Anda di halaman 1dari 126

BAB

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indoensia
adalah korupsi. Korupsi berakar dari lemahnya pendidikan karakter
antikorupsi dalam keluarga. Oleh karenanya pendidikan karakter
antikorupsi mulai digiatkan kembali dalam jalur pendidikan formal.
Banyak literatur mengupas tuntas tentang pendidikan karakter
antikorupsi dalam lingkugan pendidikan formal (persekolahan).
Sementara itu, pendidikan karakter antikorupsi pada jalur pendidikan
informal kurang mendapatkan perhatian. Literatur terkait pendidikan
karakter secara informal di keluarga atau pada setting informal lainnya
masih sangat terbatas. Dalam penelitian model parenting education
untuk meningkatkan pola asuh antikorupsi guna menanamkan karakter
antikorupsi pada anak usia dini, diperlukan bahan ajar sebagai rujukan
pengetahuan atau sumber belajar. Oleh karena itu disusun bahan ajar ini.
Bahan ajar ini merupakan sumber belajar utama dalam model parenting
education yang dikembangkan.

B. Tujuan
Buku ajar ini disusun dengan tujuan utama sebagai sumber belajar
dan rujukan yang akan digunakan dalam implementasi model parenting
education untuk meningkatkan pola asuh antikorupsi guna menanamkan
karakter antikorupsi pada anak usia dini. Adapun secara khusus tujuan
bahan ajar ini diuraikan sebagai berikut:
1. Membantu instruktur dan peserta memahami hakikat pendidikan
karakter antikorupsi

1
2. Membantu instruktur dan peserta memahami metode pendidikan
sembilan nilai antikorupsi dalam keluarga.
3. Sebagai panduan atau pedoman bagi instruktur dalam menyusun
mengimplementasikan model parenting education

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup buku ini mencakup kajian teori, prinsip, dan
metode praktis mengenai pendidikan karakter antikorupsi dalam
keluarga, khususnya teknis menerapkan sembilan nilai
pendidikankarakter antikorupsi.

2
BAB

2
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM
KELUARGA

A.STANDAR KOMPETENSI

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu menganalisis


pendidikan karakter dalam keluarga.

B. KOMPETENSI DASAR

Setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta dapat:


1. Menjelaskan pengertian karakter.
2. Menjelaskan pembentukan karakter
3. Menjelaskan proses pembentukan karakter
4. Menguraikan proses pembentukan karakter.
5. Memahami model pendidikan karakter
6. Menerapkan pendidikan karakter dalam keluarga
7. Menganalisis peran keluarga dalam pembentukan karakter anak usia dini

C. MATERI

1. Pengertian Karakter

Istilah karakter sudah tidak asing lagi ditelinga, hal ini menyangkut ciri
yang melekat dalam diri setiap individu.Karakter merupakan sebuah kata
yang memiliki banyak makna, oleh sebab itu kata karakter harus dikenali
sehingga pemahaman kata tersebut lebih tepat menggambarkan karakter
individu.Secara etimologi, menurut kata karakter berasal dari bahasa Yunani
yaitu “charassein” yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola
(Megawangi; 2009; 23). Untuk mengukir sesuatu membutuh usaha dan

3
waktu sehingga hasil berupa pola yang baik akan terbentuk. Terkadang hasil
atau pola dapat dibentuk dengan mudah dan dalam jangka waktu tertentu dan
kadang membutuhkan waktu yang lama untuk dapat dilihat hasilnya. Selain
itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011;623), makna atau arti kata
karakter sudah mengarah kepada sifat dan jiwa seseorang, lebih tepatnya
karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain. Dari sifat inilah ciri seseorang dapat
dikenali. Tidak jarang dan tanpa disadari ada orang yang memberikan
julukan kepada orang lain, teman, adik atau kakak, bahkan kepada anak
dengan sifat yang melekat. “Pemalas” inilah julukan kepada seseorang yang
selalu lambat dalam bekerja atau tidak mau melakukan sesuatu. “Nakal”
seringkali didengar orangtua menyebut anaknya atau menceritakan tentang
anaknya kepada orang lain. Jadi jelaslah bahwa kata karakter merupakan
suatu sifat kejiwaan yang muncul yang dilalui melalui suatu proses
pembentukan yang membedakan satu orang dengan orang lain. Sifat yang
muncul ini merupakan suatu ciri khas yang melekat dalam diri orang
tersebut.
Jika dilihat dari sudut pandang psikologi, seperti yang dirumuskan oleh
Griek dalam kutipan Zubaedi (2011;28) bahwa karakter merupakan suatu
panduan atau pedoman dari berbagai tabiat manusia yang bersifat tetap dan
melekat dalam dirinya sebagai tanda yang khusus untuk membedakan orang
yang satu dengan yang lain. Sifat karakter seseorang adalah tetap yang
menunjukkan sangat sulit diubah karena bentukannya memakan waktu yang
lama sehingga melekat kuat dalam diri individu.Oleh sebab itu sejak dini
anak dibentuk dengan karkter yang baik. Begitu pula seperi yang tercantum
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disana dinyatakan bahwa karakter
adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain. Hal ini terlihat jelas bahwa karakter sifatnya sangat
unik dan berbeda antara satu manusia dengan manusia lainnya. Karakter
yang melekat dalam diri setiap individu tercermin dalam setiap perilaku
yang nantinya akan menjadi menjadi ciri individu. Perilaku yang muncul
sebagai bentuk konkret dari karakter merupakan perpaduan dari olah pikir,
olah hati, olah rasa dan karsa serta olah raga seseorang.Perpaduan berbagai
olah tersebut terbentuk secara bertahap karena kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan pada awalnya secara berulang baik disadari maupun tidak
disadari.Kebiasaan tersebut dapat berupa kata-kata yang sering diucapkan,
bagaimana menyikapi suatu keadaan atau perilaku lainnya.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral
knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior).
Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang
baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat

4
baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.Bagan dibawah ini merupakan
bagan kterkaitan ketiga kerangka pikir ini.

2. Pengertian Pendidikan Karakter


Penididikan jika diartikan secara umum yaitu sebagai usaha sadar dan
terencana yang dilakukan individu untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran yang ditujukan kepada peserta didik secara aktif untuk
mengembangkan segala potensi dalam dirinya. Potensi yang dikembangkan
dalam diri dapat berupa kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang sangat
diperlukan oleh dirinya sendiri dan masyarakat.Pendidikan dapat adalah
sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau untuk
kemajuan lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses
pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat
manusia lebih kritis dalam berpikir.
Pendidikan yang selama ini lebih menekankan pada kemampuan
intelektual saja dimana anak dituntut untuk memiliki intelegensia yang
baik.Anak yang memiliki nilai raport yang jauh diatas rata-rata bisa
dikatakan sebagai anak yang pintar dan itu idaman semua orangtua. Hal ini
membuat semua pihak terlena akan pentingnya pendidikan karakter yang
akan membentuk karakter dan kepribadian anak.
Pendidikan Karakter merupakan instilah yang saat ini banyak
didengar yang memiliki arti sebagai bentuk kegiatan manusia yang di
dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi
generasi selanjutnya yang bertujuan untuk membentuk penyempurnaan diri
individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju
kearah hidup yang lebih baik. Dalam pendidikan pada hakekatnya ada dua
tujuan yang akan dicapai, yaitu membantu manusia untuk menjadi individu
yang cerdas dan pintar (smart), dan membantu menjadi manusia yang baik
(good).
Untuk menjadikan manusia menjadi cerdas dan pintar, relatif mudah
untuk dilakukan, tetapi bagaimana menjadikan manusia agar menjadi orang
yang baik dan bijak, jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit dilakukan.
Dengan demikian, sangat wajar apabila orang mengatakan bahwa problem
moral itu merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi
kehidupan manusia kapan dan di mana pun dan sangat sulit untuk diobati.
Beberapa pendapat para ahli mengenai definisi pendidikan karakter,
diantaranya:

2.1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona

5
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa pendidikan karakter
adalah segala upaya yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
karakter siswa. Untuk memahami definisi tersebut secara tepat maka
Thomas Lickona memperjelas bahwa pengertian pendidikan karakter
adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang
sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-
nilai etika yang inti. Pemahaman, perhatian terhadap etika ini yang
diharapkan nantinya akan tertanam dengan baik dalam diri individu
sehingga menjadi ciri dari individu itu sendiri.

2.2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto

Mari kita lihat definisi pendidikan karakter menurut Suyanto


(2009), yang menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun negara. Disini terlihat bahwa karakter
yang terbentuk dapat dilihat atau diamati dalam bentuk perilaku,
sehingga kita dapat dengan mudah karakter individu tersebut.

2.3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya

Karakter individu adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda
atau individu.Ciri khas tersebut adalah bersifat asli dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu itu sendiri, serta merupakan tenaga
khusus yang mendorong sehingga seseorang dapat bertindak, bersikap,
berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).Keras tidaknya usaha
untuk bertindak, berucap atau merespon bergantung kepada karakter
yang melekat. Seseorang yang memiliki karakter pekerja keras akan
melakukan usaha yang lebih dibandingkan orang yang memiliki
karakter santai dalam dirinya. Begitu juga seseorang yang memiliki
karakter pemarah akan dengan mudah tersulut emosinya jika ada yanag
mengganggu, berbeda dengan orang yang karakternya penyabar.

2.4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi

Salah satu acuan untuk menjelaskan apa itu penididikan karakter


adalah kamus. Menurut kamuspsikologi, karakter adalah kepribadian
ditinjau dari titik tolak etis atau moral (Dali Gulo, 1982: p.29). Semua
kepribadian yang melekat dalam individu yang terkait dengan etika dan
moral manusia sebagai mahluk sosial merupakan bentuk dari
karakter.Contoh dari karakter disini misalnya kejujuran. Nilai

6
kejujuran terkait dengan moral seseorang karena ketidakjujuran selain
akan berdampak kepada diri sendiri juga akan berdampak kepada
orang lain.

3. Nilai-nilaidalam pendidikan karakter

Karakter yang terbentuk pada diri individu dapat dilihat secara konkrit
dalam bentuk perilaku. Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu ,
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta camai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli social, tanggung jawab.

4. Fungsi dari pendidikan karakter

Pendidikan karakter yang diterapkan di keluarga, sekolah maupun


lingkungan memiliki banyak fungsi khususnya dalam pengembangan
kompetensi.Pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai pendidikan budi
pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan
perasaan (afektif), dan tindakan (aksi).Ketiga aspek tersebut harus ada dalam
setiap pembelajaran. Jika salah satu dari ketiga aspek ini, maka pendidikan
karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan
secara sistematis dan berkelanjutan maka seorang anak akan menjadi cerdas
emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal dalam mempersiapkan anak
menyongsong masa depan karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil
menghadapi segala macam tantangan hidup termasuk tantangan untuk
berhasil secara akademis.

Pendidikan karakter yang saat ini diupayakan untuk diterapkan dalam


setiap lini memiliki fungsi. Pendidikan karakter dan budaya bangsa menurut
Puskur (2010) berfungsi sebagai:

1. Pengembangan ; Pada dasarnya setiap anak sudah memiliki potensi


diri. Potensi yang sudah ada perlu dikembangkan sehingga anak
dapat menjadi pribadi yang berperilaku baik,
2. Perbaikan ; Degradasi nilai yang saat ini banyak dijumpai disekitar
kita menuntut berbagai elemen harus memperbaiki karakter bangsa.
Selain membangun karakter bagi generasi yang baru, generasi yang
sudah terlanjur mengalami degradasi nilai tersebut harus diperbaiki
karakternya melalui upaya pendidikan karakter.
3. Penyaring ; Pendidikan karakter memiliki fungsi untuk menyaring
budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai

7
dengan nilai budaya dan karakter budaya yang bermartabat. Tidak
dapat dipungkiri bahwa penajajahan terhadap bangsa Indonesia saat
ini dan harus diwaspadai oleh setiap keluarga adalah adanya penetrasi
budaya. Begitu banyak pengaruh budaya luar yang menerpa generasi
bangsa yang dapat merusak karakter anak bangsa.

5. Tujuan Pendidikan Karakter

Pancasila sebagai dasar negara dan nilai-nilainya sudah


mengkristalisasi dalam setiap jiwa bangsa Indonesia. Pancasila harus tetap
menjadi pedoman atau rujukan dalam menerapkan berbagai aktivitas
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu sila-sila Pancasila
merupakan nilai-nilai yang sangat luhur bagi bangsa Indonesia dan tetap
merupakan pilar dalam mewujudkan proses penyelenggaraan pendidikan
karakter. Ratna Megawangi salah satu tokoh yang fokus terhadap karakter di
Indonesia menyebutkan nilai-nilai karakter, diantaranya yaitu :

1. Cinta Tuhan dan kebenaran


2. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian
3. Amanah
4. Hormat dan santun
5. Kasih sayang, kepedulian,dan kerja sama
6. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah
7. Keadilan dan kepemimpinan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleransi dan cinta damai

Satu demi satu nilai-nilai karakter akan dibahas pada bab selanjutnya.

6. Pembentukan Karakter

Kepribadian adalah dasar dari pembentukan karakter seseorang, dan


pada bagian inilah seseorang memiliki kecenderungan untuk merespon
terhadap segala sesuatunya. Pembentukan karakter akan semakin optimal
jika dimulai sejak dini. Masa anak-anak yang mengalami fase masa
keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai
peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan.Masa peka pada masing-
masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan
anak secara individual.
Bagaimana cara membangun karakter anak sejak usia dini? Karakter
akan terbentuk sebagai hasil perpaduan tiga hubungan setiap manusia
(triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal),

8
dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan
dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan
memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan
keyakinan anak.
Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara
anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada
perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan
dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri
anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan
pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu
anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk
bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung
atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap lingkungan
sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti kata pepatah bergaul
dengan penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan
akan ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan
karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa
diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan
dan penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
Oleh karena itu pendidikan karakter disekolah terutama usia TK dan SD juga
perlu dilakukan tentunya sesuai dengan tahap perkembangan umur anak.
Berikut beberapa tips bagaimana membentuk karakter anak yang baik
dan berkualitas:

1. Konsisten

Orang tua adalah orang pertama yang bertanggung jawab


terhadap keadaan anak, begitu juga dalam membangun karakter anak.
Orang tua memiliki peranan yang sang penting. Untuk itu dalam
membangun dan membentuk karakter anak, orang tua juga harus
memiliki perilaku yang baik, mulai dari cara berbicara sampai
tingkah laku harus baik dan orang tua harus menerapkan semua itu
dihadapan atau dibelakang anak dengan baik

2. Berkelanjutan (Continue).

Dalam membangun dan membentuk karakter anak, orang tua


tidak hanya menerapkan konsistensi anak dalam berperilaku yang
hanya dilakukan pada waktu dan keadaan tertentu saja. Akan tetapi
untuk menumbuhkan dan melekaktkan karakter ini kepada anak maka

9
orang tua harus melakannya secara terus menerus, berkelanjutan dan
berkesinambungan. Tentunya dalam menerapkan ini dilakukan
dengan cara membimbing yang baik, pola asuh yang benar dan
pendidikan yang baik yang dilakukan sejak usia dini sampai usia
dewasa. Dan proses ini juga harus disesuaikan dengan perubahan usia
anak, semakin dewasa anak maka pembentukan karakter semakin
bertambah namun jika karakter baik sudah tertanam sejak usia dini
maka dengan sendirinya anak akan mengikuti karakter yang ada
dalam dirinya tersebut

3. Konsekuen

Tidak selamanya apa yang diberikan orang tua kepada anak


berjalan dengan baik, tentu ada hal-hal kencil yang bisa membuat
kedua berada dalam satu argumen dan pertentangan. Untuk itu jika
anak berbuat salah, maka orang tua harus tetap memberikan pelajaran
kepada anak-anak, hal ini bertujuan untuk mengajarkan rasa
tanggung jawab dan memahami tentang sebuah kesalahan dan
hukuman.

7. Proses Pembentukan Karakter

Lingkungan Keluarga. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap


pembentukan karakter seorang anak adalah lingkungan keluarga.Seperti yang
kita ketahui kalau keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak.Akan
tetapi terkadang dalam sebuah keluarga, ada anak yang hanya mempunyai
kedekatan dengan salah satu anggota keluarga seperti ibu atau ayah.Oleh
karena itu perlu diseimbangkan kedekatan anak dengan semua anggota
keluarga supaya pembentukan karakter pada anak tidak dominan dipengaruhi
oleh salah satu sikap daro orangtua.

Sikap dari orangtua. Cara orangtua dalam mendidik dan bersikap


terhadap anak akan memberikan karakter yang berbeda pada anak. Oleh
karena itu sikap dan cara berkomunikasi yang baik harus senantiasa
ditunjukan oleh orangtua. Selain itu, orangtua merupakan panutan bagi anak,
setiap perilaku dan perbuatan yang dilakukan oleh orangtua dalam
lingkungan keluarga cenderung akan ditiru oleh anak-anak. Orangtua harus
menjadi panutan dan memberikan contoh yang baik karena hal posistif akan
membantu perkembangan anak dan pembentukan karakter anak kearah yang
lebih baik.

10
Lingkungan sosial anak. Biasanya anak akan bersikap lebih aktif dan
lebih terbuka ketika berada di lingkungan keluarga. Akan tetapi ketika
berada di lingkungan lain, anak biasanya terlihat lebih pendiam dan tertutup.
Apabila anak hanya cenderung terhadap satu lingkungan maka hal ini bisa
berdampak buruk terhadap sikap anak ketika sudah dewasa. Peran orangtua
sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan interaksi anak dalam lingkungan
keluarga dan lingkungan sosial.

8. Model Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen


atau pengelolaan sekolah.Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana
pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam
kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai.Pengelolaan
tersebut meliputi nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum,
pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan.

Dalam menerapkan pendidikan karakter dalam keluarga dapat


menerapkan model pendidikan karakter disekolah terdapat empat model
yaitu :

a. Model otonom

Memposisikan pendidikan karakter sebagai suatu pendidikan


yang wajib direncanakan oleh keluarga dan menjadi prioritas.Dalam
pelaksanaannya dapat memanfaatkan berbagai strategi dan metode
yang cocok.Media yang ada disekitar kita juga dapat digunakan untuk
mempermudah penyampaian pendidikan karakter.Dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di keluarga tidak selamanya berjalan mulus oleh
karena itu perlu kiranya dilakukan evaluasi.

b. Model integrasi

Pendidikan karakter dalam keluarga diintergasikan berbagai


aspek pendidikan dan perkembangan, yaitu bidang pengembangan.
Pendidian karakter terintegrasi dengan pendidikan agama dan moral,
bidang pengembangan Sosial, Emosional dan Kemandirian, bidang
pengembangan Bahasa, bidang pengembangan Kognitif, bidang
pengembangan Fisik Motorik. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai perlu dikembangkan dan dikaitkan
dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran

11
nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif tetapi internalisasi dan
pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

c. Model suplemen

Pendidikan karakter juga dilaksanakan di luar jam sekolah yang


mana dapat ditempuh dengan dua cara yaitu melaui kegiatan
ekstrakurikuler dan melalui kegiatan kemitraan dengan lembaga lain
yang memiilki kapabilitas dalam pembinaan karakter.Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan salah satu media yang efektif untuk
pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik.Kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu pengembangan peserta
didik sesuai kebutuhan, potensi, bakat dan minat.Selain itu dengan
kegiatan ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab, sosial, serta potensi peserta didik.

d. Model kolaborasi

Merupakan kolaborasi dari semua model dan merupakan upaya


untuk mengoptimalkan kelebihan setiap model dan menutupi
kekurangan masing-masing pada sisi lain.

Di rumah, pendidikan karakter adalah integrated dalam berbagai


disiplin ilmu. Lalu bagaimana pendidikan karakter dapat diberikan dan
disampaikan secara efektif kepada peserta didik? Berikut adalah strategi
efektif dalam melakukan pembelajaran pembentukan karakter yaitu :

a) Involve the parents (libatkan orang tua)

Libatkan orang tua dalam kegiatan sekolah.Selain itu selalu melakukan


komunikasi yang intensif dan terbuka demi membangun tegaknya
moral anak.

b) Role playing (bermain peran)

Peserta didik terutama anak usia dini sangat suka sekali bermain peran.
Guru hendaknya memberikan kesepatan pada peserta didik untuk
memerankan peran-peran tertentu

c) Introduce reading good books (mengenalkan macam- macam


buku bagus)

12
Lupakan lembar kegiatan siswa untuk sementara waktu.Sudah
waktunya para peserta didik mengeksplorasi keajaiban membaca.Buku
adalah pusat kekuatan nilai.Banyak sekali nilai yang tertanam melalui
membaca dongeng.

d) Play games (bermain game)

Melalui permainan game kita dapat menanamkan pentingnya rasa


tanggung jawab, dan kerja sam dengan tim.

e) Praise and recognition (pujian dan pengakuan)

Memperkuat setiap perbuatan baik dengan memberikan pujian dan


pengakuan sebagai bentuk motivasi.

Apapun strategi yang dilakukan guru, yang terpenting yaitu selalu


menunjukkna contoh yang baik . Kita harus ingat bahwa peserta didik belajar
sesuatu melalui imitasi. Jika mereka bisa meniru cara orang tua/ guru
berbicara, berapa banyak lagi nilai yang bisa orang dan guru pancarkan?
Disamping itun juga di sekolah adanya dukungan-dukungan penciptaan
lingkungan dengan memampang slogan-slogan yang berisi ajakan dan
anjuran untuk selalu berkarakter muli

9. Metode atau Metode Pendidikan Karakter

Dalam membentuk karakter anak, beberapa metode yang ada dapat


diterapkan yang akan mempermudah orang tua dalam membentuk karakter.
Kendala yang sering dihadapi oleh orang tua adalah bagaimana cara yang
tepat dalam mendidik anak sehingga tepat sasaran dan anak tidak terbebani
secara mental.
Perkembangan teknologi saat ini sangat berpengaruh terhadap karakter
anak.Kecanggihan media dengan mudah membentuk mental.Berbagai
metode dapat digunakan untuk menerapkan pendidikan karakter dalam
keluarga maupun sekolah.

10. Strategi Pembentukan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan


dapat berupa berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kurikuler
maupun ekstra kurikuler.Kegiatan intra kurikuler terintegrasi ke dalam mata

13
pelajaran, sedangkan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan di luar jam
pelajaran.Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-
sikap sebagai berikut.

a. Keteladanan
1) Pentingnya Keteladanan.

Keteladanan merupakan pendekatan pendidikan yang ampuh


dalam merubah perilaku.Dalam lingkungan keluarga orang tua
harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak dan harus
menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi
kehidupan ini.Semua tindak tanduk orang tua merupakan acuan
anak dalam berperilaku. Jika orang tua menginginkan anak-anaknya
rajin beribadah maka orang tua harus rajin beribadah pula, sehingga
aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk
melahirkan generasi yang taat pada agama jika kedua orang tuanya
sering berbuat maksiat. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-
anak yang gemar mencari ilmu, jika kedua orang tuanya lebih suka
melihat televisi daripada membaca, dan akan terasa susah untuk
membentuk anak yang mempunyai jiwa yang berkarakter.

2) Bisa Diteladani
Ada sebagian orantua yang menemui kesulitan dalam
menerapkan strategi keteladanan, karena perilaku orangtua belum
bisa diteladani.Orangtua meminta murid agar rajin beribadah, tetapi
orangtua tidak terbiasa rajin beribadah.Inilah persoalan utama yang
dihadapi orangtua dalam menerapkan strategi keteladanan, karena
modal meneladani anak adalah orangtua harus melakukannya lebih
dahulu.
Keteladanan yang bersifat multidimensi, yakni keteladanan
dalam berbagai aspek kehidupan.Keteladanan bukan hanya sekadar
memberikan contoh dalam melakukan sesuatu, tetapi juga
menyangkut berbagai hal yang dapat diteladani, termasuk
kebiasaan-kebiasaan yang baik merupakan contoh bentuk
keteladanan.memisah-misahkanataumemilih-milih kondisi siswa
(exclusive), tetapi kita dalam mendidik harus bersifat inklusif
(lnclusive).

14
b. Penanaman atau Penegakan Kedisiplinan.

Disiplin hakikatnya adalah suatu ketaatan yang sungguh-sungguh


yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas kewajiban
serta berperilaku sebagaimana mestinya menurut aturan-aturan atau
tata kelakuan yang seharusnya berlaku di dalam suatu lingkungan
tertentu.Realisasi dari disiplin harus terlihat (menjelma) dalam
perbuatan atau tingkah laku yang nyata, yaitu perbuatan tingkah laku
yang sesuai dengan aturan-aturan atau tata kelakuan yang semestinya.
Kedisiplinan akan menjadi alat yang ampuh dalam mendidik
karakter. Banyak orang sukses karena menegakkan
kedisiplinan.Sebaliknya, banyak upaya membangun sesuatu tidak
berhasil karena kurang atau tidak disiplin.Banyak agenda yang telah
ditetapkan tidak dapat berjalan karena kurang disiplin.
Kurangnya disiplin dapat berakibat melemahnya motivasi
seseorang untuk melakukan sesuatu. Muncul dalam percakapan sehari-
hari dengan istilah “Jam karet”(rubber time). Sebagai contoh, kita
sering kali dilengkapai dengan peralatan yang canggih dan modern
tetapi penerapannya masih tradisional.Kita selalu memakai arloji
digital yang canggih yang mampu mengukur waku sangat teliti tetapi
penerapannya masih tradisional.Kita masih sering terlambat karena
sering tidak bisa menepati waktu.Oleh karena itu, betapa pentingnya
menegakkan disiplin agar sesuatu yang diinginkan dapat tercapai
dengan tepat waktu.Dengandemikian, penegakan kedisiplinan
merupakan salah satu strategi dalam membangun karakter seseorang.
Jika penegakan disiplin dapat dilakukan secara berulang-ulang dan
terus menerus, maka lama-kelamaan akan menjadi habit atau kebiasaan
yang positif.
Menanamkan prinsip agar peserta didik memiliki pendirian yang
kokoh merupakan bagian yang sangat penting dari strategi
menegakkan disiplin.Dengan demikian, penegakan disiplin dapat juga
diarahkan pada penanaman nasionalisme, cinta taha air, dan lain-lain.
Penegakan disiplin antara lain dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti peningkatan motivasi, pendidikan dan latihan,
kepemimpinan, penerapan reward and punishment, penegakan aturan.

1) Peningkatan motivasi.

Motivasi merupakan latar belakang yang menggerakkan atau


mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain,
motivasi merupakan suatu landasan psikologis (kejiwaan) yang
sangat penting bagi setiap orang dalam melaksanakan sesuatu

15
aktivitas. Apalagi aktivitas itu berupa tugas yang menuntut
tanggung jawab yang tinggi.
Setelah merasakan bahwa dengan menerapkan disiplin
memiliki dampak positif bagi dirinya kemudian orang tersebut
melakukan sesuatu dilandasi dengan kesadaran dari dalam dirinya
sendiri.Idealnya menegakkan disiplin itu sebaiknya dilandasi oleh
sebuah kesadaran.

2) Pendidikan dan latihan


Pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting
dalam membentuk dan menempa disiplin. Dari pendidikan dan
latihan akan diperoleh kemahiran atau keterampilan tertentu.
Kemahiran atau keterampilan tersebut akan membuat seseorang
menjadi yakin atas kemampuan dirinya, artinya ia akan percaya
kepada kekuatan dirinya.

3) Kepemimpinan

Kualitas kepemimpinan dari seorang pemimpin, guru, atau


orang tua terhadap anggota keluarga, turut menentukan berhasil atau
tidaknya dalam pembinaan disiplin.Karena pemimpin merupakan
panutan, maka faktor keteladanannya juga sangat berpengaruh
dalam pembinaan disiplin bagi yang dipimpinnya.

4) Penegakan Aturan.

Penegakan disiplin biasanya dikaitkan penerapan aturan (rule


enfo rcement).Idealnya dalam menegakkan aturan hendaknya
diarahkan pada “Takut pada aturan bukan takut pada orang".Orang
melakukan sesuatu karena taat pada aturan bukan karena taat pada
orang yang memerintah.Jika hal ini tumbuh menjadi suatu
kesadaran maka menciptakan kondisi yang nyaman dan aman.
Sebagai contoh, kita pernah memiliki pengalaman yang
kurang pas dalam mendidik agar seseorang taat berlalu lintas.Di tepi
jalan, dalam jarak tertentu dibangun patung-patung polisi.Patung-
patung ini agar diduga sebagai polisi untuk menakut-nakuti para
pengguna jalan yang melanggar aturan berlalu lintas (padahal
patung).Keberadaan patung-patung ini mengindikasikan bahwakita
dididik dalam tertib berlalu lintas karena takut pada polisi, bukan
takut pada aturan.Pada dasarnya penegakan disiplin adalah
mendidik agar seseorang taat pada aturan dan tidak melanggar
larangan yang dilandasi oleh sebuah kesadaran.

16
5) Penerapan reward and punishment
Reward and punishment atau penghargaan dan hukuman
merupakan dua kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika penerapannya
secara terpisah maka tidak akan berjalan efektif, terutama dalam
rangka rnenegakkan disiplin.
Seorang pemimpin, manajer, guru atau orang tua yang hanya
menekankan salah satu aspek saja maka akan berdampak pada
ketidak-seimbangan atau ketidak-harmonisan dalam lingkungan itu.
Kita sering memberikan penghargaan kepada murid tetapi pada saat
murid kita melakukan kesalahan guru tidak melakukan teguran atau
sanksi apa-apa,maka yang terjadi adalah guru akan kehilangan
wibawa. Demikian juga jika guru sering memberikan sanksi tanpa
diimbangi dengan penghargaan hanya akanmenghasilkan murid-
murid yang penakut atau murid-murid yang benci kepada guru.

c. Pembiasaan

Anakmemiliki sifat yang paling senang meniru.Orang tuanya


merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan sekaligus
menjadi figur dan idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari
ayah maupun ibunya, maka mereka pun akan dengan cepat
mencontohnya. Orang tua yang berperilaku buruk akan ditiru
perilakunya oleh anak-anak. Anak-anak pun paling mudah mengikuti
kata-kata yang keluar dari mulut kita.
Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan
lingkungan terbaik bagi pertumbuhan anak-anaknya.Salah satunya
dengan memberikan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya, karena
kenangan utama bagi anak-anak adalah kepribadian ayah-
ibunya.Pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada aktivitas
tertentu sehingga menjadi aktivitas yang terpola atau tersistem.

d. Metode Bercerita, Mendongeng (Telling Story)


Metode dalam penerapannya lebih leluasa
berimprovisasi.Improvisasi melalui perubahan mimik, gerak tubuh,
mengubah intonasi suara seperti keadaan yang hendak dilukiskan dan
sebagainya. Bercerita dan mendongeng dapat menggunakan alat bantu
sederhana seperti boneka, perangkat simulasi tempat duduk, dan
sebagainya. Orangtua dapat bercerita atau mendongeng saat menjelang
anak tidur. Melalui dongeng dan cerita, karakter apa saja yang

17
diperankan para tokoh yang dapat ditiru dan yang tidak boleh ditiru
oleh anak dapat disampaikan berupa simpilan cerita., Dengan demikian
orangtua harus menyampaikan hikmah dari cerita keberhasilan para
tokoh perjuangan, para tokoh ternama, dan para pesohor yang berjuang
mati-matian sebelum mencapai keberhasilan. berkarakter tidak kenal
putus asa, atau pantang menyerah, gigih dan tangguh, cerdas
memaknai kehidupan, tidak berhenti belajar dengan kegairahan yang
tinggi, jujur terhadap diri sendiri dan orang lain, serta peduli kepada
orang yang menderita dan memerlukan bantuan. Atau dapat juga
orangtua bercerita tentang kasih sayang seorang ibu membuat anak-
anak mereka menjadi orang besar.

e. Metode diskusi dan berbagai variannya.


Diskusi merupakan proses bertukar pikiran antara dua orang atau
lebih tentang sesuatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Atau
dapat juga didefinisikan diskusi adalah pertukaran pikiran (sharing of
opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan memperoleh
kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan bersama.

Orangtua dapat menggunakan metode diskusi dalam


menyampaikan nilai-nilai karater tertentu yang diharapkan oleh orang
tua maupun yang dihindari oleh orangtua terhadap anaknya.Dengan
diskusi, orang dapat menyampaikan dari hati kehati, begitu pula anak
dapat mengetahui maunya orangtua, sehingga tidak ada lagi
kesalahpahaman diantara mereka.

f. Metode Simulasi (Bermain peran / Playing dan Sosiodrama)

Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu


yang terjadi sesungguhnya.Dengan demikian orang yang bermain
drama atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang menirukan
atau membuat simulasi tentang sesuatu.Saat orangtua bermain dengan
anak, gunakan permainan dengan bermain peran yang terfokus pada
pendidikan karakter tertentu yang diinginkan orangtua.
Beberapa tema yang dapat dijadikan permainan simulasi dalam
pendidikan karakter antara lain: (1) bermain peran sebagai kepala desa
yang baik yang membantu warga membuat surat keterangan tidak
mampu; dan (2) bermain peran sebagai polisi yang menilang
pengendara yang tidak mematuhi aturan lalu lintas dan tidak mau
disuap.

18
g. Metode Live In

"Pengalaman adalah guru yang terbaik".Ungkapan ini kiranya


tepat, terlebih apabila pengalaman ini sungguh menyentuh hati dapat
mengubah sikap dan pandangan hidup orang secara
mendalam.Pengalaman yang mendalam lebih sulit terlupakan dalam
hidup manusia.
Metode Live In dimaksudkan agar anak mempunyai pengalaman
hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda
dari kehidupan sehari-harinya. Pengalaman akan memberikan
pembelajaran yang sangat efektif dalam pembentukan karakter anak.

11. Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Keluarga

Indonesia sebagai negara besar, seharusnya mampu menjadi negara


yang kuat dengan bangsanya yang makmur dan sejahtera. Disisi lain negara
ini dihadapkan pada masalah nasional yang rumit dan tak kunjung usai, yaitu
degradasi moral, maka tidak berlebihan jika negeri ini harus menghidupkan
kembali pendidikan karakter. Bentuk degradasi moral yang menjadi masalah
sangat mudah kita temui. Berita pejabat yang korupsi, penggelapan dana
subsidi, pemungutan liar di instansi pemerintah, dan lain-lain yang sangat
meresahkan.

Keluarga pada hakikatnya merupakan wadah pembentukan karakter


masing-ma-sing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam
bimbingan dan tanggung jawab orang tuanya. Bagaimana sebuah keluarga
memperlakukan anak-anaknya akan berdampak pada perkembangan perilaku
anak-anaknya. Keluarga adalah sekolah pertama dalam pembentukan
karakter anak (Dimerman, 2009:80). Dari pernyataan tersebut, dijelaskan
bahwa dalam keluarga kita belajar tentang cinta, komitmen, pengorbanan,
dan meyakini sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri. Keluarga
adalah peletak dasar pendidikan moral.

Anak-anak ini menunjukkan perilaku-perilaku unik yang mengundang


ketertarikan penulis untuk mengetahui bagaimana proses pendidikan karakter
dalam keluarga me reka. Terdapat anak yang memiliki perilaku acuh tak
acuh, tidak responsif, agresif, dan selalu ingin menyakiti orang baik secara
verbal maupun fisik.Ada pula anak yang rendah diri, minder, merasa diri
tidak berharga dan berguna, selalu merasa tidak mampu. Anak ini selalu
berpandangan negatif pada ling-kungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman,
khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang
mengkritiknya.

19
Toleran atau tidak tahan terhadap stres, mu-dah tersinggung, dan
mudah marah. Tidak sedikit juga anak-anak yang bersikap kurang hormat
pada orang tua, guru, dan orang lain. Ada pula anak yang sangat nakal dan
ingin selalu menang sendiri ketika berada di seko-lah, namun tampak baik
dan penurut ketika di rumah.Terdapat juga anak yang memiliki berperilaku
menyimpang yang disebabkan karena anak mengalami krisis moral.Ada juga
anak yang bermasalah perilakunya, perkembangan emosional dan
intelektual-nya tidak berkembang, anak tersebut cer-das secara intelektual,
namun bermasalah emosinya, tidak stabil dan tidak toleran.

Ketika penulis telusuri lebih lanjut, anak-anak tersebut ternyata


memiliki latar belakang keluarga yang beragam. Terdapat anak yang berasal
dari keluarga lengkap de ngan ayah dan ibu yang tinggal bersama, dan ada
pula yang hanya tinggal dengan salah satu orang tuanya saja (perceraian
menjadi-kan anak merasa kurang terpenuhi kebutu-han afeksinya. Pengaruh
pada anak ketika kedua orang tua bercerai, seperti yang dinyatakan oleh
Berkowitz (Dimerman, 2009: 63) bahwa dampak perceraian akan sangat
berpengaruh pada perkemban-gan anak. Peristiwa perceraian itu menim-
bulkan berbagai akibat terhadap orang tua dan anak.Sementara itu
Cummings et.al, Fincham & Hall (Santrock, 2007: 158) me nemukan bahwa
hubungan perkawinan memberikan dukungan yang penting bagi
pengasuhan.Dengan demikian, jelas bahwa kondisi perkawinan orang tua
sangat me-mengaruhi perkembangan anak, termasuk pembentukan
karakternya.

Menurut Baumrind & Thompson, orang tua melakukan investasi dan


komitmen abadi pada seluruh periode perkembangan yang panjang dalam
kehidupan anak (Brooks, 2011: 10). Teori Piaget (Reimer, et.al., 1983: 38)
menyatakan bahwa “tion or adaptation, as we noted, is characterized by
actively seeking our parts of our environment with which to interact .
Dengan demikian, jelas sekali bahwa pendidikan informal dalam keluarga
memiliki peran pen ting dalam proses pembentukan karakter manusia
Indonesia masa depan. Kagan ber-pendapat, bahwa anak mewarisi karakter
fisiologis tertentu yang mendorong mereka memiliki temperamen tertentu
meskipun dengan pengalaman mereka dapat memodifi-kasi temperamen
mereka sampai tingkat ter-tentu (Santrock, 2007: 49). Oleh karena itu,
mengingat pendidikan karakter mengalami proses paling lama dalam
keluarga dan per-masalahan perilaku anak yang ditemui di la-pangan, maka
penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh dan mendalam bagaimana proses
pendidikan karakter dalam keluarga. Kelu-arga yang akan diteliti
diikatagorikan dalam keluarga lengkap (ayah dan ibu tinggal ber-sama)
maupun keluarga Untuk memfokuskan penelitian ini, penulis membatasi

20
penelitian hanya pada proses pendidikan karakter dalam keluarga. Hal ini
karena pendidikan karakter bermula dan berlangsung paling lama dalam
keluarga, maka penelitian ini hanya dibatasi pada proses pendidikan karakter
dalam keluarga. Hal ini meliputi proses pendidikan karakter anak dalam
keluarga lengkap (tinggal ber-sama kedua orang tua), dalam keluarga ayah
sebagai karakter bagi perkembangan anak, nilai-nilai karakter yang
ditanamkan dalam keluarga beserta cara menanam-kannya, ha-sil pendidikan
karakter, dan kendala apa saja yang ditemukan dalam pr

D. RANGKUMAN

Karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap


moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Adapun yang
dimaksud pendidikan karakter adalah bentuk kegiatan manusia yang di
dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi
generasi selanjutnya yang bertujuan untuk membentuk penyempurnaan diri
individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju
kearah hidup yang lebih baik
Beberapa tips bagaimana membentuk karakter anak yang baik dan
berkualitas yakni konsisten, berkelanjutan dan konsekuen. Proses
pembentukan karakter dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga, melalui
sikap dari orangtua dan adanya lingkungan sosial anak yang mendukung
Dalam menerapkan pendidikan karakter dalam keluarga dapat
menerapkan model pendidikan karakter disekolah terdapat empat model
yaitu model otonom, model integrasi, model suplemen dan model
kolaborasi.Kemudian strategi yang dapat dilakukan dalam proses
pembentukan pendidikan karakter pada anak dapat melalui keteladanan,
penegakan kedisiplinan, pembiasaan, metode bercerita, mendongeng,
diskusi, simulasi hingga tinggal bersama orang lain secara langsung untuk
mendapatkan pengalaman hidup.

E. EVALUASI

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !


1. Apa yang anda ketahui dari karakter dan pendidikan karakter ?
2. Sebutkan beberapa poin yang dapat menjelaskan proses pembentukan
karakter !

21
3. Sebutkan salah satu model pendidikan karakter yang dapat anda
terapkan pada anak ! Jelaskan!
4. Apa saja yang harus diperhatikan dalam menerapkan pendidikan
karakter dalam keluarga ?
5. Sebutkan 3 strategi pembentukan pendidikan karakter pada anak dan
jelaskan !

F. DAFTAR PUSTAKA

Dorothy, L. N., Dryden dan Vos. (2000). Revolusi Cara Belajar.Terjemahan


word Translation service. Bandung: Kaifa.
Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter “konsep dan Implementasi.
Bandung: CV.Alfabeta
Hidayatullah, M. F. (2010). Pendidikan Karakter Membangun
PeradabanBangsa. Surakarta: Kadipiro.
Kusuma, D. A. (2007) Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di
Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Samani, M., dan Hariyanto.(2014). Konsep dan model Pendidikan Karakter.
Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Sjarif, A. (1983). Disiplin Militer dan Pembinaannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Alikasinya
dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta; Kencana
Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral&& Budi Pekerti.Jakarta: PT Bumi
Aksara.

22
BAB

3
KORUPSI DAN PERILAKU KORUPTIF
PADA ANAK USIA DINI
A.STANDAR KOMPETENSI

Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu menganalisis


korupsi dan perilaku koruptif pada anak usia dini.

B. KOMPETENSI DASAR

Setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta dapat:


1. Menjelaskan pengertian korupsi.
2. Menjelaskan perilaku koruptif.
3. Menjelaskan bentuk – bentuk korupsi.
4. Menguraikan bentuk perilaku korupsi.
5. Memahami bentukperilaku koruptif pada anak usia dini.
6. Menganalisis faktor penyebab perilaku koruptif anak usia dini.

C. MATERI

1. Pengertian Korupsi
Menurut para ahli definisi korupsi dapat diuraikan sebagai berikut :
 Menurut Robert Klitgaard, Pengertian Korupsi adalah suatu
tingkah laku yang meyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya
dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau
uang yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat,
kelompok sendiri), atau melanggar aturan pelaksanaan yang
menyangkut tingkah laku pribadi. Pengertian korupsi yang

23
diungkapkan oleh Robert yaitu korupsi dilihat dari perspektif
administrasi negara.
 Menurut The Lexicon Webster Dictionary, Korupsi adalah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau
ucapan yang menghina atau memfitnah.
 Menurut Gunnar Myrdal, korupsi adalah suatu masalah dalam
pemerintahan karena kebiasaan melakukan penyuapan dan
ketidakjujuran membuka jalan membongkar korupsi dan
tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggar. Tindakan
pemberantasan korupsi biasanya dijadikan pembenar utama
terhadap KUP Militer.
 Menurut Fockema Andreae, kata “korupsi” berasal dari bahasa
latin yaitu “corruptio atau corruptus“. Namun kata “corruptio”
itu berasal pula dari kata asal “corrumpere“, yaitu suatu kata
dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin ini kemudian
turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption,
Prancis yaitu corruption, Belanda yaitu corruptie. Dari bahasa
Belanda inilah yang kemudian turun ke bahasa Indonesia,
sehingga menjadi korupsi.
 Dalam UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi yaitu setiap
orang yang dengan sengaja secara melawan hukum untuk
melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
 Black’s Law Dictionary juga mengungkapkan mengenai
Pengertian Korupsi, Korupsi merupakan suatu perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang
tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain,
yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau
karakternya di dalam memperoleh suatu keuntungan untuk
dirinya sendiri atau orang lain, yang berlawanan dengan
kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain
 Menurut KBBI korupsi adalahpenyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.
Secara umum korupsi merupakan tindakan seseorang yang
menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi
untuk mendapatkan keuntungan. Kata korupsi berdasarkan bahasa
Latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok yang artinya

24
merupakan suatu tindakan pejabat publik, baik politisi maupun
pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.

2. Perilaku koruptif
Dalam pemahaman sosiologi, yang nama nya perilaku seseorang dapat
digolongkan ke dalam tiga hal yang utama, yakni sikap, tindakan dan
pengetahuan. Hubungan nya dengan makna "perilaku koruptif" adalah
segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan dan pengetahuan
seseorang atau sekelompok orang yang menjebakkan diri nya pada
kegiatan korupsi. Dalam Undang Undang Anti Korupsi telah ditegaskan
apa dan bagaimana praktek korupsi itu berlangsung. Salah satu
pemahaman yang universal dari korupsi adalah penyalah-gunaan
wewenang dan tanggungjawab yang dimiliki nya, guna memperkaya diri
sendiri mau pun memperkaya orang lain.Terdapat beberapa indikator
kebiasaan atau perilaku di masyarakat yang menjurus kepada perilaku
koruptif.Indikator tersebut dibagi menjadi tiga lingkup, yaitu lingkup
keluarga, lingkup komunitas dan lingkup publik.
3. Bentuk – bentuk korupsi
Bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima
suap, baik berupa uang maupun barang.
b) Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber
daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola
sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya
alam tertentu.
c) Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang
melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya
proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan
tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
d) Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan
cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh
pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-
mafia lokal dan regional.
e) Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang
berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
f) Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
g) Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi
berjamaah.

25
Syed Husen Alatas menyatakan bahwa korupsi itu dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa bentuk, sebagai berikuti:
a) Korupsi Transaktif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
dilakukan atas dasar kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi
dan pihak penerima dari keuntungan peribadi masing-masing pihak
dan kedua pihak sama-sama aktif melakukan usaha untuk mencapai
keuntungan tersebut
b) Korupsi Ekstortif (Memeras). Korupsi ini adalah suatu bentuk
korupsi dimana terdapat unsur paksaan, yaitu pihak pemberi dipaksa
untuk melakukan penyuapan guna mencegah terjadinya kerugian bagi
dirinya, kepentingannya, orang-orang, atau hal-hal yang penting
baginya
c) Korupsi Nepotistik (Perkerabatan). Korupsi ini adalah suatu bentuk
korupsi dengan melakukan penunjukan secara tidak sah terhadap
kawan atau kerabat untuk memegang suatu jabatan publik, atau
tindakan yang memberikan perlakuan istimewa dalam bentuk uang
atau bentuk lain kepada mereka secara bertentangan dengan norma
atau ketentuan yang berlaku
d) Korupsi Investif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
berwujud pemberian barang atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung
dengan keuntungan tertentu, melainkan mengharapkan suatu
keuntungan yang akan diperoleh di masa depan
e) Korupsi Suportif (Dukungan). Korupsi ini adalah suatu bentuk
korupsi yang berbetuk upaya penciptaan suasana yang dapat
melanggengkan, melindungi dan memperkuat korupsi yang sedang
dijalankan
f) Korupsi Autogenik. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
dilakukan secara individual untuk mendapatkan keuntungan karena
memahami dan mengetahui serta mempunyai peluang terhadap obyek
korupsi yang tidak diketahui oleh orang lain
g) Korupsi Defensif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang
dilakukan oleh korban korupsi dalam rangka mempertahankan diri
terhadap upaya pemerasan terhadap dirinya.

4. Bentuk perilaku korupsi


a) Pungutan liar atau (Pungli)
Dengan melakukan pungutan-pungutan liar diluar ketentuan
yang telah ditentukan, ini adalah tindakan korupsi. Misalnya ada
seorang petugas memungut kepada kendaraan umum yang sedang
lewat, tidak berdasarkan ketentuan peraturan yang telah berlaku,
tetapi demi kepentingan diri dan juga kelompoknya saja
b) Penyuapan

26
Memberikan uang kepada pejabat dan aparat pemerintah atau
biasa disebut dengan Penyuapan ini adalah salah satu bentuk dari
tindakan korupsi. Dengan maksud agar urusan dan kepentingannya
dapat terselesaikan dengan cepat, walaupun kurang memenuhi syarat
dan juga proedurnya.
c) Komersial Jabatan
Menggunakan jabatan demi keuntungan finansial yang
digunakan untuk kepentingan sendiri atau pribadi ataupun Geng atau
kelompoknya adalah komersial jabatan.Hal ini pasti sangat
melanggar ketentuan yang telah berlaku, dan lebih parahnya lagi
jabatan tersebut diamanahkan kepadanya demi kepentingan bangsa
dan Negara.
d) Jual Beli Suara Dalam Pemilihan Umum
Pada poin nomor empat ini pasti sudah sering anda
mendengarnya, karena ini telah beredar dimana-mana. Jual beli suara
atau biasa disebut dengan politik uang (Money politics) didalam
pemilihan umum, baik itu dalam pemilihan presiden, gubernur,
bupati, dst. Dengan maksud membrikan uang untuk mendapatkan
suara kepada orang yang telah diberikan uang tersebut.
e) Memperbesar Harga Dari yang Sebelumnya
Mark-Up barang yang telah dibeli pemerintah atas
kesepakatan aparatur pemerintah dengan pihak penjual, dengan
maksud selisih harga yang sebenarnya dengan harga yang telah
dinaikkan menjadi keuntungan pribadi ataupun kelompok aparatur
pemerintah yang terkait juga merupakan salahsatu tindakan Korupsi
yang telah merugikan keuangan Negara.

5. Bentuk perilaku koruptif pada anak usia dini


Perlu diketahui bahwa anak usia dini memegang peranan
penting. Menurut Gardner (1998), perkembangan otak manusia
mengalami lompatan dan berkembang sangat pesat, yakni mencapai
80%.Ketika dilahirkan ke dunia, anak manusia telah mencapai
perkembangan otak 25%, sampai usia 4 tahun perkembangannya
mencapai 50%, dan sampai 8 tahun mencapai 80%, selebihnya
berkembang sampai usia 18 tahun. Jadi, masa anak usia dini adalah
masa yang sangat mudah sekali untuk menanamkan nilai karakter.
Bentuk perilaku koruptif pada anak usia dini selaras dengan hal
yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk menanamkan nilai
antikorupsi atau menjauhi perilaku koruptif, diantaranya :
a) Pada usia 5 tahun anak mempunyai minat pada kalimat-kalimat
baru beserta artinya. Saatnya orang tua mengajarkan pada anak untuk
mengetahui kata “Boleh” dan “Tidak Boleh”

27
b) Pada usia 6 tahun anak sudah mampu menguraikan objek-objek
tertentu. Saatnya Guru TK/kedua orang tua menunjukan benda-benda
“yang baik” ataupun “tidak baik”
c) Pada usia 7 tahun mulai munculnya rasa malu. Saatnya guru SD /
kedua orang tua menanamkan norma malu kalau tidak belajar, malu
kalau mengambil barang milik orang lain
d) Pada usia 8 tahun mencari teman secara aktif. Guru SD / kedua
orang tua menanamkan norma bersahabat. Misalnya tidak boleh
saling mencela, tidak boleh berkelahi, harus kompak, harus saling
menghargai dan semacamnya
e) Anak usia 9 tahun menyukai kelompok dan mode. Saatnya guru SD
/ kedua orang tua menanamkan sopan santun berpakaian, cara
berpakaian yang rapi dan cara berpakaian yang benar. Dan
menanamkan rasa jangan iri terhadap pakaian temannya yang lebih
bagus dan lebih mahal. Sebab, sifat iri dengki juga bisa merupakan
benih-benih korupsi
f) Anak usia 10 tahun adanya keinginan anak untuk menyenangkan
dan membantu orang lain Satnya guru SD / kedua orang tua
menanamkan norma pengabdian tanpa pamrih. Menanamkan
pengertian pentingnya membantu orang lain secara benar tanpa
imbalan.
Model-model pembelajaran yang membangun karakter anti korupsi
yang dapat diberikan kepada anak pra usia sekolah berupa
pengembangan nilai nilai agama dan moral antara lain :
1) Anak diajar berdoa sebelum dan seusai melakukan kegiatan sesuai
keyakinannya,
2) Berbuat baik terhadap semua mahluk Tuhan,
3) Melaksanakan kegiatan ibadah sesuai aturan menurut
keyakinannya,
4) Bersikap jujur, ( anak diajari untuk tidak berbohong/menipu )
5) Menyebutkan mana yang benar dan salah pada suatu persoalan, (
anak diajar untuk bersikap adil dalam membela teman )
6) Menunjukan perbuatan yang benar dan salah,
7) Menyebutkan perbuatan baik dan buruk, ( anak diajar bahwa
perbuatan mencuri atau mengambil barang milik orang lain itu tidak
baik)
8) Melakukan perbuatan yang baik pada saat bermain, (anak diajar
tidak mengambil mainan teman, harus minta ijin kalau mau pinjam
mainan teman),
9) Selalu mengucapkan terima kasih jika memperoleh sesuatu

28
10) Berperilaku hidup hemat ( air, listrik, peralatan sendiri)
11) Melakukan kegiatan yang bermanfaat pada saat dibutuhkan,
Pendidikan anti korupsi dapat diberikan orang tua kepada anak pra
usia sekolah di lingkungan keluarga melalui model pembelajaran yaitu :
a) Tidak memberi imbalan hadiah yang bersifat materi, tetapi berikan
imbalan hadiah yang bersifat moral. Kalangan orang tua atau
pendidik dapat membedakan pemberian hadiah dengan cara
menyuap atau sogokan. Sogokan adalah sesuatu yang diberikan
untuk membujuk atau mempengaruhi anak untuk melakukan suatu
tindakan tertentu. Hal tersebut kurang baik karena : anak akan
terdorong untuk bertingkah laku tertentu jika ia dibayar dan tidak
melatih kedisiplinan diri anak, anak tidak bertanggung jawab
terhadap perilakunya, anak tidak akan melakukan perbuatan yang
diinginkan jika dirinya mengganggap jumlah imbalannya kurang,
anak akan selalu mencari keuntungan.Pemberian hadiah bersifat
moral yang diberikan pada anak seperti memuji dan menyanjungnya
di depan orang lain, menciumnya, menggunakan kalimat kalimat
yang memberikan dorongan, misalnya “terima kasih” sangat bagus”
pintar.
b) Tidak memberi hukuman yang melebihi dosis sehingga
menyebabkan racun bagi anak. Tetapi memberikan hukuman yang
dapat menjadi obat bagi anak. Fungsi hukuman mempunyai peran
yang sangat penting dalam pendidikan anak yaitu : menghilangkan
pengulangan suatu tindakan yang tidak diinginkan, mendidik anak
supaya lebih mengerti peraturan apabila dia tidak berbuat kesalahan
maka mendapatkan hukuman dan tidak apabila dia tidak berbuat
kesalahan, supaya anak merasa terdorong atau termotivasi lagi agar
tidak melakukan kesalahan lagi.
c) Mengajak anak menabung uangnya, ( anak belajar mengelola
keuangannya sehinga memahami kegunaan dari menabung),
d) Memberikan contoh atau teladan yang baik pada anak. ( ketika ada
tamu yang tidak diharapkan, maka jangan mengatakan kepada
sianak “ beri tahu dia bahwa ibu/ayah sedang tidak ada )
e) Memberi pemahaman atau jawaban yang benar terhadap masalah
atau pertanyaan yang disampaikan anak. Anak pandai akan banyak
bertanya apa yang ia belum ketahui dan membuat jengkel orang
dewasa.Pertanyaan anak mungkin terdengar konyol, sehingga orang
tua akan menjawab apa adanya, atau berbohong agar anak berhenti
bertanya. Keengganan untuk menjawab membuat anak menerima
informasi yang salah dan tidak lengkap, dan menyebabkan anak tak

29
mampu mengambil keputusan yang tepat jika persoalan serupa
dating lagi.
f) Tidak memaksa tetapi terus memotivasi anak. Agar permasalahan
cepat selesai, banyak orang tua mengambil jalan pintas, dengan
memaksa anak agar menuruti keinginan orang tua. Seorang ibu
memaksa seorang kakak untuk menyerahkan mainan kepada
adiknya yang menangis karena menginginkan mainan kakaknya.
Padahal dengan berhentinya adik menangis masalah bukannya
selesai malah menciptakan masalah baru, yaitu tangisan menjadi
senjata untuk adik mencapai keinginannya dan kakak menjadi
kecewa karena haknya dirampas.

6. Faktor Penyebab Perilaku Koruptif Pada Anak Usia Dini


a) Faktor Internal, merupakan faktor pendorong korupsi dalam diri,
yang dapat dirinci menjadi:
1) Aspek perilaku anak atauindividu
2) Sifat tamakpada anak.
3) Penanaman moral yang kurang kuat pada anak
4) Gaya hidup yang konsumtif.
5) Aspek Sosial, perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan
keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan
keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang
untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah
menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah
memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada
orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
b) Faktor eksternal, pemicu perilaku korupsi yang disebabkan oleh
faktor di luar diri pelaku, seperti :
1) Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi
2) Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadi korupsi.
Korupsi bisa di timbulkan oleh budaya masyarakat.
3) Masyarakat kurban menyadari bahwa korban utama korupsi
adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum
terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling di rugikan
adalah negara. Padahal bila negara merugi, asensinya yang
paling rugi adalah masyarakat juga, karna proses anggaran
pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan
korupsi.
4) Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.
Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota
masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan
sering kali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan

30
korupsi sahari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak
disadari.
5) Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman
antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
6) Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu :
menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi.
Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi.
7) Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya
pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal
menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi
karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri.
Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada
masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama
nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial.
Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran
yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya
ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut
jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat
memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya
maupun orang lain.

D. RINGKASAN
Kata korupsi berdasarkan bahasa Latin yaitu corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok yang artinya merupakan suatu tindakan pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka
untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Bentuk korupsi diantaranyaPenyuapan (bribery) .Embezzlement,
Fraud, Extortion, Favouritism, Melanggar hukum yang berlaku dan
merugikan negara serta serba kerahasiaan.
Bentuk perilaku korupsi yaitupungutan liar atau (pungli) penyuapan
komersial jabatan jual beli suara dalam pemilihan umum memperbesar
harga dari yang sebelumnya
Bentuk perilaku koruptif pada anak usia dini selaras dengan hal
yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk menanamkan nilai

31
antikorupsi atau menjauhi perilaku koruptif, diantaranya :Pada usia 5
tahun anak mempunyai minat pada kalimat-kalimat baru beserta artinya.
Saatnya orang tua mengajarkan pada anak untuk mengetahui
kata “Boleh” dan “Tidak Boleh”. Pada usia 6 tahun anak sudah mampu
menguraikan objek-objek tertentu. Saatnya Guru TK/kedua orang tua
menunjukan benda-benda “yang baik” ataupun “tidak baik”. Pada usia 7
tahun mulai munculnya rasa malu. Saatnya guru SD / kedua orang tua
menanamkan norma malu kalau tidak belajar, malu kalau mengambil
barang milik orang lain. Pada usia 8 tahun mencari teman secara aktif.
Guru SD / kedua orang tua menanamkan norma bersahabat. Misalnya
tidak boleh saling mencela, tidak boleh berkelahi, harus kompak, harus
saling menghargai dan semacamnya. Anak usia 9 tahun menyukai
kelompok dan mode. Saatnya guru SD / kedua orang tua menanamkan
sopan santun berpakaian, cara berpakaian yang rapi dan cara berpakaian
yang benar. Dan menanamkan rasa jangan iri terhadap pakaian temannya
yang lebih bagus dan lebih mahal. Sebab, sifat iri dengki juga bisa
merupakan benih-benih korupsi/ Anak usia 10 tahun adanya keinginan
anak untuk menyenangkan dan membantu orang lain Satnya guru SD /
kedua orang tua menanamkan norma pengabdian tanpa pamrih.
Menanamkan pengertian pentingnya membantu orang lain secara benar
tanpa imbalan.
Faktor penyebab perilaku koruptif pada anak usia dini yaitu faktor
internal, yang dapat dirinci menjadi:aspekperilaku anak atauindividu, sifat
tamak pada anak., penanaman moral yang kurang kuat pada anak, gaya
hidup yang konsumtif, aspek sosial. Faktor eksternal, pemicu, seperti
:aspek sikap masyarakat terhadap korupsi, nilai-nilai di masyarakat
kondusif untuk terjadi korupsi, langkanya lingkungan yang antikorup,
budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu, gagalnya pendidikan
agama dan etika

E. EVALUASI
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari korupsi dan perilaku koruptif ?
2. Sebutkan beberapa poin yang dapat menjelaskan proses pembentukan
perilaku koruptif !
3. Sebutkan 3 strategi pembentukan pendidikan karakter antikorupsi
pada anak dan jelaskan !

32
F. REFERENSI
https://www.google.co.id/amp/s/suaraguru.wordpress.com/2015/05/06/revita
lisasi-pendidikan-anti-korupsi-usia-dini/amp/
http://fhukum.unpatti.ac.id/korupsi/259-model-pembelajaran-anti-korupsi-di-
kalangan-anak-pra-usia-sekolah
http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-dan-ciri-korupsi-
menurut-pakar.html

33
for notes:

...........................................................................................................................

34
BAB

4
RELASI POLA ASUH DENGAN
PERILAKU KORUPTIF

A. Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pola asuh
2. Menguraikan contoh-contoh pola asuh
3. Menjelaskan pengaruh pola asuh pola asuh terhadap perilaku
antikoruptif anak usia dini
4. Menjelaskan pengaruh pola asuh terhadap perilaku antikoruptif anak
usia dini
B. Uraian Materi
Terkuaknya banyak kasus korupsi sepanjang tahun 2017 yang
dilakukan oleh para pejabat di berbagai lini dan sektor di Indonesia telah
cukup menyadarkan kita akan pentingnya kesadaran. Kesadaran dalam
menjalani hidup termasuk sadar bahwa apa yang kita miliki saat ini hanyalah
sebatas titipan Tuhan. Jabatan, harta dan kekuasaan hanyalah sebagian kecil
pemberian Tuhan yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak di
kehidupan alam lain. Oleh karena itu, perlu adanya kedewasaan diri dan
integritas serta komitmen dalam menjalani setiap pekerjaan yang kita
lakukan.
Keberadaan kasus-kasus korupsi di Indonesia bukan lagi hal yang baru
ditemukan akhir-akhir ini. Adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang dibentuk oleh pemerintah, Saber pungli di tiap kelurahan, hingga
Satgas Pemberantasan Korupsi adalah sebagian upaya dalam menekan

35
tingginya kasus korupsi di Indonesia. Katadata.com bahkan beberapa tahun
belakangan telah merilis bahwa Indonesia merupakan negara yang masuk 5
besar dengan kasus korupsi tertinggi di Asia Tenggara. Bukan tidak
mungkin, jika akar dari korupsi tidak segera diberangus akan semakin
mengkhawatirkan perkembangan generasi muda di masa mendatang.

Gambar 1. Fenomena Indonesia sebagai negara terkorup ketiga di ASEAN


Sumber : http://cutdefaputroraja.blogspot.co.id/2016/05/macam-macam-kasus.html

Sebagaimana banyak program pemerintah yang didasari pada


pencapaian 100 tahun Indonesia merdeka nanti di tahun 2045 atau biasa
disebut “Menuju Indonesia Emas” , membuat banyak kalangan mulai dari
politisi, elit pemerintahan, akademisi, aktivis hingga pelajar dan mahasiswa
ramai-ramai mengkampanyekan pentingnya penanaman ideologi Pancasila
dan pendidikan karakter pada setiap warga negara dalam upaya
membentengi diri dari “virus” korupsi yang sedang menjangkiti negeri.
Pasalnya, kini virus tersebut sudah tidak lagi pandang bulu menggerogoti
setiap warga negara di Indonesia. Mulai dari pejabat desa, artis, politisi
bahkan para anggota dewan perwakilan rakyat yang harusnya menjadi
representatif rakyat Indonesia yang bersih dan madani. Namun apa boleh
dikata, jika ada slogan “lebih baik mencegah daripada mengobati”, segala
usaha pemberantasan harus dimulai sedini mungkin.

36
Gambar 2. Unjuk rasa sebagai perhatian dari maraknya kasus korupsi di Indonesia
Sumber : https://www.merdeka.com/peristiwa/icw-482-kasus-korupsi-rugikan-negara-rp-14-
t-di-2016.html

Korupsi sebagai “godaan” bahkan tujuan memang memprihatinkan


manakala keberadaanya bukan lagi memberikan kebahagiaan, tetapi malah
menjauhkan manusia dari kebahagian. Sejalan dengan pemikiran Bagus
Takwin, seorang akademisi yang fokus pada penelitian di bidang psikologi
sosial Universitas Indonesia pada salah satu media yang menyatakan bahwa :
“Ada kegalauan dalam merumuskan hal yang kita inginkan
sebagai individu di negeri ini. Akhirnya, banyak individu memilih
kembali ke dorongan instingtif, kembali mengedepankan emosi.
Terpenting kemudian adalah menjauhi segala yang menyakitkan
dan mengambil hal menyenangkan. Tersedot pada nilai
hedonistik, orang lebih bergerak sesuai insting survivalnya, hajar,
jilat dan berakhir pada menjamurnya korupsi” (Kompas, 2017)
manusia yang kembali menjadi mahluk homo homini lupus (serigala bagi
mahluk lainnya) semakin terlihat tatkala korupsi sudah mendarah daging
menjadi sebuah kebiasaan yang wajar di negeri ini dan pelakunya ramai
dipertontonkan di banyak media dengan perasaan yang tidak bersalah.
Dalam pandangan teori kebutuhan Abraham Maslow (Feist & Feist,
2013) manusia memang memiliki segenap kebutuhan yang terus menerus
harus segera dipenuhi mulai dari kebutuhan fisiologis seperti makan dan
minum hingga kebutuhan akan aktualisasi diri. Hal tersebut menjadikan
manusia sebagai mahluk yang sangat dinamis dan fleksibel dalam upaya
memenuhi segala kebutuhannya. Namun jebakan dan rayuan korupsi sebagai
usaha melengkapi segala kebutuhan-kebutuhaan manusia adalah salah satu

37
jalan yang bertentangan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia
lainnya. Salah satu contohnya yakni fenomena “projek abadi” beberapa
jalan-jalan umum yang ada di sekitar kita. Jalan-jalan aspal yang selalu rusak
dan berlubang setiap tahun dan dibutuhkan perbaikan terus menerus adalah
pola yang sebenarnya merugikan uang negara. Pada sebagian kasus korupsi,
anggaran dalam pembelian bahan perbaikan jalan dikorupsi dan dikurangi
oleh sebagian oknum. Akibatnya jalan rusak dan banyak menimbulkan
kecelakaan di jalan raya yang korbanya pun tidak sedikit. Oleh karena itu,
jika korupsi merupakan extraordinary crime yang memiliki efek domino di
masyarakat.

Gambar 3. Budaya antri sebagai pembelajaran anti korupsi pada anak-anak


Sumber : http://riamurtiyana2.blogspot.co.id/2015/09/

Maraknya kasus korupsi yang ditampillkan di beberapa media


seyogyanya bisa menjadi cerminan bagi bangsa Indonesia terkait penanaman
moral di setiap warganya. Masyarakat dalam hal ini keluarga sebagai
pendidikan utama dan pertama bagi setiap insan di dunia ini merupakan
wadah yang penting dan harus mendapat perhatian dalam proses pembinaan
karakter dan perilaku anti-korupsi di negeri ini. Jika sebagian banyak korupsi
yang disorot oleh media mainstream mayoritas berasal dari kalangan pejabat
atau elit pemerintahan, lalu muncul pertanyaan, apakah mereka para
koruptor tidak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dalam
keluarganya? Atau apakah kebanyakan keluarga di negeri ini melahirkan
karakter karakter yang cenderung mendukung perilaku koruptif? Jika iya,
apakah kita mneyadarinya selama ini?

38
Kebiasaan mengantri merupakan salah satu budaya yang seringkali kita
jumpai di tengah masyarakat. Mulai dari antri membeli tiket kereta, antri
membayar belanjaan di swalayan, antri membeli makanan di warung hingga
antri untuk masuk toilet umum. Budaya antri merupakan budaya yang
seringkali menjadi sebuah cerminan dan cikal bakal dari perilaku koruptif itu
sendiri. Seperti halnya saat membeli tiket kereta, banyak orang tua biasanya
menyuruh anak mereka untuk maju lebih dulu dan mendahului pembeli yang
lebih dewasa. Alih-alih membela keberadaan anak sebagai mahluk yang
lebih kecil dan cepat lelah, orang tua bahwasannya tanpa sadar mendidik
ketidakjujuran dan ketidaksabaran pada anak sekaligus memberikan
reinforcement bahwa perilaku mendahului dalam mengantri adalah perilaku
yang wajar dan dibenarkan. Oleh karena itu, orang tua harus sadar bahwa
anak adalah peniru ulung dari setiap perilaku yang dilakukan oleh orang
tuanya (Widjjanto dalam Rahardjo, 2014)

1. Pengertian pola asuh

Setiap manusia di belahan bumi ini pastinya sangat bersyukur jika


hidup dan lahir berdampingan langsung oleh orang tua mereka. Betapa
besar kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya
terkadang diejawantahkan dalam pola perlakuan yang unik di setiap
keluarganya tak terkecuali pada masa pertumbuhan. Seorang anak
memiliki banyak pertanyaan mengenai hal-hal yang dirasanya baru.
Anak memiliki pertanyaan-pertanyaan kritis, sehingga disinilah dituntut
kemampuan komunikasi yang baik yang harus dimiliki oleh setiap orang
tua dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh
seorang anak (Sudarsana, 2016). Hadirnya orang tua sebagai pendidik di
dalam rumah harus mampu memahami pola asuh yang patut diberikan
pada anak-anak mereka. Oleh karena itu, definisi pola asuh itu sendiri
seyogyanya menjadi perhatian bagi setiap orang tua di dalam sebuah
keluarga.

39
Gambar 4. Pola asuh tidak hanya dilakukan oleh ibu, tetapi berlaku juga pada ayah
Sumber : http://www.zaleyza.com/2016/02/utamakan-cinta-dalam-membentuk-karakter.html

Pola asuh bentuk-bentuk yang diterapkan dalam rangka merawat,


memelihara, membimbing dan melatih dan memberikan pengaruh
(Tarmuji dalam Suherman, 2000).Orang tua adalah pihak yang
bertanggung jawab dalam mengatur, mengkoordinasikan serta
memberikan rangsangan-rangsangan yang tepat bagi tumbuh kembang
anak-anaknya. Euis (2014) juga melengkapi konsep pola asuh dimana hal
tersebut juga merupakan serangkaian interaksi yang intensif sehingga
orang tua dapat mengarahkan kecakapan hidup anak-anak mereka.
Serangkaian interaksi dan rangsangan-rangsangan yang diberikan
oleh orang tua terhadap anak oleh peneliti lain dalam bidang pengasuhan
keluarga belumlah cukup menjelaskan pola asuh yang sebenarnya.
Dimana output dari pola asuh itu sendiri harus menjadikan anak sebagai
pribadi yang dewasa secara sosial (Santrock, 2002) dan menjadi teladan
bagi anak lainnya (Jannah, 2014).
Sebagaimana pengertian pola asuh yang telah diungkapkan oleh
beberapa pendapat, pada konteks ini penulis juga mengambil poin
penting bahwa pola asuh orang tua mengacu pada segenap perilaku orang
tua yang dapat dijadikan metode, teladan sekaligus wahana interaksi
terhadap anak agar tercapai kehidupan anak yang berintegritas di masa
depannya.

2. Bentuk-bentuk pola asuh

Indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku dan


keunikan di tiap daerahnya turut juga memberikan keberagaman dalam

40
cara mengasuh anak. Negara tetangga seperti Hongkong pun meyakini
bahwa kesuksesannya dalam mengelola pendidikan karakter di
negaranya pun tidak lepas dari peran besar unit sosial terkecil dalam
masyarakat yakni keluarga (Cheng, 2004). Oleh karena itu, perlu juga
kita ketahui lebih jauh tentang keunikan yang ada dalam setiap bentuk
pola asuh orang tua sebagaimana dalam pandangan beberapa ahli.
Menurut Baumrind (dalam Santrock 2002) ada empat macam
bentuk pola asuh adalah sebagai berikut:
a. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah suatu jenis bentuk pola asuh yang
menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan
aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk bertanya
atau mengemukakan pendapat sendiri..Anak dijadikan sebagai miniatur
hidup dalam pencapaian misi hidupnya.Hal ini sejalan dengan pendapat
Shapiro(1992) bahwa “Orangtua otoriter berusaha menjalankan rumah
tangga yang didasarkan pada struktur dan tradisi, walaupun dalam
banyak hal tekanan mereka akan keteraturan dan pengawasan
membebani anak”.

b. Pola asuh demokrasi


Baumrind juga mengatakan bahwa pola asuh otoritatif atau
demokrasi, pada pola asuh ini orangtua yang mendorong anak-anaknya
agar mandiri namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian
atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal dimungkinkan
dengan kehangatan-kehangatan dan kasih sayang yang
diperlihatkan.Anak-anak yang hidup dalam keluarga demokratis ini
memiliki kepercayaan diri, harga diri yang tinggi dan menunjuk perilaku
yang terpuji.
Shapiro (1999) mengemukakan “Dalam hal belajar orangtua
otoritatif menghargai kemandirian, memberikan dorongan dan
pujian.Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa penerapan penerapan pola asuh autoritatif indentik dengan
penanaman nilai-nilai demokrasi yang menghargai dan menghormati
hak-hak anak, mengutamakan diskusi ketimbang interuksi, kebebasan
berpendapat dan selalu memotivasi anak untuk menjadi yang lebih baik.

41
Gambar 5. Pola asuh otoriter vs Pola asuh demokrasi
Sumber : http://www.munashoroh.org/2016/03/dampak-pola-asuh-otoriter-
terhadap.html

c. Pola asuh penelantar


Pola asuh penelantaran adalah pola asuh dimana orang tua sangat
tidak terlibat dalam kehidupan anak, orangtua pada pola asuh ini
mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orangtua
lebih penting dari pada anak-anak. Dimana orangtua lebih cenderung
membiarkan anak-anaknya dibesarkan tanpa kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.Sedangkan yang dimaksud
dengan pola asuh orang tua permisif dimana pada pola asuh ini orangtua
sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka, namun menetapkan
sedikit batas atau kendali terhadap anak mereka. Orangtua cenderung
membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja,sehingga anak tidak
dapat mengendalikan perilakunya serta tidak mampu untuk menaruh
hormat pada orang lain.

Gambar 6. Pola asuh penelantar


Sumber : http://wahyudihumanrelation.blogspot.co.id/2014/11/peran-pola-asuh

42
d. Pola asuh permisif
Selanjutnya Shapiro (1999) mengemukakan bahwa “orangtua
permisif berusaha menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi
cenderung sangat pasif ketika sampai pada masalah penetapan batas-
batas atau menanggapi ketidak patuhan”. Orangtua permisif tidak begitu
menuntut juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena
yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesusai dengan
kecenderungan alamiahnya. Sedangkan Covey (1997) menyatakan
bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh permisif cenderung ingin
selalu disukai dan anak tumbuh dewasa tanpa pengertian mendalam
mengenai standar dan harapan, tanpa komitmen pribadi untuk disiplin
dan bertanggungjawab.

Gambar 7. Anak cenderung manja dan mudah “merengek” akibat pola asuh permisif
orang tua
Sumber : https://www.google.co.id/

Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa masing


masing dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tua juga akan
menghasilkan macam macam bentuk perilaku moral pada anak. oleh
karena itu orang tua harus memahami dan mengetahui pola asuh mana
yang paling baik dia terapkan dalam mengasuh dan mendidik anak-
anaknya. Selain itu poin penting yang juga tidak boleh dilupakan adalah
komitmen dan konsistensi antara dua orangtua di dalam keluarga. Ayah
dan ibu wajib bekerjasama dalam menjalankan pola asuh kepada anak
agar tidak menimbulkan kebingungan pada anak dalam menginternalisasi
nilai-nilai yang diharapkan dari pola asuh orang tua.

43
Gambar 8. Ayah dan ibu harus bekerjasama dalam melakukan pola asuh terhadap
anak
Sumber : http://lifestyle.okezone.com/read/2016/11/16/196/1543370/jangan-salah

3. Pengaruh pola asuh terhadap perilaku anti-koruptif anak usia dini

Gambar 9. Membiasakan menabung sejak dini merupakan upaya penanaman perilaku anti-
koruptif
Sumber : http://www.elevenia.co.id/prd-celengan-atm-mini-best-seller-mainan-
edukatifmengajarkan

Siapa yang tak kenal Celengan?. Tak disangka, benda sederhana


yang kini keberadaanya mulai ditinggalkan oleh sebagian orang rupanya
merupakan media pembelajaran yang cukup efektif dalam menumbuhkan
perilaku anti-koruptif pada anak. Kebiasaan menabung anak dengan rajin

44
dan konsisten memasukan uang koin atau kertas kedalam celengan
merupakan wujud Pola asuh nyata orang tua di rumah. Dengan
menabung, anak-anak diharapkan dapat membiasakan perilaku menunda
kepuasan atau delay of gratification. Perilaku tersebut dalam pandangan
psikologi ternyata mampu menghindarkan seseorang untuk berbuat
serakah dan sewenang-wenang dengan sumberdaya yang ia miliki
seketika itu tanpa memikirkan hal-hal penting lainnya. Anak yang rajin
menabung juga merupakan bagian dari upaya pola asuh orang tua untuk
menanamkan sikap mandiri dan peduli. Pepatah lama “sedikit demi
sedikit lama lama menjadi bukit” adalah kata-kata motivasi yang dapat
dipegang teguh anak dan orang tua sebagai landasan komunikasi efektif
dalam proses menabung. Walaupun uang yang dimasukan kedalam
celengan tidak sebanyak menabung di Bank konvensional, tetapi anak-
anak setidaknya belajar menghargai uang yang mereka simpan selama
beberapa waktu hingga terkumpul banyak.
Dalam hal pola asuh, ayah atau bunda pun tetap harus
memperhatikan komunikasi yang baik kepada anak. Bahkan pada orang
tua tunggal sekalipun, komunikasi tetap dibutuhkan sebagai modal
penanaman karakter anak di rumah (Nanda, 2014). Pola komunikasi yang
santun, ramah namun tetap tegas sangat dibutuhkan bagi orang tua
seperti apa yang banyak dituliskan dalam kitab suci agama Islam yakni
Al-Qurannul Karim (Padjrin, 2016). Aspek kasih sayang dan ketulusan
hati pun senantiasa diperkuat agar anak merasa dihargai, diperhatikan
dan dibimbing. Anak pun sebaiknya diberikan pengertian untuk
senantiasa berani berpendapat kepada orang tuanya agar terjadi
komunikasi yang timbal balik serta menghindari konflik batin yang
terakumulasi dalam benak anak semasa tahapan perkembangannya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai bentuk-


bentuk pola asuh yang terjadi di masyarakat, pola asuh orang tua pun
dapat menyesuaikan dengan berbagai dinamika perkembangan zaman
yang ada. Orang tua di dalam keluarga sebagai pewaris karakter kepada
anak pun diharapkan juga dapat memberikan sentuhan nuansa kerohanian
di dalam keluarga (Qamariah, 2015). Hal tersebut menjadi penting agar
anak belajar untuk mengenal Tuhan sebagai pemilik utama alam semesta
dan seisinya. Dengan mempelajari segala kebesaran Tuhan serta perintah
dan segala larangan-Nya, anak nantinya akan mampu mengutamakan
prinsip “benar-salah” bukan “menang-kalah”.

45
Gambar 10. Membiasakan berdoa sebelum makan mengajarkan anak bersyukur atas nikmat
Tuhan
Sumber : http://www.katolisitas.org/keluarga-sebagai-pendidik-nilai-nilai-kemanusiaan-dan-
iman/

Peran gender dalam pola asuh pun juga perlu menjadi perhatian bagi
para orang tua. Kesibukan ayah di luar rumah sebagai pencari nafkah dan
ibu sebagai pengasuh utama anak dan manajer dalam keluarga perlu
membagi peran secara tepat. Pasalnya, penelitian oleh Lestari (2015)
menunjukan bahwa keterlibatan ayah dalam proses pembentukan
karakter anak sangatlah penting. Jadi, tidak ada lagi konflik dalam
keluarga yang mempermasalahkan pembagian peran pembentukan
karakter pada anak. Sudah saatnya ayah dan bunda bekerjasama dengan
baik dalam hal ini.
Berbagai metode kreatif bersamaan dalam pola asuh orang tua pun
dapat menjadi alat dalam menanamkan karakter anti-koruptif pada anak.
Anak usia dini yang cenderung atraktif dan sangat membutuhkan
keteladanan dari orang tuanya (Setiawan, 2010) juga dapat disiasati
dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Seperti halnya lagu,
penelitian menunjukan bahwa lagu dolanan anak penting untuk
diperkenalkan kepada anak usia dini agar rasa nasionalisme dan karakter
positif tertanam dalam keadaan yang menyenangkan (Hartiningsih,
2015). Selain itu, masih dalam lagu anak, teks dan lirik lagu pun juga
dapat meningkatkan perilaku prososial pada anak usia dini (Drupadi,
Palupi & Karsono, 2014). Oleh karena itu, dalam prakteknya orang tua
harus fleksibel dan uptodate dalam memberikan stimulus kreatif sebagai
upaya penanaman karakter antikoruptif pada anak.

46
Gambar 11. Bernyanyi dan menari adalah aktivitas yang menyenangkan bagi anak
Sumber : http://beritahati.com/berita/19006/Manfaat-Menyanyi-dan-Menari-Bagi-Emosi-
Anak

4. Pengaruh pola asuh terhadap perilaku koruptif pada anak usia dini

Masih ingat di benak kita kasus penelantaran orang tua terhadap


seorang anak wanita di Denpasar, Bali beberapa tahun ini. Kasus yang
kian hari pada saat itu berkembang menjadi isu nasional seketika
menggugah hati dan perasaan para orang tua di Indonesia. Mulai dari
psikolog, aktivis sosial, kriminolog hingga elit politik pun angkat bicara
terhadap kasus ini. Hingga akhirnya orang tua kandung anak tersebutlah
yang menjadi tersangka atas perlakuan penelantaran terhadap anaknya
yang berujung pada kematian tragis di halaman rumahnya sendiri.

Gambar 12. Komnas PA turun tangan dalam pengusutan kasus penelantaran anak
Sumber : beritasatu.tv

47
Sungguh miris memang, di zaman serba modern dimana
komunikasi tidak lagi berbatas tetapi kasus kriminalitas yang menimpa
anak-anak di negeri ini malah kian merajalela. Pada tahun 2010 saja,
BPS merilis data bahwa anak usia 13 – 16 tahun mendominasi angka
kriminalitas dengan perilaku mencuri sebagai primadonanya (BPS,
2010). Belum lagi jika kita menelisik kejadian beberapa bulan lalu di
beberapa daerah di Jabodetabek. Media sosial banyak dihebohkan oleh
aksi anggota geng motor yang siap “bacok” dan tegas “membegal” setiap
pengendara yang melewati sebuah kawasan sepi dan gelap. Korbannya
pun tidak sedikit, akibatnya mulai dari luka ringan hingga tewas
ditempat. Setelah kasus tersebut diusut oleh pihak kepolisian, sangat
mencengangkan karena diketahui para pelakunya adalah anak-anak usia
12-15 tahun yang hendak beranjak remaja 123. Mereka seperti kehilangan
arah dan bingung mencari jatidiri dalam masa perkembangannya. Lalu
pertanyaan muncul kembali, dimanakah orang tua mereka?
Permasalahan pada anak yang berperilaku menyimpang diatas kini
bukan lagi hanya menjadi tanggungjawab pemerintah tetapi juga menjadi
tanggungjawab semua pihak termasuk keluarga sebagai sistem penting di
masyarakat (Setiawan, 2016). Bahkan dalam sebagian kasus, keluarga
merupakan faktor utama pada anak yang melakukan tindak pidana di
mata hukum (Nainggolan, 2013). Orang tua tepatnya harus ikut
mempertanggunjawabkan dalam setiap perkara yang dilakukan oleh
anaknya. Penelitian lain pun menunjukan bahwa apabila keluarga gagal
untuk mengajarkan nilai-nilai dan kemampuan dasar pada anak, maka
akan sulit bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-
kegagalan. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter akan
berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter (Suarmini,
2014).
Tidak jauh dari perilaku kriminalitas seperti diatas, perilaku korupsi
juga termasuk dalam pelanggaran hukum khusus yang sama-sama
merugikan banyak pihak. Karena seyogyanya perilaku korupsi tidak
mungkin berdiri sendiri, berasal dari dorongan dalam diri pelaku korupsi,
melainkan mengikuti hukum dan kaidah stimulus and response. Pelaku
korupsi “digoda” pihak lain untuk menerima sesuatu atas jasanya,
fasilitas yang diberikannya, penyalahgunaan wewenang yang

1
https://news.detik.com/berita/d-3487608/polisi-tangkap-begal-bersenpi-pelaku-masih-di-
bawah-umur
2
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/05/30/kelompok-begal-ditangkap-
10-pelaku-di-bawah-umur-402152
3
http://online24jam.com/2017/02/12/34604/jadi-pelaku-begal-belasan-anak-dibawah-
umur-diringkus-polisi/

48
dimilikinya. Itu semua karena lingkungan sosial budaya yang
melingkupinya, dan ia belajar dari lingkungannya (Rusmana dalam
Rahardjo, 2014). Dalam hal ini biasanya anak belajar langsung dari
lingkungan terdekatnya yakni keluarga.

Gambar 13. Orang tua hendaknya membimbing bukan membantu mengerjakan tugas
sekolah anak
Sumber :
https://carapedia.com/akibat_orang_tua_suka_mengerjakan_anak_info4360.html

Contoh nyata adanya pola asuh yang berpengaruh terhadap perilaku


koruptif pada anak adalah perilaku orang tua yang membantu tugas
sekolah anaknya di rumah. Sikap orang tua yang terlalu khawatir dan
cenderung tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk dapat
menyelesaikan satu tahap tantangan dalam hidupnya akan membiasakan
anak mencari jalan pintas dan cenderung tidak mandiri. Pola asuh orang
tua yang biasa disebut permisif ini cenderung memberikan keleluasaan
bagi anak yang berlebihan bagi anak. Akibatnya nanti saat dewasa, anak
menjadi kurang percaya diri akan kemampuan dirinya sendiri. Selain itu,
pola asuh otoriter juga memberikan dampak kurang baik khususnya
dalam penanaman karakter pada anak. Anak yang dididik oleh orang tua
yang sangat otoriter akan cenderung pemalu, pemberontak dan keras
kepala. Sebagai kompensasinya di masa depan, anak dikhawatirkan
berubah menjadi pribadi yang juga otoriter dan sewenang-wenang
terhadap kekuasaan yang ia miliki. Proses tersebut telah terejawantahkan
dalam beberapa teori belajar sosial yang biasa diungkapkan oleh Albert
Bandura (Feist & Feist, 2013).

49
Gambar 13. Seorang ibu tertangkap kamera CCTV saat sedang mencuri makanan di sebuah
swalayan
Sumber : https://youtube.com

C. Ringkasan
Pola asuh orang tua mengacu pada segenap perilaku orang tua yang dapat
dijadikan metode, teladan sekaligus wahana interaksi terhadap anak agar
tercapai kehidupan anak yang berintegritas di masa depannya.
Bentuk-bentuk pola asuh yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi,
pola asuh
Poin penting yang juga terintegrasi dalam pola asuh adalah komitmen
dan konsistensi orangtua, komunikasi efektif serta kerjasama antar ayah
dan ibu dalam memberikan pola asuh kepada anak
Orang tua memegang peranan penting dalam pola asuh terhadap anak
karena anak adalah peniru ulung yang merekam segala perilaku orang tua
dalam kehidupannya dan menjadikannya sebagai sebuah media belajar
untuk kehidupannya mendatang

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari pengertian pola asuh ?
2. Mengapa saat ini pola asuh orang tua penting dalam menanamkan
karakter pada anak?

50
3. Sebutkan bentuk-bentuk pola asuh yang anda ketahui ?
4. Menurut anda, pola asuh seperti apa yang tepat dalam menanamkan
karakter anti-korupsi pada anak saat ini ?
5. Sebutkan 3 poin penting yang terintegrasi dengan pola asuh orang tua
dalam menanamkan karakter pada anak ?

E. Referensi
Badan Pusat Statistik. 2010. Profil Kriminalitas Remaja. Diunduh dari
http://www.bps.go.id/
Cheng, Roger H.M. 2004. Moral Education in Hongkong: Confucian-
Parental, Christian-Religious and Liberal-Civic Influences. Journal of
Moral Education Vol 33. No4
Covey, Stephen R.(Alih bahasa :Budijanto).1997. Tujuh Kebiasaan Manusia
yang Sangat Efektif. Jakarta:Binarupa Aksara.
Drupadi, Rizky., Palupi, Waraningtyas, & Karsono. 2014. Pengaruh Teks
Lagu Anak-Anak Terhadap Perilaku Prososial Anak TK. Jurnal Ilmiah.
PGSD Universitas Sebelas Maret
Euis, Sunarti. 2004. Mengasuh Anak dengan Hati. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo
Feist, J., Feist, G, J., & Roberts, T.A. 2013.Theories of Personality, Eight
Edition. New York : Mc-Graw Hill.
Hartiningsih, Sutji. 2015. Revitalisasi Lagu Dolanan Anak Dalam
Pembentukan Karakter Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah ATAVISME
Vol 18, No.2)
Jannah, Husnatul. 2014. Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanamkan
Perilaku Moral Pada Anak Usia di Kecamatan Ampek Angkek. Jurnal
Ilmiah Pesona PAUD Vol. 1, No.1
Koran Kompas, edisi Sabtu 29 Juli 2017
Lestari, Widya. 2015. Hubungan Antara Keterlibatan Ayah Dengan
Pembentukan Karakter Pada Remaja. Jurnal Kesejahteraan Keluarga
dan Pendidikan Vol.4, No.1
Nanda, Agustini. 2014. Penanaman Karakter Kemandirian Anak (Studi
Kasus pada Keluarga Single Parent di Desa Semo, Giondangsari,
Kecamatan Jatisrono, Wonogiri).Skripsi. Ilmu Pendidikan
Kewarganegaraan, FIKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta

51
Naninggolan, Samuel Fresly. 2013. Faktor Faktor yang Mempengaruhi
Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Kecil.Skripsi. Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara
Padjrin.2016. Pola Asuh Anak dalam Perspektif Pendidikan Islam.Jurnal
Intelektualita Vol 5, No.1
Qamariah, Syarifah. 2015. Tanggung Jawab Keluarga dalam Menanamkan
Nilai Karakter.Jurnal Ilmiah An-Nisa Volume VIII Nomor 1
Rusmana dalam Rahardjo, 2014. Pendidikan Anti Korupsi Melalui
Bimbingan Kelompok. Makalah Ilmiah yang dibawakan pada Seminar
Nasional Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia. DPP IKA
Universitas Negeri Semarang
Santrock, J.W. 2002. Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup).
Jilid 1: Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga
Setiawan, Denny. 2010. Pendidikan Karakter dan Implementasinya Pada
Pendidikan Anak Usia Dini. Makalah Ilmiah; Rohinah. 2016.
Parenting Education Sebagai Model Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini Berbasis Keluarga. Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia
Dini Vol.1 No.1)
Setiawan, Hari Harjanto. 2016. Pendekatan Sistemik Menangani
Penyimpanga Perilaku Anak. Jurnal Ilmiah Sosio Informa Vol.2, No.1.
Kementerian Sosial Republik Indoneisa
Shapiro, Laurence S.1999.Mengapa Emosional Intelegensi Pada Anak.
Jakarta: Gramedia
Suarmini, Ni Wayan. 2014. Keluarga Sebagai Wahana Pertama dan Utama
Pendidikan Karakter Anak.Jurnal Sosial Humaniora Vol.7, No.1
Sudarsana, I Ketut. 2016. Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak
Usia Dini. Makalah ilmiah yang dibawakan pada Seminar Nasional
PGPAUDH-FDA-IHDN Denpasar, Bali
Suherman. 2000. Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : EGC
Widjajanto dalam Rahardjo, 2014. Pendidikan Anti Korupsi Melalui
Bimbingan Kelompok. Makalah Ilmiah yang dibawakan pada Seminar
Nasional Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia. DPP IKA
Universitas Negeri Semarang

52
BAB

5
MENDIDIK KEJUJURAN DALAM
KELUARGA

A. Standar Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami
tentang mendidik kejujuran dalam keluarga

B. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajarai bab ini diharapkan pembaca dapat :
1. Menjelaskan kejujuran
2. Menguraikan kejujuran versus ketidakjujuran
3. Menjelaskan bentuk – bentuk perilaku jujur dan tidak jujur
4. Menguraikan faktor – faktor penyebab anak tidak jujur
5. Menjelaskan metode untuk mengajarkan kejujuan
6. Menguraikan media untuk mendidik kejujuran pada anak

C. Uraian Materi
1. Kejujuran
Kejujuran adalah nilai kehidupan mendasar yang paling
penting yang harus diajarkan pada anak sejak ia kecil.
Mengajarkan anak untuk berkata, bersikap dan berperilaku jujur
akan menjadi pembelajaran yang berguna untu kehidupannya
kelak. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa kejujuran
adalah mata uang yang berlaku dinegara manapun. Pepatah seperti
ini wajib dikenalkan pada anak-anak sejak usia dini. Sebab
penanaman ilmu sejak dini umumnya akan cenderung lebih mudah
diserap anak dan ditanamkan hingga mereka dewasa sehinga
menjadi sebuah kebiasaan yang baik. Penerapan sikap jujur

53
kehidupan kita itu sangat perlu dan di butuhkan dalam kehidupan
sehari hari. Karena sikap jujur itu adalah sikap yang baik dan
terpuji. Kejujuran adalah sangat penting bagi setiap orang dan kita
harus terbiasa menanamkan serta menerapkan itu alam kehidupan
sehari hari. Karena setiap orang itu beda-beda mempunyai suatu
perilaku dan tidak semua amanah bersifat umum dan terbuka. Ada
Secara sederhana, jujur berarti tidak berdusta ketika
berbicara. Namun, bila ditelaah lebih lanjut, makna kejujuran
dapat lebih kompleks dan mendalam. Menurut Linda K Popov dkk
dalam buku The Family Virtues Guide (1997), menjadi jujur
adalah tampil tulus, terbuka, dapat dipercaya, dan menyampaikan
kebenaran. Orang yang jujur dapat diandalkan untuk tidak
berdusta, menipu, atau mencuri. Jika dia mengatakan suka pada
kita, kita paham bahwa dia benar-benar menyukai kita, bukan
hanya karena untuk mendapatkan sesuatu atau sekadar berpura-
pura. Jika seseorang tampak ramah, kejujuran berarti dia benar-
benar ramah, memang karena ia ingin menjadi teman, bukan untuk
alasan tersembunyi lainnya. Dengan kejujuran kita dapat
memercayai segala hal seperti yang ditampilkan. Kejujuran
menyampaikan suatu kebenaran bahkan ketika dengan mengakui
kebenaran tertentu bisa membuat seseorang kecewa. Kejujuran
berarti tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat
orang lain terkesan. Kita juga jujur jika tidak membuat janji-janji
palsu. Kita menepati apa yang kita katakan akan kita lakukan.
Tindakan kita sesuai dengan kata-kata kita. Hal ini sering disebut
juga dengan istilah integritas. Kejujuran adalah landasan dari
kepercayaan yang akan menentukan hubungan seseorang dengan
orang lain. Jadi, ketika seseorang berdusta, menipu, atau mencuri,
orang di sekelilingnya tidak bisa percaya padanya. Pepatah yang
berbunyi ”Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak
percaya”, banyak terbukti dalam kehidupan kita. Linda Popov
(1997) mengatakan, jika seseorang mengarang cerita untuk
menutupi kesalahannya, sulit baginya untuk memperbaiki
kesalahan itu, lalu ia akan merasa buruk dan makin buruk tentang
dirinya. Kadangkala orang tidak jujur terhadap diri mereka sendiri.
Mereka mencoba berpura-pura bahwa tidak terjadi apa-apa bahkan
ketika suatu hal benar-benar terjadi, seperti menyakiti perasaan
seseorang. Ketika seseorang tidak jujur terhadap dirinya sendiri
tentang sesuatu, dia biasanya juga tidak jujur dengan orang lain.

54
2. Kejujuran versus ketidakjujuran
Pengertian “jujur” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki arti lurus hati, tidak curang. Kejujuran (honesty) menurut
Zubaedi (2011:79) adalah kemampuan menyampaikan kebenaran,
mengakui kesalahan, dapat dipercaya dan bertindak secara hormat.
Fadillah (2012:190) mengatakan bahwa jujur merupakan perilaku
yang patuh dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Menurut
Robert T. Kiyosaki jujur diibaratkan seperti aset. Aset merupakan
apa yang dapat kita masukkan ke dalam kantong dan bisa
dijual.Seperti itulah sikap jujur, jujur merupakan sikap yang
diberikan kepada kita oleh orang lain dengan rasa percaya mereka
untuk dapat menjaga dan mempertahankannya didalam diri
kita.Sedangkan kejujuran menurut Magnis (2011:34) ialah sikap
berani yang menunjukkan siapa dia, serta mengatakan apa yang
dimaksudnya dengan benar. Kejujuran adalah keterkaitan hati
pada kebenaran. Sikap jujur juga merupakan sikap yang ditandai
dengan melakukan perbuatan yang benar, mengucapkan perkataan
dengan apa adanya tanpa menambah-nambahkan atau mengurangi
apa yang ingin disampaikan dan mengakui setiap perbuatan yang
dilakukan baik positif maupun negatif. Secara hukum tingkat
kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan
atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan
kenyataan yang terjadi. Dalam praktek dan penerapannya, secara
hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan
pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran
dan kenyataan yang terjadi (posting oleh Duadua, 2009). Jujur
diekspresikan dengan kata-kata atau sikap yang mencerminkan
keadaan yang sesungguhnya, tidak ditutupi atau bahkan tidak
menipu. Jujur adalah energi yang positif yang menyatakan sesuatu
dengan langsung, spontan, lugas, apa adanya akan menghemat
waktu dan energi, terjadilah efisiensi. Itulah yang dikatakan oleh
Sawitri Supardi Sadarjoen, seorang psikolog. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa, Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang
menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak
ditambahi ataupun tidak dikurangi. Jujur dalam arti sempit adalah
sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan. Dan dalam pengertian
yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Karena itulah,
orang munafik disebutkan sebagai kebalikan orang yang jujur.
Kejujuran menjadi penting karena dengan mengakui apa yang kita
pikirkan, rasakan, dan lakukan sebagaimana adanya, seseorang
dapat terhindar dari rasa bersalah yang timbul akibat kebohongan
yang ia lakukan.

55
Sedangkan dalam perilaku tidak jujur terdapat beberapa
teori yang menjadi dasar atas terjadinya perilaku tidak jujur
tersebut. Teori perilaku tidak jujur antara lain Teori Tindakan
Beralasan (Theory of Reasoned Action) dan Teori Perilaku
Rencanaan (Theory of Planned Behavior). Dalam perilaku tidak
jujur terdapat alasan mengapa orang tersebut dapat melakukan
tindakan tidak jujur. Teori Tindakan beralasan merupakan sebuah
teori dimana perilaku individu berasal dari niat individu tersebut.
Niat tersebut muncul karena adanya sikap menerima dari invidu
tersebut. Sikap individu tersebut dalam menerima sebuah tindakan
disebebakan oleh norma subyektif yang ada dalam lingkungan
individu tersebut. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned
Action) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan
Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Dalam teori ini menghubungkan
antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention),
dan perilaku (behavior). Konsep penting dalam teori ini adalah
fokus perhatian (salience) yaitu mempertimbangkan sesuatu yang
dianggap penting. Kehendak (intention) ditentukan oleh sikap dan
norma subyektif (Jogiyanto, 2007). Jogiyanto (2007) berpendapat
bahwa intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan
dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek
personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk
melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut
dengan norma subyektif.
Ajzen (1991) yang mengatakan bahwa sikap
mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan
yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada tiga
hal; Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum
tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku
dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma
objektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa
yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap
suatu perilaku bersama norma- norma subjektif membentuk suatu
intensi atau niat berperilaku tertentu.
Teori perilaku beralasan diperluas dan dimodifikasi oleh
Ajzen (Ajzen dalam Jogiyanto 2007) dan dinamai Teori Perilaku
Terencana (Theory of Planned Behavior). Inti teori ini mencakup 3
hal yaitu; yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi
dari perilaku tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang
norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan
tersebut (normative beliefs), serta keyakinan tentang adanya faktor

56
yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran
akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).
3. Bentuk – bentuk perilaku jujur dan tidak jujur
a) Jujur pada diri sendiri
Salah satu dimensi moral yang dilahirkan shalat adalah
kejujuran, keikhlasan dan ketabahan. Tidak pernah kita dengar
ada orang yang menipu jumlah rakaat dalam sholat walaupun
dia shalat sendirian. Bagi orang-orang yang jujur, esensi shalat
tidak hanya sebatas pekerjaan yang diwali oleh takbir dan
diakhiri oleh salam tapi segala yang diucapkannya dalam sholat
merupakan awal bagi dirinya untuk membuktikan hasil
shalatnya dalam kehidupannya secara aktual dan penuh makna
manfaat. Bila kita ingin melihat bagaimana sholat seseorang
maka lihatlah perilakunya dalam kehidupannya.
b) Jujur terhadap orang lain
bukan hanya sekedar berkata dan berbuat benar, namun
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain. Sikap
jujur terhadap orang lain berarti sangat prihatin melihat
penderitaan orang lain. Sehingga, seseorang yang jujur
mempunyai sikap empati yang kuat dan mempunyai jiwa
pelayanan yang prima. Para ahli psikologi sudah membuaktikan
bahwa kebohongan akan melahirkan penyakit mental, rasa
takut, stress dan merasa tidak aman dalam menapaki
kehidupannya, bahkan kebohongan merupakan cikal bakal dari
penyakit psikis yang akan mengganggu dirinya dan
menimbulkan gangguan hubungandengan keluarga, teman
sejawat, bahkan masyarakatnya. Ciri-ciri anak yang jujur
1) Tidak bersikap pura-pura
2) Berkata apa adanya
3) Tidak berkata bohong
4) Tidak menipu diri sendiri maupun orang lainorang lain
5) Dapat mengemban kepercayaan atau amanahdari orang lain
6) Dapat mengemban kepercayaan dari orang tuadan keluarga
7) Tidak membohongi diri sendiri dan orang lain
8) Tidak mengambil hak milik orang lain
9) Tidak merugikan orang lain
10) Mau mengakui kelebihan dan kekurangan

4. Faktor penyebab anak tidak jujur


a) Takut dihukum
Hal ini terjadi karena kekhawatiran anak ketika dia
mengatakan hal yang sebenarnya, mereka justru akan

57
dihukum. Ada pula anak yang semula jujur menjadi berlatih
berbohong karena perlakuan orangtua yang menghukumnya
saat ia jujur. Karena itulah seringkali anak berbohong karena ia
takut kalau berkata jujur akan dimarahi atau mendapatkan
hukuman.
b) Ingin diperhatikan dan dipuji
Kebutuhan akan perhatian dan pujian kerap kali membuat
anak mengarang cerita tentang dirinya, padahal hal tersebut
tidak pernah terjadi. Misalnya, anak mengatakan kepada
teman-temannya bahwa dirinya berhasil menjuarai suatu
lomba, baru dibelikan mainan baru yang mahal, atau akan
diajak jalan-jalan ke luar negeri.
c) Keinginan mendapatkan pengakuan
Jika anak bergaul dengan teman-teman yang suka
berbohong, ia pun akan bertingkah laku yang sama dengan
teman-temannya. Sebab, hanya dengan menunjukkan perilaku
yang sama anak merasa dapat diterima oleh kelompoknya.
d) Tuntutan orangtua yang terlalu tinggi
Seringkali orangtua memberi tuntutan yang terlalu tinggi
pada anak, sedangkan anak merasa tidak mampu untuk
memenuhi tuntutan tersebut.Akibatnya anak pun berbohong
untuk membahagiakan dan mendapatkan penerimaan dari
orangtua.
e) Meniru orangtua atau tayangan televise
Anak akan meniru perilaku orang dewasa disekitarnya.
Jika orangtua memberikan alasan dan mengatakan sesuatu
yang bersifat bohong untuk menghindari suatu kegiatan di
depan anaknya, maka berarti secara tidak sadar orangtua telah
memberikan contoh yang buruk kepadanya. Ketika anak
melihat orangtuanya berbohong atau mengetahui orang-orang
yang berbohong dari televisi, anak akan menganggap bahwa
berbohong itu boleh dilakukan.
f) Menutupi kekurangan pada dirinya
Anak yang merasa memiliki kekurangan tertentu biasanya
akan berusaha menutupi kekurangan tersebut dengan berbagai
cara, salah satunya adalah dengan berbicara bohong yang
melebih-lebihkan dirinya, yang berkebalikan dengan
kekurangan yang dimilikinya.

g) Daya imajinasi yang sangat tinggi


Kadang daya imajinasi yang sangat tinggi membuat anak
tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan.Ia

58
pun kemudian mengatakan hal-hal yang sebenarnya hanya
khayalan belaka. Misalnya, anak mengatakan bahwa dirinya
bisa melihat hantu atau dapat melakukan berbagai pekerjaan.
h) Untuk mendapatkan keinginannya
Anak mengetahui bahwa dia tidak akan dapat
memperoleh apa yang diinginkannya jika bersikap jujur. Oleh
karena itu, anak berbohong demi mendapatkan apa yang
diinginkannya.
i) Melindungi teman
Keberadaan teman begitu penting buat anak. Umumnya
anak-anak akan selalu berusaha untuk menyenangkan,
membantu, atau melindungi temannya. Salah satu cara yang
dilakukannya adalah dengan berbohong.

5. Metode untuk mengajarkan kejujuran


a) Terapkan dalam kehidupan sehari-hari
Penjelasan teori atau cerita mengenai kejujuran saja tidak
cukup untuk menumbuhkan sikap kejujuran pada anak, hal ini
perlu juga dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab
anak-anak akan membutuhkan sesuatu yang nyata dalam
pandangan mereka, sehingga teori mengenai kejujuran tidak
akan lagi nampak abstrak untuk mereka. Untuk itu, mulailah
menerapkan sikap dan perilaku jujur dalam kehidupan
seharihari, seperti menerapkannya dalam ucapan atau kalimat
dalam kehidupan sehari-hari. Tentu, apa yang diucapkan harus
konsekuen dengan apa yang diperbuat. Sebab, kadang-kadang
justru kalimat inilah yang sulit untuk dipegang.Disinilah
sebagai orangtua kita perlu belajar banyak dalam hal ini.

b) Berikan pengetahuan dan keyakinan bahwa Tuhan Maha


Melihat
Kenalkan anak pada keyakinan bahwa dimanapun mereka
berada kapanpun mereka berbohong meski tanpa diketahui
orang lain masih ada tuhan Yang Maha Melihat segalanya
yang akan selalu mencatat setiap perilaku buruk yang mereka
lakukan. Lantas bagaimana orangtua bisa mengetahui anak-
anaknya tetap berperilaku jujur atau tidak meski berada di luar
rumah? Ketika kita menitipkan anak-anakkita pada sang
Pemilik Hidup ketika anak-anak jauh dari jangkauan kita,
maka apa yang dilakukannya diluar jangkauan prinsip kita
pasti akan ditunjukannya pada kita. Misalkan ketika anak
menyembunyikan sesuatu dalam tasnya, seolah secara tiba-tiba

59
kita merasa ingin memeriksa tasnya dan menemukan apa yang
mereka sembunyikan dari kita.

c) Berikan pemahaman bahwa „Jujur Itu Nikmat‟


Ada serangkaian kejujuran yang akan terasa nikmat
namun kenikmatannya itu tidak dapat secara langsung kita
nikmati. Hal ini penting sekali diajarkan kepada anak sejak
dini. Ajarkan anak untuk selalu mendahulukan perilaku
kejujuran sebab kejujuran akan mengantarkan mereka pada
kehidupan yang tenang dan damai tanpa dihantui rasa bersalah.

d) Sebuah Cerita Sebelum Tidur


Sebuah cerita, dongeng, ataupun cerita kejadian nyata
yang diceritakan pada anak-anak sebelum mereka tidur,
terutama dalam keadaan mata mereka sedang mengantuk dapat
menjadi semacam relaksasi untuk anak. Sebelum tidur, anak-
anak dalam keadaan tenang dengan pikiran yang kosong. Saat
itu, gelombang pikiran mereka sedang tenang dan jika kita bisa
mengisi “alam pikiran” tersebut dengan cerita positif seperti
bertindak jujur. Mulai dengan mencari cerita-cerita yang
menarik, lalu dibacakan pada anak-anak sebelumtidur.
Mendengarkan cerita akan membuatpandangan anak
menerawang, seolah-olah ceritayang kita ceritakan berubah
menjadi film yangmenarik untuk anak. Kemudian, pada
tahapselanjutnya, ketika anak akhirnya tertidur, sebelumcerita
kita habis maka cerita yang kita ceritakanbisa jadi akan masuk
ke dalam mimpi. Mimpi ituakan menjadi mimpi yang
menyenangkan danmengandung banyak manfaat untuk anak.

e) Pemberitahuan dan Pujian


Pujian tetap menjadi sarana efektif bukanhanya untuk
anak-anak, tapi juga untuk orangdewasa. Pujian
membawaperasaan tersendiriuntuk melakukan hal yang
dipujikan lebih baik lagi.Untuk itu, lakukan hal yang bisa
mereka terapkanlangsung. Tentunya pantauan kita pada
keseharian anak-anak penting hingga tahu mana yang salah
dengan tingkah mereka dan mana yang harus diberi acungan
jempol kita. Suatu contoh, ketika mereka menemukan sesuatu
di meja sekolahnya lalu membawa barang itu pulang. Bisa jadi
mereka berteriak kegirangan karena menemukan barang bagus
yang tidak mereka miliki di rumah. Jika itu terjadi,
beritahuanak-anak untuk mengembalikannya. Tentu,dengan

60
tidak lupa memberi penjelasan secarabaik-baik.Bisa jadi,
awalnya mereka tidak paham. Tapilama-kelamaan mereka
pasti paham bahwa barangyang mereka temukan bukan hak
milik mereka.Ajarkan mereka untuk mengembalikan
padatempat mereka menemukannya atau memberikanpada
guru di sekolah.

f) Uji Coba
Ada uji coba yang lebih detail lagi yang harusdilakukan
berkaitan dengan kejujuran. Tentu sajapengujian yang paling
efektif dan bisa terlihatadalah dalam bentuk hal-hal yang
berbau materi.Dan, yang paling nyata adalah dalambentuk
uang. Tujuan jangka panjangnya adalahagar anak-anak kelak
di masa dewasanya tahudengan jelas dan pasti batasan, mana
uang yangmenjadi miliknya dan mana yang kepunyaan
oranglain.Coba letakkan uang di atas meja belajar anak.Lalu
lihat apa reaksi mereka. Apakah merekacepat-cepat bertanya
uang siapakah itu? Ataumereka diam saja hingga akhirnya kita
bertanya?Jika mereka langsung bertanya atau mengambiluang
itu dan memberikan pada kita, itu berarti apayang sudah kita
ajarkan benar-benar merasuk kekepala mereka. Tapi apabila
mereka tidak lantasmemberitahukan pada kita, jangan
langsungmenuding mereka tidak jujur. Bisa jadi uang itutidak
terlihat oleh mereka atau jatuh ke kolongmeja hingga mereka
tidak melihatnya? Atau jumlahuang itu sendiri tidak berarti
bagi anak seperti koinseratus perak. Kuncinya, jangan pernah
mengecapanak tidak jujur.

D. Ringkasan
Jujur adalah tampil tulus, terbuka, dapat dipercaya, dan
menyampaikan kebenaran. Teori perilaku tidak jujur antara lain Teori
Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) dan Teori Perilaku
Rencanaan (Theory of Planned Behavior).
Bentuk – bentuk perilaku jujur dan tidak jujur yaitu jujur pada diri
sendiri dan jujur terhadap orang lain. Faktor penyebab anak tidak jujur
diantaranya karena takut dihukum, ingin diperhatikan dan dipuji,
keinginan mendapatkan pengakuan, tuntutan orangtua yang terlalu tingg,
meniru orangtua atau tayangan televise, menutupi kekurangan pada

61
dirinya, daya imajinasi yang sangat tinggi, untuk mendapatkan
keinginannya dan melindungi teman
Metode untuk mengajarkan kejujuran Terapkan dalam kehidupan
sehari-hari, berikan pengetahuan dan keyakinan bahwa Tuhan Maha
Melihat., sebuah cerita sebelum tidur, pemberitahuan dan Pujian.dan uji
coba

E. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari sikap jujur ?
2. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap jujur terhadap anak ?
3. Sebutkan bentuk sikap jujur yang sering anda ajarkan kepada anak ?
4. Apa kendala dan bagaimana solusi anda dalam menerapkan sikap
jujur terhadap anak ?

F. Referensi
http://nilaikejujurananakk.blogspot.co.id/?m=1
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/07/02064924/kejujuran.dalam.Kelua
rga
http://www.pendidikankarakter.com/9-alasan-mengapa-anak-suka-
berbohong/

62
BAB

6
MENDIDIK KEPEDULIAN DALAM
KELUARGA

A. Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kepedulian
2. Mencontohkan bentuk-bentuk Kepedulian
3. Menjelaskan metode penanaman karakter peduli pada anak usia dini
4. Menguraikan media pembelajaran penanaman karakter peduli pada
anak usia dini

B. Uraian Materi
Manusia merupakan mahluk sosial yang diciptakan Tuhan untuk dapat
memberikan kebermanfaatan kepada sesama mahluk ciptaan Tuhan lainnya.
Nihil rasanya jika terdapat manusia yang dapat hidup tanpa bantuan dari
mahluk lainnya. Setiap hari manusia mengonsumsi sayuran dan segala
makanan pelengkapnya dari sekitarnya. Pedagang sayur, pedagang buah,
pedagang pakaian, pengendaraa angkutan umum hingga tukang penyapu
jalanan saling berkaitan dan saling memberikan kontribusi dalam suatu
lingkaran populasi manusia. Semua itu dilakukan karena manusia memang
membutuhkannya untuk dapat terus bertahan hidup. Predikat mahluk sosial
yang telah melekat pada manusia pun tidak dapat dielakkan lagi dari
kehidupan sehari hari. Manusia selalu dan akan terus membutuhkan bantuan
orang lain untuk menjalani kehidupannya.
Fenomena sosial yang akhir-akhir ini sedang menjadi perbincangan
hangat di berbagai media adalah salah satunya penerapan garis pembatas
antrian di beberapa peron stasiun commuter line di daerah Ibukota Jakarta.

63
Penerapan garis antrian ini ditengarai oleh adanya permasalahan yang
seringkali timbul saat penumpang ingin menaiki kereta listrik dengan kondisi
yang sangat padat dan berdesakan di jam jam padat tertentu seperti jam
berangkat dan jam pulang kerja. Perilaku menaiki kereta dengan semrawut
dan tidak tertib tersebut dinilai telah membuat banyak penumpang lain
merasa tidak nyaman dan aman serta dengan jelas melanggar himbauan dari
PT.KAI sebagai penyedia jasa kereta listrik di Jabodetabek. Perilaku
mengantri para penumpang seyogyanya berdiri di samping pintu kereta
dengan berbaris dan menghindari untuk mendahului penumpang yang ingin
turun dari kereta terlebih dahulu. Akibatnya tak sedikit para penumpang
lansia, ibu hamil, ibu dengan membawa balita serta penyandang disabilitas
tidak sanggup mengantri dan memilih menunggu kereta dengan jadwal
berikutnya. Bahkan akibat yang juga sering terjadi adalah aksi pencopetan
pada saat naik turun penumpang di keadaan yang sangat ramai.

Gambar 1. Berdesakan masuk kedalam KRL di jam-jam sibuk


Sumber : http://www.tribunnews.com/metropolitan/2015/03/10/

Gambar 2. Uji coba garis antrian di stasiun KRL


Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=wN9k7gLxl-Y

64
Potret berdesakannya para penumpang KRL di hampir semua stasiun
di Jabodetabek merupakan cerminan sederhana bahwa manusia telah
kehilangan sikap peduli terhadap keberadaan orang disekitarnya. Fenomena
tersebut pun seakan sudah menjadi hal yang biasa dan dinilai patut dilakukan
demi mengejar keuntungan atau kenikmatan semata bagi diri sendiri. Dimana
dalam pandangan psikologis hal tersebut biasa disebut sebagai Urban
Overload Hypothesis yang dimana beban yang berlebihan dalam hidup
mempengaruhi seseorang menjadi terlalu selektif dalam bersikap prososial
terhadap keadaan sekitarnya (Widyarini dalam Pratiwi, 2017). Seiring
berjalannya waktu kebiasaan perilaku berdesakan menuju pintu kereta KRL
pun diikuti dengan perilaku acuh tak acuh dalam menyediakan tempat bagi
penumpang prioritas di KRL hingga tidak perilaku sewenang-wenang
membuang sampah karena menganggap tugas menjaga kebersihan adalah
tugas utama petugas kebersihan di KRL.
Di dunia pendidikan pun perilaku prososial, khususnya kepedulian
seringkali dijadikan “kambing hitam” atau alasan untuk sesuatu hal yang
melanggar norma dan nilai perilaku lain di masyarakat. Misalnya saja saat
ujian, nilai kepedulian biasanya berbenturan dengan perilaku jujur dan
integritas. Guru sebagai panutan di sekolah dalam hal ini seringkali
memberikan kelelusaan bagi siswanya untuk mencontek satu sama lain demi
mendapatkan nilai yang bagus. Sikap peduli ini biasanya disalahartikan
untuk kepentingan nilai ujian semata yang sebenarnya malah memotong nilai
integritas diantara para siswa maupun guru itu sendiri. Kasus serupa pun
secara frekuensi sangat terlihat kuat apabila biasanya memasuki musim ujian
nasional di beberapa daerah. Para guru pun tak segan memberikan kunci
jawaban kepada siswa agar lulus UN (referensi beberapa media daring45)

4
http://news.detik.com/berita/1660596/guru-biarkan-mencontek-sekolah-jadi-
persemaian-bibit-koruptor
5
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/06/05/lmbhj6-guru-
paksa-murid-terpintar-berikan-contekan-un-ke-seluruh-siswa

65
Gambar 3. Berita : Guru Biarkan Mencontek, Sekolah Jadi Persemaian Bibit
Koruptor
Sumber : http://news.detik.com/berita/1660596/guru-biarkan-mencontek-sekolah-
jadi-persemaian-bibit-koruptor
Pada dasarnya, setiap manusia dapat mengetahui apa yang harus
dilakukan ddalam situasi-situasi tersebut. Sebagai contohnya, ketika berada
di dalam angkutan umum, seseorang diharapkan tidak merokok karena
mengganggu kenyamanan penumpang lain. Lagi, ketika seorang warga
mendapatkan undangan untuk bekerja bakti di lingkungan RT atau RW nya,
sudah sewajarnya memenuhi undangan tersebut demi terciptanya lingkungan
rumah yang lebih bersih. Karena bagaimanapun juga, seorang individu yang
minimal mengenyam pendidikan sekolah dasar sepatutnya dapat mengetahui
perilaku moral yang benar dan yang salah. Sebagaimana data berbicara,
angka partisipasi sekolah dari tahun 2011 hingga 2014 mengalami
peningkatan (BPS, 2014). Peningkatan tersebut seharusnya diikuti oleh
menurunnya perilaku yang sifatnya melanggar. Akan tetapi, fakta di
lapangan menunjukan bahwa jumlah pelanggar lalu lintas mengalami
peningkatan (Wiwoho, 2015).
Terkait dengan segala perilaku yang sifatnya hanya mencari
kenikmatan dan keuntungan bagi diri sendiri memang menimbulkan
keprihatinan di masyarakat. Hal tersebut juga menggugah hati para
pengambil kebijakan mulai dari tingkat nasional hingga masyarakat tak
terkecuali para orang tua. Hilangnya rasa peduli terhadap keadaan sekitar

66
memberikan pelajaran berharga terhadap pentingnya menanamkan rasa
kepedulian yang mendalam di setiap jiwa anak-anak sedini mungkin. Orang
tua sebagai pendidik utama dan pertama di dalam lingkungan keluarga sudah
saatnya mengambil tindakan nyata dalam mendidik buah hatinya terutama
dalam mengasah kepekaan sosial. Mulai dari rumah, orang tua dapat
membangun jiwa peduli terhadap anak-anaknya dengan cara yang
menyenangkan dan kreatif. Hal ini bisa dimulai dari reaksi spontan yang
biasa dilakukan oleh orangtua saat melihat anaknya sakit atau merasa
prihatin ketika ada tetangga yang tertimpa musibah (Brouwer dkk, 2010).
Upaya tersebut diharapkan dapat melahirkan generasi muda yang lebih
mengedepankan sikap prososial di lingkungannya nanti baik dengan teman-
temannya, guru, orang tua maupun orang lain. Jika hal ini dilakukan, bukan
tidak mungkin beberapa tahun kedepan akan lahir generasi muda yang
kreatif dalam melakukan tindakan tolong menolong, banyak membuat
program-program sosial yang akan mendatangkan banyak manfaat serta
menumbuhkan pemimpin-pemimpin muda yang lebih peka terhadap keadaan
anggotanya.

1. Pengertian kepedulian
Kepedulian merupakan salah satu bagian dari sekian banyak bentuk
perilaku atau karakter manusia yang dibangun demi mendatangkan
kebaikan untuk diri sendiri dan hal-hal disekitarnya. Namun seiring
dengan meningkatnya perilaku-perilaku yang bertolak belakang dengan
jiwa gotong royong manusia Indonesia saat ini, maka dinilai penting
untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman kita tentang definisi
kepedulian itu sendiri. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
kepedulian berasal dari kata “peduli” yang memiliki arti memperhatikan,
menghiraukan, dan mengindahkan. (KBBI, 2017)

Gambar 4. Gambaran sederhana sikap peduli pada anak


Sumber : http://portalmadura.com/bunda-ini-3-cara-efektif-ajarkan-anak-sikap-
peduli-sejak-dini-73786

67
Indonesian Heritage Foundation (IHF) sebuah sekolah yang
berbasis pengembangan pendidikan karakter juga memberikan fokus
pada pengembangan perilaku peduli sebagai salah satu pilar dari
sembilan pilar karakter dalam Kurikulum Holistik Berbasis Karakter
(Ratna Megawangi, 2010). Hal ini menguatkan bahwa karakter peduli
atau kepedulian merupakan karakter penting yang wajib diberikan
pembinaan bagi setiap manusia khususnya para generasi muda. Hal
tersebut juga sejalan dengan media daring yang berfokus pada
pengembangan pendidikan karakter anak yakni The Character
Education, Guidance, Lifeskills dari (www.livewiremedia.com) dimana
mengidentifikasi manusia yang berkarakter baik adalah manusia yang
memiliki ciri-ciri salah satunya ialah caring atau menunjukan
kepedulian kepada sesama dan suka menolong.
Dalam pandangan psikologis, perilaku peduli biasanya dikaitkan
dengan perilaku prososial (Sarwono, 2002). Perilaku ini mengacu pada
niatan atau hasrat seseorang untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan keuntungan sesuatu apapun. Tindakan prososial memang
membutuhkan kepekaan yang tinggi dan rasa pengorbanan yang ikhlas
dalam melakukan tindakan yang akan dilakukan. Oleh karena itu
diperlukan pembelajaran yang konsisten oleh orang terdekat seperti
halnya keluarga. Selain itu hampir sama dengan yang dikatakan oleh
Sarwono, sikap peduli juga merupakan salah satu aspek yang juga
terdapat dalam sikap empati. Sikap peduli yang dimaksudkan adalah
sikap yang dimilki seseorang untuk memberikan perhatian terhadap
sesama maupun lingkungan sekitarnya (Baron dan Byrne, 2005)
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kepedulian, maka kita dapat
memahami bahwa kepedulian merupakan sikap prososial yang dapat
mendatangkan kebahagiaan batin bila dilakukan secara ikhlas tanpa
mengorbankan kepentingan orang lain.

2. Bentuk-bentuk kepedulian

Dalam beberapa penelitian, sikap atau karakter kepedulian sangat


memberikan pengaruh baik terhadap berbagai perilaku baik atau upaya
dalam meningkatkan suatu perilaku positif. Misalnya saja dalam hal
peningkatan prestasi akademik. Seorang siswa yang mendapatkan
suntikan kepedulian dari orang tuanya dalam proses belajarnya makan
akan menghasilkan perilaku belajarnya ke arah yang lebih positif. Hal ini
pun didukung oleh adanya hasil belajar siswa yang juga meningkat
seiring dengan pemberikan stimulus atau sikap peduli pada siswa
tersebut (Sugih, 2013). Selain itu, adanya tokoh kuat dalam proses

68
internalisasi juga sangat memberikan pengaruh bagi munculnya seperti
orang tua, guru, teman atau tokoh masyakarakat. Seperti halnya di
sekolah, penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara
sikap guru dan perilaku peduli sosial siswa di sekolah (Busyaeri, 2010).
Melihat betapa pentingnya kepedulian sebagai salah satu karakter
yang wajib ditanamkan bagi anak-anak sedini mungkin, orang tua
sebagai role model pun diharapkan juga mampu memahami bentuk-
bentuk kepedulian yang bisa diterapkan mulai dari ranah keluarga.

a. Kepedulian terhadap lingkungan


Lingkungan sebagai tempat bernaung manusia dalam menjalani
kehidupan ini sangat berperan penting dalam memberikan kebaikan di
setiap aspeknya. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan RT, RW,
lingkungan sekolah, hingga lingkungan semesta yang lebih luas. Peduli
lingkungan merupakan sikap manusia dalam memberi perhatian khusus
dan konsisten dalam menjaga dan merawat setiap aspek lingkungan
tersebut beserta isinya. Adapun bentuk peduli lingkungan yang dapat
diajarkan kepada anak sedini mungkin dalam kehidupan sehari-hari yakni
buang ari besar dan kecil di WC, membuang sampah pada tempatnya,
membersihkan halaman sekolah, tidak memetik bunga di taman, tidak
menginjak rumput di taman serta menjaga kebersihan rumah
(Kemendiknas, 2010).

Gambar 5. Suasana ibu yang mengajarkan anaknya menanam tanaman di halaman


Sumber : http://dealovastory.com/4-cara-mengajarkan-sikap-peduli-anak-sejak-dini

69
b. Kepedulianterhadap sosial
Kepedulian sosial adalah sebuah tindakan, bukan hanya sebatas
pemikiran atau perasaan. Tindakan peduli sosial tidak hanya tahu sesuatu
yang yang salah dan benar, tapi ada kemauan melakukan gerakan
membantu orang lain. Dengan memiliki jiwa sosial yang tinggi, anak
didik akan lebih mudah bersosialisasi serta akan lebih dihargai.
Pembentukan jiwa sosial anak didik dapat dilakukan dengan mengajarkan
dan menanamkan nilai-nilai kepedulian sosial melalui kegiatan yang
bersifat sosial, melakukan aksi sosial, dan menyediakan fasilitas untuk
menyumbang (Kurniawan dalam Busyaeri, 2010)

Gambar 6. Menjenguk teman yang sakit merupakan salah satu kepedulian sosial
Sumber : http://syifaoktavia07.blogspot.co.id/2013/05/sikap-peduli-coboy-junior-
terhadap.html

3. Metode untuk menanamkan karaker peduli pada anak usia dini.

Dalam masing-masing pilar pendidikan, akan ada dua jenis


pengalaman belajar yang dibangun melalui dua pendekatan yakni
intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana
interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dengan menerapkan
kegiatan yang terstruktur. Agar proses pembelajaran tersebut berjalan
dengan berhasil, peran guru sebagai sosok panutan sangat menentukan.
Sedangkan di lingkungan keluarga dan masyarakat, intervensi dilakukan
dengan memberikan contoh pembelajaran melalui perilaku terpuji dan
karakter yang baik (Sulistyowati, 2012).
Strategi internalisasi karakter kepedulian terhadap anak memang
bukanlah hal yang mudah dan cepat dilakukan kemudian mengarapkan

70
hasilnya dengan instan saat itu juga. Perlu waktu dan konsistensi orang
tua sebagai role model di dalam keluarga dalam memberikan treatment
kepada anak dalam hal ini. Adapun strategi tersebut bisa dilakukan
melalui tiga bentuk strategi sebagaimana yang biasa dilakukan di dalam
institusi pendidikan lainnya yakni melalui kegiatan rutin, melalui
keteladanan dan melalui kegiatan yang spontan (Mukminin, 2014).
a. Kegiatan rutin
Bentuk kegiatan rutin yang dapat dilakukan orang tua dalam
menanamkan nilai-nilai kepedulian pada anak antara
lainmembuat mainan edukasi pengenalan sikap peduli atau juga
dengan mengajak anak ke rumah teman atau saudara yang sakit
atau meninggal. Orang tua juga bisa mengajarkan anak
berterima kasih kepada penjaga sekolah yang setiap hari ada di
depan gerbang sekolah dan memberikan bekal lebih kepada
teman di sekolah yang membutuhkan dan mengajarkan untuk
meminjamkan mainan kepada temannya (Mulyatiningsih, 2012).
Selain itu, orang tua juga dapat membelikan anak binatang
peliharaan seperti ikan, kelinci atau kucing dalam rangka
menerapkan kepedulian terhadap sesama mahluk ciptaan Tuhan.

Gambar 7. Memelihara hewan merupakan cara unik mengajarkan kepedulian


Sumber : https://pratiwinia.wordpress.com/2012/08/27/manfaat-memelihara-hewan-bagi-
anak/

b. Kegiatan keteladanan
Anak sebagai peniru ulung karakter dan gelagat orang tua
menjadi poin penting yang harus diperhatikan bagi para orang
tua dalam setiap bertindak (Lickona, 1991). Oleh karena itu,
orang tua juga perlu memberikan sebuah bentuk keteladanan

71
yang bisa ditanamkan kepada anak seperti halnya orang tua
memberikan masakan kepada tetangga jika dirasa memasak
berlebihan. Orang tua juga bisa mengajak anak memberikan
masakan tersebut ke rumah tetangga. Selain itu, orang tua juga
bisa mengajarkan anak dengan cara sederhana seperti
membuang sampah pada tempatnya, memberikan tempat duduk
kepada lansia atau orang dengan skala prioritas lainnya saat
mengajak anak jalan-jalan dengan KRL.

Gambar 8. Orangtua dapat mengajarkan anak memberikan tempat duduk prioritas di Kereta
Sumber :http://sharingdisini.com/2014/12/04/3-alasan-ibu-hamil-harus-diberi-tempat-
duduk/

c. Kegiatan spontan
Dalam proses belajar, adakalanya anak diberikan perlakuan
yang sifatnya spontan atau dadakan. Hal tersebut dinilai akan
menghindarkan anak dari suasana bosan, mudah menebak
pembelajaran dan cenderung tidak tertarik lagi. Perlu adanya
inovasi yang sifatnya spontan oleh orang tua. Walaupun sifatnya
spontan, orang tua pun diharapkan juga sudah merencanakan hal
spontan tersebut dari jauh-jauh hari. Hal ini dilakukan demi
mendapatkan dampak yang juga sama besar dengan dua bentuk
kegiatan lainnya diatas. Adapun salah satu bentuk hal spontan
tersebut yakni orang tua mengajak anak tanpa memberitahukan
sebelumnya untuk pergi ke panti jompo, panti asuhan, atau PMI
untuk memberikan sedikit sumbangan sekaligus jalan-jalan.
Dengan begitu anak pun merasakan pengalaman yang
menyenangkan dalam menerapkan kepedulian antar sesamanya.
Orang tua pun juga perlu memberikan teguran jika anak

72
melakukan kesalahan di rumah sebagai bukti kepedulian orang
tua kepada perkembangan dan perilaku anak (Sari, 2014).

Gambar 9. Mengajak anak berkunjung ke Panti Asuhan dapat menumbuhkan sikap


peduli
Sumber :http://enciharmoni.blogspot.co.id/2014/08/berkunjung-ke-panti-
asuhan.html

4. Media untuk menanamkan kepedulian pada anak usia dini.

Dewasa ini banyak cara untuk menanamkan kepedulian pada anak


usia dini. Mulai dari yang bersifat manual hingga digital atau elektronik.
Kecanggihan teknologi dan informasi yang kini menjadi “penguasa” pun
memberikan manfaat keragaman bagi para orang tua dalam memberikan
alternatif pembelajaran kepedulian bagi anak. Namun, kreatifitas
merupakan sumber yang penting dalam mengelola dan membuat media
untuk menanamkan karakter kepedulian bagi anak-anak.
a. Poster
Ditinjau dari segi kepraktisan membuatnya, para pendidik dapat
memanfaatkan media poster dalam menanamkan sikap
kepedulian bagi anak (Maiyena, 2013). Orang tua pun dapat
membuat, menggambar hingga mendesain sendiri konsep kreatif
tentang kepedulian yang dapat diperlihatkan bagi anak.

73
Gambar 10. Poster sebagai media penanaman karakter
Sumber :http://www.grafis-media.website/2017/05/contoh-poster-pendidikan.html

b. Board Game atau Papan Permainan


Permainan merupakan hal yang menyenangkan bagi setiap anak.
Permainan yang asyik dan seru membuat anak antusias dalam
memainkannya. Permainan edukatif yang saat ini marak
disediakan oleh beberapa instansi pun dinilai mampu
meningkatkan karakter positif yang ditujukan dalam permainan
tersebut.

Gambar 11. Board Game sebagai media penanaman karakter


Sumber : https://www.duniaku.net/2014/12/14/kpk-kummara-rilis-dua-board-
game-antikorupsi/

c. Buku Dongeng atau Buku Cerita


Orang tua jaman dahulu telah banyak menanamkan karakter-
karakter baik melalui cerita-cerita legenda maupun cerita rakyat

74
yang berkembang di sekitar kita. Buku sebagai sarana
pengembangan media literasi membuat anak semakin semangat
dalam mempelajari karakter kepedulian

Gambar 12. Buku dongeng sebagai media penanaman karakter


Sumber :http://www.antaranews.com/berita/642107/bpjs-tk-luncurkan-buku-
dongeng-sosialisasikan-jaminan-sosial

d. Film
Bagi para sineas perfilman, film bukanlah suatu karya biasa.
Film biasanya dibuat sebagai penggambaran suasana keresahan
hati si pembuatnya. Makna dalam film yang menarik dan
menyentuh hati akan membuat para penonton ikut hanyut di
dalamnya. Oleh karena itu, film merupakan media yang tidak
hanya sebagai tontonan tetapi diharapkan bisa menjadi tuntunan

Gambar 13. Film sebagai media penanaman karakter


Sumber :https://www.pwmu.co/24872/2017/02/terobosan-muhammadiyah-gresik-
bedah-film-di-sekolah-untuk-tanamkan-pendidikan-karakter/

75
e. Aplikasi daring maupun luring
Pembuatan aplikasi daring maupun luring juga dapat dijadikan
sebagai media penanaman karakter bagi anak. Namun, ada
baiknya orang tua pun selalu mendampingi anak dalam
menggunakan perangkat ini. Orang tua yang bijak tidak hanya
memberikannya tetapi juga mengarahkannya.

Gambar 14. Aplikasi di gawai elektronik sebagai media penanaman karakter


Sumber :https://id.techinasia.com/tips-menjaga-anak-di-sosial-media

f. Lagu, Jingle , Mars


Kebiasaan anak yang mudah mengingat lagu merupakan
peluang bagus dalam membuat media penanaman karakter. Lirik
yang santai, penuh makna namun ringan akan menjadikan anak
mudah mengingatnya. Menambahkan gerakan pada lagu saat
dinyanyikan pun adalah sesuatu yang menyenangkan dan
atraktif bagi anak-anak.

C. Ringkasan
Kepedulian merupakan sikap prososial yang dapat mendatangkan
kebahagiaan batin bila dilakukan secara ikhlas tanpa mengorbankan
kepentingan orang lain. Bentuk-bentuk kepedulian yakni kepedulian
terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap sosial. Kepedulian terhadap
lingkungan adalah sikap manusia dalam memberi perhatian khusus dan
konsisten dalam menjaga dan merawat setiap aspek lingkungan tersebut
beserta isinya

76
Bentuk peduli lingkungan yang dapat diajarkan kepada anak sedini
mungkin dalam kehidupan sehari-hari yakni buang ari besar dan kecil di
WC, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan halaman sekolah,
tidak memetik bunga di taman, tidak menginjak rumput di taman serta
menjaga kebersihan rumahKepedulian terhadap sosial adalah sebuah
tindakan, bukan hanya sebatas pemikiran atau perasaan. Tindakan peduli
sosial tidak hanya tahu sesuatu yang yang salah dan benar, tapi ada kemauan
melakukan gerakan membantu orang lain
Pembentukan jiwa sosial anak didik dapat dilakukan dengan
mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kepedulian sosial melalui kegiatan
yang bersifat sosial, melakukan aksi sosial, dan menyediakan fasilitas untuk
menyumbang
Strategi pembentukan sikap peduli terhadap anak dilakukan melalui tiga
bentuk strategi sebagaimana yang biasa dilakukan di dalam institusi
pendidikan lainnya yakni melalui kegiatan rutin, melalui keteladanan
dan melalui kegiatan yang spontan

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
5. Apa yang anda ketahui dari sikap peduli ?
6. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap peduli terhadap anak ?
7. Sebutkan bentuk sikap peduli yang sering anda ajarkan kepada anak ?
8. Apa kendala dan bagaimana solusi anda dalam menerapkan sikap
peduli terhadap anak ?
9. Sebutkan strategi sikap peduli beserta contohnya masing masing 2?

E. Referensi
Busyaeri, Akhmad. 2010. Pengaruh Sikap Guru Terhadap Pengembangan
Karakter (Peduli Sosial) Siswa di MI Madinatunnajah Kota Cirebon.
IAIN Syekh Nurjati, Cirebon
Baron, R.A. dan Byrne. D. 2005. Psikologi Sosial. Jilid 2. Alih Bahasa :
Ratna Djuwita. Edisi kesepuluh. Jakarta: Erlangga
BPS. 2014. Angka Partisipasi Sekolah. Diunduh dari
http://www.bos.go.id/linkTableDinamis/view/id/1054

77
Brouwer, Werner B.F, Bobinac, Ana, Job A, N, Exel, Van, Rutten, Frans
F.H. 2010. Caring for and caring about : Disentangling the caregiver
effect and the family effect. Journal of Health Economics 29 (10).
Netherlands.
http://news.detik.com/berita/1660596/guru-biarkan-mencontek-sekolah-jadi-
persemaian-bibit-koruptor diunduh pada 03 Agustus 2017
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-
pendidikan/11/06/05/lmbhj6-guru-paksa-murid-terpintar-berikan-
contekan-un-ke-seluruh-siswa diunduh pada 03 Agustus 2017
https://www.livewiremedia.com/ diunduh pada 03 Agustus 2017
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2017. Peduli. Diunduh dari
https://kbbi.web.id/peduli
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum. 2010. Bahan pelatihan : Penguatan Metodologi
Pembelajaran berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk
Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta : Pusat Kurikulum.
Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can
Teach Respectand Responsibility. New York, Toronto, London,
Sydney, Aucland: Bantam books.
Mukminin, Amirul. 2014.: Strategi Pembentukan Karakter Peduli
Lingkungan di Sekolah Adiwiyata Mandiri. IAIN Sulthan Thahah
Saifuddin .TA‟DIB Vol XIX No.02, Jambi)
Mulyatingsih, Endang. 2012. Analisis Model-Model Pendidikan Karakter
Untuk Usia Anak-Anak, Remaja dan Dewasa. FT UNY, Yogyakarta.
Panuntun, Sugih. 2013. Pengaruh Kepedulian Orangtua terhadap Perilaku
Belajar Siswa Kelas.Jurnal Pendidikan Ekonomi IKIP Veteran
Semarang Vol. 01. No. 01
Pratiwi Wahyu, Ika. 2017. Psychology for Daily Life. Jakarta: Rajawali Pers
Ratna Megawangi. 2010. Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter di
PAUD. Makalah disampaikan dalam seminar nasional: Strategi dan
Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa di Tingkat Satuan
Pendidikan. Balitbang Kemendiknas, Tanggal 28-29 Agustus 2010

78
Sari, Yuni Maya. 2014. Pembinaan Toleransi dan peduli Sosial dalam
Upaya Memantapkan Watak Kewarganegaraan (civic disposition)
Siswa. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Volume 23 No.1. UPI Bandung
Sarwono, Sarlito. 2002. Psikologi Sosial, Individu, dan Teori-Teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Sulistyowati, Endah. 2012. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: Citra Aji Parama
Wiwoho, L. 2015. Jumlah kecelakaan mudik turun, pelanggaran lalu lintas
naik. Kompas. Diunduh dari
http://nasional.kompas.com/read/2015/07/21/18553171/Jumlah.Kecela
kaan.Mudik.Turun.Pelanggaran.Lalu.Lintas.Naik
Maiyena, Sri. 2013. Pengembangan Media Poster Berbasis Pendidikan
Karakter Untuk Materi Global Warming. Jurnal Materi dan
pembelajaran Fisika Vol. 3 No. 1.

79
for notes:

...........................................................................................................................

80
BAB

7
MENDIDIK KEMANDIRIAN DALAM
KELUARGA

A. Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kemandirian
2. Menguraikan bentuk-bentuk kemandirian
3. Mendeskripsikan faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Karakter
Mandiri pada Anak Usia Dini

B. Uraian Materi
Pernahkah anda mendengar istilah “gen Z” ? atau “gen X”. Istilah
tersebut merupakan suatu singkatan dari generasi Z atau generasi X.
Generasi X, Y dan Z adalah pengelompokan generasi seseorang berdasarkan
tahun seseorang dilahirkan. Generasi X adalah mereka yang lahir pada tahun
1960 – 1984, generasi Y melekat pada mereka yang lahir pada tahun 1984 –
1992, dan generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1992 hingga era
2000-an. Pengelompokan ini tidak semata-mata terjadi tanpa sebab akibat.
Adanya gap atau jarak di tiap generasinya ternyata memberikan dampak
pada kepribadian orang tersebut. Generasi Z sebagai generasi yang kini
keberadaannya mungkin berada di usia sekolah termasuk anak-anak kita
adalah generasi yang memiliki kepribadian fleksibel, openminded, dan
cenderung manja membuat para orangtua sering kali kewalahan dalam
mengasuh dan mendidik mereka. Pasalnya, generasi Z sangat erat kaitannya
dengan berkembangan teknologi informasi yang sangat besar dan membuat
mereka merasa lebih mudah untuk mendapatkan segala hal yang mereka
inginkan. Hal tersebut jauh berbeda dengan keadaan gen X apalagi generasi

81
baby boomer (lahir tahun 1940 – 1960) yang sangat keras merasakan
perjuangan dalam memperoleh sesuatu atau jika orang tua sering
mengatakan “Jangankan internet, untuk makan pun sulit”.
Segala bentuk kemudahan-kemudahan yang kini dinikmati kita saat ini
memang kadang memberikan manfaat tersendiri dalam melakukan sesuatu.
Sebagai contohnya, anak-anak tidak perlu membawa buku pelajaran yang
beratnya bisa setara batuan sungai saat diletakan tas karena kini sudah
tersedia buku eletronik yang dapat diakses melalui telepon genggam atau
gawai mereka. Namun sebaliknya, tidak jarang juga anak-anak menjadi
terlalu dimanjakan oleh sesuatu yang sifatnya instan. Seperti halnya dalam
membeli makanan, anak-anak hanya tinggal memesan makanan melalui
gawai mereka walaupun sebenarnya jarak pedagang makanannya hanya
beberapa meter saja. Anak-anak menjadi lebih malas untuk bergerak dan
lama kelamaan berakibat pada bobot tubuh yang semakin tidak ideal.
Generasi Z seakan menjadi tidak berdaya jika apa yang mereka lakukan
lepas dari gawai elektronik mereka.

Gambar 1. Obesitas pada anak, akibat gaya hidup instan masa kini
Sumber : http://obesitaspadaanak.com/

Kemalasan lain yang juga menjadi perhatian di dunia pendidikan


adalah pada saat kegiatan pendaftaran mahasiswa baru di beberapa
perguruan tinggi. Banyak remaja yang tingkatannya sudah menyandang
predikat calon mahasiswa masih sulit terlepas dari peran orangtuanya salah
satunya yakni mendaftar kuliah. Hal tersebut mencerminkan
ketidakmandirian dan ketidakpercaya-dirian yang masih banyak dijumpai
pada remaja menjelang usia dewasa awal. Tak jarang ketidakpercaya-dirian
dan ketidak mandirian mereka sudah ditunjukan mulai dari proses seleksi
tertulis perguruan tinggi dan pemberkasan calon mahasiswa. Proses yang
seharusnya dilakukan oleh mereka yang akan menjadi mahasiswa tetapi
malah dikerjakan oleh para orangtua yang sibuk dan berdalih kekhawatiran
semata atas kebaruan informasi dan medan yang akan ditempuh oleh anak

82
mereka. Secara jelas dan nyata, dalam hal ini orangtua tidak memberikan
ruang tersendiri bagi anaknya untuk merasakan pengalaman berharga dalam
hidup mereka dan cenderung tidak menanamkan kemandirian sejak sedini
mungkin.

Gambar 2. Sejumlah orangtua sibuk pada masa penerimaan siswa baru


Sumber : http://news.fajarnews.com/read/2016/07/15/12162

Terkait dengan beberapa fenomena kemalasan-kemalasan yang banyak


terjadi di sekitar kita, perlu adanya perhatian khusus dalam penanaman sikap
kemandirian pada generasi muda di Indonesia. Kita sepertinya perlu berkaca
kembali apa yang telah dilakukan keluarga kita di rumah sudah
mencerminkan sikap mandiri atau belum. Keluarga sebagai lingkungan yang
paling dekat dengan anak merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh
dalam penanaman sikap mandiri ini (Retnowati, 2007). Anak-anak yang
mandiri sejak usia dini juga akan menjadi remaja yang tumbuh sebagai
pribadi yang mengetahui segala konsekuensi dari larangan dan aturan yang
ada di masyarakat (Furqon, 2010). Oleh karena itu, sudah saatnya keluarga
yang memiliki fungsi pendidikan di dalam rumah juga turut andil dalam
menanamkan karakter kemandirian pada anak sejak usia dini.

1. Pengertian kemandirian

Penerapan nilai-nilai kemandirian terhadap di sebuah keluarga


membutuhkan waktu yang tidak singkat dan konsistensi dari orang tua
sebagai pelaksana dan inisiator sebuah program ini. Sebelum
menjalankannya dalam keluarga, orang tua perlu memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam pengertian sikap kemandirian itu sendiri.
Beberapa pengertian yang diambil dari berbagai perspektif para ahli di

83
bidang pengembangan kepribadian dan karakter manusia perlu dipahami
sebagai dasar sebelum melangkah pada proses pembentukan karakter
kemandirian di dalam keluarga.
Dalam tujuan pendidikan nasional, karakter mandiri merupakan
salah satu dari 18 karakter yang wajib dikembangkan dan dijadikan
perhatian khusus dalam pengembangan peserta didik di institusi
pendidikan seluruh Indonesia (Kemendiknas, 2011). Hal tersebut juga
menguatkan bahwa Bangsa Indonesia menginginkan generasi mudanya
tumbuh sebagai pribadi yang dapat berdiri sendiri seperti cita-cita pendiri
bangsa yakni Indonesia harus dapat menjadi bangsa yang “Berdikari”
atau berdiri di atas kaki sendiri. Cita-cita pendiri bangsa yang sangat kuat
dalam menumbuhkan sikap mandiri pada generasi muda sangat erat
kaitannya dengan melimpahnya sumber daya alam dan sumber daya
manusia menuju era Indonesia Emas pada tahun 2045 atau bertepatan
dengan 100 tahun Indonesia merdeka.
Pandangan sikap kemandirian dalam ranah pendidikan juga
setidaknya telah jauh dan dalam ditelaah oleh para ahli di bidang
psikologi kepribadian. Kemandirian sebagai power juga dinilai penting
untuk ditumbuhkan pada diri setiap manusia khususnya sebagai bagian
utama sebuah pendidikan. Menurut para konstruksivistis Piagetian
berpendapat bahwa kemandirian merupakan kemampuan untuk
mengambil keputusan suatu hal secara independen atau tanpa paksaan
dan dorongan orang lain (Kamii & Housman, 2000). Pendapat tersebut
menyiratkan bahwa pendidikan harus mampu mendorong, menumbuhkan
serta mendorong para peserta didik ke arah yang inovatif dan menjadi
pribadi yang independen dan unik, jauh dari sebuah ketergantungan.
Hasil kajian teori kepribadian oleh Murray dan dikembangkan
Gough dan Heilbrun pada tahun 1983, kemandirian dinilai sebagai suatu
kebutuhan manusia untuk bertindak secara independen atau merdeka dari
segala aspek sosial dan ekspektasi lain yang ikut mengintervensi (Hmel
& Pincus, 2002). Jika sikap kemandirian dipandangan sebagai sebuah
need , maka dapat dipastikan setiap manusia setidaknya harus dapat
memenuhinya agar terhindar dari basic anxiety atau kecemasan dalam
hidup. Sebagai contohnya, orang yang tidak dapat mandiri akan
mengalami kecemasan untuk dapat terus bergantung pada suatu hal atau
orang lain. Kecemasan yang terus berulang, tanpa disadari akan menjadi
neurotic yang dapat mengganggu kepribadian seseorang terhadap dirinya
maupun lingkungan sekitarnya.

84
Gambar 3. Kecemasan pada anak muncul sebagai kompensasi kurangnya rasa mandiri
Sumber : http://nakita.grid.id/Balita/Ini-Tanda-Anak-Memiliki-Gangguan-Kecemasan

Kemandirian oleh sebagian ilmuwan juga dinilai sebagai suatu


tingkah laku pada individu yang mengharuskan individu tersebut
melakukan suatu hal secara seorang diri (Steinbergh dalam Patriana,
2007). Pandangan tersebut tidak juga mengatakan bahwa pribadi yang
mandiri adalah pribadi yang keluar dari kodratnya sebagai mahluk sosial.
Predikat mahluk sosial selamanya dan akan terus melekat pada diri setiap
manusia dimanapun ia berada. Ketentuan bersikap independen dan
mandiri harusnya diilhami seseorang untuk tetap bijak menjalankan
sesuatu sebagai koridor yang dapat dijadikan batasan dalam hidup.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu contohnya. Saat kita
merasa lapar, kita akan secara otomatis dan mandiri mencari makanan
sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Tetapi saat kita ingin makan
bersama kolega sekaligus membahas sebuah projek, kita pun
membutuhkan saran untuk mencari tempat makan yang nyaman agar
dapat menunjang obrolan saat pertemuan nanti. Kemandirian akan
semakin terasah saat kita mampu bersikap otomatis tanpa ada paksaan
atau perintah dari pihak lain.
Pada intinya kita akan semakin merujuk pada satu kesepakatan
bahwa perilaku atau sikap kemandirian merupakan karakter yang muncul
sebagai suatu kekuatan yang memberikan diri kita pilihan baik dalam
pengambilan keputusan maupun tindakan. Kekuatan karakter mandiri
pada seseorang sangatlah bergantung pada kebiasaan penerapannya (akan
dibahas di sub bahasan selanjutnya). Oleh karena itu, dalam proses

85
penerapannya, segala bentuk intervensi dan pihak yang melakukannya
agar menjadi perhatian secara sistematis dan terukur.

2. Bentuk kemandirian pada anak usia dini

Gambar 4. Pada usia 0 – 2 tahun, anak sangat senang memasukan benda-benda kedalam
mulut
Sumber : buku Theories of Personality, Feist dan Feist (2013)

Pada dasarnya setiap manusia yang lahir telah memiliki kemampuan


kemandirian dalam dirinya. Hanya saja kekuatannya sangatlah kecil
sesuai dengan usia tumbuh kembangnya. Misalnya saja pada usia 0-2
tahun atau biasa disebut dengan fase pra-genital tepatnya pada oral
period. Bayi pada usia tersebut sudahlah mengerti arti kenikmatan bagi
dirinya seperti memasukan jari kedalam mulut, menggaruk saat gatal
hingga menggigit puting ibunya merupakan dorongan yang muncul
akibat adanya need atau kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi.
Dorongan tersebut secara tidak sadar sebenarnya telah menumbuhkan
sikap autonomy yang otomatis dilakukan untuk memenuhi need tersebut
(Feist & Feist, 2013). Begitu pun di masa perkembangan selanjutnya.
Dalam perjalanannya, orang tua pun turut memberikan intervensi pada
anaknya agar anak merasa tidak candu dalam setiap pemenuhan
kebutuhan bagi dirinya.

86
Kemandirian pada anak usia dini dapat ditemukan pada saat anak
berusia 2 – 4 tahun di masa perkembangannya (Hurlock, 2002). Sesuai
masa perkembangannya, anak di usia tersebut masuk dalam anal and
phalic period (fase kelamin dan fase dubur) (Feist dan Feist, 2013). Fase
tersebut biasanya ditandai dengan kebiasaan anak untuk buang air besar
dan buang air kecil, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, hingga
kesukaannya memegang alat kelamin. Hal itu sangatlah wajar dialami
oleh setiap anak yang melewati fase tersebut. Selain itu, pada usia ini
anak pun sedang berlatih menghapal banyak sekali kosakata dalam
bahasa yang ia gunakan sehari-harinya (King, 2014). Oleh karena itu,
peran orang tua sangatlah menentukan dalam setiap kegiatan yang
dilakukan oleh anak-anak pada masa perkembangan ini.

Gambar 5. Toilet Training, sebuah solusi bagi orangtua mengajarkan kemandirian


pada anak usia dini

Sumber : buku Theories of Personality, Feist dan Feist (2013)

Keberadaan orang tua sebagai pendidik utama dan pertama di dalam


keluarga merupakan sumber belajar dan role model yang akan dijadikan
panutan dalam mengembangkan karakter yang timbul pada fase tersebut.
Tipe pola asuh orang tua (Santosa & Marheni, 2013) dan kelekatan
orangtua dan anak (Dewi & Valentina, 2013) saat menanamkan sikap
kemandirian pada anaknya sangatlah menentukan output karakter
mandiri itu sendiri. Orang tua yang demokratis dalam mengajarkan etika
dan aturan yang baik pada saat buang air besar dan kecil akan

87
memberikan rasa nyaman dan pemahaman yang baik pada anaknya. Hal
ini pun menimbulkan kesadaran bagi anak untuk dapat ikut
melaksanakannya dan menjadikan pelajaran tersebut sebagai kebiasaan
yang baik dan menyenangkan. Begitu juga dengan mengajarkan
pentingnya mencuci tangan. Orang tua yang otoriter pada anak akan
menimbulkan rasa “deg-degan”, takut, dan khawatir saat proses mencuci
tangan. Akibatnya di masa depan anak akan cenderung perfeksionis dan
terlalu higienis jika menyentuh sedikit kotoran.
Bentuk kemandirian lain yang sering timbul pada masa anak usia
dini diantaranya membereskan mainannya sendiri setelah digunakan,
makan sendiri, memilih pakaian mana yang hendak dipakai hari ini,
memakai baju sendiri, menyisir rambut sendiri, mandi sendiri pada
waktunya, ikut berbelanja ke pasar bersama ibunda serta hal lain yang
bersifat sederhana di dalam rumah. Kegiatan yang dilakukan secara
menyenangkan tanpa paksaan apalagi amarah akan mampu membuat
nyaman pada anak dalam ikut serta proses belajar tersebut. Sehingga
nantinya pada masa remaja, anak akan merasa mampu dan percaya diri
dalam melakukan suatu hal tanpa harus diawali dengan paksaan dan
perintah dari orangtua (Williamson, 1982).

(a) (b) (c)


Gambar 6. gambar (a) anak belajar menyisir rambutnya sendiri, gambar (b) anak belajar
mandi sendiri, gambar (c) anak belajar memakai baju sendiri
Sumber : google images dari berbagai sumber

3. Proses pembentukan kemandirian pada anak usia dini

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Castle (2014), dimana


peneltiiannya menunjukan bahwa orang tua harus mampu mengetahui 5
proses pembentukan karakter kemandirian sebagai persyaratan utama

88
yang harus dipenuhi agar dapat memberikan suasana belajar yang positif
bagi anak:

a. Pendidik dalam hal ini orang tua harus mengetahui kebiasaan


belajar anak, kebutuhan anak dan menghargai pendapat anak.
Hal tersebut menjadi penting agar anak tidak merasa dipaksa
dan berjalan mendekati proses yang sangat alamiah
b. Mempersiapkan metode yang tepat dalam melakukan intervensi.
Perlu dirancang sebaik mungkin metode yang dapat orang tua
gunakan dalam mendidik karakter kemandirian ini kepada anak.
Pasalnya, metode yang dekat dengan kegiatan sehari-hari yang
akan menjadi metode efektif dalam mengajarkan kemandirian
pada anak. Seperti halnya beribadah yang dinilai mampu dalam
hal meningkatkan kemandirian dan kecerdasan emosional serta
kecerdasan spiritual pada anak (Djalali & Sabiq, 2012)

Gambar 7. Belajar sholat versi anak usia dini


Sumber : http://iin-aina.blogspot.co.id/2011/04/belajar-sholat-versi-anak-tk-dan-paud.html

c. Mempersiapkan kurikulum atau program yang dapat menggali


minat anak. Program atau kurikulum yang mungkin terbiasa
digunakan di instansi pendidikan seperti sekolah sepertinya
dapat disederhanakan pelaksanaannya di dalam lingkungan
keluarga. Ayah, bunda serta anggota keluarga lain dapat
menyusun rencana dan program keluarga secara rutin dan
insidental dalam melatih karakter kemandirian di dalam rumah.
d. Harus mau dan mampu terbuka dengan lingkungan lain dalam
proses belajar. Dalam prosesnya, keluarga sebagai salah satu
pilar pendidikan bagi anak pun harus terbuka dengan stake

89
holder yang berada di sekitarnya. Seperti halnya teman si anak.
Keluarga dan teman atau tetangga nyatanya dapat menjadi
partner yang bekerjasama dalam menumbuhkan kemandirian
pada anak (Barber & Olsen, 1997). Misalnya dalam hal bermain,
anak bisa diajarkan membereskan mainannya setelah selesai
bermain bersama-sama dengan temannya. Hal ini membuat nilai
kemandirian terpatri dalam hal gotong royong dan kebersamaan.

Gambar 8. Anak diikutsertakan dalam berpendapat di dalam rumah sebagai wujud


menanamkan kemandirian
Sumber : http://intisari.grid.id/Wellness/Psychology/Agar-Anak-Berani-Berpendapat-
2-Curahkan-Waktu-Berkualitas-Untuk-Anak

e. Ajak selalu anak dalam setiap pengambilan keputusan. Anak


tetaplah anak, anak bukanlah orang dewasa yang bentuknya
mini. Pendapat anak didalam rumah pun sebaiknya juga menjadi
suatu bentuk masukan. Hal tersebut akan mengajarkan anak
untuk percaya diri dalam memberikan pendapat dan independen
dalam berpikir.

4. Faktor pendorong dan penghambat karakter mandiri pada anak


usia dini

Pada kenyataannya, menanamkan sikap atau karakter mandiri pada


anak bukanlah hal yang mudah. Hasil penerapannya pun masih ada yang
belum muncul, kadang-kadang muncul tetapi ada pula yang sering
muncul bahkan konsisten melakukannya (Dewi, 2013). Segala bentuk
upaya pun dilakukan oleh orang tua termasuk belajar bagaimana
memahami komunikasi yang antar orang tua dan anak. Apalagi pada
orang tua tunggal, komunikasi merupakan hal yang dominan dalam

90
menerapkan kemandirian pada anak (). Selain komunikasi, terdapat aspek
lain juga tak kalah penting untuk diperhatikan sebagai faktor pendorong
maupun penghambat dalam penerapan karakter mandiri pada anak usia
dini yakni sebagai berikut :
a. Faktor pendorong
Salah satu yang dapat mendorong pembentukan kemandirian
pada anak usia dini adalah adanya perangkat telepon pintar yang
menyediakan layanan belajar mandiri yang menyenangkan bagi
anak. Selain itu keinginan atau motivasi dalam diri anak lebih
berharga dibandingkan motivasi dari luar yang sifatnya reward
(King, 2004). Anak-anak akan lebih ikhlas menjalankan suatu
hal jika dorongannya berasal dari dalam diri. Hal tersebut akan
bertahan lama dibandingkan reward yang hadir dari luar diri
seperti diberi permen, hadiah, ataupun uang. Reward dari luar
akan cepat memberikan rasa jenuh bagi anak jika ia terus
menerus mendapatkannya dan cenderung menjadikan
kepribadiannya sebagai pribadi yang transaksional.

Gambar 9. Anak yang transaksional hanya akan melakukan sesuatu jika ada reward
Sumber : https://www.vebma.com/hubungan/Cara-Simple-Mendidik-Anak-Agar-Tidak-
Menjadi-Anak-Matre/738

b. Faktor penghambat
Seperti dua mata koin, alat komunikasi yang canggih tidak
hanya menimbulkan manfaat bagi anak dalam belajar
kemandirian melalui aplikasi yang mudah dan menyenangkan.
Sebaliknya, gawai pintar yang saat ini sedang booming pun
menjadi faktor penghambat bagi anak untuk melakukan segala
sesuatu dengan bantuan aplikasi. Anak menjadi tidak mandiri

91
dan cenderung bergantung. Sementara itu, pola asuh orang tua
pun ikut menentukan dinamika kepribadian anak. Orang tua
yang menganggungkan uang seringkali menjadi penyebab anak
menjadi lebih manja dan enggan berusaha lebih keras dalam
mendapatkan sesuatu.

Hal lain yang juga dirasa dapat menjadi penyebab faktor pendukung
maupun penghambat penanaman kemandirian pada anak adalah urutan
kelahiran anak di keluarga. Walaupun fenomena family constellation
dianggap sebagai sebuah kejadian yang langka, tetapi urutan kelahiran
anak terkadang juga menjadi penyebab penghambat orang tua mendidik
anak (Rini, 2012). Seperti anak sulung dianggap mampu
mempertahankan tingkat kemandirian, anak tengah mampu
meningkatkan kemandiriannya dengan mencontoh anak sulung, anak
bungsu dan anak tunggal diharapkan mampu mengerjakan tugas-
tugasnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun akhirnya dalam hal
ini, yang paling berpengaruh dalam pembentukan kemandirianadalah
peran orang tua dan orang dewasa di sekitarnya, serta pendidikan yang
senantiasa mendorong anak untuk mencapai kemandiriannya

5. Metode penanaman kemandirian pada anak usia dini


Metode pembiasaan atau penanaman karakter kemandirian pada
anak biasanya terjada melalui beberapa cara. Seperti halnya pada
institusi pondok pesantren sebagai institusi pendidikan berbasis
keagamaan yang juga fokus menanamkan karakter kemandirian
didalamnya (Sanusi, 2012). Anak anak biasanya diajarkan untuk melihat
dan belajar langsung dengan teman sebaya atau orang yang lebih
dewasa. Selanjutnya anak-anak akan dibekali aturan dan kebiasaan yang
mengharuskan mereka belajar mandiri seperti halnya mandi,
membereskan tempat tidur, hingga mencuci pakaian sendiri. Kebiasaan-
kebiasaan tersebut juga perlu ditunjang dengan fasilitas yang tidak
melunturkan pengalaman mereka dalam belajar mandiri. Hal tersebut
merupakan sebuah tahapan yang anak-anak lalui saat keberadaannya
diluar pengawasan orang tua di rumah.

92
Gambar 10. intervensi psikologis dalam perilaku anak membereskan mainan sebagai metode
belajar mandiri
Sumber : https://id.aliexpress.com/w/wholesale-toy-boxes-children.html

Adapun tahapan-tahapan yang dapat dilalui oleh orang tua dalam


mengajarkan karakter kemandirian pada anak khususnya saat tinggal di
rumah yakni sebagai berikut (Dewi, 2013):
1. Tahapan perencanaan. Orangtua harus mampu mengetahui
potensi anak, identifikasi kebutuhan anak, target yang ingin
dicapai dan refleksi orangtua mengenai hasil parenting.
2. Tahapan pelaksanaan. Orangtua dapat menggunakan metode-
metode unik dan kreatif yang dapat langsung diterapkan kepada
anak. Misalnya dengan intervensi psikologis pada perilaku anak
membereskan mainannya. Orang tua dapat menyediakan tempat
mainan bergambar tokoh binatang kesukaan anak. Dengan
begitu, anak senang dalam membereskan mainannya serta
mengumpulkannya di kotak tersebut setelah selesai bermain.
3. Tahapan evaluasi. Orangtua harus peka terhadap penerapan
metode pembiasaan seperti kemampuan menjalankan ibadah,
makan, mengurus diri, mengurus kebersihan diri serta menjaga
lingkungan. Tahapan ini merupakan tahapan yang juga penting
mengingat keberlangsungan dari perilaku yang ingin diterapkan
pada anak dapat tercapai dalam waktu yang lama dan
“mendarah daging”.

C. Ringkasan
Kemandirian merupakan karakter yang muncul sebagai suatu kekuatan
yang memberikan diri kita pilihan baik dalam pengambilan keputusan

93
maupun tindakan. Kemandirian seyogyanya sudah muncul mulai dari anak
usia 0-2 tahun. Bentuk kemandirian yang sering timbul pada masa anak usia
dini diantaranya membereskan mainannya sendiri setelah digunakan, makan
sendiri, memilih pakaian mana yang hendak dipakai hari ini, memakai baju
sendiri, menyisir rambut sendiri, mandi sendiri pada waktunya, ikut
berbelanja ke pasar bersama ibunda serta hal lain yang bersifat sederhana di
dalam rumah
Proses pembentukan kemandirian pada anak usia dini yakni :
mengetahui kebutuhan pada anak – menyiapkan metode – menyiapkan
program – Mau dan mampu terbuka dengan lingkungan lain – mengajak
anak dalam berbagai situasi pengambilan keputusan. Faktor pendorong
dalam penanaman kemandirian pada anak usia dini adalah motivasi dalam
diri yang lebih besar dari reward yang diterima. Faktor penghambat dalam
penanaman kemandirian pada anak usia dini adalah gawai eletronik yang
membuat anak-anak semakin manja. Metode penanaman kemandirian pada
anak usia dini meliputi tahapan perencanaan – pelaksanaan – evaluasi

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari sikap mandiri ?
2. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap mandiri terhadap anak ?
3. Sebutkan bentuk sikap mandiri yang sering anda ajarkan kepada anak
?
4. Sebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam menerapkan
sikap mandiri terhadap anak ?
5. Sebutkan metode kreatif yang anda miliki dalam penanaman
kemandirian pada anak usia dini ?

E. Referensi
Barber, Brian K & Olsen, Joseph A. 1997. Socialization in Context:
Connection, Regulation and Autonomy in the Family, School and
Neighborhood and With Peers. Journal of Adolscent Research, Vol 12.
No. 02. Sage Publications, Inc
Castle, Kathryn. 2004. The Meaning of Autonomy in Early Childhood
Teacher Education. Journal of Early Childhood Teacher Education Vol
25. Elsevier Publication

94
Dewi, Andy Ayu Arisha & Valentina, Tience Debora. 2013. Hubungan
Kelekatan Orangtua-Remaja dengan Kemandirian pada Remaja di
SMKN 1 Denpasar.Jurnal Psikologi Udayana Vol.1, No.1. Universitas
Udayanan, Bali
Dewi, Neng Fika Rumpaka. 2013. Penerapan Metode Pembiasaan Dalam
Menumbuhkan Karakter Kemandirian Anak Usia Dini 5-6 Tahun di
Lingkungan Keluarga. Skripsi. Pendidikan Luar Sekolah UPI Bandung
Djalali, M. As‟ad, & Sabiq, Zamzami. 2012. Kecerdasan Emosi, Kecerdasan
Spiritual dan Perilaku Prososial Santri Pondok Pesantren Nasyrul
Ulum Pamekasan. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia Vol 1. No.2
Feist, J., Feist, G, J., & Roberts, T.A. 2013.Theories of Personality, Eight
Edition. New York : Mc-Graw Hill.
Furqon, Hidayatullah. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban
Bangsa. Yuma Pustaka: Surakarta
Hmel, Beverly A. & Pincus, Aaron L. 2002. The Meaning of Autonomy: On
and Beyond the Interpersonal Circumplex. Journal of Personality
70(3). Blackwell Publishing
Hurlock, Elizabeth B. 2002. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Edisi Kelima). Penerbit Erlangga : Jakarta
Kamii, C., & Housman, L.B. 2000. Young Children Reimvent Arithmetic
(2nd ed). New York, NY : Teachers College Press
Kemendiknas.2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta
King, L.A. 2014. The Science of Psychology: An Appreciative View (3rd Ed).
New York, NY: Mc Graw-Hill International Edition.
Patriana, Pradnya. 2007. Hubungan Antara Kemandirian Dengan Motivasi
Berkerja Sebagai Pengajar Les Privat Pada Mahasiswa di Semarang.
Skripsi. Fakultas Psikologi UNDIP Semarang
Retnowati, Yuni. 2007. Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dalam
Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta). Tesis.
Sekolah Pascasarjana IPB
Rini, Agus Riyanti Puspito, 2012. Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan
kelahiran.Jurnal Pelopor Pendidikan. STKIP PGRI Sumenep

95
Santosa, Ayu Winda Utami & Marheni, Adijanti. 2013. Perbedaan
Kemandirian Berdasarkan Tipe Pola Asuh Orang Tua pada Siswa
SMP Negeri di Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana Vol.1, No.1.
Universitas Udayanan, Bali
Sanusi, Uci. 2012. Pendidikan Kemandirian di Pondok Pesantren.Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Talim Vol 10 No.02. UPI Bandung
Williamson, Donald S. 1982. Personal Authority in Family Experience Via
Termination of The Intergenerational Hierarchical Boundary :Part III-
Personal Authority Defined, amd The Power of Play in The Change
Process. Journal of Marital and Family Therapy

96
BAB

8
MENDIDIK DISIPLIN DALAM
KELUARGA

A. STANDAR KOMPETENSI

Setelah membaca bab ini diharapkan peserta mampu memahami materi


tentang mendidik disiplin dalam keluarga.

B. KOMPETENSI DASAR

Setelah bab ini, diharapkan peserta dapat:


1. Menjelaskan pengertian disiplin.
2. Menjelaskan bentuk disiplin pada anak usia dini
3. Menjelaskan faktor pendorong dan pengahambat kedisiplinan pada anak
usia dini
4. Menguraikan metode menumbuhkan karakter disiplin.
5. Memahami media pembelajaran untuk menumbuhkan karakter disiplin.

C. MATERI
1. Pengertian Disiplin
Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar.
Dari kata ini timbul kata Disciplina yangberarti pengajaran atau
pelatihan.Disiplinberasal dari bahasa Inggris yaitu “disciple” yang
berartipengikut atau murid. Sekarang kata disiplin mengalami
perkembangan makna dalam beberapapengertian. Pertama, disiplin
diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk
padapengawasan, dan pengendalian.Kedua disiplin sebagai latihan
yang bertujuan mengembangkan diri agardapat berperilaku
tertib.Perkataan disiplin mempunyai arti latihan dan ketaatan kepada

97
aturan.Denganmelaksanakan disiplin, berarti semua pihak dapat
menjamin kelangsungan hidup dan kelancarankegiatan belajar,
bekerja, dan berusaha.Kemauan kerja kerasyang kita peroleh dari
disiplin, akanmelahirkan mental yang kuat dan tidak mudah
menyerah walaupun dalam keadaan sulit.
Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:
28) mengartikan kata disiplin adalah latihan batin dan watak dengan
maksud supaya segala perhatian anak selalu mentaati tata tertib di
sekolah.Sedangkan menurut Hurlock (1999: 82) dalam bukunya
Perkembangan Anak mengartikan perilaku disiplin yakni perilaku
seseorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang
pemimipin.Dalam hal ini anak merupakan murid yang belajar dari
orang dewasa tentang hidup menuju kearah kehidupan yang berguna
dan bahagia dimasa mendatang.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
disiplin adalah tata tertib atau peraturan yang harus dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari untuk melatih watak anggota yang ada dalam
lembaga kependidikan.Pokok utama dari disiplin adalah peraturan.

2. Unsur-unsurdisiplin

a) Peraturan

Salah satu unsur pokok disiplin adalah peraturan. Peraturan


adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk menata
tingkah laku seseorang dalam suatu kelompok, organisasi, institusi
atau komunitas. Tujuanya adalah membekali anak dengan pedoman
perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu (Hurlock, 1999: 85).
Peraturan mempunyai dua fungsi yaitu pertama, peraturan
mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada
anak perilaku yang disetujui anggota masyarakat. Misalnya anak
beajar dari peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam
tugas sekolahnya. Bahwa menyerahkan tugas yang dibuatnya
sendirimerupakan satu-satunya metode yang dapat diterima sekolah
untuk menilai prestasi. Kedua, peraturan membantu mengekang
perilaku yang tidak diinginkan. Bila peraturan tersebut merupakan
peraturan keluarga bahwa tidak seorang anakpun boleh mengambil
mainan milik saudaranya tanpa sepengetahuan dan izin si pemilik,
anak segera belajar bahwa hal ini dianggap perilaku yang tidak
diterima karena mereka dimarahi atau dihukum bila melakukan
tindakan terlarang ini. Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi

98
tersebut di atas, peraturan itu harus dimengerti, diingat dan diterima
oleh anak.

b) Kebiasaan-kebiasaan
Kebiasaan ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang
bersifat modern. Kebiasaan tradisional dapat berupa kebiasaan
menghormati dan memberi salam kepada orang tua. Sedangkan yang
bersifat modern berupa kebiasaan bangun pagi, menggosok gigi, dan
sebagainya.
c) Hukuman
Hukuman terjadi karena kesalahan, perlawanan atau
pelanggaran yang disengaja. Ini berarti bahwa orang itu mengetahui
bahwa perbuatan itu salah namun masih dilakukan. Anonymous,
(2003: 157) mengemukakan bahwa tujuan darihukuman adalah
menghentikan anak untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai
dengan aturan yang berlaku agar anak jera baik secara biologis
maupun psikologis. Hukuman mempunyai tiga peran penting dalam
perkembangan disiplin anak. Fungsi pertama adalah menghalangi.
Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan.
Bila anak menyadari bahwa tindakan tertentu akan mendatangkan
hukuman, mereka biasanya urung melakukan tindakan tersebut
karena teringatakan hukuman yang dirasakannya diwaktu lampau
akibat tindakan tersebut. Fungsi hukuman kedua adalah mendidik.
Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa
tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat
hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima
hukuman bila mereka melakukan tindakan yang diperbolekhan.
Aspek edukatif lain dari hukuman yang sering kurang diperhatikan
adalah mengajar anak membedakan besar kecilnya kesalahan yang
diperbuat mereka. Kriteria yang diterapkan anak adalah frekuensi dan
beratnya hukuman. Beratnya hukuman membuat mereka mampu
membedakan kesalahan yang serius dan yang kurang serius. Fungsi
hukuman yang ketiga adalah memberi motivasi untuk menghindari
perilaku yang tidak diterima masyarakat. Pengetahuan tentang akibat-
akibat tindakan yang salah diperlukan sebagai motivasi untuk
menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mampu
mempertimbangkan tindakan alternatif dan akibat masing-masing
alternatif, mereka harus belajar memutuskan sendiri apakah suatu
tindakan yang salah cukup menarik untuk dilakukan. Jika mereka
memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi untuk
menghindari tindakan tersebut.

99
d) Penghargaan
Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam
pengembangan diri dan tingkah laku. Penghargaan tidak harus berupa
materi tetapi dapat juga berupa kata-kata pujian atau senyuman.
Penghargaan mempunyai tiga peranan penting dalam mengajar anak
berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku. Pertama, penghargaan
mempunyai nilai mendidik. Bila suatutindakan disetujui, anak merasa
bahwa hal itu baik. Kedua, penghargaan berfungsi sebagai motivasi
untuk mengulangi perilaku yang disetujui. Karena anak bereaksi
positif terhadap persetujuan yang dinyatakan dengan penghargaan,
dimasa mendatang mereka berusaha untuk berperilaku dengan cara
yang akan banyak memberinya penghargaan. Dan ketiga,
penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui
secara sosial. Bila anak harus belajar berperilaku secara sosial, ia
harus merasa bahwa berbuat demikian cukup menguntungkan
baginya. Karenanya penghargaan harus digunakan untuk membentuk
asosiasi yang menyenangkan dengan perilaku yang diinginkan.

3. Bentuk – bentuk disiplin pada anak usia dini


a) MenerapkanAturan
Cara terbaik untuk meletakkan dasar disiplin adalah membuat
semua aturan di rumah terasa sederhana dan jelas. Contohnya,
“Tidak boleh memukul,” atau, “Tidak boleh naik-naik ke meja.”

b) Menangani Perilaku Buruk


Pilih hal-hal apa saja yang mau Anda masalahkan. Putuskan
apakah suatu reaksi yang Anda lakukan itu perlu dilakukan. Jika
Anda keras terhadap segala hal, dari anak merengek saat mau
tidur sampai menggigit orang lain, Anda hanya akan membuat
siapa pun kesal. Dan, usaha Anda untuk menerapkan disiplin
akan sangat jauh dari efektif, jika Anda fokus kepada hal-hal
yang menjadi masalah Anda saja.

c) Katakan Tidak
Jika anak melakukan kesalahan, seperti memukul temannya,
katakan segera dengan tegas, “Tidak boleh memukul.” Jika anak
sudah lebih besar, Anda juga bisa meminta dia meminta maaf.
Walaupun begitu, batasi penggunaan kata “tidak” hanya untuk
perilaku buruknya saja. Karena, kalau tidak, anak akan
mengabaikan Anda. Jika dia melakukan sesuatu yang tidak Anda
sukai, yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya atau menyakiti
siapa pun (misalnya, mencoret-coret tangannya dengan spidol),

100
katakan saja, “Kalau mau menggambar, di kertas saja, ya, Nak.”

d) Buat Konsekuensi
Carilah konsekuensi yang berpengaruh terhadap anak. Ini bisa
saja mengambil atau menahan satu hal istimewa yang dia miliki,
atau meminta dia melakukan sesuatu yang tidak dia sukai. Anak
usia 2 tahun ke atas bisa khawatir dengan sebuah peringatan,
seperti, “Kalau kamu terus-terusan melempar-lempar pasir, kamu
tidak boleh main di kotak pasir itu.” Anda harus serius dengan
konsekuensi yang sudah Anda katakan. Anak tidak akan
menganggap Anda serius, kalau Anda sendiri juga tidak serius.

e) Konsisten
Anak-anak senang menguji Anda, dan tanpa konsistensi, aturan-
aturan akan sangat mudah dirobohkan. Jika Anda teguh dengan
aturan-aturan yang sudah dibuat, pada akhirnya anak akan
menyadari bahwa tingkah polahnya yang tidak Anda sukai
mempunyai konsekuensi yang dia tidak suka.

f) Miliki Empati
Tunjukkan kepada anak bahwa Anda tahu perasaannya. “Mama
tahu bagaimana kesalnya kamu. Mama juga ingin, sih, bisa
bermain di taman sepanjang hari, tetapi….” Tahu bahwa Anda
memahami dia, akan membuat anak lebih tenang.

g) Buat Kesepakatan
Jika anak tidak juga mau tidur, tawarkan kepada dia apakah
lampu di lorong depan kamarnya tetap menyala. Baginya, ini
semacam kompromi, tetapi Anda tidak terlihat mundur dan lebih
kendur. Contoh lainnya, alih-alih menawari dia sogokan,
misalnya memberi dia permen, jika dia berhenti menangis,
berikan penghargaan untuk perilakunya yang baik. Misalnya, jika
dia tetap berada di sisi Anda saat berbelanja di supermarket, Anda
berjanji akan berhenti di sebuah taman dalam perjalanan pulang
nanti.

h) Tawarkan Opsi Lain.


Saat anak melanggar sebuah peraturan, tunjukkan sebanyak
mungkin perilaku alternatif yang bisa diterima. Jadi, saat Anda
mengatakan, “Jangan buang-buang dompet Mama, dong!” ikuti
dengan nasihat, “Yuk, buang kayu-kayu mainan ini saja….”

101
i) Berikan Pujian
Bentuk disiplin yang paling kuat adalah memberikan pujian
terhadap perilaku baik, dan ini berlaku untuk semua usia anak.
Makin sering dipuji, anak makin kuat keinginannya untuk
berperilaku baik.

4. Faktor pendorong dan penghambat disiplin pada keluarga


1. Faktor Pendukung
Untuk mendukung perkembangan moral, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, yaitu:
 Mengabaikan
Mengabaikan adalah cara yang digunakan orang tua ketika
perilaku anak tidak disetujui. Misalnya untuk anak yang terlalu
manja dan meminta suatu hal namun tidak disetujui oleh orang
tuanya, maka orang tua dapat mengabaikan permintaan
anaknya atau tidak meperdulikannya.

 Mencontohkan
Memberikan contoh berarti menjadi model perilaku yang
diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara
yang paling efektif untuk membentuk moral anak.

 Membiarkan
Membiarkan bukan berarti mengabaikan, melainkan
memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dari
kesalahannya.

 Mengalihkan Perhatian
Bisa dilakukan apabila anak yang terlibat cukup banyak,
misalnya perkelahian. Orang tua ataupun orang dewasa dapat
mengalihkan perhatian anak-anak dengan mengajak untuk
melakukan hal lain yang lebih baik.

 Tantangan
Dengan tantangan, orang tua dapat mendorong anak untuk
mengeluarkan kemampuannya dalam suatu keadaan. Hal ini
dapat dijadikan pelajaran bagi anak untuk melakukan pilihan
dan menentukan baik atau buruk sesuatu hal dikemudian hari.

 Memuji

102
Memuji anak atas tindakannya yang tepat dapat menguatkan
sikap dan perilakunya. Dengan memuji, anak dapat mengerti
bahwa sikap dan perilakunya itu positif dan sesuai dengan
harapan lingkungan. Anak bisa merasa dihargai, sehingga
kepercayaan dirinya akan meningkat. Dengan pujian, anak
akan merekam sikap dan perilaku dalam ingatannya sehingga
termotivasi untuk mengulanginya lagi.

 Menciptakan Inisiatif
Cara ini dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk
melakukan suatu hal yang membangkitkan keinginan dari
dirinya sendiri. Orang tua dapat memunculkan inisiatif anak
misalnya dengan memberi tahu manfaat dari perbuatannya dan
efeknya apabila tidak dikerjakan. Tetapi jangan dengan cara
menakut-nakutinya.

 Latihan dan Pembiasaan


Menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan
merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral
pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan
dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu
merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya
untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi
anak.7

 Bermain
Melalui bermain, anak dapat mengenal lingkungan social
yang memberikan banyak masukan mengenai nilai-nilai yang
disetujui dan tidak disetujui, belajar mengetahui dan
menerima kekurangan dan kelebihan dirinya dan orang lain,
belajar konsep-konsep moral secara nyata, dan belajar untuk
disiplin mematuhi aturan.

2. Faktor Penghambat
Disiplin berkaitan dengan moral, berikut adalah kesulitan
yang dihadapi anak dalam mempelajari konsep moral:

 Tingkat Intelegensi
Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang anak, semakin
mudah ia mempelajari suatu konsep moral.

103
 Cara Pengajaran
Biasanya orang tua menekankan pada apa yang tidak boleh dan
apa yang salah, bukan pada apa yang seharusnya dilakukan
dan apa yang benar. Akibatnya anak menjadi bingung. Oelh
karena itu, dalam pengembangan moral anak, orang tua harus
berhati-hati dalam berkata. Misalnya mengubah kata “Tidak
boleh bohong” menjadi “Harus jujur”.Selain itu, orang tua
harus bersabar dalam mengajarkan pendidikan moral untuk
anaknya. Karena banyak factor yang mempengaruhi
kemampuan anak dalam memahami konsep moral. Tetapi
dengan menggunakan proses belajar secara kontinu dapat
dijadikan alternative
untuk memudahkan anak menguasai konsep moral seperti yang
diharapkan.

 Perubahan Nilai Sosial


Perubahan nilai social dapat menjadi beban bagi anak dalam
menyesuaikan diri. Karena ketika seorang anak belum selesai
menyesuaikan diri dengan nilai moral yang pertama, anak
sudah harus menyesuaikan diri dengan nilai moral yang baru.

 Perbedaan Nilai Moral


Orang tua atau guru yang mengajarkan suatu nilai moral pada
anak, seringkali lupa bahwa ia harus memberikan teladan pada
anak mengenai apa yang ia ajarkan. Akibatnya anak tidak
menemukan kesesuaian antara nilai moral yang diajarkan
dengan nilai moral yang ia lihat. Anak menjadi bingung dan
cenderung mengabaikan peraturan yang ditetapkan.

 Nilai dan Situasi yang Berbeda


Anak cenderung beum mampu memberikan penilaian pada
peristiwa unik atau khusus. Karena itu, anak menyamaratakan
peraturan yang satu untuk kodisi yang berbeda.

 Konflik Dengan Lingkungan Sosial


Sering kali anak bingung menghadapi harapan lingkungan
social yang berbeda antara lingkungan yang satu dengan
lingkungan yang lain. Misalnya, dirumah, ia diajarkan untuk
melawan jika dipukul temannya. Tetapi disekolah, anak
diajarkan untuk selalu melawan dengan kebaikan. Akibatnya
anak bingung mana yang harus ia lakukan.

104
5. Metode menumbuhkan karakter disiplin
Dalam proses pendidikan, termasuk dalam pendidikan
karakter diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu
menanamkan nilai-nilai karakter baik terutama displin kepada anak,
sehinmgga anak bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau
moral knowing. Tetapi juga di harapkan mereka mampu
melaksanakan moral atau moral action yang menjadi tujuan utama
pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, metode pendidikan
yang di aujukan oleh Abdurrhman An-Nahlawi (1996:284-413)
dirasa dapat menjadi pertimbangan para pendidik dalam
menginternalisasikan pendidikan karakter kepada semua peserta
didik. Metode-metode yang di tawarkan oleh an-Nahlawi tersebut
adalah sebagai berikut

Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan.Metode
pembiasaan ini berintikan pengalaman.Karena yang di biasakan itu
ialah sesuatu yang diamalkan.Dan inti kebiasaan adalah pengulanagn.
Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewah,
yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan
yang melekat dan spontan, agar kegiatan itu dapat di lakukan dalam
setiap pekerjaan. Oleh karenanya, menurut para pakar, metode ini
sanagt efektif dalam rangka pembinaan karakter dan kepribadian
anak.Orang tua membiasakan anak-anaknya untuk bangun pagi.
Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.
Rasulullah mengajarkan agar para orang tua” pendidik”
mengajarkan shalat kepada anak-anak dalam usia tujuh tahun
,”suruhlah anak-anak kalian melaksanakanm shalat dalam usia tujuh
tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika meraka
berumur sepuluh tahun, dan pisahkannlah tempat tidur mereka “ (HR
Abu Dawud). Membiasakan anak-anak melaksanankan terlebih di
lakakukan secara berjamaah itu penting,karena dengan kebiasaan ini
akan menbangun karakter yang melekat dalam diri mereka.

Metode Penghargaan dan Hukuman


Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat
yang disertai dengan bujukan.Tarhib ialah ancaman karena dosa yang
dilakukan.Targhib dan tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan
Allah.Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan yang
berbeda.Targhibagar melakukan kebaikan yang di perintahkan Allah,

105
sedang tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang di larang oleh
Allah.
Metode ini di dasarkan atas fitrah manusia, yaitu sifat
keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan
kesedihan dan kesengsaraan.Targhib dan tarhib dalam pendidikan
islam memiliki perbedaan dengan metode hukuman dalam
pendidikan barat. Perbedaan mendasar menurut Ahmat tafsir adalah
targhib dan tarhib bersandar kepada ajaran Allah, sedangkan
ganjaran daan hukuman bersandarkan ganjaran dan hukuman
duniawi. Sehingga perbedaan tersebut memiliki implikasi yang cukup
penting:

 Targhib dan tarhib lebih teguh karena mempunyai dasar yang


transenden. Sedangkan ganjaran dan hukuman hanya
bersandarkan sesuatu yang bersifat duniawi. Targhib dan
tarhibmengandung aspek iman, sedangkan metode hukuman
dan ganjaran tidak mengandung aspek hukuman. Oleh karena
itu targhib dan tarhib lebih besar pengaruhnya.
 Secara operasional targhib dan tarhib sangat mudah
dilaksanakn dari pada metode hukuman dan ganjaran,karena
materi targhib dan tarhib sudah ada dalam al-Quran dan hadis
nabi, sedangkan metode hukuman dan ganjaran dalam metode
barat harus di temukan oleh guru.
 Targhib dan tarhib lebih universal, dapat digunakan kepada
siapa saja, dan dmna saja. Sedangkan metode hukuman dan
ganjaran harus disesuaikan dengan orang tertentu dan tempat
tertentu.
 Di pihak lain, targhib dan tarhib lebih lemah dari pada
hukuman dan ganjaran. Karena hukuman dan ganjaran lebih
nyata dan langsung waktu itu juga, sedangkan pembuktian
targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan diterima nanti di
akhirat.[9]
Koesoema (2007: 212-217) mengajukan 5 (lima) metode
pendidikan karakter (dalam penerapan di lembaga sekolah) yaitu
mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas, praktis prioritas
dan refleksi.

Mengajarkan. Pemahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai


bekal konsep-konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi
perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan karakter berarti
memberikan pemahaman pada peserta didik tentang struktur nilai
tertentu, keutamaan, dan maslahatnya.Mengajarkan nilai memiliki

106
dua faedah, pertama, memberikan pengetahuan konseptual baru,
kedua, menjadi pembanding atas pengetahuan yang telah dimiliki
oleh peserta didik. Karena itu, maka proses mengajarkan tidaklah
monolog, melainkan melibatkan peran serta peserta didik

Keteladanan. Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka


lihat. Keteladanan menepati posisi yang sangat penting. Guru
harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan.
Peserta didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya ketimbang
yang dilaksanakan sang guru. Keteladanan tidak hanya bersumber
dari guru, melainkan juga dari seluruh manusia yang ada dalam
lembaga pendidikan tersebut.Juga bersumber dari orang tua, karib
kerabat, dan siapapun yang sering berhubungan dengan peserta
didik.Pada titik ini, pendidikan karakter membutuhkan lingkungan
pendidikan yang utuh, saling mengajarkan karakter.

Menentukan prioritas. Penentuan prioritas yang jelas harus


ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil atau tidak nya
pendidikan karakter dapat menjadi jelas, tanpa prioritas,
pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak
dapat dinilai berhasil atau tidak berhasil. Pendidikan karakter
menghimpun kumpulan nilai yang dianggap penting bagi
pelaksanaan dan realisasi visi lembaga.Oleh karena itu, lembaga
pendidikan memiliki kewajiban. Pertama, menentukan tuntutan
standar yang akan ditawarkan pada peserta didik. Kedua, semua
pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus memahami
secara jernih apa nilai yang akan ditekankan pada lembaga
pendidikan karakter ketiga. Jika lembaga ingin menentukan
perilaku standar yang menjadi ciri khas lembaga maka karakter
lembaga itu harus dipahami oleh anak didik , orang tua dan
masyarakat

Praksis prioritas. Unsur lain yang sangat penting setelah


penentuan prioritas karakter adalah bukti dilaksanakan prioritas
karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat
verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan telah dapat
direalisasikan dalam lingkungan pendidikan melalui berbagai
unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu

Refleksi.Berarti dipantulkan ke dalam diri.Apa yang telah dialami


masih tetap terpisah dengan kesadaran diri sejauh ia belum
dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran seseorang. Refleksi

107
juga dapat disebut sebagai proses bercermin, mematut-matutkan
diri ada peristiwa/konsep yang telah teralam

6. Media pembelajaran untuk menumbuhkan disiplin


Dewasa ini banyak cara untuk menanamkan kepedulian pada
anak usia dini. Mulai dari yang bersifat manual hingga digital atau
elektronik. Kecanggihan teknologi dan informasi yang kini menjadi
“penguasa” pun memberikan manfaat keragaman bagi para orang tua
dalam memberikan alternatif pembelajaran kepedulian bagi anak.
Namun, kreatifitas merupakan sumber yang penting dalam mengelola
dan membuat media untuk menanamkan karakter kepedulian bagi
anak-anak.
 Poster
Orang tu dapat membuat, menggambar hingga mendesain
sendiri konsep kreatif tentang kediplinan yang dapat
diperlihatkan bagi anak.
 Board Game atau Papan Permainan
Permainan merupakan hal yang menyenangkan bagi setiap anak.
Permainan yang asyik dan seru membuat anak antusias dalam
memainkannya. Permainan edukatif yang saat ini marak
disediakan oleh beberapa instansi pun dinilai mampu
meningkatkan karakter positif yang ditujukan dalam permainan
tersebut.
 Buku Dongeng atau Buku Cerita
Orang tua jaman dahulu telah banyak menanamkan karakter-
karakter baik melalui cerita-cerita legenda maupun cerita
rakyat yang berkembang di sekitar kita. Buku sebagai sarana
pengembangan media literasi membuat anak semakin
semangat dalam mempelajari karakter kepedulian
 Film
Bagi para sineas perfilman, film bukanlah suatu karya biasa.
Film biasanya dibuat sebagai penggambaran suasana keresahan
hati si pembuatnya. Makna dalam film yang menarik dan
menyentuh hati akan membuat para penonton ikut hanyut di
dalamnya. Oleh karena itu, film merupakan media yang tidak
hanya sebagai tontonan tetapi diharapkan bisa menjadi tuntunan
 Aplikasi daring maupun luring
Pembuatan aplikasi daring maupun luring juga dapat dijadikan
sebagai media penanaman karakter bagi anak. Namun, ada
baiknya orang tua pun selalu mendampingi anak dalam
menggunakan perangkat ini. Orang tua yang bijak tidak hanya
memberikannya tetapi juga mengarahkannya.

108
 Lagu, Jingle , Mars
Kebiasaan anak yang mudah mengingat lagu merupakan
peluang bagus dalam membuat media penanaman karakter. Lirik
yang santai, penuh makna namun ringan akan menjadikan anak
mudah mengingatnya. Menambahkan gerakan pada lagu saat
dinyanyikan pun adalah sesuatu yang menyenangkan dan
atraktif bagi anak-anak.

C. Ringkasan
Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata
ini timbul kata Disciplina yangberarti pengajaran atau
pelatihan.Disiplinberasal dari bahasa Inggris yaitu “disciple” yang
berartipengikut atau murid.Unsur-unsurdisiplinPeraturan, kebiasaan-
kebiasaan dan hukuman
Bentuk – bentuk disiplin pada anak usia dini diantaranya menerapkan
aturan, menangani perilaku buruk, buat konsisitensi, memiliki empati,
membuat kesepakatan, tawarkan opsi lain dan adanya pujian.

Faktor pendorong dan penghambat disiplin pada keluarga. Faktor


Pendukung mengabaikan, mencontohkan, membiarkan, mengalihkan
Perhatian, tantangan, memuji, menciptakan inisiatif, latihan dan
pembiasaan dan bermain. Faktor Penghambat tingkat intelegensi, cara
pengajaran, perubahan nilai sosial, perbedaan nilai noral, nilai dan situasi
yang berbeda serta konflik dengan lingkungan sosial
Metode menumbuhkan karakter disiplin yaitu Metode Pembiasaan,
Metode Penghargaan dan Hukuman. Media pembelajaran untuk
menumbuhkan disiplin : Poster, Board Game atau Papan Permainan,
Film, Aplikasi daring maupun luring serta Lagu, Jingle dan Mars

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari sikap disiplin ?
2. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap disiplin terhadap anak ?
3. Sebutkan bentuk sikap disiplin yang sering anda ajarkan kepada anak
?
4. Sebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam menerapkan
sikap disiplin terhadap anak ?

109
5. Sebutkan metode kreatif yang anda miliki dalam penanaman disiplin
pada anak usia dini ?

E. Referensi
http://ichacha-ichadudul.blogspot.co.id/2010/11/menanamkan-
kedisiplinan-kepada-anak.html
http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.academia.edu/89800
66/Pengertian_Disiplin_macam_macam_disiplin_dan_manfaat_disipl
in&ei=7XOpkXgI&lc=id-
ID&s=1&m=427&host=www.google.co.id&ts=1510413905&sig=A
NTY_L3TodLikcDsn1tx-I1xn0Sb6myhMA
https://googleweblight.com/?lite_url=https://novrizalbinmuslim.word
press.com/2014/03/21/peran-keluarga-dalam-mendidik-disiplin-
anak/&ei=mPvO8UWB&lc=id-
ID&s=1&m=427&host=www.google.co.id&ts=1510370582&sig=A
NTY_L0dNQnx7sISHe_8QA6XMH9CS64EBQ
https://googleweblight.com/?lite_url=https://www.vemale.com/keluar
ga/39323-6-cara-sederhana-mendidik-anak-untuk-
disiplin.html&ei=uSCoOpX_&lc=id-
ID&s=1&m=427&host=www.google.co.id&ts=1510370582&sig=A
NTY_L32-n_Q0dRbGOjTZEPFrQ9NjY9W4Q

110
BAB

9
MENDIDIK KERJA KERAS DALAM
KELUARGA
A. Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kerja keras
2. Menguraikan bentuk-bentuk karakter kerja keras
3. Mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan penghambat
karakter kerja keras pada anak usia dini
4. Menjelaskan metode penanaman karakter kerja keras pada anak
usia dini
5. Menguraikan media pembelajaran penanaman karakter kerja keras
pada anak usia dini

B. Materi
1. Pengertian Kerja Keras
Kerja Keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara
sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum
target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau memperhatikan
kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan. Kerja
keras dapat diartikan bekerja mempunyai sifat yang bersungguh-
sungguh untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Mereka dapat
memanfaatkan waktu optimal sehingga kadang-kadang tidak
mengenal waktu, jarak, dan kesulitan yang dihadapainya. Mereka
sangat bersemangat dan berusaha keras untuk meraih hasil yang
baik dan maksimal.

2. Bentuk Perilaku Kerja Keras pada Anak Usia Dini


Sikap kerja keras harus diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Caranyadengan menjalankan sesuatu secara sungguh-sungguh,
istiqamah, dantidak mudah menyerah. Bekerja keras harus

111
dilakukan, meskipunmemulainya dari hal-hal yang kecil dan
terbatas. Sikap kerja keras dapatdilakukan dalam berbagai
lingkungan, misalnya keluarga, sekolah,maupun masyarakat.dalam
keluarga perilaku kerja keras seperti membantu orang tua,
menabung, atau membersihkan rumah.

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Penanaman Nilai Kerja


Keras pada Anak Usia Dini
Faktor penanamakn nilai kerja keras adalah dari keluarga,
dibutuhkan konsistensi agar penanaman karakter tersebut tercapai.
Orang tua harus sepenuhnya mencotohkan perbuatan baik, bukan
hanya sekedar pemberian nasihat atau pemberian pengertian saja,
tapi orang tua juga harus mencontohkan. Dengan begitu anak
menjadi terbiasa melihat apa yang dilakukan orang tuanya dan
menjadi role model untuk dirinya.

4. Metode Menumbuhkan Karakter Kerja Keras


Metode pembiasaan sudah tepat untuk menumbuhkan
karakter kerja keras pada anak. Caranya bisa dengan membiasakan
anak membantu pekerjaan sederhana di rumah seperti merapikan
mainannya setelah selesai bermain atau dengan membiasakan anak
untuk menabung.

5. Media Pembelajaran untuk Menumbuhkan Karakter Kerja


Keras
Di era modern seperti sekarang sangat mudah ditemui
berbagai hal untuk memudahkan kehidupan kita. Salah satunya
adalah media untuk menumbuhkan karakter kerja keras, bisa
berupa dongen atau buku cerita, film, permainan edukatif, dan
aplikasi-aplikasi digital lainnya.

C. Rangkuman
Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-
sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum
target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau memperhatikan
kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan. Sikap kerja
keras harus diwujudkan dalam kehidupan nyata. Caranyadengan
menjalankan sesuatu secara sungguh-sungguh, istiqamah, dantidak
mudah menyerah. Faktor penanamakn nilai kerja keras adalah dari
keluarga, dibutuhkan konsistensi agar penanaman karakter tersebut
tercapai.

112
D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari sikap kerja keras ?
2. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap kerja keras
terhadap anak ?
3. Sebutkan bentuk sikap kerja keras yang sering anda ajarkan
kepada anak ?
4. Sebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam
menerapkan sikap kerja keras terhadap anak ?
5. Sebutkan metode kreatif yang anda miliki dalam penanaman
kerja keras pada anak usia dini ?

E. Daftar Pustaka
http://rumahinspirasi.com/membangun-budaya-ketekunan-dan-
kerja-keras-pada-anak/
http://rezarryusekai.blogspot.co.id/2015/01/kerja-keras-
pengertiannya-dan-contoh.html

113
for notes:

...........................................................................................................................

114
BAB

10
MENDIDIK KESEDERHANAAN
DALAM KELUARGA
A. Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kesederhanaan
2. Menguraikan bentuk-bentuk karakter sederhana
3. Mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan penghambat karakter
sederhana pada anak usia dini
4. Menjelaskan metode penanaman karakter sederhana pada anak usia
dini
5. Menguraikan media pembelajaran penanaman karakter sederhana
pada anak usia dini

B. Materi
1. Pengertian Kesederhanaan
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika
segalanya dapat dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan
biasanya berhubungan dengan beban yang diletakkan sesuatu pada
seseorang yang mencoba untuk menjelaskan atau memahaminya.
Sesuatu yang mudah dipahami atau dijelaskan adalah sederhana,
berlawanan dari sesuatu yang rumit. Dalam beberapa hal,
kesederhanaan dapat digunakan untuk mengartikan kecantikan,
kemurnian atau kejelasan. Kesederhanaan juga dapat digunakan
sebagai konotasi negatif untuk menandakan defisit atau
ketidakcukupan nuansa atau kerumitan suatu benda, relatif terhadap
sesuatu yang dianggap perlu.

Konsep kesederhanaan telah dikaitkan dengan kenyataan dalam


bidang epistemologi. Menurut Razor Occam, semua hal setara,

115
teori tersederhana adalah yang paling benar. Dalam konteks gaya
hidup manusia, kesederhanaan dapat menandakan kebebasan dari
kerja keras, usaha atau kepanikan. Secara spesifik, kata ini dapat
merujuk pada gaya hidup sederhana.

Dalam filosofi ilmu pengetahuankesederhanaan adalah kriteria meta-


ilmiah yang bertujuan untuk mengevaluasi suatu teori.Konsep sejenis
tentang Parsimoni juga digunakan dalam filosofi ilmu pengetahuan
yang merupakan penjelasan atas suatu fenomena yang kurang penting
dianggap memiliki nilai yang lebih superior dibanding fenomena
yang lebih penting.

2. Bentuk Perilaku Kesederhanaan pada Anak Usia Dini


Prinsip utama dalam menerapkan pola hidup sederhana adalah
mulai dari diri sendiri dan keluarga.
a. Berhemat dan menabung
Berhemat bukan berarti mendidik anak bersikap pelit terhadap
dirinya sendiri maupun pada orang lain. Berhemat lebih
bermakna menggunakan sesuatu secara bijaksana sesuai
kebutuhan. Tidak menggunakan secara berlebihan sehingga
mendatangkan hal yang mubazir.Salah satu implementasi
sikap hemat adalah melatih anak menabung sejak dini.
Menggunakan celengan buatan atau yang dibeli di pasar pun
bisa untuk menabung uang. Anak akan terbiasa menyisihkan
sebagian uang jajannya untuk hari esok. Menabung artinya
menyisihkan sebagian kecil kebutuhan hari ini untuk
keperluan hari esok.

b. Menggunakan benda atau alat secara bijaksana


Menghargai uang berarti mendidik anak menggunakan uang
tersebut secara bijaksana. Membeli sesuatu karena memang
dibutuhkan, bukan diinginkan. Orang tua harus mengajarkan
anak bagaimana mendahului kebutuhan dari pada keinginan,

c. Menyesuaikan keinginan dan kemampuan


Hal ini penting ditanamkan pada anak. Memiliki sesuatu
benda atau materi perlu juga disesuaikan dengan kemampuan.
Keinginan seseorang tanpa batas namun kemampuan
seseorang terbatas. Kesenjangan antara keinginan dan
kemampuan sering membuat orang pusing dan bertindak
nekad.

116
d. Membedakan keinginan dan kebutuhan
Mendidik anak bersikap dan bertindak sederhana dalam
keluarga dimulai dari kemampuan menelaah, membedakan
antara keinginan dan kebutuhan. Mana yang dirasakan sebagai
kebutuhan dan mana pula yang hanya bersifat keinginan
semata.

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Penanaman Nilai


Kesederhanaan pada Anak Usia Dini
Di era millenial yang serba mudah dalam akses apapun ini terkadang
kita menjadi terlena dengan segala kemudahan dan kemodernan yang
ditawarkan. Sehingga penanaman nilai kesederhanaan menjadi tidak
tepat sasaran untu anak. Selain pemberian pengertian tentang hidup
sederhana kepada anak, sebaiknya orang tua juga mencotohkan
bagaimana hidup sederhana itu, misalnya dengan cara berhemat dan
tidak menghambur-hamburkan benda.

4. Metode Penanaman Nilai Kesederhanaan pada Anak Usia


Dini
Sikap dan tingkah laku sederhana tercermin dalam pola-pola tertentu
yang dapat diamati secara kasat mata. Pola hidup sederhana teramati
sebagai pola hidup yang bersifat alamiah dan tidak dibuat-buat atau
dipaksakan.

Keluarga sederhana bukan berarti keluarga itu hidup miskin atau


serba kekurangan. Keluarga sederhana adalah keluarga yang dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimal. Standar pemenuhan
kebuthannya bukanlah patokan maksimal.Oleh sebab itu keluarga
sederhana dapat memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari, biaya
pendidikan anak, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Pola kehidupan
yang menjadi ciri khas akan dapat diamati.Misalnya, perilaku dan
kebiasaan membeli sesuatu sesuai kebutuhan dan kemampuan
ekonomi keluarga. Tidak dapat memenuhi kebutuhan hanya berdasar
keinginan semata. Tidak memaksakan diri untuk memiliki
sesuatu.Begitu pula terhadap sesuatu benda, materi atau peralatan
yang telah dimiliki. Mereka menggunakan secara wajar.
Dipergunakan dengan prinsip dimana perlu dan kapan perlu saja.

Untuk itu, perlu adanya pembiasaan dari orang tua untuk


menanamkan nilai-nilai kesederhanaan. Contohnya perilaku

117
menabung dan tidak hidup bermewah-mewahan dapat ditanamkan
dari sejak kecil.

5. Media Pembelajaran yang Dapat Digunakan untuk


Menanamkan KarakterSederhana pada Anak Usia Dini
Sebagai orang tua, kita harus pintar-pintar dan kreatif dalam
mendidik anak. Untuk menanamkan karakter sederhana pada anak
bisa menggunakan media visual seperti dongeng atau buku cerita,
film, bahkan orang tua juga bisa membuatkan permainan edukatif
untuk buah hati.

C. Rangkuman
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika segalanya
dapat dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan biasanya
berhubungan dengan beban yang diletakkan sesuatu pada seseorang yang
mencoba untuk menjelaskan atau memahaminya.Sikap dan tingkah laku
sederhana tercermin dalam pola-pola tertentu yang dapat diamati secara
kasat mata. Pola hidup sederhana teramati sebagai pola hidup yang
bersifat alamiah dan tidak dibuat-buat atau dipaksakan.

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari sikap sederhana ?
2. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap sederhana terhadap
anak ?
3. Sebutkan bentuk sikap sederhana yang sering anda ajarkan kepada
anak ?
4. Sebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam menerapkan
sikap sederhana terhadap anak ?
5. Sebutkan metode kreatif yang anda miliki dalam penanaman sikap
sederhana pada anak usia dini ?

E. Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesederhanaan
http://www.matrapendidikan.com/2016/02/mendidik-anak-hidup-
sederhana.html

118
BAB

11
MENDIDIK KEBERANIAN DALAM
KELUARGA
A. Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian keberanian
2. Menguraikan bentuk-bentuk karakter berani
3. Mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan penghambat karakter
berani pada anak usia dini
4. Menjelaskan metode penanaman karakter berani pada anak usia dini
5. Menguraikan media pembelajaran penanaman karakter berani pada
anak usia dini

B. Materi

1. Pengertian Keberanian
Keberanian adalah suatu sikap untuk berbuat sesuatu dengan
tidak terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan buruk.
Aristoteles mengatakan bahwa, “The conquering of fear is the
beginning of wisdom. Kemampuan menahklukkan rasa takut
merupakan awal dari kebijaksanaan.” Artinya, orang yang
mempunyai keberanian akan mampu bertindak bijaksana tanpa
dibayangi ketakutan-ketakutan yang sebenarnya merupakan
halusinasi belaka. Orang-orang yang mempunyai keberanian akan
sanggup menghidupkan mimpi-mimpi dan mengubah kehidupan
pribadi sekaligus orang-orang di sekitarnya.
Marilyn King mengatakan bahwa keberanian kita secara garis
besar dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu visi (vision), tindakan nyata
(action), dan semangat (passion).Ketiga hal tersebut mampu

119
mengatasi rasa khawatir, ketakutan, dan memudahkan kita meraih
impian-impian.
Berdasarkan visi atau tujuan yang ingin kita capai, satu hal yang
terpenting adalah kita harus menciptakan kemajuan. Menurut Vince
Lombardi, seorang pelatih rugby ternama di dunia, upaya
menciptakan kemajuan akan berjalan secara bertahap. Adanya
perubahan menjadikan diri kita berani membuat kemajuan yang lebih
besar. Karena itu Anthony J. D'Angelo menegaskan, “Don't fear
change, embrace it. – Jangan pernah takut pada perubahan, tetapi
peluklah ia erat.” Maka perjelas visi, supaya berpengaruh signifikan
terhadap keberanian.
Menurut Peter Irons keberanian adalah suatu tindakan
memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu
menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena
percaya kebenarannya.
Paul Findley mengatakan bahwa keberanian adalah suatu sifat
mempertahankan dan memperjuangkan apa yang dianggap benar
dengan menghadapi segala bentuk bahaya, kesulitan, kesakitan, dan
lain-lain.

2. Bentuk Keberanian pada Anak Usia Dini


Terkadang anak tidak mengerti apa yang ia lakukan adalah
sesuatu yang baik atau buruk. Di sinilah peran orang tua sangat
dibutuhkan untuk memberikan pehaman tentang baik atau buruknya
suatu perilaku. Sejak dini anak harus diajarkan bagaimana cara untuk
berani bertanggung jawab terhadap kesalahannya, misalnya anak
yang tidak sengaja merusak mainan temannya atau merusak barang
kesayangan orang tua. Anak harus diajarkan untuk berani mengakui
kesalahannya, tetapi bukan berarti orang tua harus menghukum anak
begitu saja, melainkan dengan perlakuan yang halus dan bijak.

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Karakter Berani pada


Anak Usia Dini
Faktor pengasuhan merupakan yang paling utama penentu
karakter anak. Jika anak terbiasa dididik dengan pengasuhan otoriter
yang keras, anak akan cenderung merasa takut dan minder untuk
berbuat sesuatu. Sebaliknya, jika anak terbiasa dididik dengan
pengasuhan permisif yang membuat orang tua selalu menuruti

120
permintaan anak, maka anak akan semena-mena berani berbuat
apapun agar keinginannya terpenuhi. Keberanian adalah bukan
seberapa baik atau buruk seseorang dalam bertindak, tetapi seberapa
bijak orang itu dapat mengambil sebuah tindakan. Maka dibutuhkan
pengasuhan yang demokratis agar anak terbiasa berani
menyampaikan pendapatnya kepada orang tua dengan cara yang
santun dan tidak semena-mena.

4. Metode untuk Menumbuhkan Karakter Berani pada Anak


Usia Dini

Metode pengasuhan yang baik adalah yang paling tepat untuk


menanamkan karakter berani pada anak. Pengasuhan yang banyak
memberikan dorongan atau stimulasi, misalnya mendorong anak
untuk mencoba hal baru dan memberi ruang untuk bereksplorasi di
rumah atau di lingkungannya, seperti bermain dan berinteraksi
dengan alam. Artinya, pengasuhan yang lebih banyak menggunakan
kata "jangan", "awas", atau larangan lainnya, akan kurang
mendukung keberanian si anak. Anak akan terhantui oleh rasa
takut.Model pengasuhan yang mendukung juga adalah yang banyak
memberikan pengarahan (direction) ketika anak melanggar,
menyimpang, atau melakukan kesalahan.

Pengasuhan yang banyak memberikan serangan atau hanya


menyalahkan saja sangat kurang mendukung.Ketika anak sedang
bereksplorasi melalui aktivitas bermain, tentunya banyak kesalahan
dan kekurangan.Mungkin membuat gaduh atau membuat berantakan.
Jika kita bertindak sebagai pengarah untuk menunjukkan mana yang
baik dan mana yang tidak, maka si anak akan percaya diri dan berani
dengan inisiatifnya.Tapi kalau sudah menyerang si anak dengan kata-
kata, sikap, maupun tindakan, atau melarangnya tanpa pengarahan,
bisa-bisa anak menjadi kurang berani atau justru beraninya tanpa
arah.

5. Media yang Dapat Digunakan Menumbuhkan Keberanian


pada Anak Usia Dini

Dengan membiasakan anak untuk selalu berkata jujur, tanpa


disadari orang tua juga sudah menanamkan karakter keberanian pada
anak. Latih keberanian anak dengan memberikan permainan edukatif
yang dapat melatih karakter berani anak atau dengan memberikan
bahan bacaan seperti cerpen atau dongeng yang di dalamnya terdapat
penanaman nilai karakter berani untuk ana usia dini.

121
C. Rangkuman
Keberanian adalah suatu sikap untuk berbuat sesuatu dengan tidak
terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan buruk.Metode pengasuhan
yang baik adalah yang paling tepat untuk menanamkan karakter berani pada
anak. Anak harus diajarkan untuk berani mengakui kesalahannya, tetapi
bukan berarti orang tua harus menghukum anak begitu saja, melainkan
dengan perlakuan yang halus dan bijak.

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari sikap berani ?
2. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap berani terhadap anak ?
3. Sebutkan bentuk sikap berani yang sering anda ajarkan kepada anak ?
4. Sebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam menerapkan
sikap berani terhadap anak ?
5. Sebutkan metode kreatif yang anda miliki dalam penanaman
keberanian pada anak usia dini ?

E. Daftar Pustaka
https://www.sahabatnestle.co.id/content/view/cermat-menumbuhkan-
keberanian-pada-anak.html
http://indramunawar.blogspot.co.id/2010/03/pengertian-dan-ciri-ciri-
keberanian.html

122
BAB

12
MENDIDIK KEADILAN DALAM
KELUARGA
A. Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian keadilan
2. Menguraikan bentuk-bentuk karakter adil
3. Mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan penghambat
karakter adil pada anak usia dini
4. Menjelaskan metode penanaman karakter adil pada anak usia dini
5. Menguraikan media pembelajaran penanaman karakter adil pada
anak usia dini

B. Materi
1. Pengertian Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal
secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau
orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat
yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20,
menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama
dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem
pemikiran". Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan
belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil".
Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan
dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh
dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya
jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa
tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita

123
ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak
jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada
tempatnya

2. Bentuk Karakter Adil pada Anak Usia Dini


a. Adil kepada diri sendiri
Berbuat adil kepada diri sendiri berarti menempatkan
diri sendiri pada tempat yang baik dan benar serta tidak
menuruti hawa nafsu yang dapat mencelakakan diri sendiri.
Jika seseorang mampu berbuat adil terhadap diri sendiri, maka
ia akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, bahagia secara
batiniah, menjadi pribadi yang menyenangkan sehingga
disukai banyak orang, dapat meningkatkan kualitas dirinya,
dan nantinya memperoleh kesejahteraan lahir batin baik di
dunia maupun di akhirat. Bentuk berbuat adil kepada diri
sendiri adalah degan melakukan aktifitas pada waktunya dan
menjaga kesehatan kondisi tubuh.

b. Adil kepada orang lain


Berbuat adil kepada orang lain berarti memperlakukan
orang lain dengan layak, memberikan hak orang lain dengan
jujur dan benar serta tidak menyakiti atau pun merugikan
orang lain.
Jika seseorang mampu berbuat adil kepada orang lain
maka ia akan mampu membangun relasi yang baik sehingga
disukai banyak orang, peka terhadap masalah lingkungan,
serta menjadikan lingkungan damai dan tentram. Bentuk
berbuat adil kepada orang lain adalah dengan berkata santun,
berpikir sebelum bertindak, berprasangka baik kepada orang
lain, dan ikut membantu saat melihat orang lain kesusahan.

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Menumbuhkan Karakter


Adil pada AnakUsia Dini
Ajarkan konsep adil sesuai usianya, dan ajari anak
berbagi.Tanamkan pula nilai bahwa setiap orang punya hak dan
kewajiban yang sama dan harus diperlakukan dengan setara. Kita
bisa menjadi contoh saat berinteraksi dengan asisten rumah
tangga dan tukang kebun di rumah, dengan keluarga, maupun
dengan rekan kerja, semua diperlakukan dengan sama. Keadilan
itu sendiri memiliki faktor penghambat yakni sifat dusta atau
kecurangan. Dimana kecurangan sangat identik dengan perbuatan

124
yang tidak baik dan tidak jujur. Atau dengan kata lain apa yang
dikatakan tidak sama dengan apa yang dilakukan.

Kecurangan pada dasarnya merupakan penyakit hati yang


dapat menjadikan orang tersebut menjadi serakah, tamak, rakus,
iri hati, matrealistis serta sulit untuk membedakan antara hitam
dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi moralitas.
Untuk itu orang tua harus secara tepat menanamkan karakter adil
kepada anak.

4. Metode Menumbuhkan Karakter Adil pada Anak Usia Dini


Metode pembiasaan adalah metode yang paling tepat untuk
menumbuhkan karakter adil pada anak. Jika dari rumah saja
sudah dibiasakan, anak akan menjadi terus terbiasa untuk berbuat
baik, tidak curang, dan selalu menghargai orang lain.

5. Media Pembelajaran untuk Menumbuhkan Karakter Adil


Media untuk menanamkan karakter adil banyak ragamnya,
salah satunya dengan permainan. Ajak anak untuk melakukan
sebuah permainan sederhana di rumah, tanamkan nilai-nilai
kebaikan saat bermain seperti jujur, berani, dan tidak boleh
curang. Selain itu juga bisa dengan media visual seperti cerita
pendek atau film.

C. Rangkuman
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal
secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau
orang.Berbuat adil kepada diri sendiri berarti menempatkan diri
sendiri pada tempat yang baik dan benar serta tidak menuruti hawa
nafsu yang dapat mencelakakan diri sendiri. Berbuat adil kepada
orang lain berarti memperlakukan orang lain dengan layak,
memberikan hak orang lain dengan jujur dan benar serta tidak
menyakiti atau pun merugikan orang lain.

D. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan tepat !
1. Apa yang anda ketahui dari sikap adil ?
2. Mengapa saat ini penting menanamkan sikap adil terhadap anak ?
3. Sebutkan bentuk sikap adil yang sering anda ajarkan kepada anak
?

125
4. Sebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam menerapkan
sikap adil terhadap anak ?
5. Sebutkan metode kreatif yang anda miliki dalam penanaman
keadilan pada anak usia dini ?

E. Daftar Pustaka
http://eprints.umpo.ac.id/2019/2/Prosiding%20Semnas%20PPKN.pdf
Fadlilah. 2016. Penanaman Nilai-Nilai Krakter Pada Anak Usia Dini
Melalui Permainan-Permainan Edukatif. Jurnal Pengintegrasian
Nilai Karakter dalam Pembelajaran KreatifVol 1 No.02. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo

126

Anda mungkin juga menyukai