Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Teori belajar humanistik lebih mengedepankan sisi humanis manusia dan tidak
menuntut jangka waktu bagi pembelajaran mencapai pemahaman yang diinginkan. Teori ini
dipelopori oleh Carl Rogrsdan Abraham Maslow. Teori ini lebih menekankan pada isi materi
yang harus dipelajari dari proses belajar agar membentuk manusia seutuhnya. Proses belajar
dilakukan agar pembelajar mendapatkan makna sesungguhnya dari belajar setiap pembelajar
memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda sehingga keberhasilan belajar akan tercapai
jika pembelajar dapat memahami diri dari lingkungannya.
Masih banyak kenyataan yang terjadi di masyarakat adanya orangtua yang masih
mempunyai pola pikir bahwa pendidikan itu sepenuhnya tanggungjawab pihak lembaga
pendidikan saja. Seringkali orangtua menumpu harapan terlalu tinggi pada lembaga
pendidikan, sehingga banyak orangtua yang berani membayar mahal biaya pendidikan
anaknya. Di sisi lain, tidak sedikit orangtua yang menuntut lembaga pendidikan harus berbuat
seperti yang dikehendaki dan kecewa jika hasil pendidikan di lembaga tersebut tidak sesuai
dengan harapannya. Fenomena keliru ini harus segera diluruskan agar tanggungjawab tinggi
muncul dalam keluarga sehingga keluarga, khususnya ibu dan ayah juga berperan sebagai
pendidik di rumah.
Dalam Teori ekologi Bronfenbrenner (1979) menjelaskan mengenai perkembangan
anak yang dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks dengan berbagai tingkatan
lingkungan sekitarnya yang mencakup interaksi yang saling berhubungan antara di dalam dan
di luar rumah, sekolah dan tetangga(masyarakat) dari kehidupan anak setiap hari dalam kurun
waktu yang sangat lama. Interaksi ini menjadi motor atau penggerak perkembangan anak
yang merupakan pusat dari lingkaran, dikelilingi oleh berbagai sistem interaksi yang terdiri
dari sistem mikro, sistem meso, sistem exo dan sistem makro.
Sistem Mikro adalah lingkaran yang paling dekat dengan anak yang meliputi kegiatan
dan pola interaksi langsung dari anak dengan lingkungan terdekatnya seperti interaksi dengan
orangtua, kakak dan adik kandungnya, sekolah, serta teman sebaya. Hubungan dua arah yang
berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang dan intensif di lingkungan terdekat ini
mempunyai dampak terbesar dan mendalam pada perkembangan anak.

1|Page
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak
(Yuliani Nurani Sujiono, 2009:7).
Guru menurut UU no. 14 tahun 2005 “adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.”
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU
Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak
mulia.
Pendidikan karakter pada anak usia dini , dewasa ini sangat di perlukan di karenakan
saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa,
harapannya agar anak sejak dini memiliki karakter yang baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembelajaran model humanistik?
2. Bagaimana peran orangtua dalam pembentukan karakter anak usia dini?
3. Bagaimana peran guru dalam pembentukan karakter anak usia dini?

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Model Humanistik


Psikologi humanistik lahir untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran
pikiran, kebebasan, kemauan, martabat manusia, kemampuan untuk berkembang, dan
kapasitas refleksi diri. Humanistik akhirnya menjadi alternative antara behavioristic dan
kognitivistik sehingga lebih terkenal sebagai “kekuatan ketiga”.
Humanistik dipelopori oleh Carl Rogrsdan Abraham Maslow Rogres, seorang
psikoterapis, mengembangkan person-centered therapy. Pendekatan ini tidak bersifat menilai
ataupun tidak memberikan arahan yang membantu klien mengklasifikasi dirinya tentang
siapa dirinya sebagai suatu upaya memfasilitasi proses memperbaiki kondisinya. Malow
mengemukakan teorinya bahwa semua orang memiliki motivasi untuk memenuhi
kebutuhannya yang bersifat hierarkhis.
Teori belajar humanistik lebih mengedepankan sisi humanis manusia dan tidak
menuntut jangka waktu bagi pembelajaran mencapai pemahaman yang diinginkan. Teori ini
lebih menekankan pada isi materi yang harus dipelajari dari proses belajar agar membentuk
manusia seutuhnya. Proses belajar dilakukan agar pembelajar mendapatkan makna
sesungguhnya dari belajar setiap pembelajar memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda
sehingga keberhasilan belajar akan tercapai jika pembelajar dapat memahami diri dari
lingkungannya. Teori humanistic memandang bahwa proses belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Makateori humanistik
bersifat lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian , dan
psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi belajar.
Aplikasiteori humanistik dalam pembelajaran adalah guru lebih mengarakan siswa
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar (dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator). Hal ini
diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok. Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran
yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,perubahan sikap dan analisis terhadap
fenomena soaial. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan didalam kelas dan juga tujuan–tujuan kelompok yang bersifat umum.Fasilitator
menerima dan menanggapi ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas baik bersifat
intelektual maupun sikap perasan.
3|Page
Aliran humanistik memandang belajar sebagai proses yang terjadi dalam individu
yang meliputi bagian/dominan yang ada, yaitu dapat meliputi dominan kognitif , afektif dan
psikomotorik. Siswa berperan sebagi pelaku utama yang memaknai proses pengalaman
belajar sendiri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif.

B. Peran Orangtua Pada Pendidikan Anak Usia Dini


Masa depan anak sesungguhnya ada ditangan kedua orang tuanya,
bila orang tua senantiasa memperhatikan perkembangan buah hatinya niscaya masa depan
anaknya akan jauh lebih baik. Pendidikan anak usia dini memiliki kedudukan yang sangat
tinggi dan memperlihatkan aktivitas di rumah. Pendidikan usia dini merupakan masa
terpenting dan mendasar dalam kehidupan manusia yang memegang kendali dalam
perkembangan kehidupannya.
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga. Orang tua
dalam pendidikan islam memiliki kewajiban dan tanpa ada yang memerintah langsung
memikul tugas sebagai pendidik, baik yang bersifat pemelihara, pengasuh, pembimbing
maupun sebagai guru dan mereka sebagai pemimpin bagi anak-anaknya. Perjalanan seorang
anak menuju kedewasaan dipengaruhi oleh berbagai factor diantaranya factor alam dan
lingkungan, oleh karena itu perlu adanya peran orang tua serta pihak lain seperti guru dan
masyarakat untuk membantu proses tersebut agar kedewasaan seorang anak tidak terhambat.
Orang tua dan guru juga perlu memahami arti kreativitas dan bagaimana
penampilannya jika dikaitkan dengan tingkat perkembangan anak dan mereka perlu memiliki
keterampilan untuk membantu dan mendorong anak mengungkapkan daya kreatifnya,
menyadari pentingnya kreativitas bagi anak dan bagi pendidik sendiri mampu menemukan
kendali kreativitas pada anak dan membina mereka mengembangkan kesediaan dan
keberanian untuk mewujudkan kreativitas mereka.
Perkembangan merupakan rangkaian proses perubahan kearah yang lebih maju dan
lebih dewasa. Mengembangkan kreativitas sejak dini itu sangat penting bagi perkembangan
anak karena ada beberapa perilaku yang mencerminkan perilaku kreativitas alamiah anak pra
sekolah menjadi nyata seperti menjajaki lingkungannya, dan rasa ingin tahu mereka sangat
besar. Oleh karena itu orang tua, guru dan masyarakat bertanggung jawab atas pemeliharaan,
perhatian dan penyediaan lingkungan fisik dan social yang kondusif bagi perkembangan
anak-anak.

4|Page
C. Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
Guru menurut UU no. 14 tahun 2005 “adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.” Tugas-tugas manusiawi seorang guru merupakan transformasi,
identifikasi,dan pengertian tentang diri sendiri. Semua tugas guru harus dilaksanakan secara
bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas, tetapi juga harus mampu menjadi
katalisator, motivator, dan dinamisator pembangunan di tempat tinggalnya.
Untuk lebih jelasnya, berikut uraian mengenai beberapa peran utama guru dalam pendidikan
karakter anak usia dini :
a. Keteladanan
Keteladanan merupakan faktor mutlak yang harus dimiliki oleh guru, dalam
pendidikan karakter, keteladanan yang dibutuhkan oleh guru berupa konsistensi dalam
menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan-larangannya, kepedulian terhadap nasib
orangg-orang yang tidak mampu, kegigihan dalam meraih prestasi secara individu dan sosial,
ketahana menghadapai tantangan, rintangan, dan godaan, serta kecepatan dalam bergerak dan
eraktualisasi. Selain itu, dibutuhkan pula kecerdasan guru dalam membaca, memanfaatkan,
dan mengembangkan peluang secara produktif dan kompetitif.
Keteladanan guru sangat penting demi efektivitas pendidikan karakter. Tanpa
keteladanan, pendidikan karakter kehilangan ruhnya yang paling esensial, hanya slogan,
kamuflase, fatamorgana, dan kata-kata negatif lainnya.
Keteladanan memang mudah dikatakan, tetapi sulit untuk dilakukan. Sebab,
keteladanan lahir melalui proses pendidikan yang panjang, mulai dari pengayaan materi,
perenungan, penghayatan, pengamalan, katahanan, hingga konsistensi dalam aktualisasi.
Dalam arus ini, pendidikan mengalami krisis keteladanan. Inilah yang menyebabkan
degredasi pengetahuan dan dekadensi moral menjadi akut di neger ini. Banyak guru yang
sikap dan perilaku mereka tidak bisa menjadi contoh bagi anak didik, mereka kehilangan
mentor yang bisa di-gugu dan ditiru. Akhirnya mereka liar dalam mengekspresikan
kebebasan. Disinilah krisis moral terjadi.
Disinilah, pentingnya seluruh guru di negeri ini merenungkan kembali peran dan
fungsi utama mereka bagi pembangunan oral dan intelektual. Sudah waktunya mereka
menjadi teladan utama dalam aspek pengetahuan, moral, dan perjuangan sosial demi
bangkitnya negeri ini dari keterpuruka sosial. Kedekatan guru dengan Tuhan dan kepedulian
5|Page
besar mereka terhadap sesama mutlak harus ditingkatkan sebagai basis keteladanan yang
hakiki, yang dtidak selalu berkaitan dengan kebutuhan material pragmatis.
b. Inspirator
Seseorang akan menjadi sosok yang inspirator jika ia mampuu membangkitkan
semangat untuk majudengan menggerakkansegala potensi yang dimilikiuntuk meraih prestasi
spektakuler bagi diri dan masyarakat. Ia mampu membangkitkan semangat karena sudah
pernah jatuh bangun dalam meraih prestasi dan kesuksesan yang luar biasa.
Secara otomatis kesuksesan seseorang akan menginspirasi seseorang lainnya untuk
meniru dan mngembangkannya. Disinilah, dibutuhkan sosok-sosok inspirator untuk
mengobakan semangat berprestasi di seluruh penjuru negeri ini. Jika semua guru mampu
menjadi sosok inspirator maka kader-kader bangsa akan muncul sebagai sosok inspirator.
Mereka akan mencurahkan segala daya dan upaya untuk meraih prestasi, membangun
perbedaan, dan menjulangkan mimpi ke luar angkasa.
Semua memang mebutuhkan perjuangan, pengorbanan, dan pengabdian yang tulus
untuk membangkitkan negeri ini dari sakit yang berkepanjangan, sakit kebodohan,
keterbelakangan, dan kemiskinan akut di segala aspek kehidupan. Jika semua elemen bangsa
ini berpikir egois-primordial maka kebangkitan bangsa hanya tinggal fatamorgana yang jauh
dari kenyataan. Di sinilah, agungnya nilai perjuangan bagi kebesaran bangsa ini di masa
depan. Jangan rela jika bangsa ini dilecehkan dan direndahkan martabatnya secara terus-
menerus dalam percaturan global di tengah kompetisi yang ketat yang tidak bisa dielakkan.
c. Motivator
Setelah menjadi sosok inspirator, peran guru selanjutnya adalah motivator. Hal ini
dapat dilihat dengan adanya kemampuan guru dalam membangkitkan spirit, etos kerja, dan
potensi yang luar biasa dalam diri peserta didik. Setiap anak adalah genius, yang mempunyai
bakat spesifik dan berbeda dengan orang lain. Maka, tugas guru adalah melahirkan potensi itu
ke permukaan dengan banyak berlatih, mengasah kemampuan, dan mngembangkan potensi
semaksimal mungkin. Salah satu upaya yang efektif adalah dnegan menyediakan wahana
aktualisasi sebanyak mungkin, misalya sering mengadakan lomba, pentas seni, dan lain
sebagainya. Semakin banyak praktik , semakin baik dalam upaya melahirkan dan
mengembangkan potensi.
Menghadirkan biografi tokoh dan memberi semangat denga kata-kata yang
menggugah merupakan salah satu tips untuk memotivasi peserta didik. Oleh sebab itu,
seorang guru seharusnya banyak membaca biografi para tokoh sukses, serta menguasai kata-
kata mutiara yang menggugah semangat belajar dan prestasi anak didik.
6|Page
d. Dinamisator
Peran guru selanjutnya setelah menjadi motivator adalah dinamisator. Artinya seorang
guru tidak hanya membangkitkan semangat, tapi juga menjadi lokomotif yang benar-benar
mendorong gerbong ke arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi.
Dalam konteks sosial, dinamisator lebih efektif menggunakan organisasi. Berjuang lewat
organisasi lebih efektif dan optimal daripada perjuangan individual. Berikut adalah kriteria
guru yang dinamisator:
 Kaya gagasan dan pemikiran, serta mempunyai visi yang jauh ke depan.
 Mempunyai kemampuan manajemen terstruktur, sistematis, fungsional, dan
profesional.
 Mempunyai jaringan yang luas sehingga bisa melangkah secara ekspansif dan
eksploratif.
 Mempunyaikemampuansosialdan humaniora ynag bagus, sebab pendekatan persuasif-
humanis-emosional lebih efektif dalam memecahkan kebuntuan dari pada sekadar
formalis-organisatoris-legalis.
 Mempunyai kreativitas yang tinggi, khususnya dalam mencipta dan mencari solusi
dari problem yang ada.
 Mempunyai kematangan dan berpolitik, antara fungsi stabilitator dan dinamisator, di
satu sisi menjaga stabilitas (keseimbangan), namun di sisi lain harus menggerakkan
progresi (kemajuan)
 Harus mengedepankan kaderisasi dan regenerasi.
Selain itu, menjadi guru dinamisator harus mempunyai kemampuan yang sinergis
antar intelekual, emosional, dan spiritual sehingga mampu menahan setiap serangan yang
menghalangi. Sinergi ketiga kemampuan ini akan menciptakan adversity
quotient(kemampuan pertahanan) yang membuatnya terus mendaki puncak prestasi setinggi-
tingginya tanpa ada batas. Kemampuan-kemampuan tersebut menjadikan guru sebagai
seorang dinamisator yang efektif dan produktif dalam melahirkan karya, baik pemikiran
maupun sosial, yang bisa diteruskan dan dikembangkan oleh kader-kader berikutnya.
e. Evaluator
Peran yang melengkapi peran-peran sebelumnya adalah sebagai evaluator. Artinya,
guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai dalam
pendidikan karakter. Selain itu, ia juga harus mampu mengevaluasi sikap perilaku yang
ditampilkan, sepak terjang dan perjuangan yang digariskan, dan agenda yang direncanakan.

7|Page
Evaluasi adalah wahana meninjau kembali efektivitas, efisiensi, dan produktivitas sebuah
program. Evaluasi dilakukan secara internal melibatkan pihak-pihak yang terkait di
dalamnya. Sedangkan evaluasi pihak eksternal menyertakan pihak-pihak luar yang
berkepentingan. Evaluasi dua dimensi ini akan menemukan objektivitas penilaian, sehingga
ada masukan yang berharga bagi perbaikan dan pengembangan ke depan.
Aspek evaluasi sering kali dilupakan sehingga inovasi dan kreasi dari program yanng
dijalankan sangat sedikit. Padahal, inovasi dan kreasi biasanya lahir dari evaluasi yang
dilakukan secara intensif, ekstensif, dan partisipatoris. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi guru
untuk melakukan evaluasi secara elegan, jantan, dan terbuka sehingga dijumpai pemikiran,
strategi, dan pelaksanaan program yang terbaik ke depan.
Dalam evaluasi, dibutuhkan suasana kekeluargaan yang menekankan kebersamaan,
kekompakan, dan kemajuan. Sehingga, kritik dan masukan positif dan konstruktif sangat
dibutuhkan. Jangan pernah berupaya merendahkan, melecehkan, menghina, dan menurunkan
derajat seseorang. Sebab, hal itu berakibat kontraproduktif dan membuat susana menjadi
tidak kondusif. Selain itu, kritik yang demikian juga bisa menjadi benih konflik, balas
dendam, dan konfrontasi yang merintangi kemajuan.
Melakukan lima peran tersebut menuntut guru untuk menjadi seorang psikolog yang
piawai membaca karakter anak. Menurut Kak Seto, Ketua Komite Perlindungan Anak
Indonesia, memahami psikologi anak sangat penting. Anak bukan orang tua. Ia memiliki
keterbatasan-keterbatasan. Ia juga memiliki dunia tersendiri yang khas dan harus dilihat
dengan kaca mata anak-anak.
 Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya
menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi
guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing,
memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan
dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
 Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk
perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada
materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam
hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan
dalam proses pembelajaran.

8|Page
 Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan
diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan
budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada
pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
 Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya
karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam
pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun
lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-
fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan
pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
 Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam
pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah
menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara
sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang
dilaksanakan di sekolah.
 Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi
pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung kepada
penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal
yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru,
mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini
sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun
tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik.
Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat
diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya.

9|Page
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori belajar humanistik lebih mengedepankan sisi humanis manusia dan tidak
menuntut jangka waktu bagi pembelajaran mencapai pemahaman yang diinginkan.
Peranan guru dalam pembentukan karakter anak usia dini memiliki banyak ruang
lingkup. Salah satu ruang lingkup yang di ambil oleh penulis dalam makalah ini yaitu
linkungan sekolah. Peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter anak usia dini
sebagai peserta didik di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan,
inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka
keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan
karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang
digugu dan ditiru oleh peserta didik.
Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat
peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung
makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang
luar biasa pada diri peserta didik.
Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk
mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran,
cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator,
berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan
metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik,
sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.

B. Saran
Untuk Orang Tua, Memotivasi anak agar memiliki rasa ingin belajar yang tinggi, agar
ada rasa kebanggaan bagi orang tua sendiri, lembaga, ataupun masyarakat umumnya.
Semua tugas guru harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang
organis, harmonis, dan dinamis supaya tercipta pendidikan karakter yang baik bagi anak usia
dini. Kedekatan guru dengan Tuhan Yang Maha Esa dan kepedulian besar mereka terhadap
sesama mutlak harus ditingkatkan sebagai basis agar peranan-peranan guru bertambah baik
dalam pembentukan karakter anak usia dini.

10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Https://www.academia.edu/24594380/TEORI_BELAJAR_HUMANISTIK; (Diakses 5 Juni


2022)
Https://www.academia.edu/31872980/
CONTOH_MAKALAH_PERAN_ORANGTUA_PADA_PENDIDIKAN_ANAK_USIA_DI
NI_PAUD, (Diakses 5 Juni 2022)

11 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai