Anda di halaman 1dari 7

A.

Tahapan perkembangan karakter

Perkembangan karakter merupakan usaha atau suatu proses yang


dilakukan untuk menanamkan hal positif pada anak yang bertujuan untuk
membangun karakter yang sesuai dengan norma , dan kaidah moral dalam
bermasyarakat. Ada tiga faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
karkter anak yaitu faktor pendidikan (sekolah), lingkungan masyarakat, dan
lingkungan keluarga.

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),


pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu
mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi
kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau
wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen
karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing
(pengetahuan tentang moral), moral feeling (penguatan emosi) tentang moral,
dan moral action atau perbuatan bermoral.

Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi


ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang
nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective
taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision
making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan
penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh
peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self
esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving
the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral
action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome)
dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek
lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan
(habit).

Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan


antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang
dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara
pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk
melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan,
bangsa dan negara serta dunia internasional. Kebiasaan berbuat baik tidak selalu
menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai
pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut
dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan
akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena
dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk mengharagi
nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan
juga aspek perasaan (domain affection atau emosi). Komponen ini dalam
pendidikan karakter disebut dengan “desiring the good” atau keinginan untuk
berbuat kebaikan.

Pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan


saja aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good”
atau “loving the good” (moral feeling), dan “acting the good” (moral
action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi
oleh sesuatu paham. Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan
melalui tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing, kemudian moral
feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral
dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau
unggul/tangguh.
B. Tahapan perkembangan kepribadian

Lawrence Kohlberg mengembangkan teori pengembangan kepribadian


yang berfokus pada pertumbuhan pemikiran moral. Bangunan pada proses dua-
tahap yang diusulkan oleh Piaget, Kohlberg memperluas teori untuk meliputi
enam tahapan yang berbeda. Sementara teori tersebut telah dikritik karena
beberapa alasan yang berbeda, termasuk kemungkinan bahwa ia tidak
mengakomodasi jenis kelamin yang berbeda dan budaya yang sama, teori
Kohlberg tetap penting dalam pemahaman kita tentang pengembangan
kepribadian.

Dalam fase-fase perkembangan kepribadian di setiap individu tidak bisa


disamakan satu dengan yang lainnya, tetapi secara umum bisa dirumuskan sebagai
berikut :
 Fase pertama

Fase awal atau pertama dimulai sejak anak mulai berusia satu hingga dua
tahun, saat anak tersebut mulai mengenal dirinya sendiri. Pada fase ini kita
bisa membedakan kepribadian seseorang menjadi dua bagian yang penting
yaitu sebagai berikut :

a) Bagian pertama berisi unsur-unsur dasar atas berbagai sikap yang


disebut dengan attitudes yang kurang lebih bersifat permanen dan
tidak mudah berubah dikemudian hari. Unsur-unsur itu ialah
struktur dasar kepribadian ( basic personality structure ) dan capital
personality, kedua unsur tersebut merupakan sifat dasar dari
manusia yang telah dimiliki sebagai warisan biologis dari orang
tuanya.
b) Bagian kedua berisi unsur-unsur yang terdiri atas keyakinan-
keyakinan atau anggapan-anggapan yang lebih fleksibel yang
sifatnya mudah berubah atau dapat ditinjau kembali di kemudian
hari.
 Fase Kedua

Untuk fase ini merupakan fase yang sangat efektif dalam membentuk dan
mengembangkan bakat-bakat yang ada pada diri seorang anak. Fase ini
diawali dari usia dari usia dua hingga tiga tahun. Fase ini merupakan fase
dalam perkembangan yang dimana rasa aku yang telah dimiliki seorang anak
mulia berkembang karakternya sesuai dengan tipe pergaulan yang ada
dilingkungannya, termasuk struktur tata nilai maupun struktur budayanya.

Dalam fase ini berlangsung relatif panjang sampai anak menjelang masa
kedewasaannya hingga kepribadian tersebut mulai tampak dengan tipe-tipe
perilaku yang khas yang tampak dalam hal-hal berikut ini.

a) Dorongan-Dorongan
Unsur ini merupakan pusat dari kehendak manusia untuk
melakukan suatu aktivitas yang selanjutnya akan membentuk
motif-motif tertentu untuk mewujudkan suatu keinginan. Drivers
ini dibedakan atas kehendak dan nafsu-nafsu, kehendak merupakan
dorongan-dorongan yang bersifat cultural yang artinya sesuai
dengan tingkat peradaban dan tingkat perekonomian seseorang.
Sedangkan nafsu-nafsu merupakan kehendak yang terdorong oleh
kebutuhan biologis misalnya nafsu makan, birahi ( seksual ),
amarah dan yang lainnya.
b) Naluri
Naluri merupakan suatu dorongan yang bersifat kodrati yang
melekat dengan hakikat makhluk hidup, misalnya seorang ibu
memiliki naluri yang begitu kuat untuk memiliki anak, mangsuh
dan membesarkan sampai dewasa. Naluri ini bisa dilakukan pada
setiap makhluk hidup tanpa perlu belajar dahulu seolah-olah telah
menyatu dengan hakikat makhluk hidup.
c) Getaran hati
Emosi atau getaran hati merupakan sesuatu yang abstrak yang
menjadi sumber perasaan manusia. Emosi dapat menjadi pengukur
segala sesuatu yang ada pada jiwa manusia seperti senang, sedih,
indah, serasi dan yang lainnya.
d) Perangai
Perangai merupakan perwujudan dari perpaduan antara hati dan
pikiran manusia yang tampak dari raut muka maupun gerak-gerik
seseorang. Perangai ini merupakan salah satu unsur dari
kepribadian yang mulai riil, dapat dilihat dan diindentifikasi oleh
orang lain.
e) Inteligensi
Inteligensi ialah tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh
seseorang, sesuatu yang termasuk dalam intelegensi ialah IQ
memori-memori pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman yang
telah diperoleh seseorang melakukan sosialisasi.
f) Bakat
Bakat pada hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak yang
diperoleh seseorang karena warisan biologis yang diturunkan oleh
leluhurnya, seperti bakat seni, olahraga, berdagang, berpolitik dan
lainnya. Bakat merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam
mengembangkan keterampilan-keterampilan yang ada pada
seseorang. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda-beda
walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama.

 Fase ketiga

Dalam proses perkembangan kepribadian seseorang, fase ini merupakan


terakhir yang ditandai dengan semakin stabilnya perilaku-perilaku yang khas
dari orang tersebut. Pada fase ketiga ini terjadi perkembangan yang relative
tetap yakni dengan terbentuknya perilaku-perilaku yang khas sebagai
kepribadian yang bersifat abstrak. Setelah kepribadian terbentuk secara
permanen, maka dapat diklasifikasikan tiga tipe kepribadian yakni kepribadian
normative, kepribadian otoriter dan kepribadian perbatasan.

a) Kepribadian normatif

Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang ideal, yang dimana


seseorang memiliki prinsip-prinsip yang kuat untuk menerapkan nilai-
nilai sentral yang ada dalam dirinya sebagai hasil sosialisasi pada masa
sebelumnya. Seseorang memiliki kepribadian normative apabila terjadi
proses sosialisasi antara perlakuan terhadap dirinya dan perlakukan
terhadap orang lain sesuai dengan tata nilai yang ada didalam
masyarakat. Tipe ini ditandai dengan kemampuan menyesuaikan diri
yang sangat tinggi dan dapat menampung banyak aspirasi dari orang
lain.

b) Kepribadian otoriter

Dalam tipe ini terbentuk melalui proses sosialisasi individu yang lebih
mementingkan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan orang
lain. Situasi ini sering terjadi pada anak tunggal, anak yang sejak kecil
mendapat dukungan dan perlindungan yang lebih dari lingkungan
orang-orang disekitarnya serta anak yang sejak kecil memimpin
kelompoknya.

c) Kepribadian Perbatasan ( Marginal Man )

Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang relative labil dimana


ciri khas dari prinsip-prinsip dan perilakunya seringkali mengalami
perubahan-perubahan sehingga seolah-olah seseorang itu memiliki
lebih dari satu corak kepribadian. Seseorang dikatakan memiliki
kepribadian perbatasan apabila orang ini memiliki dualism budaya,
misalnya karena proses perkawinan atau karena situasi tertentu hingga
mereka harus mengabdi pada dua struktur budaya masyarakat yang
berbeda.

Dafpus
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/26/pengembangan-
karakter/

https://www.gurupendidikan.co.id/fase-perkembangan-kepribadian/

Anda mungkin juga menyukai