Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan
pendidikan manusia dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Banyak para pendidik
yang memaksakan kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan hal yang mereka inginkan
sedangkan peserta didik sendiri tidak membutuhkanya., maka setiap guru dituntut untuk
memahami teori psikologi pendidikan agar potensi yang ada pada peserta didik dapat
dikembangkan berdasarkan tahap perkembangannya. Banyak para ahli yang memaparkan tentang
perkembangan peserta didik diantaranya Piaget, Carl R. Rogers, Kohnstamm.
Karena pentingnya landasan psikologi pendidikan dalam proses pembelajaran maka pada
kesempatan ini kami akan membahas makalah tentang pengertian landasan pendidikan,
bagaimana situasi pergaulan pendidikan setiap individu, apa saja dimensi dalam proses
pendidikan, apa saja tugas-tugas pokok perkembangan, bagaimana pemahaman guru terhadap
perkembangan pribadi anak, apa saja teori-teori belajar dalam pendidikan, dan apa saja jenis-jenis
upaya dalam proses pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Landasan Psikologis Pendidikan?
2. Bagaimana situasi Pergaulan Pendidikan setiap individu?
3. Apa saja dimensi dalam proses pendidikan?
4. Apa saja tugas-tugas pokok perkembangan?
5. Bagaimana pemahaman guru terhadap perkembangan pribadi anak?
6. Apa saja teori-teori belajar dalam pendidikan?
7. Apa saja jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian landasan psikologis pendidikan.
2. Untuk mengetahui situasi pergaulan pendidikan pada setiap individu.
3. Untuk megetahui dimensi-dimensi dalam proses pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa saja tugas-tugas pokok perkembangan.
5. Untuk memberikan pemahaman kepada guru terhadap perkembangan pribadi anak.
6. Untuk mengetahui teor-teori belajar dalam pendidikan.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis upaya dalam proses pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Psikologis Pendidikan
Proses kegiatan pendidikan melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam sosio-kultural yang
antropologis- filosofis – normative. Artinya pendidikan adalah suatu kegiatan yang menyangkut
interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai- nilai budaya suatu
masyarakat yang didasarkan pada nilia-nilai kemanusiaan. Pendidikan selalu melibatkan aspek-
aspek yang tidak dipisahkan satu sama lain yaitu aspek kejiwaan,kebudayaan, kemasyarakatan,
norma- norma, dan kemanusiaan.
Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian tentang dasar- dasar psikologi yang dapat
menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan. Adapun tujuan pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu pendidik tidak saja mencerdaskan intelektualnya saja
tetapi pendidik juga harus mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, sosial, dan tingkatan
yang lebih tinggi adalah kecerdasan kognitif.
Manusia mempunyai banyak kebutuhan dalam hidupnya merurut A.H Maslow dalam
Individual and society mengkategorikan 5 kebutuhan ( krech,dkk.1992:76) yaitu:
a. Kebutuhan fisik, contoh lapar, haus.
b. Kebutuhan keamanan, contoh keamanan, aturan.
c. Kebutuhan memiliki & rasa cinta, contoh kasih sayang.
d. Kebutuhan penghargaan, contoh prestasi, harga diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, contoh kebutuhan untuk menyempurnakan diri.
Menurut Maslow kebutuhan yang lebih tinggi dapat di penuhi jika kebutuhan dasar terpenuhi
dan sampai kemampuan untuk merealisasikan/ mengaktualisasikan diri seseorang dapat terwujud
dalam kehidupan sehari- hari.
B. Situasi Pergaulan Pendidikan
Pergaulan pendidikan adalah hubungan antara dua pihak yang mempunyai maksud yang
disengaja untuk mempengaruhi anak didik sehingga anak didik tersebut berkembang menuju
kedewasaan. Proses pendidikan tidak langsung menghasilkan kekedewasaan melainkan peserta
didik akan secara bertahap menuju kekedewasaan. Karena kedewasaan merupakan suatu proses
yang berkesinambungan, saling berbuhungan terus menerus.
Manusia adalah makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia hidup di lingkungan
sesuai dengan aktualisasinya ,keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak yang dapat
mempengaruhi kepribadian anak . misalnya anak hidup di keluarga yang ceria, soleh, akrab ramai,
maka anak akan bersikap seperti itu, dan sebaliknya. Peserta didik itu merupakan individu yang
unik mempunyai potensi dan sikap yang berbeda maka pendidik harus memahami
perkembangannya agar perkembangan anak didik bisa secara tepat, baik kebutuhannya, cita- cita,
dan tujuan hidup.
C. Beberapa Dimensi Proses Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya mempunyai dimensi tujuan untuk memperbaiki perilaku. Berbeda
dengan hewan, manusia makhluk yang berakal yang bisa dididik dan perlu pendidikan, maka
pendidikan berlaku bagi manusia sepanjang hayat.
Inti dari pendidikan bukan memperbaiki keterampilan seperti pada hewan tetapi kita mendidik
anak agar anak memiliki integritas kepribadian dan mampu untuk bertanggung jawab. Untuk
menumbuhkan sikap tanggung jawab membutuhkan memilih nilai kesusilaan, agar dapat berbuat
kebaikan, karena manusia mempunyai kata hati yang mampu membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, antara yang jelek dan tidak, dsb.
Prof. Dr. Kohnstamm tokoh pendidik Belanda, mengadakan pembedaan antara berbagai lapisan
perilaku pada berbagai jenis makhluk yang disebut “nevous van gedringen” yaitu :
1. Lapisan perilaku anorganis, seperti peristiwa jatuh baik pada makhluk
Hidup maupun mati, yang keduanya tunduk pada hukum alam yang berupa
gaya tarik bumi atau gravitasi.
2. Lapisan Vegetatif /nabati, yaitu lapisan tentang segala proses yang terdapat dalam tubuh untuk
memelihara kehidupan jasmani, seperti pernapasan, pertukaran zat-zat dalam tubuh yang diambil
dari alam sekitar.
3. Perilaku animal atau hewani, yaitu lapisan yang sifatnya sudah berupa dorongan yang bersifat
instinktif /naluriah, misalnya nafsu makan, dorongan seks, berkelahi, dll.
4. Perilaku Human/Insani atau manusawi, yaitu lapisan perilaku yang hanya dimiliki manusia.
Lapisan ini meliputi potensi-potensi manusiawi yaitu :
a. Adanya kemauan yang dapat menguasai hawa nafsu, sehingga manusia dapat
menunda perbuatannya. Kemampuan ini berimplikasi pada kemampuan membuat perencanaan
untuk kegitan yang akan dilakukan.
b. Adanya kesadaran intelektual, sehingga manusia dapat mengembangkan
ilmunya, memecahkan persoalan-persoalan dengan kemampuan logikanya dan kritisisme.
c. Adanya kesadaran diri, yaitu kemampuan menyadari terhadap sifat-sifat yang
ada pada dirinya, menilai diri dan mengembangkan diri.
d. Manusia sebagai makhluk sosial, dapat mengatur hidupnya dengan orang lain,
mengadakan komunikasi, persabatan, perkawinan, dan kehidupan bersama dengan sesama
manusia lain dalam masyarakat.
e. Manusia mempunyai bahasa simbolis
f. .Manusia dapat menyadari nilai-nilai seperti kesusilaan, kebenaran, keadilan,
keindahan, dll.
5. Lapisan mutlak (Absolut), dalam lapisan ini manusia dapat menghayati kehidupan beragama
dan religius, sehingga dapat berkomunikasi dengan Tuhan dan dapat menghayati nilai-nilai
kehidupan manusia yang tertinggi, yaitu kehidupan ketuhannan dan nilai-nilai keberagamaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai jenis dimensi
perilaku, dan menyangkut aspek kognitif yang dapat berlangsung di sekolah, aspek afektif,
religious dan kepribadian yang utuh dapat dilakukan di rumah atau lingkungan keluarga.,
sedangkan aspek motorik dapat didapatkan dari koordinasi tubuh.
D. Tugas- Tugas Pokok Perkembangan
Proses pendewasaan manusia itu adalah pertemuan antara pertumbuhan potensi dari dalam pada
anak, dari pengaruh lingkungan, yang sebagian diatur dengan sengaja yang disebut pendidikan.
Pendidikan terdiri atas pelaksanaan tugas- tugas perkembangan, yaitu memperhatikan tahap-
tahap pertumbuhan, dan perkembangan anak yang mempunyai dasar pemikiran teori sendiri sesuai
dengn konsep yang dipakai untuk melaksanakan periodesasi itu.
Adapun tugas perkembangan menurut Robert Havinghurst adalah suatu tugas yang berada pada
tahap kehidupan seseorang yang akan membawa individu kepada kebahagiaan dan keberhasilan
tugas- tugas perkembangan berikutnya, yaitu pada tahap kehidupan tersebut dijalani dengan
berhasil. Sedangkan dalam kegagalan dalam perkembangan dapat mengakibatkan kehidupan tidak
bahagia dan kesulitan- kesulitan lain dalam kehidupannya kelak.
Tahapan- tahapan perkembngan menurut Erikson yang diadopsi oleh Sikun Pribadi (1984;156-
159) sbb.
1. The sense of trust ( kemampuan mempercayai) kira- kira umur 0-12 bulan.
Kemampuan ini mulai berkembang sejak lahir, karena diliputi oleh suasana yang hangat, mesra,
dan kasih sayang orang tua terhadap anak dan semua anggota keluarga, sehingga mempercayai
bahwa kebutuhan hidupnya terpenuhi. Kemampuan ini merupakan dasar kepercayaan pada orang
lain, diri sendiri, dan percaya bahwa hidup ini penuh dengan kebaikan.
2. The sence of authonomy ( kemampuan berdiri sendiri) kira-kira umur 1,5-3
tahun. Pada masa ini anak bukan berarti tidak memerlukan orang lain tetapi anak mempunyai
kemauan sendiri serta dapat berdiri sendiri. Seorang pendidik tidak boleh meremehkan anak dan
jangan sampai dipermalukan. Kita harus mendukung perasaan anak bahwa ia adalah pribadi yang
mempunyai harga diri yang harus kita perlakukan adalah menghargai, toleransi dan memberi
penghargaan. Kepribadian anak merupakan pantulan dari orang tuanya, seorang ibu yang
mempunyai jiwa penyayang dan penuh kepercayaan diri maka anak akan percaya diri secara
mantap.
3. The tense of initiative ( kemampuan berprakarsa) kira- kira umur 3,5- 5,5
tahun. Anak pada umur ini ingin menemukan kemampuan yang tersimpan dalam dirinya. Dia ingin
melakukan kebebasan untuk mengetahui sesuatu hal dengan cara meniru, dan bereksplorasi dan
mengembangkan daya fantasinya, dalam hal ini anak membutuhkan dukungan, motivasi, bukan
kritikan atau penekanan.
4. The tense ofaccomplisment ( kemampuan menyelesaikan tugas) kira- kira
umur 6-12 tahun. Anak ada keinginan dalam dirinya untuk meyelesaikan tugas, sehingga anak
akan kelihatan rajin, aktif, maka sebagi pendidik kita harus bisa menjaga perasaanya agar anak
tidak rendah diri dan merasa tidak berprestasi dan sikap putus asa.
5. The sense of identity ( kemampuan mengenali identitasnya) kira- kira
umur 12-18 tahun. Pada masa ini anak sudah menginjak masa remaja dimana dia akan mencari
siapa aku, bagaimana sifat dan sikap baiknya, bagaimana pergaulan dengan orang lain. Biasanya
mengalami masa ombang- ambing dan merasa masih kanak- kanak dan dia mencoba memainkan
pberbagai peran.
6. Tahap kedewasaan, ada 3 tahap periode ini yaitu:
a. keakraban ( intimacy)
b. kemampuan mengurus (generativity), pada periode ini akan menujukan dapat mengurisi orang
lain.
c. tahap keutuh an kepribadian (integrity).

E. Pemahaman terhadap Perkembangan Anak


Kita sebagai calon guru bukan hanya dituntut untuk hanya memahami perkembangan pribadi
anak dari segi biologisnya saja, melainkan kita juga harus paham bahwa selain sebagain makhluk
biologis anak juga sebagai makhluk psikis dan spiritual. Sebagai makhluk biologis artinya anak
itu dapat dikenali dari segi fisik dan instinktifnya, misal instink mempertahankan diri, instink seks,
berkelahi, lari dan berasosiasi dengan orang lain. Sedangkan dari aspek psikisnya kita dapat
mengenali dimensi jiwa anak seperti motivasinya, emosinya, kognisinya, serta kehidupan
psikomotornya. Pemahaman terhadap diri ini adalah dalam rangka untuk mengembangkan potensi
anak agar memahami kemampuan dirinya, dan mencapai kedewasaan. Selain dengan observasi
pemahaman terhadap dunia anak juga dapat dilakukan dengan intropeksi dan empati yaitu
kemampuan menempatkan diri dalam diri anak.
Secara umum perkembangan kehidupan anak dibagi dalam empat periodisasi, yaitu :
1. Anak bayi (0-1 tahun)
Periode ini disebut dengan periode vital. Periode ini mempunyai makna mempertahankan
hidup, anak dibekali dengan beberapa kemampuan terutama instink. Instink ini adalah kemampuan
untuk terhadap lingkungan yang telah ada sejak lahir. Instink ini meliputi segi kognitif, afektif,
dan konatif serta kejasmanian yang terjadi secara spontan, tanpa belajar terlebih dahulu. Misalnya
perilaku instink pada anak ialah saat menyusu. Pada anak juga telah nampak instink sosial, yaitu
sebagai alat komunikasi dengan lingkungannya. Misalnya ketika seorang ibu mengajak bicara
anak, kadang anak tersebut mereaksi dengan senyum. Selain itu, jika anak merasa kurang nyaman
terhadap sesuatu dia akan menangis. Pada anak juga telah ada instink meniru yaitu anak suka
meniru perbuatan ibunya, misal menirukan kata kata mama dan papa. Ada juga instink refleks
yang dibawa sejak lahir misal refleks biji mata, lutut, terkejut, menggenggam, jari kaki dll. Selain
instink releks, anak usia 0-1 tahun juga memiliki kemampuan untuk belajar. Bayi dapat
meningkatkan keterampilan-keterampilan yang menyangkut gerak-gerik badan dan anggota tubuh
lainnya seperti tangan dan kakinya. Dia juga dapat belajar memegang benda, berbaring dengan sisi
badannya, merangkak, duduk, berdiri, menelungkup, dll. Belajar pada anak juga bisa dalam bentuk
pembiasaan misalnya tidur, makan, bangun pada waktu dan tempat tertentu.
Dalam hal yang berkaitan dengan psikis anak dapat dilihat dengan adanya kesadaran sensorik,
artinya anak dapat mereaksi terhadap rangsangan luar melalui alat indranya yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan cita rasa. Anak juga dilengkapi dengan potensi perkuasan
dunia yaitu dengan penjelajahan ruang. Saat anak sudah mulai belajar berjalan, ia dapat mengenali
tempat dan lingkungan sekitar, mereka dapat menemukan benda, orang/hal-hal lain yang akalnya
tidak dipahami oleh anak. Pada perode ini juga adanya perkembangan bahasa pada anak. Apabila
pada usia ini anak belum belajar bercakap/berjalan, ada indikasi anak tersebut terhambat
perkembangannya.
2. Masa kanak-kanak (3-5 tahun)
Disebut juga masa peralihan dari masa bayi ke masa anak sekolah (pra sekolah). Biasanya anak
yang dimasukan ke TK/TPA terlebih dahulu, maka jiwanya telah matang untuk bersekolah.
Seorang ahli benama Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode estetis yang berarti
keindahan karena pada periode ini anak mempunyai 3 ciri khas yang tidak terdapat pada periode
lain yaitu : perkembangan emosi, kegembiraan hidup, kebebasan dan adaptasi. Ketiga ciri itu
berkembang dengan berbagai bentuk ekspresi seperti permainan, dongeng, nyanyian dan
menggambar. Masa yang bebas dan gembira merupakan unsur yang penting dalam kehidupan
anak. Masa ini merupakan reaksi yang dapat mengimbangi kehidupan intelektual dalam mencari
daya guna dari segala kehidupan manusia. Seperti yang dikemukakan oleh J.J Rousseau dari
Prancis bahwa masa kanak-kanak adalah masa bahagia sebagai hak setiap anak dalam susasana
kebebasan dan kegembiraan hidup. Dengan mengembangkan keempat jenis kegiatan yaitu
bermain, menyanyi, mendongeng, menggambar dapat mengembangkan kreativitasnya dengan
mengggunaka daya fantasinya.
Selain itu pada periode ini terjadi perkembangan daya pengindraan meliputi pembedaan warna,
pendengaran termsuk nyanyian meraba, mencium, mencicipi dsb. Juga terjadi perkembangan
bahasa yang mempunyai 3 fungsi yaitu untuk menyatakan isi hati dan perasaan, mengadakan
komunikasi dengan oranglain, dan sebagai fungsi berpikir. Fungsi bahasa sebagai alat berpikir
adalah fungsi yang paling sulit karena menggunakan symbol-simbol dan lambang. Oleh karena itu
pembelajaran yang dimulai sejak kanak-kanak merupakan cara yang paling efektif dalam rangka
mengembangkan daya piker, berimajinasi, kreasi sosial dan emosi. Pada masa kanak-kanak anak
sedang berada pada periode egosentris dan ceria.
3. Masa Sekolah (6-12 tahun)
Menurut Kohnstamm periode ini disebut perode intelektual karena sebagian besar waktunya
dipergunakan untuk pengembangan kemampuan intelektualnya. Anak pada usia ini telah ada pada
sekolah dasar yang mulai belajar tentang alam dan masyarakat. Minat pada periode ini disebut
periode objektif yang perhatiannya lebih ditujukan kepada dunia kenyataan yang dianalisis dan
memahami adanya hubungan sebab akibat. Anak pada usia ini mudah melaksanakan tugas yang
kita berikan dan bila mereka berada pada lingkungan yang penuh pengertian, maka dia akan mudah
beajar berbagai kebiasaan misalnya tidur dan bangun tepat waktu. Pada usia ini anak juga mudah
diajak bekerja sama dan patuh. Jika pada usia ini terjadi kesalahan pemberian pendidikan maka
akan timbul berbagai masalah perillaku seperti mengompol, berbohong, nakal, suka berkelahi,
tidak naik kelas dll.
4. Masa Remaja ( pubertas dan Adolensi)
Pubertas adalah periode antara 12-15 tahun saat anak duduk di sekolah lanjutan pertama.
Sesudah itu tiba waktu adolensi sampai usia 21 tahun saat anak sudah memasuki Perguruan Tinggi.
Nah pada periode ini anak sudah mulai menunjukkan sifat-sifat kedewasaan, lebih stabil, lebih
besar tanggung jawabnya, tertarik pada pekerjaan dan cita-cita yang mantap. Prestasi sekolah yang
baik akan membawa stabilitas kepribadian anak yang lebih matap, sebaliknya bila terjadi
kegagalan dalam sekolah akan menimbulkan berbagai jenis masalah dan tidak sesuai perilaku.
Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode :
a. Periode sosial karena anak mulai memilki minat terhadap hal-hal
Kemasyarakatan.
b. Remaja sangat menonjol perkembangan nafsu birahinya karena aktifnya
kelenjar-kelenjar hormone seks, dan mulai tertarik pada lawan jenis.
c. Pada usia inti anak juga mengalami pertumbuha jasmani yang cepat.
d. Moral anak pada usia ini juga berkembang. Anak mulai mengenal nilai-nilai
rohani sperti kebenaran, keadailan, kebaikan, keindahan dan ketuhanan.
e. Masa ini anak sedang mencari identitas jati dirinya.
Apabila pada masa ini terjadi kegagalan, baik disekolah/dalam berpacaran, jika anak tidak
punya kompensasi dalam berbagai bidang seperti olahraga, kesenian dan organisasi, maka akan
timbul pelarian/agresi pada hal-hal yang buruk seperti kekerasan (ganja, meroko, judi, kenakalan,
bahkan sakit saraf/neuritis).

F. Beberapa Teori Belajar dalam Anak


1. Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Psikologi kognitif yang dipengaruhi oleh Kurt Lewin, John Dewey, dan Kohler mempunyai
pandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan proses pengenalan yang bersifat
kognitif. Jean Piaget membagi tapan-tahtan kognisi dari usia anak dan remaja menjadi 4, yaitu :
a. Tahap sensori-motorik (0,0 - 2,0);
b. Tahap operasi awal (2,0 - 6,0);
c. Tahap Operasi Konkret (7,0 - 11,0);
d. Tahap Operasi Formal (12,0 sampai ke atas).
Menurut Brunner, perkembangan intelektual dapat dielaskan kepada 3 sistem/tahapan, yaitu :
a. Tahap enactive, yaitu tahap perkambangan kognisi anak dalam memahami lingkungan melalui
reaksi-reaksi motorik;
b. Tahap iconic, yaitu perkembangan kognisi anak yang mulai mampu berpikir atas model gambar
atau hal-hal konkret;
c. Tahap Simbolik yaitu tahap berpikir anak yang tidak terbatas pada hal-hal konkrit, anak mampu
berpikir atas dasar symbol bahasa mampu menggunakan bahasa sebagai alat berpikir, hingga dapat
diketahui tingkat struktur pengetahuan seseorang atau sebaliknya.
Guru harus memilki rancangan materi yang memungkinkan anak dapat mengembangkan
kesadaran terhadap masalahnya sendiri. Guru mempunyai peranan penting dalam aktifitas belajar
mengajar yaitu guru harus lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, memilih materi belajar,dan
menciptakan situasi belajar, sehingga anak terlibat secara aktif.
Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori Piaget :
 Merancang program menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pembelajaran, dan
mengendalikan aktifitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan ligkungan
 Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang sejajar
dengan tingkat perkembangannya
 Mendorong perkembangan murid kea rah perkembangan berikutnya dengan cara memberikan
latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi.
Redja Mudyahardo mengemukakan bahwa pengaruh teori belajar kognitif terhadap pendidikan
adalah sebagai berikut:
a. Individuslisasi: perlakuan individual di dasarkan pada tingkat perkembangan anak
b. Motivasi: motivasi belajar bersifat instrinsik.
c. Metodologi: menggunakan kurikulum dan metode yang mengembangkan keterampilan dasar
berfikir dan bahan pelajaran
d. Tujuaan kulikuler: memusatkan diri pada kemampuan secara keseluruhan
e. Bentuk pengelolaan kelas: berpusat pada anak
f. Efektifitas pengajaran: disusun dalam bentuk pengetahuan yang terpadu, konsep dan
keteram[pilan dirancang secara hierarkis
g. Partisipasi siswa: siswa dituntut untuk melakukan pengembangan kemampuan berfikir dan
melalui belajar dan bekerja
h. Kegiatan belajar siswa: mengutamakan metode tilikan dan pemahaman
i. Tujuan umum pendidikan: mengembangkan fungsi-fungsi kognitif secara optimal
2. Teori psikologi humanistik
Tokoh yang mempelopori teori ini adalah Abraham H.maslow dan carl R. Rogers menurut
aliran ini bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, faktor internal, dan bukan
oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuannya. Manusia yang mencapai punck
perkembangannnya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mengembangkan
potensinya, dan merasa dirinya itu utuh, bernakna, dan berfungsi (full functioning person)
Carl R. Rogers dalam dasar- dasar kependidikan mengemukakan prinsip- prinsip belajar yaitu:
a. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, ingin tau, melakukan eksplorasi, dan mengasimilasi
pengalaman baru
b. Belajar akan bermakna bila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
c. Belajar di perkuat dengan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, merendahkan
murid.dsb.
d. Belajar dengan insiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi
e. Sikap berdiri sendiri, kreatifitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri.
Pandangan kaum humanistik tentang proses belajar mengimplikasikan perlunya penataan
prioritas kegiatan pendidikan dan peranan guru.Pendidikan yang bersifat humanistik menekankan
pada pertumbuahan yang seimbang antara kognitif dan afektif dari pada isi yang dipelajari, peran
guru lebih pada sebagai fasilitator yang menurut Carl R. Rogers memiliki tugas yaitu :
a. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif
b. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar
c. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar
d. Menyediakan sumber-sumber belajar.
Menurut Carl R. Rogers menyarakan beberapa teknik untuk membantu guru menciptakan iklim
kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar bermakna yaitu:
a. Terimalah kondisi siswa sebagai mana apa adanya.
b. Kenali dan biua minat siswa
c. Usahakan sumberbelajar yang dapat diperoleh siswa dan memungkinkan siswa dapat memilih dan
menggunakannyaGunakan pendekatan ‘Discovery”
d. Tekankanlah pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan siswa mengambil tanggung jawab
untuk memenuhi tujaunnya itu.
Redja Mudyahardjo menguraikan tentang pengaruh teori belajar humanistic terhadap
pendidikan
a. Individualisasi: Perlakuan individual didasarkan pada kebutuhan dan perkembangan
individualitas/kepribadian anak;
b. Motivasi: belajar bersifat instinktif dan menekankan pada pemuassan kebutuhan individu;
c. Metodologi: lebih menekankan pada pendekatan proyek dan kehidupan sosial;
d. Tujuan Kurikuler: Lebih menekankan pada pengembangan sosial, keterampilan komuniakasi,
tanggap pada kebutuhan kelompok dan individu
e. Usaha mengefektifkan mengajar: Pengajaran disusun dalam bentuk topic yang terpadu
berdasarkan kebutuhan individual anak
f. Partisipasi siswa: Partsisipasi aktif siswa sangat diutamakan.
g. Kegiatan belajar siswa: Belajar melalui pemahaman dan pengertian, bukan hanya memperoleh
pengetahuan belaka
h. Tujuan umum pendidikan: Mencapai kesemurnaan diri dan pemahaman.
3. Teori Belajar Behavioristik
Tokoh pelopor teori ini adalah E.L. Thordike dan B.F Skinner yang memandang bahwa perilaku
manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan.
Asumsi pokok yang melandasi teori ini menurut M.I. Soelaeman (1985; 335) adalah:
a. Perilaku ini dipelajari dan dibentuk dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respon (S-
R)
b. Manusia pada dasarnya mencari kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan
c. Perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan
Menurut teori ini, ada tiga hal yang mempengaruhi proses belajar seseorang yaitu stimulus,
respon, dan akibat. Tujuan Pendidikan aliran ini bersifat eksternal yaitu ditentukan berdasarkan
pengaruh lingkungan yang berorientasi pada pengembangan kompetensi, penguasaan secara tuntas
terhadap apa-apa yang dipelajari. Peranan guru dalam proses belajar adalah sebagai pengambil
inisiatif dan pengendali proses belajar, yaitu:
a. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik
b. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar
c. Mengidentifikasi reinorcer yang memadai
d. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan
Ada dua hal pokok yang merupakan implikasi dari teori ini yaitu:
 Modifikasi perilaku menggunakan cara-cara spesifik menggunakan system ganjaran
 Pengajaran berprogram
Menurut Redja Mudyahardjo, pengaruh teori behaviorisme terhadap pendidikan, yaitu:
a. Individualisasi : Perlakuan individu didassrkan pada tugas, ganjaran, dan disiplin.
b. Motivasi: Bersifat ekstrinsik melalui pembiasaan terus menerus.
c. Metode: Dijabarkan secara rinci.
d. Tujuan-tujaun kurikuler: Memusatkan diri pada pada pengetahuan dan keterampilan akademis
serta tingkah laku sosial.
e. Bentuk pengelolaan kelas: bersusat pada guru.
f. Usaha mengefektifkan kelas: Disusun secara rinci dan bertingkat dan lebih mengutamakan
penguasaan bahan.
g. Partisipasi siswa: Siswa menunjukan perilaku pasif.
h. Kegiatan belajar siswa: Pemahiran keterampilan melalui pembiasaan bertaha.
i. Tujuan umum pendidikan: Mencapai kemampuan mengerjakan sesuatu/mencapai tingkat
kompetensi tertentu.

G. Jenis-jenis Upaya pendidikan


Upaya pendidikan adalah suatu cara usaha pendidikan untukk membimbing anak mencapai
kedewasaannya. Usaha itu dapat berbentuk pendidikan atau situasi yang dengan sengaja diadakan
untuk mendidik anak.
Setiap upaya pendidikan dilaksanakan behubungan dengan empat hal yaitu:
1. Untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
2. Dihubungkan dengan siapa yang menggunakan upaya itu, walaupun upaya itu jelas tujuannya
belum tentu seseorang memakainya secara efektif
3. Dihubungkan dengan cara/bentuk upaya yang dipergunakan seperti larangan dsb.
4. Bagaimana efeknya terhadap anak.
Berdasarkan uraian tersebut mempunyai implikasi bahwa setiap upaya atau pelaksanaan proses
pendidikan sebenarnya adalah suatu perbuatan wibawa, dimana nilai atau maksud yang dinginkan
harus sesuai dengan kenyataan. Pendidikan pada hakikatnya tidak dilaksanakan dalam kepura-
puraan, pendidik harus jujur, murni dan otentik. Pendidik juga dituntut untuk berbuat sesuai asas
kepatuhan artinya setiap perbuatan mendidik akan mengandung konsekuensi logis baik dari segi
logika, praktika, etika, dan estetika. Oleh karena itu, guru selalu dipandang sebagai panutan, idola,
dan sebagai orang yang menjalankan berbagai perilaku yang bermoral. Manakala guru berlaku
tidak sesuai dengan harapan masyarakat maka akan dianggap sebagai guru yang tidak patut, tidak
layak jadi panutan, dsb.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian
tentang dasar- dasar psikologi yang dapat menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan.
Dalam praktek pendidikan ini seorang guru terlebih dahulu harus mengetahui dan mengenal
tentang situasi pergaulan pendidikan yang akan terjadi pada setiap individu, be bera dimensi dalam
proses pendidikan, tugas-tugas pokok perkembangan, pemahaman terhadap perkembangan pribadi
anak, teori-teori belajar dalam pendidikan, dan jenis-jenis upaya pendidikan, agar guru tersebut
ketika dia terjun ke dalam bisa mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan yang terjadi pada
anak didiknya sehingga potensi-potensi yang ada pada diri anak dapat dibantu untuk
dikembangkan.
B. Saran
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekuranggannya, dan masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu Kami mohon kritik, saran serta masukan-masukan dari rekan-rekan yang membaca
makalah kami, agar kedepannya dalam pembuatan makalah kami bisa lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, MD. (1984). Model-Model Mengajar; Beberapa Alternatif Interakasi Belajar. Bandung: CV.
Diponegoro.
Joyce, Bruce and Weil, Marsha. (1980). Models of Teaching. Englewood Clifs: Prentice Hall International.
Noor, Madjid. (1987). Filsafat dan Teori Pendidikan. Bandung: Subkoordinar Mata Kuliah Filsafat dan
Teori Pendidikan, Falsafat Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.
Pribadi, Sikun. (1984). Landasan Kependidikan. Bandung: Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan IKIP
Bandung.
Yelon, L. Stephen and Weinsten, W. Grace. (1977). A Teacher World; Psychology in the Classroom.
Aucland, Bogota, etc., McGraw-Hill Kogakusha

Anda mungkin juga menyukai