Anda di halaman 1dari 14

EVALUASI KEGAGALAN KONSTRUKSI PADA GEDUNG

BERTINGKAT
(Studi Kasus : Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai – Banua Anyar
Banjarmasin)
Dosen Pengampuh : Amiruddin Hi. Muhammad S.T., M.T

Disusun Oleh

Nama : Umiyati Abhar

Npm : 2021 12 009

Prodi : Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS NUKU TIDORE

2024/2025
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................

KATA PENGANTAR ..............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1 Latar Belakang .........................................................................................


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................
1.3 Tujuan........................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................

2.1 Pengertian Manejemen Konstruksi ........................................................

2.2 Faktor Terjadinya Kegagalan Konstruksi .............................................

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................

3.1 Pemodelan Struktur Bangunan ...............................................................

3.2 Model Sebelum Keruntuhan (Fase Awal) ..............................................

3.2 Model Setelah Keruntuhan (Fase Akhir) ...............................................

3.3 Penyebab Terjadinya Kegagalan Konstruksi ........................................

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................

4.1 Kesimpulan................................................................................................

4.2 Saran ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegagalan bangunan sering dikaitkan dengan tidak


berfungsinya bangunan baik sebagian maupun secara keseluruhan
(PP.No.29/2000 pasal 34 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi).
Sedangkan kegagalan konstruksi sering kali dikaitkan dengan tidak
terpenuhinya kualitas dan spesifikasi teknik yang seharusnya pada
tahap proses konstruksi berlangsung (PP.No.29/2000 pasal 31
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi).
Kegagalan konstruksi pada kasus ini terjadi pada
bangunan ruko lantai 3 (tiga) di daerah Banua Anyar Banjarmasin.
Kegagalan tersebut seiring dengan kurangnya keinginan kita pelaku
konstruksi khususnya perencana, pelaksana dan pengawas dalam
memenuhi syarat-syarat teknis pelaksanaan sebuah bangunan. Hal
lain yang memicu kegagalan tesebut juga disumbang oleh
kurangnya perhatian pemerintah dalam proses perijinan yang
seharusnya dikawal dengan kajian teknis yang memenuhi syarat
keamanan, kegunaan, ke-ekonomian serta keindahan sebuah
bangunan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat diketahui rumusan masalah
yang terkadi yaitu :

1. Apa itu Manejemen konstruksi ?


2. Faktor apa yang menjadi penyebab kegagalan konstruksi pada
proyek pembangunan 3 lantai ?
3. Bagaimana model struktur bangunan sebelum dan setelah
keruntuhan?
1.3 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk :


1. Mengetahui pengertian manejemen konstruksi secara umum.
2. Mengetahui faktor penyebab kegagalan konstruksi proyek
pembangunan Gedung 3 lantai.
3. Mengetahui model struktur bangunan sebelum dan setelah
keruntuhan
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Manejemen Konstruksi

Manajemen Konstruksi adalah disiplin atau proses pengelolaan


dan pengendalian proyek konstruksi dari awal hingga selesai. Tujuan
utama dari manajemen konstruksi adalah untuk mencapai tujuan proyek
dengan cara yang efisien dan efektif, mengoptimalkan sumber daya
yang ada, dan memenuhi persyaratan kualitas, biaya, dan waktu yang
telah ditetapkan. Proses manajemen konstruksi melibatkan berbagai
tahapan dan aktivitas, termasuk perencanaan, perancangan, pengadaan
sumber daya, pelaksanaan konstruksi, pengawasan, dan penyelesaian
proyek.

2.2 Faktor Terjadinya Kegagalan Konstruksi

Industri konstruksi merupakan industri dengan karakter yang


unik, tidak teratur, banyak pihak yang terlibat dengan berbagai tujuan
yang berbeda, serta berbahaya karena prosesnya yang dilakukan di alam
terbuka. Dari semua keunikan prosesnya, maka setiap tahapannya pun
memiliki risiko yang dapat menimbulkan kegagalan, seperti kegagalan
konstruksi misalnya. Secara kasat mata, kegagalan konstruksi diartikan
sebagai kegagalan fisik suatu bangunan atau infrastruktur. Tetapi jika
dikaji lebih lanjut, kegagalan tidak hanya berdasarkan pada kondisi
fisik bangunan saja, namun dapat dilihat pula dari aspek fungsi dan
manfaatnya bagi lingkungan di sekitarnya.

Kegagalan artinya apa yang terjadi tidak sesuai atau berada di bawah
standar yang sudah ditetapkan. Maka dari itu, untuk mengatasi
kemungkinan kegagalan dibutuhkan sebuah standar keberhasilannya.
Standar keberhasilan pada sebuah proyek konstruksi dapat diukur dari
4 aspek berikut ini:
 Waktu pelaksanaan pekerjaan. Artinya proyek konstruksi
dapat selesai dalam waktu yang cepat dan tepat.
 Kualitas hasil pekerjaan. Artinya kualitas bangunan yang
dibuat bagus, struktur bangunan kuat dan tahan lama dalam
jangka waktu perencanaan masa pakai.
 Biaya pelaksanaan. Artinya biaya yang dikeluarkan untuk
pelaksanaan hemat dan sesuai dengan yang sudah ditetapkan.
 Keselamatan kerja. Artinya tidak ada kecelakaan kerja yang
terjadi atau zero accident.

Secara garis besar, terdapat berbagai faktor yang berpengaruh besar dan
dapat menjadi parameter terhadap kegagalan konstruksi, faktor-faktor
tersebut dapat berasal dari faktor eksternal (luar) dan faktor internal
(dalam).

1. Kesalahan dalam Perencanaan dan Perancangan


Perencanaan dan perancangan merupakan aspek utama yang
sangat vital dan perlu diperhatikan. Karena dengan perencanaan yang
kurang matang dan kurang tepat justru dapat menyebabkan kerusakan
dan kegagalan pada konstruksi tersebut. Jika rencana tidak sesuai
dengan acuan dan sedikit saja kesalahan dalam perhitungan, akibat
yang ditimbulkan akan sangat merugikan. Bukan hanya untuk
penghuninya atau pemiliknya saja, tetapi juga dapat mencelakakan para
pekerja dan semua orang yang ada di lingkungan tersebut.

2. Kesalahan dalam Pelaksanaan


Tahap pelaksanaan juga memiliki peranan penting dalam
terjadinya kegagalan konstruksi yang tentunya berorientasi pada pihak
pelaksana proyek/kontraktor. Faktor-faktor yang dapat menjadi
penyebab utama pada tahap ini diantaranya seperti metode pelaksanaan
yang salah, kualitas bahan baku yang digunakan tidak sesuai dengan
kontrak dan dibawah standar, tenaga kerja yang kurang berpengalaman
dan tidak bisa dipercaya, hingga penggunaan peralatan yang tidak
efektif. Maka dari itu, membuat konstruksi bangunan sesuai kontrak
yang ada dengan tenaga kerja ahli serta pemilihan material yang
berkualitas adalah sebuah keharusan untuk menghindari sebuah
kegagalan.
3. Kesalahan dalam Pengawasan
Pada saat melakukan pembangunan tentu para pekerja tidak
boleh dilepaskan begitu saja, tetapi perlu didampingi oleh seorang
pengawas. Hal ini bertujuan agar pembangunan yang sedang dilakukan
sesuai dengan apa yang sudah direncanakan di awal, dan terhindar dari
kegagalan struktur bangunan. Karena apabila pengawasan dilakukan
secara sembarangan atau bahkan tidak ada pengawasan sama sekali,
maka potensi kegagalan struktur bangunan gedung akan lebih besar dan
dapat menyebabkan kerugian. Faktor yang menjadi penyebab
kegagalan konstruksi pada tahap pengawasan diantaranya pengawasan
yang tidak sesuai dengan prosedur, penyetujuan pada proposal
pembangunan yang asal dan tidak sesuai, serta melakukan penyetujuan
pada gambar rencana kerja tanpa perhitungan teknis.

4. Kesalahan Operasional
Pada tahapan ini, kesalahan lebih berorientasi kepada pihak
pengguna atau pemilik bangunan dalam penggunaan dan operasional
bangunan tersebut. Dimana pemilik bangunan melakukan pergantian
atau merubah fungsi awal pada bangunan yang dibuat.

5. Perawatan/Maintenance
Perawatan atau maintenance merupakan salah satu aspek penting
yang berpengaruh pada keberlangsungan umur bangunan. Jika
dilakukan perawatan dan pemeliharaan secara rutin dan berkala, maka
bangunan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya,
jika frekuensi perawatan tidak dilakukan secara berkala atau bahkan
tidak dilakukan perawatan sama sekali, maka potensi terhadap risiko
kegagalan bangunan juga akan semakin besar. Perawatan dan
pemeliharaan bangunan dilakukan bukan semata-mata hanya untuk
menjaga keindahan bangunan tersebut.

6. Disaster/Bencana Alam
Terjadinya bencana alam yang menyebabkan kegagalan sebuah
konstruksi merupakan faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan
dan diprediksi kehadirannya oleh manusia. Faktor ini bisa dianggap
sebagai salah satu faktor yang sangat fatal terhadap kegagalan sebuah
bangunan. Oleh karena itu, untuk mengurangi tingkat risiko akibat
bencana alam, pemilik bangunan dapat mengalihkan risiko tersebut
kepada pihak ketiga yaitu pihak asuransi. Adapun berbagai bencana
alam yang dapat menyebabkan kerusakan konstruksi karena faktor alam
maupun kelalaian manusia seperti banjir, gempa bumi, tsunami, tanah
longsor, kebakaran, dan lain sebagainya.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pemodelan Struktur Bangunan


Perhitungan gaya yang bekerja pada struktur bangunan ruko tiga lantai terdiri
dari 2 fase yaitu, fase awal dan fase akhir. Fase awal merupakan gaya yang
bekerja sebelum bangunan mengalami keruntuhan dan fase akhir merupakan
gaya yang bekerja setelah terjadi keruntuhan yang diakibatkan penurunan tidak
seragam (differential settlement) sehingga terjadinya kegagalan pada struktur
bangunan.

3.2 Model Sebelum Keruntuhan (Fase Awal)


Pada model sebelum keruntuhan, menunjukkan besaran gaya
yang bekerja pada joint assignments saat bangunan dalam
keadaan normal. Gaya yang bekerja pada bangunan dengan
kondisi normal dapat dilihat pada table 1.

Dari ketiga jalur, resultan gaya terbesar berada pada jalur


kedua dengan beban 324,03 ton. Pada tabel 1 dan 2 menunjukkan
bahwa, pada fase awal dimana bangunan dalam kondisi normal
(sebelum terjadi keruntuhan) joint yang menerima beban terberat
berada pada jalur kedua. Hasil dari gaya yang bekerja pada bangunan
mempengaruhi geometrik bangunan dan pola keruntuhan pada
bangunan seperti yang terlihat pada gambar 4.

Gambar 4. Geometrik dan pola keruntuhan akibat gaya yang bekerja


pada fase awal

3.2 Model Setelah Keruntuhan

Dari gaya yang dihasilkan, pada fase akhir dapat diketahui


perbandingan besaran gaya yang terjadi pada saat bangunan dalam
kondisi belum runtuh terhadap kondisi setelah mengalami keruntuhan.
Gaya yang bekerja pada bangunan dengan kondisi setelah mengalami
keruntuhan dapat dilihat pada tabel 3
Hasil perhitungan diatas memperlihatkan bahwa joint dengan beban
terberat berada pada joint 175 jalur pertama, berbeda pada kondisi
normal (fase awal) dimana joint dengan beban terberat berada pada
joint 184 jalur kedua. Berdasarkan dari hasil perhitungan gaya pada
tabel 1 dan 3, perubahan gaya yang terjadi diakibatkan oleh adanya
kegagalan struktur bawah pada bangunan. Selain perubahan gaya yang
terjadi kegagalan struktur bawah ini juga berpengaruh terhadap
geometrik bangunan dan pola keruntuhan pada bangunan
3.3 Penyebab Terjadinya Kegagalan Konstruksi

Kegagalan konstruksi pada kasus ini terjadi pada


bangunan ruko lantai 3 di daerah Banua Anyar Banjarmasin. Kegagalan
tersebut terjadi karena kurangnya keinginan pelaku konstruksi
khususnya perencana, pelaksana dan pengawas dalam memenuhi
syarat-syarat teknis pelaksanaan pembangunan. Hal ini memicu
kegagalan tersebut, juga diikuti dengan kurangnya perhatian
pemerintah dalam proses perijinan yangs eharusnya dikawal dengan
kajian teknis yang memenuhi syarat keamanan, kegunaan,
keekonomian serta keindahan sebuah bangunan.

Kegagalan konstruksi terjadi akibat kegagalan pondasi


yang ditunjukan dengan adanya penurunan tidak seragam karna adanya
daya dukung pondasi yang rendah, pola konfigurasi lajur dan jumlah
tiang yang mempengaruhi distribusi gaya pada tiang serta adanya
eksentrisitas tiang. Hasil evaluasi menunjukan bahwa runtuhnya
struktur bangunan diawali dengan adanya retak-retak struktural pada
joint-joint struktur dan terjadinya perubahan elevasi serta geometri
bangunan. Pada struktur bangunan bawah tidak terdapat sloof, sehingga
apabila terjadi penurunan seketika yang tidak seragam, defleksi yang
terjadi pada pondasi lebih besar dan mengakibatkan pelat pondasi
mudah patah.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hasil evaluasi terhadap kegagalan konstruksi yang terjadi adalah


sebagai berikut :

1) Pada struktur bangunan bawah tidak terdapat sloof, sehingga apabila


terjadi penurunan sketika (Immediate Settlement) yang tidak seragam,
defleksi yang terjadi pada pondasi lebih besar sehingga mengakibatkan
plat pondasi mudah patah.

2) Daya dukung tiang kelompok yang terjadi tidak mencapai batas


faktor aman yang disyaratkan yaitu 3,00 (Hardiyatmo, 2010), hal ini
disebabkan pada kedalaman 7 meter tiang pancang masih berada pada
tanah sangat lunak dengan nilai daya dukung batas tiang kelompok
lebih kecil daripada beban yang dipikul, sehingga dengan kondisi
demikian mengakibatkan terjadinya kegagalan pondasi(failure).

3) Eksentrisitas pada pondasi mengakibatkan terjadinya tambahan


momen yang bekerja pada pondasi, hal ini sangat berpengaruh terhadap
pendistribusian beban yang bekerja pada tiang pancang. Tambahan
momen yang bekerja mengakibatkan beban yang diterima oleh tiang
pancang melebihi daya dukung batas tiang tunggal seperti yang terjadi
pada Joint 178 beban yang diterima sebesar 0,410 ton sedangkan daya
dukung batas tiang tunggal sebesar 0,403 ton dengan Safety factor
sebesar 0,985.

4.2 Saran

1) Harus selalu melakukan penyelidikan tanah pada setiap


pembangunan gedung.

2) Lakukan simulasi perencanaan pondasi dengan menggunakan dan


tanpa sloof.
3) Selalu melibatkan perencana, pelaksana dan pengawas yang perduli
terhadap terpenuhinya syarat-syarat teknis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hardiyatmo, H. Cristady. 2010. Mekanika Tanah 2, Edisi Kelima.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

2. Hardiyatmo, H. Cristady. 2010. Analisa dan Perancangan Pondasi


bagian I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

3. Hardiyatmo, H. Cristady. 2011. Analisa dan Perancangan Pondasi


bagian II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

4. Sardjono. 1988. Pondasi Tiang Pancang 1. Sinar Wijaya. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai