Kelompok 4/ Tingkat 3A
Jamilatul Wardiah (P17211191004)
Andini Robiatul Maulidiyah (P17211191014)
Evi Arum Erista (P17211191024)
Alimatul Izza Syahida (P17211193027)
Heffy Maulidiyah Wardah (P17211193033)
Laxmi Ade Ayu M. (P17211193034)
Nurul Aprisa S (P17211193035)
Siti Nuryatul Badriyah (P17211193039)
Dewi Isnaini F.M. (P17211193051)
Khofifah Nur Lailla (P17211193052)
A. Latar Belakang
Korupsi merupakan salah satu istilah yang kini akrab di telinga masyarakat Indonesia dan
menjadi pusat perhatian. Korupsi pun menjadi permasalahan yang sungguh serius dinegeri ini.
Kasus korupsi sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Berkembang dengan pesat, meluas
dimana–mana, dan terjadi secara sistematis dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan
teknologi modern.
Memerangi korupsi bukan cuma menangkapi koruptor. Sejarah mencatat, dari sejumlah
kejadian terdahulu, sudah banyak usaha menangkapi dan menjebloskan koruptor ke penjara.
Era orde baru, yang berlalu, kerap membentuk lembaga pemberangus korupsi. Mulai Tim
Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, Komisi Empat pada tahun 1970, Komisi Anti Korupsi
pada 1970, Opstib di tahun 1977, hingga Tim Pemberantas Korupsi. Nyatanya, penangkapan
para koruptor tidak membuat jera yang lain. Koruptor junior terus bermunculan.
Upaya pemberantasan korupsi semata-mata hanya lewat penuntutan korupsi, padahal
yang perlu saat sekarang ini adalah kesadaran setiap orang untuk taat pada undang-undang
korupsi. Bangsa Indonesia sekarang butuh penerus bangsa yang berakhlak mulia, dalam artian
mempunyai sikap dan perilaku yang baik. Kesadaran tersebut membuat pemerintah memutar
otak untuk bagaimana menciptakan hal tersebut. Lebih khusus kepada penanaman nilai
antikorupsi pada setiap individu putra bangsa dalam hal ini kalangan mahasiswa.
Mahasiswa merupakan calon pemimpin bangsa di masa depan yang banyak pengalaman
dan keingintahuan yang besar. Kelonggaran peraturan yang diterima sebagai seorang
mahasiswa dari institusi dan orang sekitar memberikan peluang untuk menjadi koruptor dari
hal terkecil termasuk mengerjakan tugas dengan jasa joki. Oleh karena itu dengan
diberikannya penyuluhan tentang anti korupsi lewat jalur Pendidikan ini diharapkan proses
perubahan sikap mental yang berimbas pada perubahan perilaku anti korupsi dapat berkurang
dan materi anti korupsi yang disampaikan diterima dengan baik.
B. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 40 menit tentang pendidikan anti korupsi diharapkan
mahasiswa mengetahui tentang pendidikan anti korupsi.
2. Tujuan instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 40 menit diharapkan mahasiswa mampu :
1) Menjelaskan pengertian Korupsi
2) Mengetahui dampak korupsi.
3) Mengetahui bagaimana strategi pemberantasan korupsi
4) Menjelaskan upaya apa saja yang ditempuh dalam pembrantasan korupsi
5) Mengetahui undang-undang yang mengatur tentang korupsi Indonesia
6) Memahami Nilai-nilai anti korupsi
C. Sasaran
Mahasiswa Poltekkes kemenkes Malang
D. Waktu
1x30 menit
E. Metoda Penyuluhan
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Game
F. Media
1. Poster
2. Video
G. Langkah-langkah
2. Game
3. Penutup 1. Mengevaluasi peserta atas 1. Mendengarkan dan
(5 menit) penjelasan yang mmperhatikan
disampaikan dan penyuluh 2. Menjawab pertanyaan
menanyakan kembali yang diberikan dari game
mengenai materi penyuluhan 3. Menjawab salam
2. Salam Penutup
H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a) Kehadiran mahasiswa 90%
b) Persiapan alat dan media penyuluhan
2. Evalusi Proses
a) Moderator, penyuluh, observer ,fasilisator,dan peserta mampu menjalankan fungsi dan
peranannya dengan baik.
b) Peserta antusias dalam mendengarkan penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
a) Peserta dapat menjawab pertanyaan yang di berikan mengenai materi penyuluhan
I. Penutup
Korupsi berasal dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere: busuk,rusak,
menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis
adalah penyaahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.Semua bentuk pemerintahan
rentan korupsi dalam prakteknya. Strategi pemberantasan korupsi bisa disusun dalam tiga
tindakan terprogram, yaitu Prevention, Public Education dan Punishment.
Dampak dari adanya korupsi adalah merugikan Negara maupun kelompok tertentu,
menghabiskan uang atau harta Negara demi kepentingan pribadi maupun kelompok,,
menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat, menurunnya kepercayaan masyarakat
terhadap suatu institusi dan membuat hokum tidak lagi dihormati. Beberapa upaya yang
dilakukan untuk memberantas korupsi adalah : melakukan pendidikan anti korupsi kepada
pelajar dan mahasiswa, melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan,
melakukan pencatatan ulang dan reorganisasi terhadap institusi pemerintah dan lain
sebagainya.
Upaya melakukan pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah. Meskipun sudah
dilakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, tetapi masih terdapat beberapa
hambatan dalam pemberantasan korupsi. Diantaranya hambatan structural, kultural,
instrumental, dan juga manajemen.
J. Daftar Pustaka
Karo-Karo, A. A. P., Usman, K., Sari, L. P., Dewi, R., & Simangunsong, B. A. (2020). Result
Of The Formation Of Student Characters In Full Day School. Jurnal Ilmiah
STOK Bina Guna Medan, 8(1), 43-50. Diakse pada senin, 26 oktober 2021 pukul
20.00 wib melalui link
http://jurnal.stokbinaguna.ac.id/index.php/JSBG/article/view/98
Setiadi, W. (t.t.). KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya
Pemberantasan, Serta Regulasi). 14. Diakses pada 26 Oktober 2021 melalui link
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://e-
jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/234/pdf&ved=2ahUKEwjY35
r2zunzAhX_63MBHTu2AwA4ChAWegQIARAB&usg=AOvVaw2aXsVwhhVg
gW4mSiHpvhF1
K. Lampiran 1 (poster)
b. Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif yang
berkembang di masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya:
masih adanya ”sikap sungkan” dan toleran di antara aparatur pemerintah yang
dapat menghambat penanganan tindak pidana korupsi; kurang terbukanya
pimpinan instansi sehingga sering terkesan toleran dan melindungi pelaku
korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam penanganan
tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen untuk menangani korupsi secara
tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa bodoh) sebagian besar masyarakat
terhadap upaya pemberantasan korupsi.
c. Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya
instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang membuat
penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang
termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih terdapat peraturan perundang-
undangan yang tumpang tindih sehingga menimbulkan tindakan koruptif berupa
penggelembungan dana di lingkungan instansi pemerintah; belum adanya “single
identification number” atau suatu identifikasi yang berlaku untuk semua
keperluan masyarakat (SIM, pajak, bank, dll.) yang mampu mengurangi peluang
penyalahgunaan oleh setiap anggota masyarakat; lemahnya penegakan hukum
penanganan korupsi; serta sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana korupsi.