Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN PASCA


MELAHIRKAN DENGAN KASUS HEMORAGIK POST
PARTUM (HPP)

Disusun untuk memenuhi Tugas Laporan Individu

Praktek Klinik IV (Keperawatan Maternitas)

di Lingkungan Tempat Tinggal

Oleh:

Nama : Siti Nuryatul Badriyah

NIM : P17211193039

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MATERNITAS


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada klien dengan Hemoragik post partum di lingkungan


sekitar tempat tinggal Periode 20 september 2021 s/d 9 oktober 2021 Tahun
Ajaran 2021/2022

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal …… Bulan………………


Tahun…………

Malang, 9 Oktober 2021


Preceptor Akademik

Kasiati S. Kp., Ns., M. Kep.


NIP. 19660816198803 2 001

___________________________
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. MASALAH KESEHATAN: (DIAGNOSA PASIEN)


Hemmorrhagic Postpartum (perdarahan pasca persalinan)

B. PENGERTIAN
Menurut walyani (2015), Perdarahan setelah melahirkan atau hemmorrhagic
postpartum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat
implantasi plasenta, trauma di traktus genetalia dan struktur sekitarnya, atau
keduanya.
Wiknjosastro (2010) mengatakan perdarahan postpartum adalah perdarahan
500cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir).
Menurut Harry Oxorn (2010), perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang
terjadi setelah kelahiran bayi sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta

C. KLASIFIKASI
Menurut Manuaba (2001), Perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian menurut
waktu terjadinya yaitu:
1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) ialah
perdarahan >500 cc yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) ialah
perdarahan >500 cc setelah 24 jam pasca persalinan.

Selaras dengan Mochtar (2011) juga mengklasifikasikan perdarahan


postpartum menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian:
1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.

Kemenkes RI (2013) juga mengatakan, perdarahan pascasalin primer terjadi


dalam 24 jam pertama setelah persalinan, sementara perdarahan pascasalin
sekunder adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24
jam hingga 12 minggu setelah persalinan.

D. ETIOLOGI
Menurut Walyani (2015), perdarahan setelah melahirkan disebabkan karena
atonia uteri, retensio plasenta, dan robekan jalan lahir. Mochtar (2011)
menyebutkan, etiologi perdarahan postpartum yakni atonia uteri, sisa plasenta
dan selaput ketuban, robekan jalan lahir (robekan perineum, vagina serviks,
forniks dan rahim), serta kelainan pada darah. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan
robekan jalan lahir.
Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir
dan sisa plasenta (Manuaba, 2001). Etiologi perdarahan postpartum dini
diantaranya atonia uteri, laserasi jalan lahir, hematoma, dan lain-lain (sisa
plasenta atau selaput janin, ruptura uteri, inversio uteri), serta etiologi perdarahan
postpartum lambat yakni tertinggalnya sebagian plasenta, subinvolusi di daerah
insersi plasenta, luka bekas seksio sesarea. (Winkjosastro, 2010)
Faktor Predisposisi terjadinya atonia uteri adalah umur yang terlalu tua atau
muda, paritas yang sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara, partus
lama dan partus terlantar, obstetri operatif dan narkoba, uterus terlalu regang dan
besar (misalnya pada gemeli, hidramnion, dan janin besar), kelainan pada uterus
(seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta) dan faktor sosio
ekonomi yaitu malnutrisi (Mochtar, 2011).
Departemen kesehatan RI menyebutkan bahwa kematian ibu akibat
perdarahan postpartum dapat dicegah melalui deteksi dini adanya faktor resiko.
Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian perdarahan pascapersalinan pada
kehamilan, antara lain placenta previa, atonia uteri, infeksi penyakit, gizi buruk,
eklamsia, paritas ibu hamil, anemia kehamilan, jarak persalinan, usia kehamilan,
umur ibu, riwayat pemeriksaan kehamilan(ANC), dan riwayat persalinan
terdahulu.(Manuaba, 2001).
E. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (>500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, mual. Gejala klinis berdasarkan penyebab meliputi:
1. Atonia Uteri
a. Gejala yang selalu ada: uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan post partum primer)
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: syok (tekanan darah rendah, denyut
nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dll)
2. Robekan Jalan Lahir
a. Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera
setelah lahir, kotraksi uterus baik, plasenta baik
b. Gejala yang kadang-kadang muncul: pucat, lemah, menggigil
3. Retensiop Plaasenta
a. Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi
berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
a. Gejala yang selalu ada: plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus uteri tidak berkurang
5. Inversion Uterus
a. Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,
tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera dan nyeri
sedikit atau berat
b. Gejala yang kadang-kadang timbul: syok neurogenic dan pucat.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan
jalan lahir adalah:
1) Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir). Kontraksi uterus
lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih tinggi). Perdarahan
terjadi beberapa menit setelah anak lahir. Bila kontraksi lemah,
setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang kuat
tersebut menjadi kuat.
2) Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak). Kontraksi uterus kuat,
perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-
menerus. Penanganannya, ambil speculum dan cari robekan.setelah
dilakukan masase atau pemberian uterotonika lansung uterus
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
F. PATHWAY

Etiologi

Atonia uteri Episiotomy, Retensio plasenta Inversio


robekan serviks, uteri
robekan
Kegagalan perineum Plasenta tidak
myometrium Fundus
dapat
berkontraksi uteri
terlepas/masih
Terputusnya terbalik
ada sisa plasenta
kontinuitas sebagian/se
dalam rahim
Uterus dalam pembuluh darah luruhnya
keadaan relaksasi, masuk
melebar dan lembek Mengganggu dalam
kontraksi uterus kavum
uteri
Pembuluh darah tak Pembuluh darah
mampu kontraksi Lingkaran
tidak dapat
menutup kontraksi
uterus akan
Pembuluh darah mengecil
tetap terbuka
Perdarahan postpartum Uterus akan terisi
darah

Penurunan cairan Berlangsung terus Episiotomy,


intravaskuler menerus robekan serviks,
robekan perineum
Hemogoblin dalam Penurunan cairan
darah menurun intraseluler dalam Prosedur invasive Terbentuknya
jumlah banyak pintu masuk
Suplai O2 turun virus dan
(hipoksia) Resiko Terputusnya bakteri
hipovolemia kontinuitas
jaringan Virus dan
5L, mukosa pucat,
akral dingin, bakteri
konjungtiva, anemis, Nyeri Akut masuk
nadi cepat dan lemah menyebabkan
infeksi

Perfusi perifer
Resiko
tidak efektif
Infeksi
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis biasanya tidak sulit bila timbul perdarahan banyak dalam waktu
pendek. Tetapi apabila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari
penderita telah kehilangan kehilangan banyak darah. Menurut Wiknjosastro,
(2010), beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum yakni
terdapat pengeluaran darah yang tidak terkontrol, penurunan tekanan darah,
peningkatan detak jantung, penurunan hitung sel darah merah (hematokrit),
nyeri pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar
perineum.
Pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus dicari apa penyebabnya.
Secara ringkas membuat diagnosis adalah sebagai berikut:
a. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
b. Memeriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak
c. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari sisa plasenta dan
ketuban, robekan rahim, plasenta suksenturiata
d. Inspekulo: untuk melihat robekan pada vagina, serviks, dan varises
yang pecah
e. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah, Hb, clot bservation test
(COT), dan lain-lain (Mochtar, 2011).
Sedangkan jenis pemeriksaan diagnostic yang umum dilakukan
diantaranya sebagai berikut:
a. Tes koagulasi : menghitung trombosit, waktu protombin, waktu
tromboplastin parsial, fibrinogen dan produk pecahan fibrin) dapat
mengidentifikasi koagulasi
b. Ultrasonogafi: dapat mengungkapkan jaringan plasenta yang tertahan
c. Pemeriksaan darah lengkap
d. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putih (SDP)
e. Kulur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum
f. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih
g. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/
fibrinogen, penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial, masa protombin memanjang
pada KID sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang
tertahan.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Rukiyah (2010), langkah-langkah penanganan perdarahan primer
maupun sekunder adalah:
a. Langkah penanganan perdarahan postpartum primer
1) Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah.
2) Kaji kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna kulit,
kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang
keluar.
3) Berikan oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui
IM apabila tidak bisa melalui IV).
4) Siapkan donor untuk transfuse, ambil darah untuk kroscek, berikan
NaCl 11/15 menit.
5) Apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt
untuk mengatasi syok).
6) Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong.
7) Awasi agar uterus dapat terus berkontraksi dengan baik
8) Jika perdarahan persisten dan uterus tetap rileks, lakukan kompresi
bimanual.
9) Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik, maka
lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan
laserasi yang menyebabkan perdarahan tersebut.
10) Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan
demam, menggigil, lokhea yang berbau busuk, segera berikan
antibiotic berspektrum luas.
11) Lakukan pencatatan yang akurat.
b. Langkah penanganan perdarahan postpartum sekunder
1) Prioritas dalam penatalaksanaan HPP sekunder (sama dengan HPP
primer).
2) Masukkan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus kedaruratan.
3) Percepatan kontraksi dengan cara melakukan massage uterus, jika
uterus masih teraba.
4) Kaji kondisi pasien, jika pasien di daerah terpencil mulailah sebelum
dilakukan rujukan.
5) Berikan oksitosin (oksitosin 10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV.
6) Berikan melalui IM apabila, tidak bisa melalui IV)
7) Siapkan darah untuk transfuse, ambil darah untuk cross cek, berikan
NaCl 11/15 menit 11/15 menit apabila apabila pasien mengalami
mengalami syok (pemberian (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt
untuk mengatasi syok), pada kasus syok yang  parah gunakan plasma
ekspander.
8) Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik.
9) Tambahkan 40 IU oksitosin dalam 1 liter cairan inf Tambahkan 40 IU
oksitosin dalam 1 liter cairan infuse dengan tetesan se dengan tetesan
40 tetes/menit.
10) Berikan antibiotic berspektrum luas.
11) Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera di bawah
pengaruh anastesi.
c. Langkah penanganan syok hipovolemik 
Syok hemoragik secara khusus merupakan hilangnya darah secara akut
dalam jumlah yang signifikan dalam rongga dada atau abdomen sehingga
volume sirkulasi menjadi tidak adekuat. Syok hemoragik diklasifikasikan
menjadi 4 derajat, sehingga penanganan syok hipovolemik pun harus
sesuai dengan derajat keparahan.
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan
volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak
mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat (2) meredistribusi
volume cairan dan (3) memperbaiki penyebab dan mendasari kehilangan
cairan secepat mungkin. Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya
yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan mencakup pemasangan
tekanan pada tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan
untuk menghentikan perdarahan internal.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, umur, pekerjaan, Pendidikan, alamt, medical
record dan lain-lain
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit gagal ginjal kronik,
hemophilia, riwayat pre eklamsiatrauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta
2) Riwayat kesehatan sekarang:
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500 ml), nadi lemah, pucat, lokea bewarna
merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah yang rendah,
ekstremitas dingin dan mual
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklamsia, penyakit keturunan
hemophilia dan penyakit menular
c. Riwayat obstetric:
1) Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus,
banyaknya baunya, keluhan waktu haid, HPHT
2) Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa,
usia mulai hamil
3) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas
4) Riwayat kehamilan sekarang:
a. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
b. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan,
tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan
darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
c. Riwayat antenatal care: dimana tempat pelayanan, beberapa
kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat pola
aktivitas sehari-hari
d. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi,
baik sebelum dirawat maupun setelah dirawat. Adapun makan
dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup
kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayuran dan buah-buahan
e. Eliminasi, pola dan defekasi, jumlah, warna dan konsistensi.
Adanya perubahan pola miksi dan defekasi. BAB harus ada 3-
4 hari postpartum sedangkan miksi hendanya secepatnya
dilakukan mandiri
f. Istirahat-tidur, meliputi gangguan pola tidur karena perubahan
peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh untuk mengetahui adanya
gangguan lain atau masalah lain yang berhubungan, fokus pengkajian
adalah:
1) Tanda-tanda vital
a. Suhu badan: suhu biasanya meningkat sampai 38 C dianggap
normal. Setelah 1 hari suhu akan kembali normal 36,5-37,5 C,
terjadi penurunan akibat hypovolemia
b. Nadi: denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya
terjadi hypovolemia yang semakin berat
c. Tekanan darah: tekanan darah biasanya stabil, memperingan
hypovolemia
d. Pernafasan: bila suhu dan nadi belum normal, pernafasan juga
menjadi tidak normal
2) Pemeriksaan khusus
a. Observasi tiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda
komplikasi dan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini
meliputi:
a) Nyeri/ ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
apakah ada tanda-tanda thrombosis, kaki sakit, bengkak dan
merah. Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan
kekenyalan
b) Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/ sub anemis, defek
koagulasi kongenital, idiopatiktrombositopenia purpura
b. System reproduksi
a) Uterus di observasi tiap 30 menit selama 4 hari post partum,
kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri
dan posisinya serta konsistensinya
b) Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,
banyak dan bau
c) Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda
infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f) Tinggi fundus uteri atau badan uterus gagal kembali pada
ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
g) Traktus urinarius diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari petama.
Meliputi miksi lancer atau tidak spontan dll
h) Traktus gastrointestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan
obstipasi
J. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN (Berdasarkan Pohon Masalah)
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d
pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral
teraba dingin, warna kulit pucat, turgor menurun (D.0009)
2. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik: prosedur pembedahan d.d bersikap
protektif, tampak meringis, tekanan darah meningkat, sulit tidur (D.0077)
3. Resiko hypovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif
(D.0034)
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive (D.0142)
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan (SLKI) (SIKI)

1. Perfusi perifer tidak Perfusi perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (1.02079) (1.02079)
efektif b.d Tujuan: Observasi: 1. Mengetahui keadaan
penurunan Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. kelainan pada sirkulasi
konsentrasi keperawatan dalam …x24 jam Nadi perifer, edema, perifer
hemoglobin d.d diharapkan perfusi perifer pengisian kapiler, warna, 2. Mengetahui faktor resiko
pengisian kapiler >3 meningkat suhu) yang kemungkinan
detik, nadi perifer Kriteria Hasil: 2. Identifikasi faktor risiko terjadi mengganggu
menurun atau tidak Denyut nadi perifer cukup gangguan sirkulasi sirkulasi
teraba, akral teraba meningkat 4-5 3. Monitor panas, kemerahan, 3. Mengetahui tanda tanda
dingin, warna kulit Warna kulit pucat cukup nyeri atau bengkak pada kelainan pada perifer
pucat, turgor menurun 4-5 ekstremitas 4. Menghindari adanya
menurun (D.0009) Pengisian kapiler cukup Terapeutik: kegagalan tindakan atas
membaik 4-5 4. Hindari pemasangan infus keadaan yang belum
Akral cukup membaik 4-5 atau pengambilan darah di stabil
Turgor kulit cukup membaik 4-5 area keterbatasan perfusi 5. Menghindari adanya
5. Hindari pengukuran tekanan ketidakakuratan
darah pada ekstremitas dengan pengukuran tekanan
keterbatasan perfusi darah
6. Lakukan pencegahan infeksi 6. Menghindari adanya
7. Lakukan hidrasi masalah baru
Edukasi: 7. Membantu
8. Anjurkan berhenti merokok mengembalikan kondisi
9. Anjurkan berolahraga rutin kesehatan
10. Anjurkan meminum obat 8. Menghindari terjadinya
pengontrol tekanan darah memburuknya kesehatan
tinggi 9. Membantu memberikan
11. Anjurkan program rehabilitasi kebugaran
vascular 10. Membantu mengontrol
12. Anjurkan progam diet untuk tekanan darah
memperbaiki sirkulasi 11. Membantu merehabilitasi
13. Informasikan tanda gejala vascular
darurat yang harus di 12. Membantu melancaran
informasikan peredaran dalam tubuh
13. Melalukan tindakan baik
2. Nyeri Akut b.d agen Tingkat Nyeri (L08066) Manajemen Nyeri (1.08238) (1.08238)
pencedera fisik: Tujuan: Observasi: 1. Mengetahui keadaan
prosedur Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, nyeri yang bisa terjadi
pembedahan d.d keperawatan dalam …x24 jam karakteristik, durasi, 2. Mengetahui tingkat
bersikap protektif, diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas keparahan nyeri dengan
tampak meringis, menurun nyeri skala nyeri
tekanan darah Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri 3. Mengetahui tingkat
meningkat, sulit Keluhan nyeri cukup menurun 4- 3. Identifikasi respon nyeri non kesakitan dari respon non
tidur (D.0077) 5 verbal verbal
Meringis cukup menurun 4-5 4. Identifikasi faktor yang 4. Mengetahui keadaan lain
Sikap protektif cukup menurun memperberat dan yang dapat
4-5 memperingan nyeri mempengaruhi nyeri
Kesulitan tidur cukup menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan yang terjadi
4-5 keyakinan tentang nyeri 5. Mengetahui pandangan
Gelisah cukup menurun 4-5 Terapeutik: nyeri dari sudut pandang
Tekanan darah cukup menbaik 6. Berikan Teknik non klien
4-5 farmakologis untuk 6. Memberikan terapi non
Frekuensi nadi cukup membaik mengurangi rsa nyeri farmakologis untuk
4-5 7. Kontrol lingkungan yang mengurangi nyeri
memperberat rasa nyeri 7. Menghindari
8. Fasilitasi istirahat tidur bertambahnya nyeri dari
9. Pertimbangkan jenis dan lingkungan mis. Bising
sumber nyeri dalam pemilihan 8. Memberikan
strategi meredakan nyeri kenyamanan tidur
Edukasi: 9. Memberikan terapi sesuai
10. Jelaskan penyebab, periode dengan jenis nyeri
dan pemicu nyeri 10. Memberikan edukasi
11. Jelaskan strategi meredakan kepada klien
nyeri 11. Memberikan dampak
12. Ajarkan Teknik non positif atas kejadian yang
farmakologis untuk dirasakan
mengurangi rasa nyeri 12. Memberikan edukasi
Kolaborasi: positif tentang kesehatan
13. Kolaborasi pemberian termasuk nyeri yang
analgetik jika perlu dirasakan
13. Membantu kesembuhan
klien dengan cepat
3. Resiko hypovolemia Status cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia (1.03116) (1.03116)
dibuktikan dengan Tujuan: Observasi: 1. Mengetahui tanda dan
kehilangan cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa tanda dan gejala gejala hypovolemia yang
secara aktif (D.0034) keperawatan dalam …x24 jam hypovolemia terjadi
diharapkan status cairan 2. Monitor intake dan output 2. Mengetahui
membaik cairan keseimbangan cairan dari
Kriteria Hasil: Terapeutik: pemantauan cairan
kekuatan nadi cukup meningkat 3. Hitung kebutuhan cairan 3. Mengetahui jumlah
4-5 4. Berikan posisi mofified cairan yang harus
turgor kulit cukup meningkat 4-5 Trendelenburg dipenuhi dan diberikan
output urine cukup meningkat 4- 5. Berikan asupan cairan oral 4. Melancarkan peredaran
5 Edukasi: darah ke otak
frekuensi nadi cukup membaik 6. Anjurkan memperbanyak 5. Menghindari dehidrasi
4-5 asupan cairan oral 6. Menghindari dehidrasi
tekanan darah cukup membaik 4- 7. Anjurkan menghindari posisi berlebih dan memberikan
5 mendadak edukasi
membrane mukosa cukup Kolaborasi: 7. Memberikan nyaman
membaik 4-5 8. Kolaborasi pemberian cairan 8. Mengembalikan kondisi
kadar HB cukup membaik 4-5 IV isotonis/hipotonis fit klien
4. Resiko infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (1.14539) (1.14539)
dibuktikan dengan Tujuan: Observasi: 1. Mengetahui melalui
efek prosedur Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala monitor tanda dan gejala
invasive (D.0142) keperawatan dalam …x24 jam infeksi local dan sistemik infeksi local dan sistemik
diharapkan tingkat infeksi Terapeutik: 2. Menghindari keramaian
menurun 2. Batasi jumlah pengunjung lingkungan dan
Kriteria Hasil: 3. Berikan perawatan kulit pada memberikan ketenangan
demam cukup menurun 4-5 area yang edema pada klien
kemerahan cukup menurun 4-5 4. Cuci tangan sebelum dan 3. Memberikan tindakan
nyeri cukup menurun 4-5 sesudah kontak dengan pasien untuk mengurangi resiko
bengkak cukup menurun 4-5 dan lingkungan pasien infeksi
kadar sel darah putih cukup 5. Pertahankan Teknik aseptic 4. Menghindari adanya
membaik 4-5 pada pasien beresiko tinggi kontaminasi
Edukasi: 5. Menghindari terjadinya
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi nosocomial
infeksi 6. Memberikan edukasi
7. Ajarkan cara mencuci tangan terkait infeksi
dengan benar 7. Memberikan edukasi cara
8. Ajarkan cara memeriksa personal hygine cuci
kondisi luka atau luka operasi tangan
9. Anjurkan meningkatkan 8. Memberikan
asupan cairan nutrisi pengetahuan tentang luka
10. Anjurkan meningkatkan operasi yang dialami
asupan cairan 9. Memberikan edukasi
tentang pentingnya
menghidrasi tubuh
dengan cairan yang
cukup untuk menghindari
hypovolemia
10. Mengedukasi klien agar
tidak dehidrasi dan
keseimbangan cairan
terjaga
L. REFERENSI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: PPNI
Herdman, TH & Kamitsuru, S. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Edisi 3. Hal 109-111, 199, 207-
208. Jakarta: EGC.11.
Vincent J, De Backer D. 2013. Circulatory shock. N Engl J Med. 369(18):1726-
34.
Dewi, Enita & Rahayu, Sri. 2010. Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik.
Jurnal Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 2. No. 2. Juni 2010, 93-
96.

Anda mungkin juga menyukai