Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ketentuan Pengerjaan Tugas :

Mahasiswa wajib mengerjakan tugas makalah sebagai nilai UTS. Mahasiswa yang tidak
mengumpulkan tugas sd batas yang ditentukan maka nilai UTS akan kosong dimana salah
satu komponen penilaian tidak dapat dihitung secara maksimal yang akan berdampak pada
kelulusan mahasiswa. Dalam hal ini, maka mahasiswa dapat mengerjakan tugas dalam
bentuk makalah dengan tema IMPLEMENTASI PENERAPAAN METODE OMNIMBUS LAW
DALAM SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA.
Adapun ketentuan dalam pengerjaan tugas antara lain.

1. Makalah yang dibuat berdasarkan struktur pembuatan makalah lengkap yang terdiri
dari
a) Cover
b) Daftar Isi
c) BAB 1 PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang
 1.2 Rumusan Masalah (Minimal 2 Rumusan Masalah)
d) BAB 2 PEMBAHASAN
 2.1 Judul Pembahasan 1
 2.2 Judul Pembahasan 2
e) BAB 3 PENUTUP
 3.1 Kesimpulan
 3.2 Rekomendasi
f) DAFTAR PUSTAKA
2. Isu hukum yang diberikan harus jelas dan kongkrit terkait satu isu HAM
3. Times New Romans, Uk Font 12, Justify, Spasi 1.15, lakukan juga tata cara penulisan
artikel yang baik dan benar.
4. Maksimal 15 halaman, dilarang melakukan plagiasi dan maksimal turnitin 30%
5. Jika menggunakan sitasi silahkan lakukan footnote dan di pharaprase agar tidak
plagiasi.
6. Kajilah rumusan masalah dalam pembahasan secara komprehensif dengan
menggunakan teori, konsep, serta aturan hukum yang tepat dan sesuai. Nilai akan
lebih baik lagi jika saudara menggunakan metode penelitian dan pendekatan
penelitian yang jelas dan kongkrit.
7. Waktu pengumpulan maksimal Tanggal 30 Mei 2023 melalui MMP pada folder UTS

SELAMAT MENGERJAKAN
Studi Pembelajaran Pemberlakuan UU Cipta Kerja Sebagai Bentuk
Pelaksanaan Metode Omnibus Law di Indonesia
Makalah Hukum Perancangan Peraturan Perundang-Undangan kelas (C)

Nama Anggota:

Dika Zeqti Zelsabilla

Nomor Induk Mahasiswa:

200710011351

Dosen Pengampu:

H. Eddy Mulyono, S.H., M.Hum

Igam Arya Wada, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

2023
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan diwacanakannya UU Cipta Kerja sebagai program kerja pemerintah dalam
mengatasi krisis ekonomi pada tahun 2019, penyampaian wacana oleh Presiden Jokowi terkait
dengan konsep Cipta Kerja telah menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak khususnya
pihak kontra yaitu pihak buruh terkait dengan norma-norma yang berpotensi untuk menurunkan
atau mengenyampingkan kesejahteraan bagi para pekerja di seluruh Indonesia dengan beberapa
hak-hak dengan jelas diperkecil ruangnya. Salah satu kebijakan yang dapat merugikan hak para
pekerja adalah kebijakan perluasan outsourcing yang membuat ketidakpastian pekerjaan dan
pengangkatan status menjadi karyawan tetap. Akhirnya dengan dalil-dalil tersebut Mahkamah
Konstitusi telah memutuskan dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bahwa UU Cipta
Kerja dinyatakan inkonstitusional dan harus diperbaiki dengan jangka watu dua tahun. Setelah
dua tahun menjelang, pemerintah menyusun Perpu No 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dan
juga sudah berlaku.
Pergerakan oleh pemerintah menekan Perpu No 2 Tahun 2022 sebagai tindak lanjut dari
UU No 11 Tahun 2020 kurang diterima baik oleh publik. Namun hal yang menarik dari Perpu ini
adalah berkaitan dengan keberlakuannya secara tidak pasti dengan merujuk pada penjelasan UU
No 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan sebagai penerapan
metode Omnibus Law yang ketiga kalinya telah menetapkan UU yang normanya diubah dalam
Perpu No 2 Tahun 2022 masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU No 4 Tahun
2023 sedangkan UU tersebut tidak menjelaskan tidak diberlakukannya kembali Perpu sebagai
norma, jadi dimanakah letak Perpu ini sebagai norma yang menggantikan UU Perbankan, UU
Perkoprasian, UU Sistem Jaminan Sosial, dan UU Perbankan Syariah ? apakah sudah diubah
dengan UU No 4 Tahun 2023 atau masih berlaku sebagai norma. Di sinilah timbul ketidakpastian
dalam keharmonisasian susunan dan keberlakuan Perpu Cipta Kerja yang secara jelas masih di
kritik dan dipertentangkan oleh pihak kontra yang merasa dirugikan dengan diberlakukannya
norma dalam Perpu tersebut. Dengan diubahnya Perpu No 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja ini
kedalam UU Omnibus Law Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan artinya amar
putusan MK telah dilaksanakan karena kelanjutan dari UU Cipta Kerja adalah Perpu yang
diadakan dalam keadaan ekonomi yang tidak pasti yang secara konstitusi tidak terlalu jelas
penafsirannya sehingga menjadi celah pemerintah untuk menafsirkan keadaan genting ini dengan
kebutuhan pemerintah. Dengan Perpu ini ditetapkan maka pelunya untuk segera disahkan dalam
wadah Undang-Undang yang hasilnya adalah Undang-Undang No 4 Tahun 2023. Dari sinilah
banyaknya permasalahan-permasalahan yang akan dibahas terkait penerapan metode Omnibus
Law yang kurang efektif pada awal sosialisasinya hingga ditetapkannya UU No 4 Tahun 2023
sebagai penerapan metode Omnibus Law yang menurut penulis lebih tertata dan dapat diterima
oleh publik karena tidak menghilangkan hak-hak esensial ketenagakerjaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Teori Tentang Metode Omnibus Law, apa tujuan diterapkannya Omnibus
Law di Indonesia dan bagaimanakah konsep Omnibus Law ini seharusnya diterapkan
secara teori, serta apa justifikasi atau dasar ditambahkannya metode Omnibus Law dalam
UU Perancangan Peraturan Perundang-Undangan ?
2. Berkaitan dengan kasus penerapan Omnibus Law UU Cipta Kerja banyaknya opini-opini
tentang suatu hak-hak prinsipal pekerja dikesampingkan demi kepentingan kemudahan
perusahaan untuk berusaha, Selain itu dalam beberapa norma telah menyempitkan peran
AMDAL sebagai kualifikasi izin keleyakan berusaha. Selain itu bagaimanakah Perpu No
2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja sebagai penindaklanjutan UU Cipta Kerja

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Filosofi Omnibus Law Dalam Perundang-Undangan di Indonesia

Berkaitan dengan pengertiannya sendiri mengungkit dari pendapat Kristiyanto (2019)


bahwa Omnibus Law adalah suatu konsep yang berupa metode atau prosedur untuk membuat
suatu peraturan perundang-undangan yang mengunifikasi beberapa aturan atau norma yang
substantif pengaturannya berbeda sehingga unifikasi tersebut menjadi suatu undang-undang
payung hukum yang mewadahi berbagai norma-norma pengaturan yang berbeda dalam satu
peraturan. Kristiyanto berpendapat bahwa jika Undang-Undang yang menggunakan metode
Omnibus Law ini diundangkan maka konsekuensinya adalah ketidakberlakuan aturan-atauran
yang selama ini berlaku namun tidak selaras dengan Undang-Undang Payung yang terbentuk
secara sebagian maupun secara keseluruhan. Praktiknya dalam penerapan metode Omnibus Law,
metode tersebut lebih digunakan sebagai suatu kompilasi dari berbagai perundang-undangan
yang berkaitan dengan tema yang besar seperti Cipta Kerja yang mencangkup banyak Undang-
Undang yang terkait dengan tema besar tersebut. Tema besar tersebut akan menggantikan
beberapa norma yang tidak sesuai dengan landasan

Anda mungkin juga menyukai