Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN KARAKTER
“Pembentukan Karakter”

Disusun Oleh :
M. Ferry Nurdin 06.2014.1.06360
Achmad Basyari M 06.2014.1.06331
Rachmad Ardyanto 06.2014.1.06342

TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA
2017
A. PENDAHULUAN
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, perilaku atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain. Berkarakter berarti memiliki karakter,
mempunyai kepribadian dan berwatak.1 Individu yang berkarakter baik atau
unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).2
Karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam
sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menerapkan dalam kehidupan
sehari hari dengan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta
penggunaan pengalaman.
Siswa sebagai peserta didik, terutama dalam membentuk dan membina
karakternya. Proses belajar mengajar Pendidikan Karakter dengan penekanan
karakter dapat bermakna dan berdaya guna dalam menciptakan suasana belajar
yang merangsang prestasi belajar, meningkatkan hasil-hasil yang dicapai oleh
siswa sebagai peserta didik, dan juga memberikan membentuk watak dan
kepribadian para siswa tersebut.3

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 623.
2
Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yram
Widya, 2011), hlm. 3.

3
Rooijakers AD, Mengajar Dengan Sukses, (Jakarta: PT. Grasindo, Cet. III, 2000), hlm.

1
Melihat fenomena pendidikan dan kondisi remaja saat ini maka
pembentukan karakter harus dilakukan secara teratur dan terarah agar siswa
dapat mengembangkan dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor penunjang
yang tersedia dan terlaksana dengan baik, seperti tenaga pengajar dan staf-staf
lain dilingkungan sekolah. Disini peranan dosen sangatlah penting untuk
menanamkan pendidikan karakter pada mahasiswa.
Dosen merupakan faktor yang sangat dominanan paling penting dalam
pendidikan mahasiswanya pada umumnya, karena bagi mahasiswa, seorang
dosen, khususnya dosen pendikan karakter sering dijadikan tokoh teladan
bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh sebab itu, dosen Pendidikan
Karakter memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai untuk
mengembangkan mahasiswanya secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya
secara baik sesuai dengan profesi yang dimilikinya. dosen Pendidikan Karakter
adalah orang yang tidak sekedar memberikan ilmu pengetahuan tentang agama
kepada peserta didik. Akan tetapi, dosen Pendidikan Karakter juga harus
mampu memberikan keteladanan dan dapat menjadi panutan bagi para
mahasiswa. 4

4
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), hlm. 30-31.

2
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Karakter
Menurut Simon Philips karakter adalah kumpulan tata nilai yang
menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku
yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter
sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau
karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber
dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sementara Winnie
dalam quari memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian.
Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila
seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut
memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang
berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan
karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personality’.
Seseorang baru bisa disebut ‘orang yang berkarakter’ (a person of character)
apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Dari pendapat di atas dipahami bahwa karakter itu berkaitan dengan
kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’
adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif. Dengan
demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung
arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan
dimensi moral yang positif atau baik, bukan yang negatif atau buruk. Hal ini
didukung oleh Peterson dan Seligman, yang mengaitkan secara
langsung ’character strength’ dengan kebajikan. Character strength
dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan
5
(virtues).

5
http://www.stp.dian-mandala.org/2011/09/16/pembentukan-karakter-melalui-
pendidikan-oleh-dalifati-ziliwu/

3
2. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”,
“Kharax”, dalam bahasa inggris: charakter dan Indonesia “karakter”,
Yunani Character, dari charassein yang berarti membuat tajam.6
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat
atau watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain.7
Sementara dalam kamus sosiologi, karakter diartikan sebagai ciri
khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang (karakter; watak).8
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dimaknai bahwa
karakter adalah ciri khas seseorang dalam berperilaku yang membedakan
dirinya dengan orang lain. Pengertian karakter, watak, kepribadian
(personality), dan individu (individuality) memang sering tertukar dalam
penggunaanya. Hal ini karena istilah tersebut memang memiliki kesamaan
yakni sesuatu yang asli dalam diri individu seseorang yang cenderung
menetap secara permanen.

6
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 2012), h. 11.

7
Ira M. Lapindus, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h.
445.

8
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), h. 74.

4
3. Pembentukan Karakter
Pembentukan Karakter Merupakan usaha atau suatu proses yang
dilakukan untuk menanamkan hal positif pada anak yang bertujuan untuk
membangun karakter yang sesuai dengan norma , dan kaidah moral dalam
bermasyarakat. Ada tiga faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan karkter anak yaitu faktor pendidikan (sekolah), lingkungan
masyarakat, dan lingkungan keluarga.
Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin
hingga sekitar lima tahun, kemampuan nalar seorang anak belum tumbuh
sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masi terbuka dan
menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke
dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan
keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah
terbangun. Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari
lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, dan berbagai
sumber lainnya menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang
memiliki kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan
menalar objek luar.
Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang sistem
kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan,
kebiasaan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain,
setiap individu akhirnya memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra
diri (elf-image), kebiasaan (habit) yang unik. Jika sistem kepercayaanya
benar dan selaras karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka
kehidupannya akan terus baik dan semakin membahagiakan. Sebaliknya jika
sistem kepercayaanya tidak selaras, karakternya tidak baik, dan konsep
dirinya buruk, maka hidupnya akan dipenuhi banyak permasalahan dan
penderitaan.9

9
Abdul majid,Pendidikan Karskter perspektif Islam, ibid., hal 4.

5
10
Ryan & Lickona seperti yang dikutip Sri lestari mengungkapkan
bahwa nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun karakter adalah
hormat (respect). Hormat tersebut mencakup respek pada diri sendiri, orang
lain, semua bentuk kehidupan maupun lingkungan yang mempertahankannya.
Dengan memiliki hormat, maka individu memandang dirinya maupun orang
lain sebagai sesuatu yang berharga dan memiliki hak yang sederajat.

Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anak-
anak biasanya bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi
baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anak-anak mereka.11

Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena


pikiran yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari
pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian
membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola
berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya.

Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip


kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam.
Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan.
Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan
penderitaan. Oleh karena itu pikiran harus mendapatkan perhatian serius.

10
Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
keluarga (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96.

11
Thomas Lickona, Character Matters (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) h 50.

6
4. Faktor- faktor Pembentukan Karakter
Karakter ialah Aki-psikis yang mengekspresikan diri dalam bentuk
tingkah laku dan keseluruhan dari Aku manusia. Sebagian disebabkan bakat
pembawaan dan sifat-sifat hereditas sejak lahir: sebagian lagi dipengaruhi
oleh meleniu atau lingkungan. Karakter ini menampilkan Aku-nya manusia
yang menyolok, yang karakteristik, yang unik dengan ciri-ciri individual.

Dalam Masnur Muslich dijelaskan bahwa karakter merupakan kualitas


moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor
bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan, nurture).
Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi
potansi-potensi tersebut harus dibina melalui sosialisi dan pendidikan sejak
usia dini.12

Karakter tidak terbentuk begitu saja, tetapi terbentuk melalui beberapa


faktor yang mempengaruhi, yaitu: faktor biologis dan faktor lingkungan.

a. Faktor Biologis
Faktor biologis yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri.
Faktor ini berasal dari keturunan atau bawaan yang dibawa sejak lahir
dan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dai
keduanya.
b. Faktor lingkungan
Di samping faktor-faktor hereditas (faktor endogin) yang relatif konstan
sifatnya, milieu yang terdiri antara lain atas lingkungan hidup,
pendidikan, kondisi dan situasi hidup dan kondisi masyarakat
(semuanya merupakan faktor eksogin) semuanya berpengaruh besar
terhadap pembentukan karakter.

12
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, h. 96.

7
5. Proses Pembentukan Karakter
Proses pembentukan karakter menurut beberapa ahli, sebagai berikut :
a. Menurut ahli. Ratna Megawangi mengataan bahwa sebuah proses yang
berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi
yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula.
Sejatinya ada tiga pihak yang mempunyai peran penting terhadap
sebuah pembentukan karakter anak yaitu: keluarga, sekolah, dan
lingkungan. Ketiga pihak itulah yang harus memiliki sebuah hubungan
yang sinergis.
b. Menurut Anis Matta dalam Membentuk Karakter Muslim menyebutkan
beberapa kaidah dalam pembentukan karakter:
- Pertama, Kaidah kebertahapan. Dalam membentuk dan
mengembangakan karakter itu tidak bisa secara instan ataupun
terburu-buru dalam mendapatkan sebuah hasil.
- Kedua yaitu Kaidah Kesinambungan. Kalau kita lihat dari sudut
sebuah pembiasaan ataupun latihan, walaupun hanya dengan
porsi yang sedikit, yang terpenting adalah kesinambungannya
atau continue.
- Ketiga, kaidah momentum yaitu berbagai momentum peristiwa
untuk sebuah fungsi pendidikan dan latihan.
- Keempat, Kaidah Motovasi Instrinsik yaitu karakter yang kuat
akan terbentuk sempurna jika yang menyertainnya benar-benar
lahir dari dalam dirinya sendiri. Kelima Kaidah Pembimbingan,
yaitu dalam pembentukan karakter ini tidak bisa dilakuka tanpa
seorang guru/pembimbing. 13

13
http://www.jendelapendidikan.com/2017/03/proses-pembentukan-karakter.html

8
6. Lahkah – langkah Mengubah karakter
Dengan mengetahui tahapan, metoda dan proses pembentukan karakter,
maka bisa diketahui bahwa akar dari perilaku atau karakter itu adalah cara
berfikir dan cara merasa seseorang. Sehingga untuk mengubah karakter
seseorang, kita bisa melakukan tiga langkah berikut :

- Langkah pertama adalah melakukan perbaikan dan pengembangan cara


berfikir yang kemudian disebut terapi kognitif, dimana fikiran menjadi
akar dari karakter seseorang.
- Langkah kedua adalah melakukan perbaikan dan pengembangan cara
merasa yang disebut dengan terapi mental, karena mental adalah batang
karakter yang menjadi sumber tenaga jiwa seseorang.
- Langkah ketiga adalah melakukan perbaikan dan pengembangan pada
cara bertindak yang disebut dengan terapi fisik, yang mendorong fisik
menjadi pelaksana dari arahan akal dan jiwa.
- Hidup di zaman modern ini semua serba ada, baik dan buruk, halal haram,
benar salah nyaris campur menjadi satu, sulit untuk dibedakan. Maka
sebaik-baik orang yang dapat memilah dan memilih suatu perbuatan
yang baik, karena perbuatan baik ini akan berdampak pada perilaku
manusia. 14

14
https://www.academia.edu/10103940/MAKALAH_PEMBENTUKAN_KARAKTER

9
7. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk karakter
Dalam proses pembentukan karakter, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan. Diantara nya :

a. Pembiasaan tingkah laku sopan


Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran
sopan santun terletak pada cara pandang suatu masyarakat. Oleh karena
itu cara pandang sopan-santun dan sikap suatu daerah mungkin berbeda
dengan cara pandang masyarakat yang lain. Sopan santun diperlukan
ketika sesorang berkomunikasi dengan orang lain, dengan penekanan
utama pertama kepada orang yang lebih tua atau guru atau
atasan, kedua kepada orang yang lebih muda, anah buah, anak, murid,
bawahan dan sebagainya, ketiga kepada orang yang setingkat atau
sebaya, seusia atau setingkat status sosial.
Disamping itu sopan santun juga berlaku ketika berkomunikasi
dengan kawan atau lawan. Komunikasi dengan lawan memerlukan
kekuatan diplomatis yang lebih kuat dibandingkan dengan perilaku
kasar. Kesopanan bisa menambat hati lawan, sebaliknya kekerasan
akan menimbulkan dendam.

b. Kebersihan, kerapian dan ketertiban


Pengetahuan tentang hubungan kebersihan dengan lingkungan
dibentuk melalui proses pendidikan, tetapi kepekaan terhadap
kebersihan dibangun melalui proses pembiasaan sejak kecil.
Konsisitensi orang tua terhadap keharusan anak untuk cuci tangan
sebelum makan, cuci kaki sebelum tidur, mandi dan gosok gigi secara
tertur, menyapu lantai dan halaman rumah, 15

15
Ibid., hal. 9

10
buang sampah di tempat sampah, menempatkan sepatu ditempatnya,
merapikan baju dan buku dikamarnya. Merapikan tempat tidur setiap
bangun tidur, adalah merupakan pekerjaan membiasakan anak pada
hidup bersih hingga kedasaran akan kebersihan itu menjadi bagian dari
kepribadiannya.
Pada usia remaja kebersihan harus didukung oleh pengetahuan
empirik, misalnya melihat benda dan air kotor, tangan kotor dan
sebagainya dengan mikroskup sehingga bisa menyaksikan sendiri
kuman-kuman penyakit pada sesuatu yang kotor tersebut. Adapun
perilaku bersih pada masyarakat diwujudkan dengan pengaturan yang
bersistem, misalnya sistem pemeliharaan kebersihan umum lengkap
dengan sarana yang tesedia, sistem sanitasi, sistem pembuangan limbah
ditempat umum kemusian didukung dengan peraturan yang menjamin
kelangsungan hidup bersih dan tertib.

c. Kejujuran
Kejujuran merupakan sifat terpuji. Dalam bahasa arab disebut
dengan istiah siddq dan amanah. Siddiq artinya benar, amanah artinya
dapat dipercaya, ciri orang jujur adalah tidak suka bohong, meski
demikian jujur yang berkonotasi positif berbeda dengan jujur dalam arti
lugu dan polos. Dalam sifat amanah mengandung arti cerdas, yakni
kejujuran yang disampaikan dengan bertanggung jawab. Jujur bukan
berarti mengatakan semua yang diketahui apa adanya, tetapi
mengatakan apa yang diketahui sepanjang mengandung kebaikan dan
tidak menyebutnya jika diperkirakan memabawa akibat buruk bagi
dirinya dan orang lain. 16

16
Ibid., hal. 9

11
d. Disipilin
Tingkah laku disiplin dilakukan karena mengikuti suatu komitmen.
Disiplin bisa berhubungan dengan kejujuran, bisa juga tidak. Kejujuran
juga diwariskan oleh genetika orang tuannya, terutama ketika anak
masih dalam kandungan, secara psikologis dapat menetas pada anaknya.
Keharmonisan orang tua didalam rumah akan sangat berpengaruh
dalam membentuk watak dan kepribadian anak-anak pada umur
perkembangannya. Ketika anak masih kecil, pantang orang tua
bebohong kepada anaknya, karena kebohongan yang diarasakan oleh
anak akan menimbulkan kegelisahan serta merusak tatanan psikologi
seorang anak.
Pada anak usia kelas IV SD hingga SLTP, kejujuran sebaiknya
dibiasakan sejalan dengan kedisplinan hidup, disiplin belajar, disiplin
ibadah, displin bekerja membantu orang tua di rumah, disiplin
keuangan dan dan disiplin agenda harian anak. Pada anak usia SMA
kejujuran dan kedisiplinan yang ditanamkan harus sudah disertai alasan
yang rasional, baik dalam kehidupan dalam rumah tangga, sekolah
maupun dilingkungan masyarakat. Sistem punishment dan reward
sudah bisa diterapkan secara rasional.
Pada usia mahasiswa, kejujuran dan kedisiplinan dinisyakan
melalui pemberian kepercayaan dalam berbagai tanggungjawab.kepada
mereka sudah ditekankan komitmen dan substansi, sementara prosedur
dan teknik mungkin harus sudah diserahkan kepada seni dan kreatifitas
mereka. 17

17
Ibid., hal. 9

12
8. Nilai-nilai Karakter
Nilai – nilai karakter yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan dalam
kehidupan sehari-hari dalam Muchlas Samani dan Hariyanto, yaitu: 18

18
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), h. 47.

13
Untuk menegetahui apakah seorang anak telah memiliki karakter baik
diperlukan penilaian. Evaluasi karakter merupakan suatu upaya untuk
mengidentifikasi perkembangan capaian hirarki perilaku (karakter) dari
waktu ke waktu melalui suatu identifikasi dan/atau pengamatan terhadap
perilaku yang muncul dalam keseharian anak. Suatu karakter tidak dapat
dinilai dalam satu waktu (one shot evaluation), tetapi harus diobservasi
dan diidentifikasi secara terus menerus dalam keseharian anak, baik di
kelas, sekolah, maupun rumah. Evaluasi di kelas melibatkan guru, peserta
didik sendiri dan peserta didik lainya. Di rumah melibatkan peserta didik,
orang tuanya (jika masi ada) atau walinya, kakak, dan adiknya (jika ada).19

19
Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah
(Bandung: Rosda karya, 2013), h. 141.

14
Marilah kita renungkan sejenak. Sebenarnya ungkapan tersebut
sangat sesuai menggambarkan peran lingkungan dalam kehidupan kita.
Lingkungan sangat menentukan proses pembentukan karakter diri
seseorang. Lingkungan yang positif bisa membentuk kita menjadi pribadi
berkarakter positif, sebaliknya lingkungan yang negatif dan tidak sehat
bisa membentuk pribadi yang negatif pula. Lingkungan memiliki peran
yang sangat penting dalam membangun karakter-karakter individu yang
ada di dalamnya.

Seorang anak kecil yang terbiasa berkata kotor, tentu saja ia meniru
dari sekitarnya. Anda tidak perlu jauh-jauh mencari penyebab anak
tersebut suka berkata kotor. Tentu saja itu adalah hasil meniru dari
lingkungannya. Untuk mengatasinya, lebih baik anda mengatasi dari
sumber masalahnya. Untuk menanggulangi penyakit, janganlah anda
menunggu salah satu anggota keluarga anda sakit lantas mengobatinya.
Bukankah lebih baik anda mulai mengatur pola hidup sehat, sehingga
penyakit tidak akan menyerang dan menjangkiti anda. Inilah yang
dimaksud dengan mengatasi persoalan dari sumbernya. 20

20
http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-membangun-lingkungan-
berkarakter/

15
C. Kesimpulan
Pembentukan Karakter Merupakan usaha atau suatu proses yang dilakukan
untuk menanamkan hal positif pada anak yang bertujuan untuk membangun
karakter yang sesuai dengan norma , dan kaidah moral dalam bermasyarakat.
Ada tiga faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan karkter anak
yaitu faktor pendidikan (sekolah), lingkungan masyarakat, dan lingkungan
keluarga.

Faktor-faktor yang membentuk karakter seseorang dipengaruhi oleh faktor


biologis dan factor lingkungan, dan nanti nya akan ditentukan melalui suatu
proses pembentukan karakter yang akan menunjukkan keterkaitan yang erat
antara fikiran, perasaan dan tindakan. Dari fikiran terbentuk cara berfikir dan
dari tubuh terbentuk cara berperilaku. Cara berfikir menjadi kepribadian, cara
merasa menjadi pemikiran dan cara berperilaku menjadi karakter.

Dalam proses pembentukan karakter seseorang pasti akan menciptakan


sebuah karakter yang positif dan negative, agar karakter dapat mengarah ke
positif adalah melakukan perbaikan dan pengembangan cara berfikir,
melakukan perbaikan dan pengembangan cara merasa, melakukan perbaikan
dan pengembangan pada cara bertindak, dan dapat memilah dan memilih
suatu perbuatan yang baik, karena perbuatan baik ini akan berdampak pada
perilaku manusia.

16
DAFTAR PUSTAKA

- Agustiana, Siti Lulus. 2015. Hubungan latar belakang keluarga terhadap


pembentukan karakter siswa di mts.wachid hasyim Surabaya.
Undergraduate thesis, Fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Ampel
Surabaya, Pages 18-56.
- Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 623
- Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter,
(Bandung: Yram Widya, 2011), hlm. 3.
- Ad. Rooijakkers. 1991. Mengajar dengan Sukses. PT. Grasindo: Jakarta.
Anselm, dkk. 1997
- Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 30-31.
- Sekolah Tinggi Pastorai Dian Mandala. “pembentukan karakter melalui
pedidikan”. 04 november 2017. Tersedia dari :
http://www.stp.dian-mandala.org/2011/09/16/pembentukan-karakter-
melalui-pendidikan-oleh-dalifati-ziliwu/
- Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), h. 11.
- Ira M. Lapindus, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1982), h. 445.
- Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), h. 74.
- Abdul majid,Pendidikan Karskter perspektif Islam, ibid., hal 4.
- Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
dalam keluarga (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96.
- Thomas Lickona, Character Matters (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) h 50.
- Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, h. 96.

17
- Jendela Pendidikan. “proses pembentukan karakter” . 04 november 2017.
Tersedia dari :
http://www.jendelapendidikan.com/2017/03/proses-pembentukan-
karakter.html
- Havis alfiansyah. “Makalah pembentukan karakte”. 04 november 2017.
Tersedia dari :
https://www.academia.edu/10103940/MAKALAH_PEMBENTUKAN_K
ARAKTER
- Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 47.
- Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah (Bandung: Rosda karya, 2013), h. 141.
- Pendidikan Karakter. “pentingnya membangun lingkungan berkarakter”.
04 november 2017. Tersedia dari :
http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-membangun-lingkungan-
berkarakter/

18

Anda mungkin juga menyukai