Anda di halaman 1dari 4

Nama : Reza Rafianto

Nim : 045045693

Prodi : S1 Ilmu Hukum

TUGAS 3 : ILMU PERUNDANG-


UNDANGAN

1. Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan


perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Di antara rangkaian proses di atas ada proses yang tidak
disebutkan secara tegas tetapi mempunyai peran yang sangat penting, yaitu proses
pengharmonisasian. Dengan demikian, pengharmonisasian merupakan salah satu
dari rangkaian proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Proses
pengharmonisasian dimaksudkan agar tidak terjadi atau mengurangi tumpang
tindih peraturan perundang-undangan.

Pembentukan peraturan perundang-undangan diawali dengan tahap penyusunan di


tingkatinternal pemrakarsa. Pada tahap penyusunan di tingkat internal pemrakarsa, sesuai
denganPeraturan Peresiden No. 68 Tahun 2995 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU,
Rperpu,RPP, dan Rperpres ditentukan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-
undanganpemrakarsa membentuk panitia antardepartemen. Kepala biro hukum atau kepala
satuan kerja

Karena tidak disebutkan secara tegas dalam proses pembentukan peraturan


perundang-undangan, pertanyaannya adalah pada tahap apa proses pengharmonisasian
itu dilakukan? Sebetulnya proses pengharmonisasian bisa dilakukan di tingkat mana
pun, sejak dari tahap perencanaan hingga pada tahap pembahasan, baik di tingkat
pembahasan internal/antardepartemen maupun di tingkat koordinasi
pengharmonisasian yang diselenggarakan di Departemen Hukum dan HAM. Apabila
proses pengharmonisasian sudah dilakukan sejak awal, diharapkan ketika proses
koordinasi pengharmonisasian di Departemen Hukum dan HAM akan lebih mudah
dan tidak memakan waktu lama. Untuk RUU, proses pengharmonisasian bisa
dilakukan sejak dari penyusunan Naskah Akademis, tidak harus menunggu di ujung
proses pengharmonisasian. Dengan Naskah Akademis, fakta yang dianggap
bermasalah dipecahkan secara bersama oleh Pemerintah dan DPR-RI, tanpa
mementingkan golongan atau kepentingan individu. Jika Naskah Akademis selalu
mendasarkan pada urgensi dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan,
pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, inventarisasi (informasi)
peraturan perundang-undangan yang terkait, serta jangkauan dan arah pengaturan
yang memang dikehendaki oleh masyarakat, maka proses bottom up yang selama ini
diinginkan oleh masyarakat, akan terwujud. Jika suatu RUU dihasilkan melalui proses
bottom up, diharapkan undang-undang yang dihasilkan akan berlaku sesuai dengan
kehendak rakyat dan berlakunya langgeng. Sedangkan untuk rancangan peraturan
perundang-undangan di tingkat pusat di bawah UU, pengharmonisasian dilakukan
sejak persiapan sampai dengan pembahasan.
Penyusunan awal RUU Cipta Kerja dilakukan dengan pembahasan substansi. Ini
dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder yang pelaksanaannya sudah
dilakukan sejak jauh hari sebelum RUU Cipta Kerja disampaikan kepada Presiden.
Pembahasan tidak hanya dilakukan di kalangan pemerintah (kementerian/ lembaga),
namun juga bersama kalangan akademisi dan serikat kerja maupun pengusaha dalam
bentuk tripartit pembahasan, mengingat substansi dari RUU tersebut terkait dengan
ketenagakerjaan.Proses pembahasan dan penyusunan RUU tersebut dikordinasikan
oleh Kemenko Perekonomian yang pada 27 Januari 2020 melalui surat nomor PH
21/15/ 2020 menyampaikan naskah akademik dan RUU Cipta Kerja yang waktu itu
disampaikan kepada Presiden sehingga posisi RUU berdasarkan permohonan itu,
diterbitkanlah Surat Presiden kepada Pimpinan DPR RI guna mengajukan RUU Cipta
Kerja. Ini sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU Nomor 12/ 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan.“Jadi tahapan-tahapan dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU tersebut, yaitu mulai
dari tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap penetapan/
pengesahan, tahap pengundangan dan tahap sosialisasi. Saat ini, RUU Cipta Kerja
sudah sampai kepada tahap keempat, penetapan oleh DPR dan disampaikan kepada
Presiden untuk disahkan dan diundangkan. Jadi sudah sampai tahap pengesahan oleh
Presiden, setelah itu baru tahap pengundangan dan tahap sosialisasi,” kata dia dalam
acara Konpers Virtual bertajuk 'Transparansi Pembahasan UU Cipta Kerja', baru-baru
ini.Ditambahkan, RUU Cipta Kerja juga sudah dimasukkan dalam Prolegnas oleh
DPR dan Program Legislasi Prioritas tahunan untuk tahun 2020. Pada tahap
penyusunan, RUU ini juga sudah disusun terlebih dahulu melalui penyusunan naskah
akademik atau kajian yang disusun dalam naskah akademik. Dari naskah akademik
itulah disusun pasal demi pasal, sehingga setiap pasalnya sudah disusun berdasarkan
kajian. Dalam penyusunan kajian, terdapat 5 kolom atau matrik yaitu kolom pertama
penyusunan UU existing yang akan direvisi, kolom kedua perubahannya, kolom
ketiga alasan perubahan, kolom keempat dampak dari perubahan, dan kolom kelima
keterangan atau penjelasan.

Melibatkan MasyarakatProses selanjutnya setelah kajian adalah pembahasan


bersama berbagai stakeholder. Mengingat RUU ini mencakup 11 cluster, salah
satunya ketenagakerjaan, maka sesuai dengan instruksi Presiden waktu itu, cluster
ketenagakerjaan dilakukan pembahasan tersendiri. Hal ini karena memang harus
melibatkan serikat buruh maupun asosiais pengusaha. Menko Perekonomian sebagai
pemrakarsa pembentukan UU Cipta Kerja, telah membentu kelompok kerja yang
terdiri dari pengusaha maupun serikat kerja. Sehingga substansi UU ini sudah
melibatkan berbagai macam stakeholder dan tidak ada hal yang disembunyikan
kepada stakeholder maupun masyarakat luas.

“Demikian juga proses pembahasan di DPR, ini dilakukan secara transparan karena
diliput oleh media parlemen yang di siarkan langsung setiap pembahasannya dan
sidangnya pun selalu terbuka untuk umum. Saya sebagai salah satu pihak yang terlibat
dalam pembahasan RUU tersebut di DPR, saya tahu sekali bahwa prosesnya sangat
terbuka. Bahkan, masyarakat bisa hadir untuk menyaksikan jalannya sidang. Terkait
isu-isu yang menyatakan perancangan UU ini tidak melibatkan masyarakat, kita bisa
lihat dari substansi yang disusun dalam RUU tersebut bahwa salah satunya terkait
substansi UMKM. Kita tahu bahwa permasalahan UMKM di negara kita ini cukup
banyak, sehingga mereka tidak bisa tumbuh dengan baik. Salah satu permasalahannya
adalah mereka tidak bisa mengakses perbankan sehingga perkembangan mereka
sangat lambat dan tidak bisa berkembang dengan baik,” tambah
Nasruddin.Pembahasan RUU Cipta Kerja, bertujuan salah satunya untuk menciptakan
solusi atas permasalahan yang dihadapi UMKM. Dalam UU ini, UMKM bisa
mendirikan PT perseorangan, dimana selama ini PT harus didirikan oleh minimal 2
orang dengan modal minimal 50 juta. Dengan UU ini, UMKM dimungkinkan untuk
membentuk PT perseorangan dan dengan modal sesuai dengan kemampuannya.
Dengan UMKM yang berbentuk PT atau badan hukum, mereka akan memiliki akses
ke perbankan untuk mendapatkan pinjaman modal usahanya. Selain itu, UMKM juga
bisa langsung berhubungan dengan importir negara tujuan jika mereka memiliki
barang/ jasa yang bisa diekspor. Sebelumnya, mereka harus menggunakan badan
humum orang lain untuk bisa melakukan negosiasi ataupun transaksi dengan importir
yang ada di luar negeri.“Terkait UMKM ini ada beberapa UU yang kita ubah, yakni
UU tentang jalan tol misalnya. Kalau selama ini di rest area tidak ada atau sangat
dibatasi atau sangat minim sekali kesempatan bagi UMKM untuk membuka usaha di
rest area, maka sekarang akan dialokasikan 30% dari rest area untuk area UMKM.
Demikian juga dengan UU penerbangan, UU Kereta Api dan UU Lalu Lintas Jalan
maupun UU di bidang pelayaran. Jadi dengan berbagia macam upaya ini, diharapkan
mampu memberikan kemudahan bagi UMKM untuk mereka mengembangkan
usahanya dengan baik,” kata Nasruddin.Manfaat lain dari UU ini adalah terkait
ketenagakerjaan. Seperti diketahui bersama, sekitar 197 juta penduduk Indonesia
merupakan penduduk berusia kerja, yang terbagi menjadi angkatan kerja mencapai
133 juta jiwa dan bukan angkatan kerja 64 juta jiwa. Dengan banyaknya penduduk
angkatan kerja ini, akan membutuhkan banyak lapangan kerja. UU Cipta Kerja inilah
sebagai solusinya.Selain itu, UU ini juga akan mendorong investasi. Saat ini banyak
hambatan regulasi di Indonesia yang membuat perizinan - perizinan saling mengunci
karena berbagai macam UU di Indonesia yang sifatnya saling berkaitan satu sama
lain. Misalnya, perizinan pertambangan, yang juga terkait dengan UU kehutanan, dan
UU sumber daya air. Sehingga tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap
kemudahan berusaha jika pemerintah merevisi hanya satu UU, sehingga harus secara
serentak UU dirubah.“Makanya dalam 75 UU sekaligus agar secara sinkron berbagai
macam perizinan berusaha ini bisa kita ubah dan diharapkan dengan demikian
pemohon atau pemilik usah tidak perlu lagi berhadapan dengan birokrat, namun
cukup dari rumah lewat online. Dengan bertumbuhnya investasi, pada akhirnya
penyerapan tenaga kerja di Indonesia akan meningkat,” kata Nasruddin.

2. naskah akademik adalah naskah yg dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah


mengenai konsepsi yg berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin
diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan rancangan peraturan
perundang undangan im Advokasi untuk Demokrasi mengungkapkan bahwa naskah
akademik dan draf Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU
Ciptaker) dibuat secara simultan atau bersamaan. Padahal idealnya, naskah RUU
dibuat setelah ada naskah akademik. Pretty mengatakan draf yang beredar di
publik sebelum Surpres diterbitkan bukan merupakan draf yang sebenarnya dan
tidak bersumber dari Kemenko Bidang Perekonomian. Sebab, draf RUU Ciptaker
baru dibuka ke publik setelah pembahasan telah diserahkan ke DPR.

Hal tersebut, aku dia, diketahui berdasarkan keterangan saksi fakta lainnya yaitu I
Ktut Hadi Priatna selaku Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenko
Perekonomian.

"Pihaknya (Kemenko Perekonomian) juga mengatakan bahwa draf dan Naskah


Akademik RUU Cipta Kerja tidak pernah diberikan dalam pertemuan-pertemuan
dengan buruh sebelum Surpres diterbitkan untuk menghindari kegaduhan publik,"
ucap Pretty..Mereka mengatakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan
Kemenkumham sudah melakukan asesmen untuk Omnibus Law Ciptaker sejak bulan
September 2019. Dengan kata lain sebelum Presiden Joko Widodo berpidato mengenai
rencana pembuatan aturan baru tersebut.
Fakta di atas, menurut Tim Advokasi, mengacu kepada keterangan yang diberikan oleh
Widyaiswara Utama Kemenkumham Nasrudin, saksi fakta dalam persidangan gugatan
Surat Presiden (Surpres) Joko Widodo ke DPR terkait pengajuan pembahasan RUU
Ciptaker di PTUN Jakarta, Selasa (8/9) kemarin.
"Nasrudin menyampaikan fakta yang sangat penting bahwa draf RUU Cipta Kerja tidak
dibuat setelah naskah akademiknya telah rampung, melainkan dibuat secara bersamaan
(simultan)," kata anggota Tim Advokasi, Trioria Pretty, saat dikonfirmasi, Rabu (9/9)
malam.
SUMBER REFERENSI :

- https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id
=232:proses-pengharmonisasian-sebagai-upaya-meningkatkan-kualitas-peraturan-
perundang-undangan&catid=100&Itemid=180
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200909221702-32-544683/naskah-
akademik-dan-draf-ruu-ciptaker-disebut-dibuat-simultan

Anda mungkin juga menyukai