Anda di halaman 1dari 5

Karakteristik Peserta Didik Madrasah Ibtidaiyah

Fatwa Azmi Syahriza


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Jl. Gajayana No. 50
fatwazmi@gmail.com

Abstrak. Pendidikan karakter merupakan suatu faktor penting untuk dibicarakan lebih
dalam guna memajukan kondisi moral bangsa dari segala perubahan zaman. Peran dan
tanggung jawab besar bangsa diemban oleh bidang pendidikan. Terlebih lagi kondisi
karakter bangsa yang semakin hari semakin memprihatinkan. Maka dari itu, pendidikan
karakter harus mampu tumbuh dan berkembang di dalam tubuh generasi bangsa sejak
sedini mungkin.
Usia yang krusial dalam hal pendidikan karakter adalah usia kanak-kanak yang sedang
tumbuh menuju fase berikutnya. Bekal akhlak dan budi pekerti yang baik harus
ditanamkan oleh orang tua maupun pendidik agar mampu menjadi generasi yang dapat
berguna bagi bangsa, agama, serta negaranya pada masa mendatang.
Lingkup pembahasan pendidikan karakter ini tidak bisa terlepas dari karakteristik
peserta didik khususnya di madrasah ibtidaiyah yang merupakan tonggak awal dari
pendidikan formal anak berbasis Islam.
Diperlukan pembahasan lebih lanjut terkait karakteristik peserta didik di madrasah
ibtidaiyah ini supaya orang tua sekaligus pendidik dapat memaksimalkan pendidikan
tersebut dan mencapai tujuan yang diinginkan. Baik secara intelektual, moral, hingga
social.
Kata Kunci. Pendidikan Karakter, Madrasah Ibtidaiyah
Received : Approved :
Reviesed : Published :
Copyright ©
Correspondence Address:

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kegiatan penting dalam kehidupan manusia untuk dapat
meningkatkan pekembangan dan pertumbuhan peserta didik sejak masih kanak-kanak
hingga menjadi dewasa. Tujuan Pendidikan harus mampu mencerminkan kemampuan
system Pendidikan secara nasional dalam mengakomodasi segala macam tuntutan dan
tantangan zaman.
Sebab itu, Pendidikan adalah proses pembelajaran yang paling bertanggungjawab
untuk menciptakan peserta didik yang mampu memahami dan mengamalkan nilai-nilai
kebaikan yang telah diajarkan oleh pendidik dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat
pendidikan menuntut peserta didik untuk dapat melaksanakan transfers of values, bukan
sekadar transfer of knowledge.
Pendidikan karakter seharusnya tercakup dalam sebuah rancangan kurikulum
pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan. Hal itu guna pendidikan bangsa ini tidak
kehilangan akan ruh dan tujuan pendidikan sebenarnya seperti yang tertulis dalam UUD 45
pasal 31 ayat 3.1

1
UUD 45 dan Amandemen Lengkap, (Yogyakarta: Aditya Pustaka), hlm. 25.

1
Pada UUD 45 tersebut merupakan bahan renungan bagi para orang tua maupun
pendidik supaya memperhatikan lebih lanjut peserta didik dalam bidang Pendidikan. Mulai
dari tingkat paling awal hingga ke jenjang di atasnya secara bertahap.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter dan akhlak mengandung makna yang sama dari segi kata, yakni:
kebiasaan, watak, sifat, tabiat, dan sifat-sifat kejiwaan. Secara istilah, karakter dan
akhlak berarti suatu keinginan atau kehendak yang sudah terbiasa dilakukan secara
spontan. Maka dari itu, Pendidikan karakter dan akhlak bertujuan untuk membantu
individu agar berbuat sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku.
Doni Kusuma menyatakan bahwa Pendidikan karakter merupakan sebuah
struktur antropologis yang mengarahkan individu menuju proses pengembangan
diri secara terus menerus guna menyempurnakan dirinya sebagai manusia dengan
berbagai nilai-nilai keutamaan.
Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa Pendidikan karakter/akhlak adalah suatu
struktur teologis untuk melaksanakan suatu nilai keutamaan tanpa adanya proses
berpikir dan menimbang dengan melakukan pembiasaan dan Latihan secara terus-
menerus.2

2. Unsur-unsur Karakter Peserta Didik


Terdapat beberapa unsur dari karakter peserta didik yang disampaikan oleh
Fathul Muin, baik secara sosiologis maupun psikologis, yaitu:
a. Sikap
Sikap adalah bagian dari karakter yang dianggap cermin dari
seseorang. Sikap seseorang dapat menunjukkan bagaimana karakter
dirinya terhadap sesuatu yang sedang dihadapi. Pengembangan diri
menuju sukses tidak akan berhasil tanpa adanya perubahan sikap
diri.3
b. Emosi
Emosi adalah gejala dinamis yang dimiliki oleh manusia
dengan efek kesadaran, perilaku, juga proses fisiologis. Seperti adanya
respon ketika mengetahui yang sedang dihadapi dengan jantung
berdebar-debar ketika marah atau tegang dan lain sebagainya.
Terkadang emosi dianggap sebagai suatu konotasi negative karena
anggapan orang yang emosional terlihat sebagai orang yang terlalu
berperasaan, pemarah, hingga psikologisnya tidak stabil. Akan tetapi,
pada hakikatnya, emosi tidak segalanya bersifat negative karena
tergantung dari cara mengendalikannya.
c. Kepercayaan
Kepercayaan termasuk komponen kognitif manusia dari faktor
sosiopsikologis. Kepercayaan mengukuhkan eksistensi diri dan relasi
kepada orang lain serta memberikan sudut pandang pada manusia
dalam memandang kenyataan dalam mengambil pilihan atau
keputusan berdasarkan kepercayaan atau pengetahuan seseorang.
d. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan suatu perilaku yang terjadi secara
2
Heni Zuhriyah. Pendidikan Karakter ; Studi Perbandingan Antara Konsep Doni Koesoema dan Ibnu Miskawaih,
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2010)
3
Fathul Muin, Pendidikan Karakter; Konstruksi Teoretik dan Praktik (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2011), hlm.
168-170.

2
otomatis dan menetap tanpa direncanakan terlebih dahulu. Kebiasaan
bereaksi berulang kali dan memberikan suatu pola perilaku yang
dapat diketahui.
e. Konsepsi Diri
Salah satu hal penting yang berkaitan dengan proses karakter
adalah konsepsi diri. Proses konsepsi diri adalah suatu gambaran
bagaimana seseorang dapat mengenali diri sendiri untuk dapat
membangun diri dan menempatkan diri dalam segala aspek
kehidupan.

3. Metode Pendidikan Karakter


Pendidikan nilai atau karakter memiliki beberapa pendekatan yang bisa
dilaksanakan, yaitu: penanaman nilai, pendekatan klasifikasi nilai, pendekatan
analisis nilai, dan pendekatan pembelajaran berbuat.4
Ryan dan Bohlin mengungkapkan bahwa tumbuh kembang peserta didik
harus menerapkan tiga tahapan metode yang harus dilalui dalam Pendidikan
karakter, yakni mengetahui, mencintai, dan melakukan kebaikan. Ketiga hal
tersebut dirangkum dengan sifat-sifat baik dalam Pendidikan karakter.
Doni Koesoema menyatakan bahwa ada lima metodologi dalam Pendidikan
karater yang bisa dilakukan dalam sebuah lembaga pendidikan, khususnya pada
tingkat madrasah ibtidaiyah, yaitu:
1. Pengajaran tentang nilai dari seluruh mata pelajaran.
2. Memberikan contoh atau teladan atas nilai yang telah diajarkan.
3. Menentukan skala nilai yang harus diutamakan.
4. Perwujudan nilai prioritas.
5. Refleksi sebagai evaluasi dari seluruh pengajaran nilai.5
Seluruh metode tersebut diterapkan pada berbagai kegiatan sekolah serta
diterapkan juga ke dalam lingkungan masyarakat agar terjadi kontrol dan
pengawasan yang baik.

4. Karakteristik Perkembangan Siswa Madrasah Ibtidaiyah


Nasution (2004) dalam Haryu (2012) menyatakan bahwa masa usia sekolah
dasar sebagai masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia 6 tahun – 12 tahun
yang ditandai dari mulainya anak masuk sekolah dasar dan diawalinya
lembaran baru kehidupan anak yang akan mengubah sikap-sikap dan
karakternya.6
Jika ditinjau dari tahap perkembangan agama anak, maka Fowler
merangkumnya menjadi 2 masa, yaitu masa anak-anak awal dan akhir.
Karakteristik pada masa awal antara lain:
a. Baik dan buruk bersifat intuitif dalam penglihatan anak.
b. Khayalan dan kenyataan dianggap sama.
Sementara itu, karakteristik pada masa akhir akhir antara lain:
a. Pola pikirnya bersifat logis serta konkrit tanpa berintuisi.
b. Cerita terkait agama digambarkan secara harfiyah dengan Tuhan
diibaratkan sebagai figure orangtua.7
4
Zaim El Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai; Mengumpulkan yang terserak,Menyambung yang Terputus,
dan Menyatukan yang Tercerai (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm. 61-73.
5
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: PT. Grasindo,
Cet.III, 2011), hlm. 212-217
6
Haryu Islamudin, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 39
7
Desmita. Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet VII, 2012), hlm. 209 19

3
Seiring masuknya anak ke madrasah ibtidaiyah, maka tingkat kematangan
kognitifnya juga mengalami peningkatan yang cukup pesat. Masuknya anak ke
madrasah ibtidaiyah jiga memberi arti bahwa dunia dan pengetahuan anakn
semakin luas. Hal itu akan berpengaruh pada pengertian tentang berbagai hal
yang belum diketahui anak sebelumnya. Jika sebelumnya anak bersifat imajinatif
dan egosentris, maka pada usia madrasah ibtidaiyah ini daya pikirnya menjadi
konkrit, rasional, hingga objektif.
Upaya pemahaman alam sekitar tidak lagi mengandalkan informasi
pancaindera, karena sekarang anak mulai mampu untuk membedakan apa yang
tampak dengan mata dan kenyataan yang sebenarnya, juga mana yang
sementara dan mana yang menetap.
Anak tidak lagi mengandalkan persepsi yang dilihatnya, namun sudah
menggunakan logikanya. Anak dapat mengukur, menghitung, juga menimbang
jumlahnya hingga tidak bisa dibodoh-bodohi lagi.
Kohlberg merinci perkembangan moral pada tiga tingkatan, yaitu:
1. Prakonvensional
2. Konvensional
3. Pasca-konvensional
Tingkatan ketiga ini disebut oleh Piaget sebagai autonomous morality atau
tahap moral yang terjadi pada anak di usia 9-12 tahun. Pada masa ini anak
mulai paham akan aturan-aturan dan hukum-hukum yang berlaku supaya dapat
menimbang berbagai perilaku serta sebab dan akibatnya.8

C. PENUTUP
Dari pemaparan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembinaan
karakter generasi suatu bangsa harus ditanamkan sejak kecil agar tidak terdampak
kemunduran zaman dalam berbagai aspek kehidupan. Pendidikan karakter hadir dalam
sebuah kurikulum, proses pembelajaran, serta seluruh kegiatan-kegiatan sekolah yang
berkaitan dengan pengembangan diri anak.
Madrasah Ibtidaiyah mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus diemban
bersama-sama dengan menjalankan apa-apa yang telah diamanatkan UUD 45 seraya
meningkatkan keimananan, penguatan akhlak, hingga mencerdaskan kehidupan bangsa.
Maka dari itu, madrasah ibtidaiyah sudah selayaknya menjadi pelopor dan contoh bagi
sekolah-sekolah lain dengan mengandalkan hukum-hukum yang sesuai dengan tuntunan
al-Quran dan hadis demi terwujudnya fungsi dan tujuan Pendidikan khususnya di tingkat
sekolah dasar.

REFERENSI
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet VII, 2012.
Islamudin, Haryu, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Koesoema, Doni, Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta:
PT. Grasindo, Cet.III, 2011.
Muin, Fathul, Pendidikan Karakter; Konstruksi Teoretik dan Praktik, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011.
Mubarok, Zaim, Membumikan Pendidikan Nilai; Mengumpulkan yang
terserak,Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, Bandung:
Alfabeta, 2006.
UUD 45 dan Amandemen Lengkap, Yogyakarta: Aditya Pustaka.

8
Ibid hlm. 151-152

4
Zuhriyah, Heni, Pendidikan Karakter ; Studi Perbandingan Antara Konsep Doni Koesoema
dan Ibnu Miskawaih (Tesis), Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2010.

Anda mungkin juga menyukai