Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Karakter

Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan.Sedangkan menurut


ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan
yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika
pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat
diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-
kondisi tertentu.

Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki
perbedaan yang signifikan.Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan
yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah tertanam dalam
pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan.

1. Teori Pembentukan KarakterStephen Covey melalui bukunya 7


Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif, menyimpulkan bahwa
sebenarnya ada tiga teori utama yang mendasarinya, yaitu :
2. Determinisme Genetis, pada dasarnya mengatakan kakek-nenek
kitalah yang bebuat begitu kepada kita. Itulah sebabnya kita memiliki
tabiat seperti ini. Kakek-nenek kita mudah marah dan itu ada pada
DNA kita. Sifat ini diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya
dan kita mewarisinya. Lagipula, kita orang Indonesia, dan itu sifat
orang Indonesia.
3. Determinisme Psikis, pada dasarnya orangtua kitalah yang berbuat
begitu kepada kita. Pegasuhan kita, pengalaman masa anak-anak kita
pada dasarnya membentuk kecenderungan pribadi dan susunan
karakter kita. Itulah sebabnya kita takut berdiri di depan banyak orang.
Begitulah cara orang tua kita membesarkan kita. Kita merasa sangat
bersalah jika kita membuat kesalahan karena kita “ingat jauh di dalam

1
hati tentang penulisan naskah emosional kita ketika kita sangat rentan,
lembek dan bergantung. Kita “ingat” hukuman emosional, penolakan,
pembandingan dengan orang lain ketika kita tidak berprestasi seperti
yang diharapkan.
4. Determinisme Lingkungan, pada dasarnya mengatakan bos kita
berbuat begitu kepada kita – atau pasangan kita, atau anak remaja
yang berkital itu, atau situasi ekonomi kita, atau kebijakan nasional.
Sesorang atau sesuatu di lingkungan kita betanggungjawab atas situasi
kita.
5. Metode, proses dan langkah pementukan karakter
6. Metoda Pembentukan Karakter

Metoda pembentukan karakter berkaitan langsung dengan tahapan


perkembangannya.Tahapan tersebut terbagi dalam tiga tahapan yaitu
tahapankarakter lahiriyah (karakter anak-anak), tahapan karakter
berkesadaran (karakter remaja) dan tahapan kontrol internal atas
karakter (karakter dewasa).Pada tahapan lahiriyah metoda yang digunakan
adalah pengarahan, pembiasaan, keteladanan, penguatan (imbalan) dan
pelemahan (hukuman) serta indoktrinasi.Sedangkan pada tahapan perilaku
berkesadaran, metoda yang digunakan adalah penanaman nilai melalui
dialog yang bertujuan meyakinkan, pembimbingan bukan instruksi dan
pelibatan bukan pemaksaan. Dan pada tahapan kontrol internal atas
karakter maka metoda yang diterapkan adalah perumusan visi dan misi
hidup pribadi, serta penguatan akan tanggungjawab langsung kepada
Allah. Tahapan diatas lebih didasarkan pada sifat daripada umur.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Pembentukan Karakter

Karakter terbentuk setelah mengikuti proses sebagai berikut :

 Adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber, mungkin


agama, ideology, pendidikan, temuan sendiri atau lainnya.
 Nilai membentuk pola fikir seseorang yang secara keseluruhan keluar
dalam bentuk rumusan visinya.
 Visi turun ke wilayah hati membentuk suasana jiwa yang  secara
keseluruhan membentuk mentalitas.
 Mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan tindakan
yang secara keseluruhan disebut sikap.
 Sikap-sikap yang dominan dalam diri seseorang yang secara
keseluruhan mencitrai dirinya adalah apa yang disebut sebagai
kepribadian atau karakter.

Proses pembentukan mental tersebut menunjukan keterkaitan antara


fikiran, perasaan dan tindakan. Dari akal terbentuk pola fikir, dari fisik
terbentuk menjadi perilaku. Cara berfikir menjadi visi, cara merasa
menjadi mental dan cara berprilaku menjadi karakter. Apabila hal ini
terjadi terus menerus akan menjadi sebuah kebiasaan.

“Akhlak atau karakter adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh


seseorang tanpa melalui proses pemikiran”. (Imam al-Ghozali)

Jadi, proses pembentukan karakter itu menunjukkan keterkaitan yang erat


antara fikiran, perasaan dan tindakan. Dari wilayah akal terbentuk cara
berfikir dan dari wilayah fisik terbentuk cara berperilaku. Cara berfikir
menjadi visi, cara merasa menjadi mental dan cara berperilaku menjadi
karakter. Apabila hal ini terjadi pengulangan yang terus-menerus menjadi
kebiasaan, maka sesuai dengan pendapat Imam al-Ghozali yang

3
mengatakan : Akhlak atau karakter adalah suatu perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang tanpa melalui proses pemikiran.

B. Langkah Mengubah Karakter

Dengan mengetahui tahapan, metoda dan proses pembentukan karakter,


maka bisa diketahui bahwa akar dari perilaku atau karakter itu adalah cara
berfikir dan cara merasa seseorang. Sehingga untuk mengubah karakter
seseorang, kita bisa melakukan tiga langkah berikut :

 Langkah pertama adalah melakukan perbaikan dan pengembangan


cara berfikir yang kemudian disebut terapi kognitif, dimana fikiran
menjadi akar dari karakter seseorang.
 Langkah kedua adalah melakukan perbaikan dan pengembangan cara
merasa yang disebut dengan terapi mental, karena mental adalah
batang karakter yang menjadi sumber tenaga jiwa seseorang.
 Langkah ketiga adalah melakukan perbaikan dan pengembangan pada
cara bertindak yang disebut dengan terapi fisik, yang mendorong fisik
menjadi pelaksana dari arahan akal dan jiwa.
 Hidup di zaman modern ini semua serba ada, baik dan buruk, halal
haram, benar salah nyaris campur menjadi satu, sulit untuk dibedakan.
Maka sebaik-baik orang yang dapat memilah dan memilih suatu
perbuatan yang baik, karena perbuatan baik ini akan berdampak pada
perilaku manusia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
membentuk karakter:

1. Pembiasaan tingkah laku sopan.

Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran
sopan santun terletak pada cara pandang suatu masyarakat. Oleh
karena itu cara pandang sopan-santun dan sikap suatu daerah
mungkin berbeda dengan cara pandang masyarakat yang lain.
Sopan santun diperlukan ketika sesorang berkomunikasi dengan
orang lain, dengan penekanan utama pertama kepada orang yang

4
lebih tua atau guru atau atasan, kedua kepada orang yang lebih
muda, anah buah, anak, murid, bawahan dan
sebagainya, ketiga kepada orang yang setingkat atau sebaya,
seusia atau setingkat status sosial.

Disamping itu sopan santun juga berlaku ketika berkomunikasi


dengan kawan atau lawan.Komunikasi dengan lawan memerlukan
kekuatan diplomatis yang lebih kuat dibandingkan dengan
perilaku kasar. Kesopanan bisa menambat hati lawan, sebaliknya
kekerasan akan menimbulkan dendam.

Sopan santun pada anak tertanam melalui kebiasaan sehari-hari di


rumah.Apa yang diajarkan orang tua di rumah akan melekat pada
diri anak. Sopan santun pada remaja tertanam disamping melalui
kebisaan dalam rumah juga melalui proses pergaulan teman
sebaya, di sekolah atau melalui suatu tontonan. Sedangkan sopan
santun pada remaja disamping karena perbekalan pada masa
anak-anak dan remaja terbentuk melalui perilalu para tokoh
masyarakat, terutama tokoh yang dihormati dan diidolakan.

2. Kebersihan, kerapian dan ketertiban

Pengetahuan tentang hubungan kebersihan dengan lingkungan


dibentuk melalui proses pendidikan, tetapi kepekaan terhadap
kebersihan dibangun melalui proses pembiasaan sejak kecil.
Konsisitensi orang tua terhadap keharusan anak untuk cuci tangan
sebelum makan, cuci kaki sebelum tidur, mandi dan gosok gigi
secara tertur, menyapu lantai dan halaman rumah, buang sampah
di tempat sampah, menempatkan sepatu ditempatnya, merapikan
baju dan buku dikamarnya. Merapikan tempat tidur setiap bangun
tidur, adalah merupakan pekerjaan membiasakan anak pada hidup
bersih hingga kedasaran akan kebersihan itu menjadi bagian dari
kepribadiannya.

5
Pada usia remaja kebersihan harus didukung oleh pengetahuan
empirik, misalnya melihat benda dan air kotor, tangan kotor dan
sebagainya dengan mikroskup sehingga bisa menyaksikan sendiri
kuman-kuman penyakit pada sesuatu yang kotor tersebut. Adapun
perilaku bersih pada masyarakat diwujudkan dengan pengaturan
yang bersistem, misalnya sistem pemeliharaan kebersihan umum
lengkap dengan sarana yang tesedia, sistem sanitasi, sistem
pembuangan limbah ditempat umum kemusian didukung dengan
peraturan yang menjamin kelangsungan hidup bersih dan tertib.
Singapura misalnya mengenakan denda sekitar lima ratus ribu
rupiah bagi orang yang hanya membuang puntung rokok secara
sembarangan.

3. Kejujuran

Kejujuran merupakan sifat terpuji. Dalam bahasa arab disebut


dengan istiah siddq dan amanah. Siddiq artinya benar, amanah
artinya dapat dipercaya, ciri orang jujur adalah tidak suka bohong,
meski demikian jujur yang berkonotasi positif berbeda dengan
jujur dalam arti lugu dan polos.Dalam sifat amanah mengandung
arti cerdas, yakni kejujuran yang disampaikan dengan
bertanggung jawab. Jujur bukan berarti mengatakan semua yang
diketahui apa adanya, tetapi mengatakan apa yang diketahui
sepanjang mengandung kebaikan dan tidak menyebutnya jika
diperkirakan memabawa akibat buruk bagi dirinya dan orang lain.

4. Disiplin.

Tingkah laku disiplin dilakukan karena mengikuti suatu


komitmen.Disiplin bisa berhubungan dengan kejujuran, bisa juga
tidak.Kejujuran juga diwariskan oleh genetika orang tuannya,
terutama ketika anak masih dalam kandungan, secara psikologis
dapat menetas pada anaknya. Keharmonisan orang tua didalam
rumah akan sangat berpengaruh dalam membentuk watak dan

6
kepribadian anak-anak pada umur perkembangannya. Ketika anak
masih kecil, pantang orang tua bebohong kepada anaknya, karena
kebohongan yang diarasakan oleh anak akan menimbulkan
kegelisahan serta merusak tatanan psikologi seorang anak.

Pada anak usia kelas IV SD hingga SLTP, kejujuran sebaiknya


dibiasakan sejalan dengan kedisplinan hidup, disiplin belajar,
disiplin ibadah, displin bekerja membantu orang tua di rumah,
disiplin keuangan dan dan disiplin agenda harian anak. Pada anak
usia SMA kejujuran dan kedisiplinan yang ditanamkan harus
sudah disertai alasan yang rasional, baik dalam kehidupan dalam
rumah tangga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat.
Sistem punishment dan reward sudah bisa diterapkan secara
rasional.

Pada usia mahasiswa, kejujuran dan kedisiplinan dinisyakan


melalui pemberian kepercayaan dalam berbagai
tanggungjawab.kepada mereka sudah ditekankan komitmen dan
substansi, sementara prosedur dan teknik mungkin harus sudah
diserahkan kepada seni dan kreatifitas mereka.
Pada orang dewasa yang sudah bekerja, kejujuran dan
kedisiplinan diterapkan melalui pelaksanaan sistem dimana
peluang untuk berbuat tidak jujur dipersempit.Misalnya dengan
pengawasan yang transparan. Betapapun orang jujur dapat
berubah menjadi tidak jujur menakala peluang tidak jujur dan
tidak disiplin terbuka tanpa pengawasan .

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Karakter merupakansebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang
mengarahkan tindakan seorang individu. Metoda pembentukan karakter
berkaitan langsung dengan tahapan perkembangannya. Tahapan tersebut
terbagi dalam tiga tahapan yaitu tahapan karakter lahiriyah (karakter anak-
anak), tahapan karakter berkesadaran (karakter remaja) dan tahapan
kontrol internal atas karakter (karakter dewasa).

B. SARAN
Kita sebagai warna Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
berkarakter. Dalam hal kecil saja kita lakukan, contohnya kebiasaan.
Kebiasaan kita dalam suatu tindakkan. Kita juga harus sopan dan jujur, hal
tersebut sudah menunjukkan bahwa kita sudah berkarakter. Pada intinya
kita harus melakukan karakter.

Anda mungkin juga menyukai