Oleh:
Nama : Siti Nuryatul Badriyah
NIM : P17211193039
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini, Angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih sangat
tinggi. Menurut survey demografi dan kesehatan Indonesia angka kematian ibu adalah 390 per
100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal adalah 40 per 1000 kelahiran hidup.
Jika dibandingkan dengan Negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah
15 kali angka kematian di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada Thailand atau 5 kali lebih
tinggi dari pada Filipina. (Wiknjosastro, 2007).
Angka kejadian sectio caesaria di Indonesia menurut survei nasional tahun 2007 adalah
921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22.8% dari seluruh persalinan di Jawa tengah
tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35.7% - 55.3% ibu melahirkan dengan proses
sectio caesaria (Kasdu, 2005).
Di Indonesia angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit pendidikan antara 2,1 % – 11,8
%. Angka ini masih di atas angka yang diusul oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan Caesar nasional. Di Propinsi Gorontalo,
khususnya di RS rujukan angka kejadian SC pada tahun 2008 terdapat 35 % dan meningkat
menjadi 38 % pada tahun 2009 (Depkes RI, 2009).
Sectio caesaria adalah prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus. Sectio caesaria dilakukan pada ibu dengan indikasi cephalopelvic
disproportion (CPD), disfungsi uterus, distosia jaringan lunak, plasenta previa, sedangkan
indikasi pada anak adalah janin besar, gawat janin dan letak lintang (Wiknjosastro, 2007).
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah disproporsi antara ukuran janin dan ukuran pelvis,
yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu
melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervagina (Varney, 2007).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelainan cephalopelvic disproportion,
diantaranya faktor dari ibu dan janin. Angka kejadian presbo jika dihubungkan dengan paritas
ibu maka kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida dibanding pada
primigravida, sedangkan jika dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian presbo
terbanyak adalah pada panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin yang tidak baik pada
PAP.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, terjadi peningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien,
keluarga, dan masyarakat tentang Chephalopelvik Disproportion (CPD)
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan, pasien, keluarga, dan masyarakat dapat :
a. Menjelaskan pengertian Chephalopelvik Disproportion (CPD)
b. Menjelaskan penyebab Chephalopelvik Disproportion (CPD)
c. Menyebutkan tanda dan gejala adanya Chephalopelvik Disproportion (CPD)
d. Menjelaskan akibat penyakit CPD jika tidak ditangani.
e. Menjelaskan pencegahan Chephalopelvik Disproportion (CPD)
f. Menjelaskan penanganan Chephalopelvik Disproportion (CPD)
g. Menjelaskan perawatan Chephalopelvik Disproportion (CPD)
h. Menjelaskan manfaat penggunaan pelayanan kesehatan.
C. SASARAN
Pasien dan keluarga di wilayah Rt. 12 Ds. Ngadirejo
D. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. MEDIA
1. Lembar balik
2. Leaflet
F. KEGIATAN PENYULUHAN
NO TAHAP WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN
PESERTA
1 Pembukaan 5 menit Pembukaan:
1. Memperkenalkan diri Menyambut salam
2. Menjelaskan tujuan dari dan mendengarkan
penyuluhan. Mendengarkan
3. Melakukan kontrak waktu. Mendengarkan
4. Menyebutkan materi Mendengarkan
penyuluhan yang akan
diberikan
2 Pelaksanaan 20 M Menjelaskan materi tentang: Mendengarkan dan
eni a. Pengertian Chephalopelvik memper-hatikan
t Disproportion (CPD)
b. Penyebab Chephalopelvik
Disproportion (CPD)
c. Tanda dan gejala adanya
Chephalopelvik Disproportion
(CPD)
d. Akibat penyakit CPD jika
tidak ditangani.
e. Pencegahan Chephalopelvik
Disproportion (CPD)
f. Penanganan Chephalopelvik
Disproportion (CPD)
G. EVALUASI
1) Kriteria struktur :
1. Peserta hadir di tempat yang telah ditentukan
2. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di tempat yang telah ditentukan dan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pula.
3. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan.
4. Media telah siap
2) Kriteria Proses :
1. Pasien, dan keluarga, antusias terhadap materi penyuluhan.
2. Pasien, dan keluarga konsentrasi mendengarkan penyuluhan.
3. Pasien, dan keluarga, mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
lengkap dan benar.
3) Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga mampu:
a. Menjelaskan pengertian Chephalopelvik Disproportion (CPD)
b. Menjelaskan penyebab Chephalopelvik Disproportion (CPD)
c. Menyebutkan tanda dan gejala adanya Chephalopelvik Disproportion (CPD)
d. Menjelaskan akibat penyakit CPD jika tidak ditangani.
e. Menjelaskan pencegahan Chephalopelvik Disproportion (CPD)
f. Menjelaskan penanganan Chephalopelvik Disproportion (CPD)
g. Menjelaskan perawatan Chephalopelvik Disproportion (CPD)
h. Menjelaskan manfaat penggunaan pelayanan kesehatan.
i. PENUTUP
Audien bersama-sama dengan penyuluh mengucap hamdalah dan salam perpisahan
j. DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, J.M. Ahern, N.R., 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
EGC
Hijriani, Rahim, I., & Hengky, henni kumaladewi. (2020). Mei 2020 pISSN 2614-5073.
Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 3(2), 257–265.
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/makes
Simanjuntak, N. M., & Wulandari, S. (2017). Tindakan Seksio Sesaria Atas Indikasi
Cephalopelvic Disproportion ( Cpd ) Di Ruang Delima Rsud Pasar Rebo Jakarta
Timur. 1(1), 30–38.
Holeng, P. V. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POST SECTIO
CAESAREA ATAS INDIKASI CEPHALOPELVIK DISPROPORTION (CPD) DI
RUANG FLAMBOYAN RSUD Prof. DR. WZ JOHANES KUPANG TANGGAL 29
JUNI–02 JULI 2017 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS CITRA BANGSA)
k. LAMPIRAN 1 (Materi)
MATERI PENYULUHAN
CHEPHALOPELVIK DISPROPORTION (CPD)
A. PENGERTIAN
Menurut Cuningham (2014), cephalopelvic disproportion (CPD) timbul karena
berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin terlalu besar, atau yang lebih umum, dan karena
kombinasi keduanya.
Menurut Simanjuntak & Wulandari (2017), Cephalopelvic disproportion adalah
ketidakseimbangan antara besarnya kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya ukuran
panggul ibu.
B. PENYEBAB
Menurut Riska Fitria (2018), penyebab terjadinya Cephalopelvic disproportion (CPD)
adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai (kecil) dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.
Sebab-sebab lain yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuranmuka belakang
d. Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit.
e. Panggul belah : symphyse terbuka
2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak
dan lain-lain
b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
4. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio, atrofia. Salah
satu anggota menyebabkan panggul sempit miring fraktura dari tulang panggul yang
menjadi penyebab kelainan panggul.
E. PENCEGAHAN
Pada kahikatnya ukuran panggul pada setiap perempuan berbeda. Cerita yang
berkembang tentang panggul wanita selalu lebar karena setiap wanita akan melahirkan tidak
selalu benar. Pencegahan pada wanita yang memiliki panggul sempit adalah selalu
berkonsultasi kepada dokter mengenai keadaanya dan bagaimana proses bersalin yang harus
dilakukan. Sehingga yang perlu ditekankan adalah pada penatalaksanaan dari kehamilan
tersebut.
Kondisi panggul sempit yang disebabkan faktor bawaan sejak lahir umumnya sulit
untuk dicegah. Sementara, panggul sempit akibat faktor lain dapat dihindari, salah satunya
adalah dengan mencegah terjadinya cedera pada panggul. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara:
1) Berhati-hati saat berkendara.
2) Mengenakan alat pelindung diri saat bekerja atau melakukan akvitas yang berisiko
menyebabakn cedera pada panggul.
3) Melakukan pemeriksaan panggul dan organ reproduksi secara berkala.
4) Melakukan senam Kegel secara rutin.
F. PENANGANAN (Penatalaksanaan)
1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul
dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan selamat dapat
dilakukan persalinan dapat diketahui sebelum persalinan. Persalinan percobaan hanya
dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka,
atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42
mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada
kemungkinan disfungsi plasentajanin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam
melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas,
kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati
dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana
sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih
juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha
melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri,
penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke
diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour
serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase
akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam
kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap
pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir spontan per vaginam atau dibantu
ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila
pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada
lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP
dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan
seksio sesarea.
2. Sectio Caesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau
disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul
ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat
diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan
karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan
selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginum belum dipenuhi.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan
ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi
Dilakukan pada janin yang meninggal.