memikulberatnya sendiri, berat lantai 24
dan berat penyangga/bekestingdibawah lantai 24. Kekuatan beton pada lantai 23 yang
digunakandalam perhitungan ini adalah 1.200 psi.
Kasus II : Diasumsikan bahwa kekuatan beton di lantai 23 akan mencapaikekuatan desain
sebesar 3000 psi.
Kasus III : Hanya beberapa penyangga bekesting pada lantai 22 dilepaskan iniberarti
bahwa lantai 22 dan lantai 23 akan berbagi beban dariatasnya Kekuatan beton pada lantai
22 digunakan untuk perhitunganini adalah 1.340 psi.
Hasil dari analisis menetapkan bahwa momen yang terjadi pada strip (jalur) kolom dalam
pelat lantai tidak cukup besar untuk menyebabkan keruntuhan. Disisi lain, analisis
menunjukkan bahwa untuk kasus I dan III, kolom nomor 67, 68, 83, dan 84; semuanya
memikul tegangan geser yang lebih besar dari kapasitas geser beton. Hal ini menunjukkan
bahwa pembongkaran/pelepasan sebagian atau keseluruhan penyangga bekesting adalah
faktor utama penyebab keruntuhan. Analisis kasus II menunjukkan bahwa tegangan geser
di pelat lantai tidak melebihi kapasitas desain. Hasil ini menegaskan bahwa kekuatan pelat
lantai 23 di bawah kekuatan desain 3000 psi pada saat keruntuhan (Leyendecker 1977).
Jenis keruntuhan ini sangat tidak diinginkan karena biasanya terjadinya tanpa diawali
tanda-tanda peringatan.
Hal ini juga memungkinkan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan progresif yang
didefinisikan oleh Asosiasi Semen Portland sebagai "kegagalan lokal komponen struktural
utama yang menyebabkan runtuh bagian lainnya yang pada gilirannya menyebabkan
keruntuhan beruntun." (Polak 2005) Dalam kasusSkyline Plaza, keruntuhan lantai 23
menyebabkan keruntuhan pada lantai berikut dan menyebabkan keruntuhan total semua
lantai bangunan.
2.4 Pasal-pasal tentang Kegagalan Konstruksi
Peraturan Pemerintah RI No. 29 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Presiden Republik Indonesia.
Pasal 31: Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang
tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja
konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa
atau penyedia jasa.
Pasal 32:
(1) Perencanaan konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki
kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan
kesalahan pengguna jasa, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(2) Pelaksana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki
kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan
kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi, dan pengawas konstruksi.

4
(3) Pengawas konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki
kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan
kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi, dan pelaksana konstruksi.
(4) Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas
biaya sendiri.
Pasal 33: Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan
pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap keselamatan
umum.
Pasal 34: Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik
secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan
kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau
Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Pasal 35:
(1) Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan sesuai dengan
umur konstruksi yang direncanakan dengan maksimal 10 tahun, sejak penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi.
(2) Penetapan umur konstruksi yang direncanakan harus secara jelas dan tegas dinyatakan
dalam dokumen perencanaan, serta disepakati dalam kontrak jasa konstruksi.
(3) Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan harus dinyatakan dengan
tegas dalam kontrak jasa konstruksi.
Pasal 36:
(1) Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh 1 (satu) atau lebih penilai ahli yang
profesional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu
memberikan penilaian secara obyektif, yang harus dibentuk dalam waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan.
(2) Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipilih, dan disepakati bersama oleh
penyedia jasa dan pengguna jasa.
(3) Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan
bangunan mengakibatkan kerugian dan atau menimbulkan gangguan pada keselamatan
umum, termasuk memberikan pendapat dalam penunjukan, proses penilaian dan hasil
kerja penilai ahli yang dibentuk dan disepakati oleh para pihak.
Pasal 37: Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) harus mcmiliki
sertifikat keahlian dan terdaftar pada Lembaga.
Pasal 38:
(1) Penilai ahli, bertugas untuk antara lain :

5
a) menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan;
b) menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan bangunan;
c) menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan serta tingkat dan
sifat kesalahan yang dilakukan;
d) menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang harus dibayar
oleh pihak atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan;
e) menetapkan jangka waktu pembayaran kerugian.
(2) Penilai ahli berkewajiban untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada pihak yang
menunjuknya dan menyampaikan kepada Lembaga dan instansi yang mengeluarkan izin
membangun, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah melaksanakan tugasnya.
Pasal 39: Penilai ahli berwenang untuk :
a) menghubungi pihak-pihak terkait, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan;
b) memperoleh data yang diperlukan;
c) melakukan pengujian yang diperlukan;
d) memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan.
Pasal 40:
(1) Sebagai dasar penetapan jangka waktu pertanggungjawaban, perencana konstruksi
wajib menyatakan dengan jelas dan tegas tentang umur konstruksi yang direncanakan,
dalam dokumen perencanaan dan dokumen lelang, dilengkapi dengan penjelasannya.
(2) Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan perencana
konstruksi, maka perencana konstruksi hanya bertanggung jawab atas ganti rugi
sebatas hasil perencanaannya yang belum/tidak diubah.
(3) Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pelaksana
konstruksi, maka tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada
usaha orang perseorangan dan atau badan usaha pelaksana konstruksi penandatangan
kontrak kerja konstruksi.
(4) Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh pengawas konstruksi, maka
tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada usaha orang
perseorangan dan atau badan usaha pengawas konstruksi penandatangan kontrak kerja
konstruksi.
Pasal 41:
(1) Penyedia jasa konstruksi diwajibkan menyimpan dan memelihara dokumen
pelaksanaan konstruksi yang dapat dipakai sebagai alat pembuktian, bilamana terjadi
kegagalan bangunan.
(2) Lama waktu menyimpan dan memelihara dokumen pelaksanaan konstruksi adalah
sesuai dengan jangka waktu pertanggungan, dengan maksimal lama pertanggungan
selama 10 (sepuluh) tahun sejak dilakukan penyerahan akhir hasil pekerjaan
konstruksi.

6
Pasal 42: Pertanggungjawaban berupa sanksi profesi dan atau administratif dapat
dikenakan pada orang perseorangan dan atau badan usaha penandatanganan kontrak kerja
konstruksi.
Pasal 43: Sub penyedia jasa berbentuk usaha orang perseorangan dan atau badan usaha
yang dinyatakan terkait dalam terjadinya kegagalan bangunan bertanggung jawab kepada
penyedia jasa utama.
Pasal 44:
(1) Apabila dokumen perencanaan sebagai bentuk fisik lain dari hasil pekerjaan
konstruksi tidak segera dilaksanakan, maka yang dimaksud dengan kegagalan bentuk
lain hasil pekerjaan konstruksi ini adalah keadaan apabila dokumen perencanaan
tersebut dipakai sebagai acuan pekerjaan konstruksi menyebabkan terjadinya
kegagalan bangunan karena kesalahan perencanaannya.
(2) Apabila terjadi seperti dimaksud pada ayat (1), maka tanggung jawab perencana
konstruksi, dalam hal dokumen perencanaannya tidak segera dilaksanakan tetap
sebatas umur konstruksi yang direncanakan dengan maksimal 10 (sepuluh) tahun
terhitung sejak penyerahan dokumen perencanaan tersebut.
Pasal 45:
(1) Pengguna jasa wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan tindakan-
tindakan yang diambil kepada Menteri atau instansi yang berwenang dan Lembaga.
(2) Pengguna jasa bertanggungjawab atas kegagalan bangunan yang disebabkan oleh
kesalahan pengguna jasa.
Pasal 46:
(1) Pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan dengan
mekanisme pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan ketentuan :
a) persyaratan dan jangka waktu serta nilai pertanggungan ditetapkan atas dasar
kesepakatan;
b) premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi
tanggungan penyedia jasa menjadi bagian dari unsur biaya pekerjaan
konstruksi.
(2) Dalam hal pengguna jasa tidak bersedia memasukan biaya premi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka resiko kegagalan bangunan menjadi tanggung
jawab pengguna jasa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertanggungan/asuransi ini diatur oleh instansi yang
berwenang dalam bidang asuransi.
Pasal 47: Penetapan besarnya kerugian oleh penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (1) huruf d, bersifat final dan mengikat.
Pasal 48:
(1) Biaya penilai ahli menjadi beban pihak atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan.

7
(2) Selama penilai ahli melakukan tugasnya, maka pengguna jasa menanggung
pembiayaan pendahuluan.

Gambar Kegagalan Konstruksi

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan pada bab II, maka dapat diperolehkesimpulan
sebagai berikut :
1. Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami
kegagalan bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu
(persyaratan minimum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan,
Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan tidak berfungsi
dengan baik.
2. Kegagalan Konstruksi dapat diakibatkan oleh 2 hal, yaitu akibat kesalahan
manusia dan akibat kejadian alam yang tidak dapat diprediksi. Sedangkan unsur
utama keruntuhan dapat diakibatkan oleh keruntuhan bangunan itu sendiri karena
kesalahan pada desain sehingga bangunan tidak mampu menopang beban yang
bekerja dan diakibatkan oleh kinerja pelaksanaan konstruksi yang tidak bagus.
3.2 Saran
Diharapkan pada semua pihak terkait dalam bidang konstruksi, khususnya kalangan
kontraktor dan jasa konstruksi agar selalu meningkatkan mutu dan kualitas saat pengerjaan
proyek. Maupun dari sisi desainer, arsitek dan perancang agar selalu melakukan
konsolidasi dan pengawasan secara berkala terhadap pihak-pihak terkait dilapangan, agar
kegagalan konstruksi yang dapat menimbulkan banyak korban dapat diminimalisir.

Anda mungkin juga menyukai