Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN

KONSTRUKSI
MAKALAH MANAJEMEN PROYEK

AM. MARWAH
F22115084
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karnianyalah sehinnga
penulis dapat menyelesaikan makalah manejemen konstruks ini tepat pada waktunya.dimana
makalah manejemen konstruksi ini membahas tentang “menejemen proyek yang lemah,
kemampuan manager proyek yang kurang sesuai dan dukungan manajemen pusat yang tidak
selaras dengan lapangan” Apabila penulisan makalah ini kurang sesuai cara penulisannya,saya
mohon maaf sebesar-besarnya.Dan mudah-mudahan makalah ini dapat menarik peminat yang
ingin membacanya.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................


DAFTAR ISI ..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................
Latar Belakang .................................................................................................................................
Rumusan Masalah ............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................................
Kesimpulan ......................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan sektor jasa konstruksi nasional terus menunjukkan peluang besar bagi para
pelaku jasa konstruksi. Hal ini tercermin dari rencana belanja konstruksi pada tahun 2008, yang
mencapai nilai 170 trilyun (Rp 76,5 trilyun dari dana pemerintah dan 93,5 trilyun dari pihak swasta),
dimana akan terdapat peningkatan dari segi jumlah proyek maupun nilai1. Hal ini cukup
menggambarkan bahwa perkembangan proyek konstruksi selalu dituntut agar dapat memenuhi
kebutuhan pasar yang selalu bertambah.

Bagi para pelaku jasa konstruksi tentunya hal ini harus dijawab dengan menjadikan
peningkatan kualitas dan kompetensi sebagai sasaran perusahaan. Dimana dalam memenuhi suatu
sasaran perusahaan -yang dapat diturunkan pada sasaran proyek- dibutuhkan Project Management
(sistim) sebagai alatnya2.

Dalam mengelola Manajemen Proyek (Project Management), ada tiga faktor utama yang
harus menjadi pertimbangan, yaitu waktu yang sesuai rencana, biaya yang realistis dan sesuai dengan
anggaran dan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga faktor tersebut sering disebut sebagai
hambatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi (Triple Constraints)3. Ketiga kinerja faktor tersebut
juga dipengaruhi oleh penggunaan Sumber Daya dalam proyek, yang
lebih dikenal dengan 5 M (Money, Man, Material, Methode, and Machine).

Optimalisasi dari manajemen proyek itu sendiri merupakan suatu upaya komprehensif yang
melibatkan 13 Knowledge Area Project Management, antaranya:
- 9 Knowledge Area untuk Project Management
Project Integration Management, Project Scope Management, Project Time Management, Project
Cost Management, Project Quality Management, Project Human Resources Management, Project
Communications Management, Project Risk Management, Project Procurement Management 4
Tambahan Knowledge Area untuk Project Management Construction Extension: Project Safety
Management, Project Environmental Management Project Financial Management, Project Claim
Management Sistem Manajemen Proyek terdiri dari struktur Organisasi dan Sistem Informasi4.
Statement ini menggambarkan betapa vitalnya proses penyebaran informasi dalam mendukung
organisasi proyek.

Manajemen komunikasi itu sendiri merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
manajemen proyek. Kinerja Komunikasi yang tidak baik dalam proyek bisa mengganggu pencapaian
sasaran proyek. Faktor utama yang mengakibatkan rework dari kelompok faktor manajerial salah
satunya adalah buruknya alur komunikasi5. Komunikasi yang tidak efektif dalam proyek juga
mengakibatkan dampak lain seperti; Perselisihan/kesalahpahaman antar unsur
proyek, terjadinya over/under design sehingga mengganggu mutu pekerjaan, menghambat
produktivitas, dan berujung pada biaya yang tidak ekonomis (Ibnu Subagio:2006).

Beberapa penelitian sudah menunjukkan pentingnya komunikasi yangefektif dalam


kesuksesan proyek6. Berdasarkan penelitian Thamhain (1992) 30 bentuk masalah dalam proyek dapat
diklasifikasikan ke dalam 5 kategori: Permasalahan dengan pengorganisasian tim proyek,
Kepemimpinan yang lemah, Permasalahan komunikasi, Konflik, dan Kurangnya Keterlibatan
ManagemenPusat. Walaupun “Permasalahan Komunikasi” berada pada urutan kategori yang
ketiga, namun kelima kategori tersebut bersinggungan dengan unsur komunikasi.

Manajemen Komunikasi harus dapat menjadi alat untuk dapat mengidentifikasikan,


mendistribusikan, mengumpulkan, dan mengendalikan informasi sehingga dapat diterima dan
digunakan oleh stakeholder-stakeholder dalam proyek yang membutuhkan informasi tersebut. Dengan
kata lain, Manajemen Komunikasi juga dapat menggambarkan hubungan kerja atau
interaksi antara stakeholder dalam proyek, yang dinamakan prosedur hubungan kerja eksternal7,
yang mencakup: Hubungan kerja Kontraktor dengan Owner (pemilik proyek), Hubungan kerja
Kontraktor dengan Konsultan Perencana, Hubungan kerja Kontraktor dengan Konsultan Pengawas,
Hubungan kerja Kontraktor dengan Subkontraktor, Hubungan kerja Kontraktor dengan Supplier,
Hubungan kerja Kontraktor dengan mandor dan pekerja.

Kontraktor dan owner merupakan stakeholder utama dalam proyek yang membutuhkan
kualitas koordinasi dan komunikasi yang baik. Namun pada kenyataannya, tidak jarang permasalahan
proyek bahkan kegagalan proyek disebabkan oleh perselisihan antara pemilik proyek dan Kontraktor.
Penelitian ini diarahkan untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi baik buruknya hubungan komunikasi antara Kontraktor – Pemilik Proyek dalam
kerangka Manajemen Komunikasi Proyek terhadap pelaksanakan proyek konstruksi dalam rangka
menjawab tantangan derasnya kebutuhan jasa konstruksi dimasa yang akan datang.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

1.2.1. Deskripsi Masalah

Di dalam suatu proyek terlibat beberapa unsur proyek yang memiliki tujuan yang sama,
yakni agar proyek yang akan dilaksanakan dapat sukses dan memberi manfaat kepada semua
pihak. Suksesnya sebuah proyek sangat tergantung dari kerja sama antara pihak-pihak tersebut.
Secara fungsional, ada tiga pihak yang sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi, yaitu:
pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor .

Meskipun memiliki tujuan utama yang sama, yakni agar pembangunan dapat berhasil,
namun sejatinya dari skema hubungan diatas menunjukkan terdapat suatu jenis hubungan antara
Si Pengguna Jasa dan Si Penyedia Jasa yang terikat dalam kontrak. Dua posisi yang
berseberangan ini menggambarkan peran yang berbeda dan berimplikasi kepada harapan
(expectation) serta kepentingan yang dapat berseberangan pula. Pemilik Proyek mengharapkan
dapat memiliki produk konstruksi yang bermutu, tepat waktu, namun murah. Di sisi Kontraktor
sebagai yang menjual jasa, mengharapkan proyek ini dapat menghasilkan profit sebesar-besarnya,
dapat dipercaya pelanggan(owner), dapat mencapai prestasi yang diinginkan, memperkuat
reputasi perusahaan, dan sebagainya. Harapan yang ada disetiap pihak ini kadang tidak menjadi
perhatian dan pertimbangan pihak lainnya. Banyak permasalahan di dalam siklus proyek yang
timbul karena adanya perbedaan kepentingan tersebut. Perselisihan antara kontraktor dan owner
berimplikasi negatif terhadap pelaksanaan proyek. Kontrak yang mengikat keduanya,
mengharuskan kedua pihak menyelesaikan perbedaan persepsi melalui prosedur claim. Klaim
adalah permasalahan yang dapat menimbulkan perselisihan dan permohonan akan tambahan
uang, tambahan waktu pelaksanaan, atau perubahan metode pelaksanaan pekerjaan kepada
pemilik proyek. Penyelesaian perselisihan yang sudah terjadi-untuk mendapatkan hak atas
kompensasi waktu dan atau uang- dapat menggunakan beberapa alternatif, yaitu
negosiasi, mediasi, litigasi, dan arbitrasi . Pada Proyek EPC (Engineering Procurement and
Construction). Sistem kontrak mencakupi lingkup tanggung jawab Engineering (perekayasaan),
Procurement (pengadaan), Construction (Konstruksi), dan Commisioning ( Ujicoba operasi),
sampai menghasilkan sistem yang mampu berproduksi. Implikasinya, Sistem ini memperlihatkan
suatu hubungan kerja yang spesifik antara owner dan Kontraktor, dimana koordinasi dan
komunikasi antara keduanya akan menjadi suatu faktor signikan yang mempengaruhi Proyek
EPC. Untuk itulah, Komunikasi hadir sebagai media atau alat untuk menyelesaikan sebuah
masalah, mencapai sebuah tujuan, menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik. Hewitt
(1981). Di dalam Manajemen Proyek, terdapat Manajemen Komunikasi yang mengatur proses
penyebaran informasi kepada segenap unsur proyek yang seharusnya dapat efektif meminimalisir
kemungkinan terjadinya perbedaan persepsi dan menyelaraskan kepentingan antara unsur
proyer, tak terkecuali , antara Pemilik Proyek dan Kontraktor.

1.2.2. Signifikansi Masalah

Dari penjabaran masalah diatas dapat dikatakan bahwa Komunikasi antara Pemilik
Proyek dan Kontraktor memiliki peran yang sangat vital bagi keberlangsungan proyek apalagi
menejemen proyek yang lemah, kemampuan manager proyek yang kurang sesuai dan dukungan
manajemen pusat yang tidak selaras dengan lapangan. Sebelum terjadi perselisihan yang
berakibat buruk bagi proyek, maka efektifitas komunikasi dalam menyelaraskan hubungan
keduanya menjadi prioritas untuk dikedepankan.

1.2.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan signifikasi masalah sebelumnya, maka terdapat satu
pertanyaan utama yang harus dijawab pada penelitian ini, yakni “ solusi yang baik apabila
menejemen proyek yang lemah, kemampuan manager proyek yang kurang sesuai dan dukungan
manajemen pusat yang tidak selaras dengan lapangan ”

BAB II
TINJAUAN DATA
2.1 PROYEK KONSTRUKSI

Proyek adalah rangkaian kegiatan yang mengolah sumber daya proyek meliputi suatu
hasil tertentu melibatkan beberapa pihak terkait yang dibedakan atas hubungan fungsional dan
hubungan kerja, hanya satu kali dilaksanakan (unik) dan umumnya berjangka waktu pendek
(Ervianto, 2002).
Proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya pembangunan suatu
bangunan infrastruktur yang umumnya mencakup pekerjaan utama, termasuk didalamnya adalah
bidang teknik sipil dan arsitektur.
Proyek konstruksi melibatkan juga displin ilmu lainnya, seperti teknik industri, teknik
mesin, teknik elektro, geoteknik, dan lain-lain.
Upaya pembangunan yang dimaksud bukanlah ditekankan hanya pada pelaksanaan
pembangunan fisiknya saja tetapi mencakup arti sistem pembangunan secara utuh dan lengkap.
Proyek konstruksi dapat juga diartikan sebagai suatu bangunan dengan jangka waktu yang
terbatas, alokasi dana tertentu, dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah
digaris dengan tegas (Dipohusodo, 1996).
Perencanaan suatu proyek terdiri dari tiga tahap (Prasetya dkk. 2009), yaitu:
1. Perencanaan Membuat uraian kegiatan-kegiatan, menyusun logika urutan kejadian-
kejadian, menentukan syaratsyarat pendahuluan, menguraikan interaksi dan
interdependensi antara kegiatan-kegiatan.
2. Penjadwalan Penaksiran waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tiap kegiatan,
menegaskan kapan suatu kegiatan berlangsung dan kapan berakhir.
3. Pengendalian. Menetapkan alokasi biaya dan peralatan guna pelaksanaan tiap kegiatan.

2.2 Manajemen Konstruksi (MK)

Fuady (1998) menyatakan bahwa dalam metode Manajemen Konstruksi (MK) ini, pihak owner
berhubungan kontraktual langsung dengan semua specialist dan trade contractor. Dan untuk
koordinasi kontrak, maka ditunjuk seorang manajer konstruksi yang akan bertindak dan berperan
sebagai Konsultan. Proyek yang menggunakan metode Manajemen Konstruksi (Construction
Management) adalah proyek yang mempunyai ciri-ciri :
a. Pihak owner paham dan berpengalaman mengenai konstruksi, tidak hanya hasil dari
konstruksi tetapi juga terhadap proses pembangunan itu sendiri. Disamping itu owner
juga mengenal beberapa atau seluruh tim professional.
b. Adanya keinginan dari pihak owner untuk menyelesaikan proyeknya dalam waktu yang
cepat (fast track) dan adanya efisiensi biaya
c. Proyek merupakan proyek yang terbilang complicated (rumit) dan melibatkan teknologi
yang beragam dengan subsistemnya
d. Adanya keinginan dari pihak owner untuk memulai di lapangan lebih awal
e. Adanya keinginan untuk memisahkan tanggung jawab professional antara faktor desain
dengan faktor manajemen.

Keuntungan :
a. Adanya keterlibatan yang intens dari pemilik dalam manajemen proyek sehingga
meningkatkan hubungan kerja yang semakin baik diantara project team
b. Memberi kesempatan kepada pemilik lebih luwes dalam menentukan pilihan
kontraktor atau subkontraktor dan supplier, karena adanya kontrak secara langsung,
c. Adanya peningkatan penggunaan value engineering oleh manajer konstruksi karena
faktor pertimbangan biaya menempati kedudukan yang penting bagi pihak owner, d.
Sangat cocok untuk proyek-proyek yang besar, complicated dan melibatkan teknologi
yang beragam.

Kekurangan :
a. Apabila pihak owner bukan orang yang paham atau kurang pengalaman dalam
konstruksi, maka keterlibatannya dalam proyek akan kurang maksimal dan kurang
tepat menggunakan metode Manajemen Konstruksi (MK) ini
b. Tidak adanya kontraktor utama, sehingga tidak ada satu organisasi yang menjadi
penanggung jawab tunggal mengenai integritas implementasi fisik proyek serta hasil-
hasilnya secara keseluruhan. Karena titik berat dari metode ini adalah koordinasi
kegiatan multikontraktor dan multisupplier.

2.2.3. Design/Build

Dalam metode Design/Build ini, Penyedia Jasa mempunyai tugas membuat suatu
perencanaan yang lengkap dan sekaligus melaksanakannya dalam suatu kontrak konstruksi.
Pengguna Jasa/Owner biasanya tidak lagi menempatkan Pengawas di lapangan tetapi cukup
menunjuk wakil (owner’s representative) yang fungsi dan tugasnya mengamati jalannya
pekerjaan apakah sesuai spesifikasi teknis dan jadwal.

Keuntungan :
a. Owner hanya membutuhkan satu kontrak kerja saja dengan satu organisasi biasanya
kontraktor, dimana organisasi tersebut akan bertanggung jawab pada semua aspek
dalam proyek
b. Adanya komunikasi yang baik dan bersifat langsung antara owner dengan kontraktor,
sehingga dapat menghemat biaya dan waktu yang cukup signifikan
c. Adanya kepastian dan keakuratan dalam biaya proyek dan biasanya biaya proyek
lebih rendah bila dibandingkan dengan menggunakan metode pembangunan yang
lainnya
d. Waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan lebih pendek.
e. Bagi owner, sistem pembangunan ini dapat mengalihkan resiko dalam proyek kepada
pihak kontraktor secara single liability, misalnya resiko kenaikan harga/biaya.

Kekurangan :
a. Kebebasan yang sangat terbatas dari owner untuk melakukan perubahan dalam desain
setelah terjadinya penandatanganan kontrak
b. Tingkat kemampuan teknik dan kemampuan manajerial dari organisasi atau kontraktor
design/build yang mungkin lebih rendah dari organisasi yang mengkhususkan diri dalam
perencanaan (konsultan perencana) atau kontruksi (kontraktor)
c. Ada kemungkinan pelaksanaan pekerjaan dengan metode design/build ini akan
menghasilkan produk pekerjaan yang kualitasnya kurang. Hal ini terjadi karena semua
tanggung jawab terletak pada kontraktor, dan kecenderungannya sebagian besar pekerjaan
dikerjakan sendiri oleh kontraktor meskipun sebenarnya kontraktor tersebut belum
mempunyai pengalaman atau belum mempunyai kemampuan yang memadai dalam
pekerjaan tersebut.

2.2.4. Turnkey
Metode Turnkey ini merupakan pengembangan dari metode Design/Build, dimana
Penyedia Jasa mempunyai tugas membuat suatu perencanaan yang lengkap dan sekaligus
melaksanakannya serta menyediakan pembiayaan untuk pembangunannya atau pembayaran
dari Pengguna Jasa / owner dilakukan sekaligus setelah seluruh pekerjaan selesai. Jadi
Pengguna Jasa hanya tinggal menerima dan memutar kunci (turnkey) serta
mengoperasikannya. Sistem kontrak FIDIC membedakan pengertian antara metode
Design/Build dan Turnkey dari aspek pembayaran. Jika metode Design/Build melakukan
pembayaran per termin sesuai kemajuan pekerjaan (seperti kontrak biasa), sedangkan
pembayaran metode Turnkey dilakukan sekaligus setelah seluruh pekerjaan selesai.

Keuntungan :
a. Owner dapat langsung mengoperasikan dan memulai produksinya ketika proyek
diserahkan dari kontraktor kepada owner tinggal memutar kunci
b. Owner hanya membutuhkan satu kontrak kerja saja dengan satu organisasi biasanya
kontraktor, dimana organisasi tersebut akan bertanggung jawab pada semua aspek
dalam proyek
c. Bagi owner, sistem pembangunan ini dapat mengalihkan resiko dalam proyek kepada
pihak kontraktor secara single liability, misalnya resiko kenaikan harga/biaya.

Kekurangan :
a. Keterbatasan dari pihak owner untuk ikut terlibat dalam mengawasi efisiensi
penggunaan dana, waktu, kualitas dan estetika
b. Kebebasan yang sangat terbatas dari owner untuk melakukan perubahan dalam
desain setelah terjadinya penandatanganan kontrak,
c. Ada kemungkinan pelaksanaan pekerjaan dengan metode Turnkey ini akan
menghasilkan produk pekerjaan yang kualitasnya kurang. Hal ini terjadi karena
semua tanggung jawab terletak pada kontraktor dan kecenderungannya sebagian
besar pekerjaan dikerjakan sendiri oleh kontraktor

2.2.5. Build Operate Transfer (BOT)

Metode Build Operate Transfer (BOT) ini merupakan pengembangan dari metode
Turnkey. Dimana pihak owner/pemilik proyek biasanya adalah pemerintah. Pemikiran dasar
digunakannya konsep Build Operate Transfer (BOT) pada industri jasa konstruksi terutama
dalam pengadaan proyek, kemungkinan besar lahir karena adanya kebutuhan negara
berkembang yang sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur tetapi tidak mempunyai
dana. Menurut Fuady (1998), konsep BOT ini adalah bahwa pihak kontraktor menyerahkan
bangunan yang sudah dibangunnya setelah masa transfer, sementara sebelum proyek tersebut
diserahkan, ada masa tenggang waktu bagi pihak kontraktor, misal 20 tahun yang disebut
masa konsesi untuk mengoperasikan proyek dan memungut hasil atau revenue sebagai
imbalan dari jasa membangun proyek yang bersangkutan. Konsep BOT ini, menurut Tiong
(1990) merupakan pemberian masa konsesi oleh pemerintah kepada perusahaan swasta untuk
melakukan pembangunan, mengoperasikan dan merawat proyek infrastruktur selama masa
konsesi. Selama masa konsesi tersebut, perusahaan tersebut berhak mendapatkan keuntungan
dari pengelolaan proyek tersebut. Proyek dengan konsep BOT ini merupakan proyek yang
sangat rumit baik ditinjau dari matriks organisasinya, sistem finansial dan negosiasi serta
proses tender, karena proyek dengan konsep BOT ini memerlukan biaya yang sangat besar,
waktu yang relatif lama, perhitungan yang sangat cermat mengenai segala aspek baik segi
politis, hukum dan peraturan serta finansial.
Keuntungan :
a. Owner, biasanya pemerintah dapat langsung mengoperasikan ketika proyek
diserahkan dari kontraktor, setelah masa konsesinya habis.
b. Owner, biasanya pemerintah hanya membutuhkan satu kontrak kerja saja dengan
satu organisasi, biasanya kontraktor, dimana organisasi tersebut akan bertanggung
jawab pada semua aspek dalam proyek,
c. Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur, misal : terminal, jalan tol, pelabuhan
dan lain-lain dapat terpenuhi dengan biaya dan pelaksanaan yang ditanggung oleh
kontraktor atau investor.
Kekurangan :
a. Membutuhkan waktu pembangunan yang cukup lama dan biaya yang sangat besar
b. Keterbatasan dari pihak owner untuk terlibat dalam mengawasi efisiensi
penggunaan dana, waktu, kualitas dan estetika
c. Apabila kontrak BOT tersebut melibatkan antar Negara, yaitu Negara
berkembang yang tidak ada dana dan Negara maju yang punya dana dan
teknologi, maka akibat paling serius yang harus diterima oleh Negara
berkembang, sebagai pihak owner/pemilik proyek dalam jangka panjang adalah
terjadinya ketergantungan terhadap Negara lain, yaitu Negara kaya dan maju
teknologinya yang mampu memberikan dana untuk pelaksanaan pembangunan
proyek tersebut.

2.3 Penyusunan Time Schedule


Time Schedule adalah rencana alokasi waktu untuk menyelesaikan masing-masing item
pekerjaan proyek secara keseluruhan dan rentang waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan
sebuah proyek. Dalam pembuatan time schedule memerlukan tahapan sebagai berikut :

2.3.1 Perencanaan
Dalam tahap perencanaan diperlukan data yang lengkap untuk mendukung proses
pembuatannya. Untuk dapat menyusun time schedule yang baik dibutuhkan : a. Gambar kerja
proyek, b. Rencana anggaran biaya pelaksanaan proyek (RAB), c. Bill of quantity (BQ) atau
daftar volume pekerjaan, d. Data lokasi proyek, e. Data sumber daya meliputi material,
peralatan, sub kontraktor yang tersedia disekitar lokasi proyek berlangsung, f. Data sumber
material, peralatan, sub kontraktor yang harus didatangkan ke lokasi proyek, g. Ketersediaan
tenaga kerja untuk menyelesaikan pekerjaan, h. Data cuaca atau musim di lokasi pekerjaan
proyek, i. Data jenis transportasi yang dapat digunakan disekitar lokasi proyek, j. Metode
kerja yang digunakan untuk menyelesaikan proyek, k. Data kapasitas produksi meliputi
peralatan, tenaga kerja, sub kontraktor dan material, l. Data keuangan proyek meliputi arus
kas, cara pembayaran pekerjaan, tenggang waktu pembayaran progress dan lain sebagainya.
Setelah mendapatkan data tersebut maka dapat menghitung volume dan durasi tiap item
pekerjaan sehingga dapat dilanjutkan pada tahap penjadwalan.

2.3.2 Penjadwalan

Penjadwalan merupakan kumpulan kebijaksanaan dan mekanisme di sistem operasi yang


berkaitan dengan urutan kerja yang dilakukan sistem komputer (Heizer dkk. 2006).
Penjadwalan proyek meliputi pengurutan dan pembagian waktu untuk seluruh kegiatan
proyek. Pada tahap ini akan dibuat urutan pekerjaan sesuai dengan waktu mulai dan selesai
suatu pekerjaan agar tidak terjadi benturan waktu pada proyek. Time schedule pada proyek
konstruksi dapat dibuat dalam bentuk sebagai berikut : a. Kurva S, b. Bar Chart, c. Schedule
harian, schedule mingguan, bulanan, tahunan atau waktu tertentu, d. Pembuatan time
schedule berupa bar chart bisa dibuat menggunakan software seperti Microsoft project agar
lebih mudah dan cepat.
Tujuan atau manfaat pembuatan time schedule pada proyek konstruksi adalah: a.
Pedoman waktu untuk mendatangkan material yang sesuai dengan item pekerjaan yang akan
dilaksanakan, b. Pedoman waktu untuk pengadaan alat-alat berat, c. Alat untuk
mengendalikan waktu pelaksanaan proyek, d. Sebagai tolak ukur pencapaian target waktu
pelaksanaan pekerjaan, e. Acuan untuk memulai dan mengakhiri sebuah kontrak proyek
konstruksi, f. Pedoman pencapaian program pekerjaan setiap waktu tertentu, g. Pedoman
untuk penentuan batas waktu denda atas keterlambatan proyek atau bonus atas percepatan
proyek, h. Pedoman untuk mengukur nilai suatu investasi.

2.4 Teknik Penjadwalan

Penjadwalan merupakan penggambaran dari suatu diagram waktu untuk tiap item
pekerjaan yang menentukan kapan suatu aktivitas dimulai, ditunda, dan diakhiri sehingga
pemakaian sumber daya dapat disesuaikan dengan waktunya dan menurut kebutuhan yang
telah ditentukan (Soeharto,1999). Teknik penjadwalan untuk proyek konstruksi dapat
dilakukan dalam bentuk : a. Diagram Balok (Bar Chart) b. Diagram Jaringan (Network) Dari
segi penyusunan jadwal, jaringan kerja dipandang sebagai suatu langkah penyempurnaan
metode bagan balok, karena dapat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang belum
terpecahkan oleh metode tersebut, seperti :

a. Kegiatan-kegiatan mana yang bersifat kritis dalam hubungannya dengan penyelesaian


proyek,
b. Bila terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan kegiatan tertentu, bagaimana
pengaruhnya terhadap sasaran jadwal penyelesaian proyek secara menyeluruh.

Keuntungan dan kerugian diagram balok terhadap diagram jaringan, antara lain :
a. Diagram balok mudah dibuat
b. Diagram balok mudah dipahami oleh semua level manajemen,
c. Tidak menunjukkan secara nyata hubungan ketergantungan antara satu kegiatan
dengan kegiatan yang lain sehingga sulit untuk mengetahui dampak
keterlambatan dari satu kegiatan terhadap kegiatan yang lain dan terhadap jadwal
pekerjaan secara menyeluruh.
d. Untuk proyek dengan skala besar dan bersifat komplek penggunaan diagram
balok akan menghadapi kesulitan karena butir ketiga di atas.

Jaringan kerja merupakan metode yang berguna untuk menyusun urutan dan waktu
kegiatan unsur proyek, dan selanjutnya dapat dipakai memperkirakan waktu penyelesaian
proyek secara keseluruhan. Terdapat dua macam jaringan kerja sebagai berikut : a. Kegiatan
pada anak panah atau activity on arrow (AOA), b. Kegiatan ditulis dalam kotak yang disebut
activity on node (AON).
Jaringan kerja yang amat luas pemakaiannya adalah Metode Jalur Kritis (CPM) yang
meliputi Metode Diagram Panah (ADM), Teknik Evaluasi dan Review Proyek (PERT), dan
Metode Diagram Preseden (PDM). Metode ADM dan PERT termasuk dalam klasifikasi AOA
sedangkan PDM adalah AON.

2.4.1 Metode Diagram Balok (Bar Chart)

Bargraph schedule atau di Indonesia disebut Diagram Balok (Bar Chart) ditemukan oleh
H.L. Gantt pada tahun 1917. Oleh karena itu sering disebut Gantt Chart. Bar Chart
dimaksudkan untuk mengidentifikasi unsur waktu dari tiap-tiap kegiatan secara berurutan dari
awal sampai akhir kegiatan dari suatu proyek. Hingga saat ini diagram balok masih dipakai
karena mudah dibuat serta mudah dipahami oleh setiap level manajemen. Masing-masing
garis menunjukkan awal sampai akhir waktu penyelesaian suatu pekerjaan dan serangkaian
pekerjaan yang ada di suatu proyek. Karena pembuatan dan penampilan informasinya
sederhana dan hanya menyampaikan dimensi waktu dari masing-masing kegiatan, maka bar
chart lebih tepat menjadi alat komunikasi untuk melukiskan kemajuan pelaksanaan proyek.
Bar chart tidak menginformasikan ketergantungan antar kegiatan dan tidak mengindikasi
kegiatan mana saja yang berada dalam lintasan kritisnya.

Pada umumnya, bar chart digambarkan sekaligus dengan kurva “S”. Kurva “S” dibuat
untuk mengetahui rencana prestasi pekerjaan per satuan waktu dan saat dimulainya pekerjaan
sampai selesai, yang digambarkan dengan persen (%) kumulatif biaya terhadap satuan waktu
pekerjaan. Penyajian informasi bagan balok agak terbatas, misalnya hubungan antar kegiatan
tidak jelas dan lintasan kritis kegiatan proyek tidak dapat diketahui. Karena urutan kegiatan
kurang terperinci, maka bila terjadi keterlambatan proyek, prioritas kegiatan yang akan
dikoreksi menjadi sulit untuk dilakukan.

2.4.2 Metode Diagram Anak Panah / Arrow Diagram Method (ADM)


Diagram anak panah (arrow diagram) terdiri dari anak panah dan lingkaran. Kegiatan
digambarkan sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang menggambarkan
kejadian/peristiwa (event). Untuk lebih jelasnya, penggambaran hubungan peristiwa dari
kegiatan ini dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini. Ekor anak panah merupakan awal
kegiatan dan ujungnya merupakan akhir kegiatan. Nama dan kurun waktu kegiatan berturut-
turut ditulis di atas dan di bawah anak panah. Kejadian di awal dari anak panah disebut node
“i”, sedangkan kejadian di akhir anak panah disebut “j”.

BAB II
KESIMPULAN
Cara mencegah kegagalan proyek konstruksi, yaitu:Mengikuti spesifikasi yang telah
ditentukan,Membuat gambar kerja sesuai dengan gambar rencana dengan perubahannya,
Membuat metode kerja dengan benar. apabila menejemen proyek yang lemah, kemampuan
manager proyek yang kurang sesuai dan dukungan manajemen pusat yang tidak selaras dengan
lapangan, hal yang harus di perhatikan adalah memperhatikan komunikasi dari pihak menejemen
pusat dan menejemen proyek, mengadakan rapat proyek dan segala bentk komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

https://agungrakhmat04.wordpress.com/2011/06/07/pengendalian-manajemen-proyek-
hakekat-proyek/

http://ivansteritory.blogspot.com/2014/02/penyebab-sebuah-proyek-terlambat-gagal.html

https://ranggryani.wordpress.com/2013/05/16/makalah-manajemen-proyek/

http://www.pajak.go.id/content/article/peran-project-management-office-dalam-pengelolaan-
proyek-berbasis-proses-bisnis-di

Anda mungkin juga menyukai