Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan dari pendidikan nasional. Dalam
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak
mulia. Tujuan pendidikan tersebut dibuat agar pendidikan itu tidak hanya membentuk insan
Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau lebih berkarakter. Sehingga nantinya
akan melahirkan generasi-generasi bangsa yang unggul dan tumbuh berkembang dengan
karakter yang bernafaskan nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab
itu hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter juga
memiliki fungsi sebagai penggerak dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-
ambing. Di sisi lain, karakter tidak datang dengan sendirinya, namun harus dibangun dan
dibentuk untuk menjadikan suatu bangsa bermartabat (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:
3). Uraian tersebut meninggalkan pesan bahwa karakter harus diwujudkan secara nyata
melalui tahapan-tahapan tertentu. Salah satu tahapan yang dapat dilakukan yaitu membangun
karakter melalui pendidikan guna membuat bangsa ini memiliki karakter yang kuat,
bermartabat, dan memiliki great civilitation.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian karakter dan pengembangan karakter?
2. Bagaimana mekanisme pengembangan karakter?
4. Bagaimana kaidah dan strategi pengembangan karakter?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian karakter dan pengembangan karakter?
2. Untuk mengetahui mekanisme pengembangan karakter?
4. Untuk mengetahui Pedoman dan strategi pembentukan karakter?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Karakter dan Pengembangan Karakter


1. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani “character” yang berakar dari diksi dari
“charassein” yang berarti memahat atau mengukir, sedangkan dalam bahasa Latin karakter
bermakna memberikan tanda. Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai
tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan orang lain. Karakter juga dapat diibaratkan seperti sebuah ukiran. Sebuah ukiran
akan melekat kuat pada benda yang diukir dan tidak mudah termakan waktu. Sebuah pola,
baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat
kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai karakter.
Sedangkan definisi pendidikan karakter menurut para ahli diantaranya:
a. Menurut Hornby & Parnwell, karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan
moral, nama atau reputasi.
b. Menurut Hermawan Kertajaya, karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu
benda atau individu. Ciri khas ini asli dan mengakar pada benda atau individu,
sehingga mempengaruhi perilaku dan pemikiran sehari-harinya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan sesuatu
mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri seseorang yang mepengaruhi sikap,
tindakan, dan cara berfikir sehari-hari.

2. Pengertian Pengembangan Karakter


Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anak-anak biasanya
bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan
kebiasaan anak-anak mereka (Lickona, 2012:50).
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang di
dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan
pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya
dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang
tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya
berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan

2
kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip universal,
maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu
pikiran harus mendapatkan perhatian serius.
Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukan-nya
dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan,
nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi-
potensi tersebut harus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
Tujuan pembentukan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang
baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong anak untuk
tumbuh dengan kapasitas komitmen-nya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan
melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan
dalam membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungan.
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan
kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah
emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik
(components of good character), yaitu:

1. Pengetahuan tentang moral (moral knowing)


Dimensi-dimensi dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah
kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral
values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), dan
pengenalan diri (self knowledge).

2. Perasaan/penguatan emosi (moral feeling)


Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi
manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self
esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good),
pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility).

3. Perbuatan bermoral (moral action)


Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong

3
seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).

2.2. Mekanisme Pengembangan Karakter


Pondasi awal terbentuknya karakter sebenarnya sudah dimulai sejak anak baru lahir
sampai usia 3 atau 5 tahun. Pada masa itu anak masih menggunakan pikiran bawah sadar
karena kemampuan penalarannya belum tumbuh. Sehingga ia akan menerima begitu saja
semua informasi dan stimulus yang diberikan padanya. Pembentukan karakter tidak bisa
berhenti begitu saja, karena merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Orang tua
dan lingkungan keluargalah yang berperan penting dalam peletakan pondasi ini. Keluarga
merupakan pendidik utama dan pertama dalam kehidupan anak karena dari keluargalah anak
mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan
kehidupan anak di kemudian hari. Anak yang mendapat kesan baik dalam interaksinya di
lingkungan keluarga maka konsep diri anak akan menjadi baik pula, begitu juga sebaliknya.
Konsep diri inilah yang akan berdampak ketika si anak sudah tumbuh dewasa.
Hal yang diakui sebagai faktor yang mempengaruhi karakter adalah faktor
keturunan/gen. Jika tidak ada proses berikutnya yang memiliki pengaruh kuat, boleh jadi
faktor genetis inilai yang akan menjadi karakter anak. Munir mengemukakan bahwa masih
faktor lain yang juga dapat mempengaruhi karakter seseorang. Faktor-faktor itu adalah
makanan dan teman.
Membangun karakter anak merupakan proses yang terus menerus atau
berkesinambungan agar terbentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang kondusif dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dilandasi dengan nilai-nilai dan falsafah
hidup. Sehingga dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa karakter sebenarnya dapat
dibentuk.

2.3. Tahap-Tahap Pembentukan Karakter


Pendidikan karakter anak haruslah disesuaikan dengan usia anak, karena nilai karakter
atau moral yang berkembang pada tiap individu mengikuti perkembangan usia dan konteks
sosialnya.
Tahap-tahap perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan menurut Piaget:
1) Tahapan pada domain kesadaran aturan:
 Usia 0-2 tahun: aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat memaksa
 Usia 2-8 tahun: aturan disikapi bersifat sakral dan diterima tanpa pemikiran
 Usia 8-12 tahun: aturan diterima sebagai hasil kesepakatan

4
2) Tahapan pada domain pelaksanaan aturan:
 Usia 0-2 tahun: aturan dilakukan hanya bersifat motorik
 Usia 2-6 tahun: aturan dilakukan dengan orientasi diri sendiri
 Usia 6-10 tahun: aturan dilakukan sesuai kesepakatan
 Usia 10-12 tahun: aturan dilakukan karena sudah dihimpun

Menurut Anis Matta ada 5 dalam pengembangan karakter, khususnya dalam


membentuk karakter Muslim. Kelima tersebut adalah:
a. Kebertahapan
Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara bertahap.
Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan hasil.
b. Kesinambungan
Proses yang berkesinambungan nantinya akan membentuk rasa dan warna berpikir
seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi karakter
pribadinya yang khas.
c. Momentum
Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan.
Misalnya bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat,
kedermawanan, dan sebagainya.
d. Motivasi Instrinsik
Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar-
benar lahir dari dalam diri sendiri. Pendidikan harus menanamkan motivasi/keinginan yang
kuat dan “lurus” serta melibatkan aksi fisik yang nyata.
e. Pembimbingan
Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing.
Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk memantau dan mengevaluasi
perkembangan seseorang.

2.4. Strategi pengembangan Karakter


Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa
berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kulikuer maunpun ekstra kulikuler. Karakter
memiliki strategi yang dapat dilakukan melalui sikap-sikap dalam pembentukannya. Sikap-
sikap tersebut adalah:

5
a. Keteladanan
Dalam pembentukan pendidikan karakter keteladanan sangat diperlukan agar apa
yang diajarkan kepada siswa tidak dipahami sebagai teori saja. Karna itulah guru dituntut
untuk memenuhi standar kelayakan tertentu agar bisa memberikan teladan pada siswa. Selain
itu untuk menjadi orang yang bisa diteladani, seorang guru tidak hanya memberikan contoh
dalam melakukan sesuatu, namun juga terkait dengan kebiasaan-kebiasaan atau segala hal
yang bisa diteladani. Seseorang yang dapat dijadikan teladan memiliki 3 kriteria, yaitu:
1) Siap menjadi cermin bagi diri sendiri ataupun orang lain
2) Memiliki kompetensi minimal baik berupa sikap, ucapan, ataupun perilaku sehingga
dapat dijadikan cerminan baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.
3) Memiliki kesamaan antara ucapan dengan tindakannya. Bagi seorang guru, ia harusm
memiliki komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang diembannya.

b. Penanaman Kedisiplinan
Disiplin penting untuk ditegakkan agar sesuatu yang diinginkan dapat tercapai tepat
pada waktunya. Jika kedisiplinan lemah, maka motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu
menjadi berkurang. Penegakan disiplin ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
adalah peningkatan motivasi, penegakan aturan, penerapan reward dan punishment.

c. Pembiasaan
Pedidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata pelajaran di kelas, tetapi
sekolah dapat juga menerapkannya melalui pembiasaan. Pembiasaan ini penting,
sebagaimana ungkapan Dorothy Low Nolte yang menggambarkan bahwa anak akan tumbuh
sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu
yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari.

d. Menciptakan Suasana yang Kondusif


Suasana yang kondusif merupakan modal awal dalam menciptakan lingkungan yang
memungkinkan untuk membangun karakter. Tanggung jawab dalam penciptaan suasana yang
kondusif ini ada pada orang-orang yang ada di sekeliling anak, mulai dari keluarga, sekolah,
masyarakat, ataupun pemerintah.

6
e. Integrasi dan Internalisasi
Internalisasi diperlukan agar pendidikan karakter yang diajarkan pada anak bisa
mengkristal dalam dirinya dan dapat tumbuh dari dalam sehingga dapat mewarnai seluruh
aspek kehidupan. Internalisasi ini kemudian dapat diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan
lain baik di sekolah ataupun di luar sekolah karena pendidikan karakter merupakan landasan
dari seluruh aspek dan tidak bisa dipisahkan dengan aspek lainnya.Sedangkan strategi
pembentukan karakter yang biasanya digunakan di negara maju diantaranya adalah:
a. Strategi pemanduan (cheerleading)
Strategi ini menggunakan media poster atau spanduk yang di pasang di papan
pengumuman yang di up-date setiap bulan tentang berbagai nilai kebajikan, slogan atau moto
tentang karakter atau nilai.
b. Pujian dan hadiah (praise and reward)
Landasan yang digunakan dalam strategi ini adalah pemikiran yang positif dan
menerapkan peguatan positif, sehingga ingin menunjukkan anak yang sedang berbuat baik.
c. Definisikan dan latihkan (define and drill)
Cara kerja strategi ini adalah dengan meminta siswa mengingat tentang nilai-nilai
kebaikan dan mendefinisikannya sehingga nilai-nilai moral siswa dapat terlihat dari
perkembangan kognitifnya.
d. Penegakan disiplin (forced formality)
Strategi ini pada prinsipnya ingin menedakkan disiplin dan melakukan pembiasaan
kepada siswa untuk secara rutin melakukan sesuatu yang bernilai moral. Contohnya
mengucapkan salam, berbaris saat masuk kelas, dan lain sebagainya.
e. Perangai bulan ini (traits of the month)
Strategi ini mirip dengan strategi pemanduan, namun juga menggunakan segala hal
yang terkait dengan pendidikan karakter, misalnya pelatihan, sambutan Kepala Sekolah pada
upacara, dan lain sebagainya.

7
BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Karakter merupakan sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri
seseorang yang mepengaruhi sikap, tindakan, dan cara berfikir sehari-hari. Sedangkan
pendidikan karakter merupakan proses penanaman dan pengarahan agar peserta didik mampu
menjadi manusia seutuhnya dan berkarakter dalam berbagai dimensi. Mekanisme
pembentukan karakter terdiri dari proses pembentukan karakter dan tahap-tahap
pembentukan karakter. Proses pembentukan karakter dimulai sejak anak berusia 0 sampai 5
tahun, namun dalam penyempurnaan dan pengembangannya dibutuhkan waktu seumur
hidup. Tahap-tahap pendidikan karakter dapat di golongkan sesuai dengan tingkatan usia
anak agar sesuai pula dengan proses perkembangan dirinya.

Esensi pendidikan karakter terdiri dari tujuan, pilar-pilar, ciri dasar, dan fungsi
pendidikan karakter. Kaidah pendidikan karakter terdiri atas 5 hal, yaitu kaidah kebertahapan,
kaidah kesinambungan, kaidah momentum, kaidah motivasi instrinsik, dan kaidah
pembimbingan. Sedangkan strategi dalam penanaman pendidikan karakter dapat dilakukan
dengan keteladanan, penanaman kedisiplinan, pembiasaan, menciptakan suasana yang
kondusif, dan integrasi serta internalisasi.

3.2. Saran
Lingkungan masyarakat memiliki peran dan tanggung jawab yang besar pula dalam
pembentukan karakter siswa. Siswa pada umumnya melihat dan meniru apa yang terjadi
di ,lingkungan masyarakat sekitarnya. Hubungan-hubungan sosial yang terjadi antara siswa
dengan tetangga, dan siswa dengan kelompok sebaya (peer group) perlu dibina lebih kuat
lagi.

8
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, M. Furqon. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta:


Yuma Pustaka. 2010.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2012.

Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah.
Yogyakarta: Pedagogia. 2010.

Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam


Mata Pelajaran. Yogyakarta: Familia. 2011.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2011.

Anda mungkin juga menyukai