Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Akuntansi Sektor Publik

“Konstruksi Dalam Pengerjaan”

Disusun oleh :

Nama : 1. Ani Susanti (1.22.17.0013)


2. Vince Sardon Laoly (1.22.17.00)
Jurusan : Akuntansi

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS AKI SEMARANG

2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemampuan
kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konstruksi Dalam
Pengerjaan” dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Akuntansi
Sektor Publik, disamping itu kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam
pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Semarang, 16 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i

DAFTAR ISI ……………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................... 1
1.4 Manfaat ...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................. 3

2.1 Pengertian konstruksi dalam pengerjaan ..................... 3


2.2 Kontrak konstruksi ....................................................... 4
2.3 Penyatuan dan segmentasi ........................................... 5
2.4 Pengakuan .................................................................... 7
2.5 Pengukuran .................................................................. 7
2.6 Pengungkapan dan penyajian ....................................... 7
2.7 Penyelesaian ................................................................. 7
2.8 Penghentian .................................................................. 7

BAB III PENUTUP ....................................................................... 12

3.1.Kesimpulan ............................................................... 12
3.2.Saran ......................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 13


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) pertama kali diterbitkan oleh Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan (KSAP) adala Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 pada
tanggal 13 Juni 2005. Inilah untuk pertama kali Indonesia memiliki standar akuntansi
pemerintah sejak Indonesia merdeka. Terbitnya SAP ini juga mengukuhkan peran penting
akuntansi dalam pelaporan keuangan pemerintah. SAP ini lama ditunggu kehadirannya setelah
ada penegasan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 pada
pasal 35 bahwa penatausahaa dan pertanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada
standar akuntansi keuangan pemerintah daerah yang berlaku.
Sejak saat itu banyak UU yang dimana menyebutkan bahwa peraturan-peraturan daerah
yang berlaku sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Diantaranya UU No.17 Tahun
2003 yang juga menyebutkan dengan jelas bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus sesuai dengan standare akuntansi
pemerintahan. UU No.1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti penting SAP bahkan memuat
KSAP sebagai penyusun SAP yang keanggotaannya ditetapkan dan diputuskan presiden. UU
otonomi daerah juga menegaskan demikian, UU Nomor 32 Tahun 2004.
Saat ini, SAP menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tidak berlaku lagi dan diganti dengan
SAP menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 yang merupakan SAP berbasis akrual yang ditetapkan
pada tanggal 22 Oktober 2010.
Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Makalah ini disusun untuk memudahkan pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah, sehingga dengan mempelajari makalah ini diharapkan dapat belajar mandiri atas
materi Konstruksi Dalam Pengerjaan pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan konstruksi dalam pengerjaan?
1.2.2 Bagaimana kontrak konstruksi dalam pengerjaan?
1.2.3 Bagaimana penyatuan dan segmentasi dalam kontrak konstruksi?
1.2.4 Bagaimana pengakuan dalam konstruksi dalam pengerjaan?
1.2.5 Bagaimana pengukuran dalam konstruksi dalam pengerjaan?
1.2.6 Bagaimana pengungkapan dan penyajian dalam konstruksi dalam pengerjaan?
1.2.7 Bagaimana penyelesaian konstruksi dalam pengerjaan?
1.2.8 Bagaimana penghentian kontruksi dalam pengerjaan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian konstruksi dalam pengerjaan.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana kontrak konstruksi dalam pengerjaan.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana penyatuan dan segmentasi dalam kontrak konstruksi.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana pengakuan dalam konstruksi dalam pengerjaan.
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana pengukuran dalam konstruksi dalam pengerjaan.
1.3.6 Untuk mengetahui pengungkapan dan penyajian dalam konstruksi dalam pengerjaan.
1.3.7 Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian konstruksi dalam pengerjaan.
1.3.8 Untuk mengetahui bagaimana penghentian kontruksi dalam pengerjaan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konstruksi Dalam Pengerjaan


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 yang
dimaksud dengan Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah suatu entitas akuntansi yang
melaksanakan pembangunan aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
pembangunannya dilakukan secara swakelola (Membangun sendiri) atau oleh pihak ketiga,
wajib menerapkan standar ini.
Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya berjangka panjang
sehingga tanggal selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang
berlainan. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah jumlah biaya
yang diakui sebagai asset tetap yang harus dicatat sampai dengan konstruksi tersebut selesai
dikerjakan.
Aset tetap pemerintah yang berupa gedung, bangunan, dan infrastruktur pada umumnya
diperoleh dengan cara pembangunan. Pembangunan ini dapat dikerjakan oleh pihak ketiga
(kontraktor) atau secara swakelola. Pembangunan aset tetap ini pada umumnya dilakukan
selama jangka waktu tertentu. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset
tetap, baik untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau masyarakat,
baik pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib
menerapkan standar ini.
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan.
Pembangunan aset tersebut dapat dikerjakan sendiri (swakelola) maupun dengan menggunakan
jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi adalah perikatan yang
dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan
erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau
tujuan atau penggunaan utama.
Pihak ketiga yang melaksanakan pembangunan aset biasa disebut dengan kontraktor.
Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau
memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau
pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan
melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode
waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. Perolehan aset
dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan
kontrak konstruksi.

2.2 Kontrak Konstruksi


Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi
suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama
lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak
seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. Kontrak konstruksi dapat meliputi:
1. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi
aset, seperti jasa arsitektur.
2. kontrak untuk perolehan atau konstruksi asset.
3. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan konstruksi
aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering.
4. kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.

Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya
pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis
pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan
lagi sebagai biaya pinjaman.

Kontrak kontruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah asset yang berhubungan erat
atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan
pengguna utama. Kontrak ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.

2.3 Penyatuan dan Segmentasi dalam Kontrak Konstruksi


Suatu kontrak konstruksi dapat saja untuk perolehan satu jenis aset atau mencakup
sejumlah aset. Apabila suatu kontrak konstruksi mencakup perolehan sejumlah aset, dimana
komponen-komponen aset tersebut dapat diidentifikasikan secara terpisah atau suatu kelompok
aset secara bersama maka untuk setiap komponen atau suatu kelompok aset tersebut dapat
diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi.
Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset
diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah
ini terpenuhi:
1. Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap asset.
2. Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat
menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset
tersebut.
3. Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas
permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat
dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu
kontrak konstruksi terpisah jika:
1. aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi
dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
2. harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.

2.4 Pengakuan dalam Konstruksi dalam Pengerjaan


Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:
1. besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset
tersebut akan diperoleh.
2. biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal.
3. aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan diklasifikasikan sebagai aset tetap karena biasanya
merupakan aset yang dimaksudkan untuk digunakan dalam operasional pemerintahan atau
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang.
Penyelesaian suatu konstruksi pada umumnya membutuhkan waktu yang relatif
panjang dan menyerap dana yang relatif besar. Oleh karena itu pembayaran untuk kontrak
konstruksi biasanya dilakukan melalui termin.Tagihan suatu termin dapat dilakukan jika suatu
tahapan pekerjaan sebagaimana diatur dalam kontrak konstruksi sudah selesai dikerjakan. Porsi
pekerjaan yang telah diselesaikan ini akan diserahkan kepada pemberi kerja ( pemerintah ) dan
disiapkan dokumen berita acara serah terima pekerjaan. Berdasarkan berita acara tersebut akan
dilakukan pembayaran. Demikian mekanisme yang akan terjadi pada termin-termin berikutnya
sampai kontruksi ini selesai dikerjakan. Setiap terjadi pembayaran akan diakui adanya
penambahan aset tetap berupa Konstruksi Dalam Pekerjaan. Pengakuan aset ini dapat
dilakukan melalui jurnal korolari. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap
yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
1. Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan.
2. Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan.
Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan
setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan
tujuan perolehannya. Contoh:
Pada tanggal 10 Maret 2007 dilakukan pembayaran termin I pembangunan Gedung
dengan nilai Rp300.000.000. Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah:

SKDP:
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp300.000.000
bangunan
Piutang dari BUD Rp300.000.000
Konstruksi dalam pengerjaan Rp300.000.000
Diinvestasikan dalam aset Rp300.000.000
BUD:
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp300.000.000
bangunan
Kas di kas daerah Rp300.000.000

Pada tanggal 30 Mei 2007 Gedung tersebut telah selesai dibangun dan telah
diserahterimakan. Total biaya yang telah dikeluarkan yang dapat dikapitalisasi adalah
Rp1.000.000.000. Transaksi ini dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
SKPD:
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp700.000.000
bangunan
Piutang dari BUD Rp700.000.000
Diinvestasikan dalam asset Rp300.000.000
tetap
Konstruksi dalam Rp300.000.000
pengerjaan
Gedung dan bangunan Rp1000.000.000
Diinvestasikan dalam Rp1000.000.000
asset tetap

BUD:
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp700.000.000
bangunan
Kas di kas daerah Rp700.000.000

2.5 Pengukuran dalam Konstruksi dalam Pengerjaan


Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan yang meliputi biaya
konstruksi dan biaya-biaya lain yang dapat diatribusikan langsung ke dalam konstruksi
sehubungan dengan pengerjaan pembangunan aset.
Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara lain
meliputi:
1. Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia.
2. Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi.
3. Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan
konstruksi.
4. Biaya penyewaan sarana dan peralatan.
5. Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan dapat
dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
1. Asuransi.
2. Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan
konstruksi tertentu.
3. Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan
seperti biaya inspeksi.
Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan
rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik yang
sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar
proporsi biaya langsung. Apabila pembangunan dilaksanakan sendiri (swakelola) maka nilai
konstruksi antara lain meliputi:
1. biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi.
2. biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke
konstruksi tersebut.
3. biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.
Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:
1. Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian
pekerjaan.
2. Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang
telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan.
3. Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan
kontrak konstruksi.
Dalam hal pelaksanaan pembangunan suatu aset yang besar atau sulit, seringkali
pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh beberapa kontraktor. Dalam hal ini pada umumnya ada
yang bertindak sebagai kontraktor utama dan ada yang menjadi subkontraktor. Oleh karena itu
yang dimaksud dengan pembayaran kepada kontraktor sebagaimana diuraikan terdahulu
adalah mencakup keduanya.
Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara bertahap (termin)
berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi. Setiap
pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja,
kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan
kontrak.
Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa
konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat
diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan
biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai
konstruksi. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga
yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.
Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh
dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke
masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya
konstruksi. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan
oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa
pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa
hal, seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang
berwenang karena berbagai hal. Jika pemberhentian tarsebut dikarenakan adanya campur
tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian
sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force
majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga pada periode
yang bersangkutan.
Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang penyelesaiannya
jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah selesai tidak
diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan
yang masih dalam proses pengerjaan. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis
aset yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12. Jika
jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya
pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis
pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan
lagi biaya pinjaman.
Contoh:
Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan suatu mesin meliputi:
a. Biaya bahan baku Rp 35.000.000
b. Biaya tenaga kerja Rp 25.000.000
c. Honorarium tim Rp 10.00.000
d. Biaya perencanaan Rp 2.000.000
Biaya yang dapat dikapitalisasi untuk menilai Konstruksi dalam Pengerjaan adalah sebesar
Rp 62.000.000 yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, dan perencanaan.
Dinas A membangun sebuah gedung. Pada tanggal 3 Maret 2007 dibeli bahan baku senilai
Rp 300.000.000 dengan menggunakan SP2D LS dan membayar upah tenaga kerja sebesar Rp
100.000.000 dengan menggunakan uang persediaan. Kemudian pada tanggal 10 Maret 2007
terbit SP2D GU untuk mengganti uang persediaan yang telah digunakan tersebut.
Atas transaksi ini, jurnal yang harus dibuat oleh Dinas A meliputi jurnal pengakuan belanja
modal dan KDP untuk pembelian bahan baku pada tanggal 3 Maret 2007 dan jurnal pengakuan
belanja modal dan KDP atas pembayaran upah pada tanggal 10 Maret 2007.
Penggunaan UP tidak dijurnal sampai dengan pertanggung-jawabannya terbit berupa SP2D
GU. Jurnal-jurnal tersebut adalah sebagai berikut:
03/03/2007
SKDP: (untuk mencatat pengeluaran belanja dari SPM LS)
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp300.000.000
bangunan
Piutang dari BUD Rp300.000.000
Konstruksi dalam pengerjaan Rp300.000.000
Diinvestasikan dalam aset Rp300.000.000

BUD:
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp300.000.000
bangunan
Kas di kas daerah Rp300.000.000

10/03/2007
SKDP:
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp100.000.000
bangunan
Piutang dari BUD Rp100.000.000
Konstruksi dalam pengerjaan Rp100.000.000
Diinvestasikan dalam aset Rp100.000.000

BUD:
Uraian D K
Belanja modal gedung dan Rp300.000.000
bangunan
Kas di kas daerah Rp300.000.000

2.6 Pengungkapan dan Penyajian dalam Konstruksi dalam Pengerjaan


Kontruksi dalam pengerjaan ini diungkapkan dalam Catatan atas laporan Keuangan.
Informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan yang harus diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan pada akhir periode akuntansi adalah:
1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka
waktu penyelesaiannya.
2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya.
3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan.
4. Uang muka kerja yang diberikan.
5. Retensi.
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Misalnya, termin
yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Contoh:
Dinas ABC pada tahun 2007 membangun sebuah gedung dan sebuah mesin yang masing-
masing telah mengeluarkan biaya yang dapat dikapitalisasi sebesar Rp2.000.000.000 dan
Rp800.000.000. Penyajian Konstruksi dalam pengerjaan di neraca Dinas ABC adalah sbb:
a. Pada sisi aset:
Aset tetap
- Konstruksi Dalam Pengerjaan Rp2.800.000.000
b. Pada sisi ekuitas:
Ekuitas dana investasi
- Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp2.800.000.000

2.7 Penyelesaian Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan akan dipindahkan ke pos asset tetap yang bersangkutan
jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat
memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan dokumen sumber untuk pengakuan
penyelesaian suatu Konstruksi dalam pekerjaan adalah berita acara penyelesaian pekerjaan
(BAPP).

2.8 Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan

Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya oleh karena
ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian lainnya. Penghentian KDP
dapat berupa penghentian sementara dan penghentian permanen. Apabila suatu KDP
dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkanke
dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atasLaporan
Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP direncanakan untuk dihentikan
pembangunannya secara permanen, maka saldo KDP tersebut harus dikeluarkan dari
neraca,dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam catatan atas kaporan Keuangan.
Contoh kasus:
Dalam sebuah diskusi pada diklat perencanaan dan penganggaran di daerah Makassar,
pada saat membahas materi Bagan Akun Standar, seorang peserta diklat dari salah sebuah
kantor di Wilayah Indonesia Timur menanyakan mengenai pelaksanaan pengadaan jasa
konsultansi perencanaan pembangunan sebuah gedung yang sudah dilaksanakan, tetapi
pelaksanaan pembangunan konstruksi gedung tersebut tidak jadi dilanjutkan. Apakah masih
tetap dilaporkan sebagai Kontruksi Dalam Pengerjaan (KDP) ataukah harus diperlakukan lain?
Selama ini kantornya tetap menyajikan sebagai KDP dalam Neraca satker yang bersangkutan
untuk beberapa tahun sampai dengan sekarang ini.
Contoh ilustrasi laporan KDP yang ada dalam Neraca satuan kerja kantor tersebut
adalah seperti berikut ini:
SATUAN KERJA KANTOR “X”
NERACA
PER 31 DESEMBER 2013 DAN 2012
(Dalam Rupiah)

31 DESEMBER 31 DESEMBER
Uraian 2013 2012
ASET

Aset Lancar

Kas dan Bank

Kas di Bendahara Pengeluaran 5.092.195 23.809.219

Kas di Bendahara Penerimaan 0 0

Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran 9.739.094 17.739.094

Jumlah Kas dan Bank 14.831.289 41.548.313

Piutang

Piutang Bukan Pajak 29.322.590 50.429.322

Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 0 0

Jumlah Piutang 29.322.590 50.429.322

Persediaan 19.198.546 30.599.198

Jumlah Aset Lancar 63.352.425 122.576.833

Aset Tetap

Tanah 763.958.935 763.958.935

Peralatan dan Mesin 1.730.586.763 1.530.560.632

Gedung dan Bangunan 1.320.602.563 1.320.602.563

Jalan, Irigasi, dan Jaringan 120.803.122 120.803.122

Aset Tetap Lainnya 174.108.599 85.574.108

Konstruksi Dalam Pengerjaan 35.250.000 35.250.000

Jumlah Aset Tetap 4.145.309.982 3.856.749.360

Aset Lainnya

Aset Tak Berwujud 23.761.391 23.761.391

Aset Lain-lain 52.021.000 52.021.000

Jumlah Aset Lainnya 75.782.391 75.782.391

JUMLAH ASET 4.284.444.798 4.055.108.584


KEWAJIBAN

Kewajiban Jangka Pendek

Utang Kepada Pihak Ketiga 4.047.967 0

Uang Muka dari KPPN 5.092.195 23.809.219

Pendapatan Yang Ditangguhkan 9.739.094 17.739.094

Jumlah Kewajiban Jangka Pendek 18.879.256 41.548.313

JUMLAH KEWAJIBAN 18.879.256 41.548.313

EKUITAS DANA

Ekuitas Dana Lancar

Cadangan Piutang 29.322.590 50.429.322

Cadangan Persediaan 19.198.546 30.599.198

Dana yang harus disediakan untuk Pembayaran


(4.047.967) 0
Utang Jangka Pendek

Jumlah Ekuitas Dana Lancar 44.473.169 81.028.520

Ekuitas Dana Investasi

Diinvestasikan dalam Aset Tetap 4.145.309.982 3.856.749.360

Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 75.782.391 75.782.391

Jumlah Ekuitas Dana Investasi 4.221.092.373 3.932.531.751

EKUITAS DANA NETO 4.265.565.542 4.013.560.271

JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA 4.284.444.798 4.055.108.584

Kontruksi Dalam Pengerjaan


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) Nomor 07
mengenai Akuntansi Aset Tetap dan Nomor 08 mengenai Akuntansi Konstruksi Dalam
Pengerjaan, baik yang terdapat dalam Lampiran I Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis
Akrual yang harus digunakan mulai tahun 2015 maupun Lampiran II Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual yang masih bisa digunakan sampai dengan tahun
2014, dinyatakan bahwa Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) adalah aset-aset yang sedang
dalam proses pembangunan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya, yang proses
perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan
belum selesai.
Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai KDP, ada baiknya kita lihat lebih dahulu
definisi dari aset, aset tetap maupun hal-hal yang berkaitan dengan KDP sebagai berikut:
1. Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa
depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat
diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
2. Aset tetap
Aset Tetap dalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
3. Kontrak konstruksi
Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu
aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung
dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
4. Kontraktor
Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau
memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
Perolehan aset, terutama aset tetap dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola)
atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. Perolehan aset dengan swakelola atau
dikontrakkan pada dasarnya sama. Nilai yang dicatat sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan
adalah sebesar jumlah yang dibayarkan atas perolehan aset. Biaya-biaya pembelian bahan
dan juga gaji-gaji yang dibayarkan dalam kasus pelaksanaan pekerjaan secara swakelola
pada dasarnya sama dengan nilai yang dibayarkan kepada kontraktor atas penyelesaian
bagian pekerjaan tertentu. Keduanya merupakan pengeluaran pemerintahan untuk
mendapatkan aset.
Kontrak konstruksi dapat meliputi:
a. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan
konstruksi aset, seperti jasa arsitektur.
b. kontrak untuk perolehan atau konstruksi asset.
c. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan
konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi.
d. kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.

Pengakuan Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP)


Suatu benda berwujud harus diakui sebagai KDP jika 1. besar kemungkinan bahwa
manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh, 2.
biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal, dan 3. aset tersebut masih dalam proses
pengerjaan.
KDP biasanya merupakan aset yang dimaksudkan digunakan untuk operasional
pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya
diklasifikasikan dalam aset tetap. KDP dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika
kriteria berikut ini terpenuhi: konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan dapat
memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan. Suatu KDP dipindahkan ke aset
tetap yang bersangkutan (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, dan
jaringan; aset tetap lainnya) setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap
digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. Dokumen sumber untuk pengakuan
penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP). Dengan
demikian, apabila atas suatu KDP telah diterbitkan BAPP, berarti pembangunan tersebut telah
selesai. Selanjutnya, aset tetap definitif sudah dapat diakui dengan cara memindahkan KDP
tersebut ke akun aset tetap yang bersangkutan.

Pengukuran konstruksi dalam pengerjaan


Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan.

Pengungkapan konstruksi dalam pengerjaan


Suatu entitas/satuan kerja harus mengungkapkan informasi mengenai KDP pada akhir
periode akuntansi:
1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka
waktu penyelesaiannya.
2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pendanaannya.
3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan yang masih harus dibayar.
4. Uang muka kerja yang diberikan.
5. Retensi.
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi, misalnya termin
pembayaran terakhir yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa pemeliharaan.
Jumlah retensi diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Pembahasan dan Saran


Kasus yang diajukan oleh peserta diklat pada awal tulisan tersebut adalah sebagai
berikut:
Kantor “X” sudah melaksanakan pengadaan jasa konsultansi perencanaan
pembangunan gedung arsip beberapa tahun yang lalu (contoh dilaksanakan di tahun 2010).
Pada laporan keuangan Neraca satuan kerja Kantor “X” per 31 Desember 2010, pengeluaran
jasa konsultansi perencanaan tersebut disajikan sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan sebesar
Rp35.250.000. Di tahun 2011, pimpinan kementerian/lembaga memutuskan bahwa
pembangunan gedung arsip tersebut tidak jadi dilanjutkan karena ada hal lain yang lebih
prioritas dan mendesak untuk dilaksanakan. Tahun 2012 dan 2013, pembangunan gedung
tersebut tidak jadi dilaksanakan, tetapi pengeluaran perencanaan pembangunan gedung
tersebut tetap disajikan sebagai KDP dalam Neraca satuan kerja yang bersangkutan (tergambar
dalam contoh neraca diatas).
Menyikapi hal tersebut, seyogyanya Kantor “X” merujuk kepada PP Nomor 71 tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, terutama PSAP Nomor 07 mengenai Akuntansi
Aset Tetap dan Nomor 08 mengenai Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan serta Buletin
Teknis (Bultek) 09 mengenai Akuntansi Aset Tetap yang merupakan petunjuk lebih lanjut dari
PSAP 07 dan 08 tersebut. Dalam bultek disebutkan bahwa: ”Dalam beberapa kasus, suatu KDP
dapat saja dihentikan pembangunannya oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik,
ataupun kejadian-kejadian lainnya. Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan
penghentian permanen. Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara
waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan
secara memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP
diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen karena diperkirakan tidak akan
memberikan manfaat ekonomik di masa depan, ataupun oleh sebab lain yang dapat
dipertaggungjawabkan, maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian ini
diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.”
Merujuk kepada ketentuan dalam PP dan Bultek tersebut, maka permasalahan Kantor
“X” dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pengakuan Biaya Perencanaan
Pada tahun 2010, satuan kerja Kantor “X” menganggarkan membangun gedung dalam
kurun waktu 2 tahun dengan rincian biaya sebagai berikut:
- Biaya perencanaan Rp35.250.000
- Biaya konstruksi Rp2.000.000.000
- Biaya pengawasanRp 24.750.000
Total biaya Rp2.060.000.000
Biaya perencanaan dialokasikan dalam DIPA 2010 dan biaya konstruksi maupun
pengawasan dialokasikan dalam DIPA 2011.
Sampai dengan tanggal pelaporan (31 Desember 2010), satuan kerja Kantor “X” sudah
merealisasikan Belanja Modal Gedung dan Bangunan (Akun 533111) untuk membayar
biaya konsultan/perencanaan sebesar Rp35.250.000.
Realisasi biaya perencanaan tersebut telah dapat disajikan di dalam Neraca satuan kerja
“X” tahun 2010 sebagai KDP dengan jurnalyang dibuat adalah:

Tanggal Uraian Debet Kredit

31/12/2010 Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung Arsip 35.250.000

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap 35.250.000


PenghentianPembangunan Gedung
Masuk Januari tahun 2011, satuan kerja Kantor ”X” tidak jadi melanjutkan
pembangunan gedung arsip tersebut. Penanggung jawab aset (Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang) seharusnya membuat keputusan, apakah pembangunan gedung arsip masih
tetap akan dilanjutkan nanti/dihentikan sementara (diungkapkan dalam Catatan atas laporan
Keuangan) atau akan dihentikan permanen dengan membuat Surat Keputusan Penghapusan
KDP. Jika penanggung jawab aset mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan
pembangunan tersebut secara permanen, maka pada tanggal 1 Februari 2011 seharusnya telah
terbit Surat Keputusan Penghapusan KDP dari penanggung jawab aset (PB/KPB). Jurnal yang
harus dibuat sebagai kelanjutan dari Surat Keputusan Penghapusan KDP adalah:

Uraian Debet Kredit


Tanggal
1/02/2011 Diinvestasikan dalam Aset Tetap 35.250.000

Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung Arsip 35.250.000

Konsekwensi dari Surat Keputusan Penghapusan KDP tersebut, maka dalam laporan
keuangan Neraca satuan kerja Kantor “X” tahun 2012 dan 2013 tidak akan muncul Konstruksi
Dalam Pengerjaan (bernilai Rp0).
BAB III
PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan.
Pembangunan aset tersebut dapat dikerjakan sendiri (swakelola) maupun dengan menggunakan
jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi. Pihak ketiga yang melaksanakan pembangunan
aset biasa disebut dengan kontraktor. Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan
kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas
lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau
pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan
melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode
waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. Perolehan aset
dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan
kontrak konstruksi.

3.2. Saran
Hal yang perlu diperhatikan dan menjadi saran dalam makalah ini tentunya harus lebih
dikemukakan lagi beberapa kasus – kasus real mengenai kondisi dilapangan terutama di
instansi – instansi pemerintah dan bentuk pencatatan yang dapat dijadikan pedoman sehingga
standar akuntansi yang digunakan dapat terlaksana dengan baik dan akuntabel.
DAFTAR PUSATAKA

http://fekool.blogspot.com/2016/04/akuntansi-konstruksi-dalam-pengerjaan.html
http://herusuharno.blogspot.com/2016/06/psap-no-08-akuntansi-konstruksi-dalam.html
https://bppk.kemenkeu.go.id/id/KAy/8267_0743_huap.html

Anda mungkin juga menyukai