SEKOLAH DASAR
Disusun oleh :
Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu
yang merupakan kepribadian khusus, yang menjadikan pendorong dan penggerak, serta
membedakannya dengan individu lain. Karakter akan memungkinkan individu untuk
mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan. Hal ini disebabkan karakter memberikan
konsistensi, integritas, dan energi. Tanpa karakter yang positif, sesorang dengan mudah
melakukan sesuatu apa pun yang dapat menyakiti atau menyengsarakan orang lain. Oleh
karena itu, kita perlu membentuk karakter untuk mengelola diri dari hal – hal negatif.
Karakter yang terbangun diharapkan akan mendorong setiap manusia untuk mengerjakan
sesuatu sesuai dengan suara hatinya.
2. TEMUAN
Erik H. Erikson, perkembangan afektif adalah suatu pola yang menjadi dasar dalam
proses perkembangan manusia
Siti Meichati ( 1975 ) menyatakan bawa pendidikan adalah hasil peradaban suatu bangsa
yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa yang berfungsi sebagai filsafat
pendidikan.
Sa’dun Akbar, menemukan terdapat tujuh landasan pendidikan karakter yaitu, landasan
filsafat manusia, landasan filsafat pancasila, landasan filsafat pendidikan, landasan
religius, landasan sosiologis, landasan psikologis, dan landasan teoritik pendidikan
karakter.
Doni Koesuma, berpendapat bahwa sekolah adalah sekolah adalah salah satu lembaga
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter pribadi anak, karenanya di sini
peran dan kontribusi guru sangat dominan.
Dalam kehidupan manusia terdapat dua proses kejiwaan yang terjadi, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Pada umunya, istilah pertumbuhan dan perkembangan
digunakan secara bergantian. Padahal, kedua proses ini berlangsung secara
interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses itu tidak dapat
dipisahkan, tetapi dapat dibedakan untuk memperjelas penggunaannya. Hasil
pertumbuhan antara lain bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak, seperti berat,
panjang, dan kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan anak mencakup perubahan yang
semakin sempurna pada sistem jaringan syaraf dan perubahan – perubahan struktur
jasmani lainnya.
Dengan demikian, pertumbuhan dapat diartikan sebagai proses perubahan dan
pematangan fisik. Sedangkan perkembangan penghayatan totalitas itu lambat laun
semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan. Sejak bayi dilahirkan, ia
sudah mempunyai gambaran lengkap tentang dunia. Hanya saja, gambaran tersebut masih
kabur dan samar – samar. Terbawa oleh perkembangannya, gambaran total yang samar –
samar tadi berangsur – angsur menjadi terang dan bagian – bagian nya bertambah nyata,
jelas dan struktur nya semakin lengkap. Timbullah kemudian kompleksitas dari unsur –
unsur, seperti unsur gerak, jarak, bentuk, struktur, warna, dan lain – lain. Namun,
semuanya merupakan bagian dari satu totalitas atau keseluruhan dan mengandung sifat –
sifat totalitas tersebut.
Pola perkembangan afektif pada manusia dalam buku Childhood and Society,
memberikan gambaran tentang pola yang dimaksud, yaitu sebabagi berikut :
1. Kepercayaan dan Kenyamanan
Jika peserta didik diperlakukan dengan baik maka akan tumbuh perasaan bahwa
tempat dia berada merupakan tempat yang aman dan nyaman dari berbagai gangguan
dan dari rasa takut terhadap lingkungan di sekitarnya.
2. Bebas, Malu dan Ragu
Aktivitas adalah berupa gerakan – gerakan dari tubuhnya yang sesuai dengan
kemampuan dan kapasitasnya termasuk dalam merespons kondisi di lingkungannya.
Anak yang sukses pada tahapan ini dan bisa menjaga keseimbangan antara rasa malu
dan ragu dengan rasa bebas biasanya anak ini sudah siap menghadapi siklus – siklus
kehidupan berikutnya.
3. Inisiatif dan Kesalahan
Pada masa ini biasanya anak berusia 3 – 5 tahun relatif sudah menguasai badan dan
geraknya menjadi gerakan yang lebih sedikit mengeluarkan energi dan keseimbangan
tubuh yang bersifat motoris. Karena gerakan – gerakan tubuhnya merupakan bentuk
inisiatif maka jika tidak diberikan ruang ekspresi dia akan mulai murung. Apabila
semua gerakannya sesuai dengan ekspektasinya, inisiatifnya akan berkembang
dengan pesat.
4. Identitas Diri dan Kebingungan
Ia dapat mulai berpikir tentang posisi dirinya, dan orang lain, keluarganya, dan
masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya sendiri.
5. Keakraban dan Keterpencilan
Seorang anak pada usia sekitar 19 – 25 tahun biasanya telah berinteraksi dengan
temannya melalui sebuah pergaulan yang lebih besar dan kompleks sehingga dengan
pergaulan inilah muncul keakraban diantara temannya. Namun jika tidak merasa
cocok dan muncul masalah sehingga tidak berhasil dalam menjalin keakraban,
biasanya akan muncul rasa kesepian, perasaan dikucilkan dan lebih milih menyendiri.
Dan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik harus ada pendidikan yang
memadai. Banyak pendapat yang berlainan tentang pendidikan. Walaupun demikian,
pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keseragaman arti. Pendidikan juga memiliki
arti yaitu kepribadian, pengembangan kemampuan, atau potensi yang perlu
dikembangkan, peningkatan pengetahuan dari tidak tahun menjadi tahu, serta tujuan
kearah mana peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin. Dalam
pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di dalam hubungan itu,
mereka memiliki kedudukan dan peranan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya
yang sama, yaitu saling memengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan. Aktivitas
pendidikan berlangsung didalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
PENDIDIKAN KARAKTER
Landasan pendidikan karakter adalah nilai – nilai moral yang ditanamkan akan
membentuk karakter ( akhlak mulia ) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya
sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Landasan pelaksanaan pendidikan
karakter sangat jelas. Kemudian, dalam penelitian berjudul “ Revitalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah Dasar ” ada tujuh landasan pendidikan karakter sebagai berikut :
1. Landasan filsafat manusia, secara filosofis manusia diciptakan oleh tuhan dalam
keadaan “ belum selesai ” mereka dilahirkan dalam keadaan belum jadi. Manusia
yang ketika dilahirkan berwujud anak manusia belum tentu dalam proses
perkembngannya menjadi manusia belum tentu dalam proses perkembangannya
menjadi manusia yang sesungguhnya. Dalam proses perkembangannya, manusia
karakter manusia bahkan dapat menjadi lebih buruk daripada hewan. Oleh sebab itu,
pendidikan karakter sangat diperlukan bagi manusia sepanjang hidupnya, agar
menjadi manusia yang berkarakter baik.
2. Landasan filsafat pancasila, manusia indonesia yang ideal adalah manusia pancasilais,
yaitu menghargai nilai – nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan
Keadilan Sosial. Nilai – nilai pancasila tersebut yang seharusnya menjadi core value
dalam pendidikan karakter di negeri ini.
3. Landasan filsafat pendidikan, menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya bertujuan
mengembangkan kepribadian utuh untuk mencetak warga negara yang baik.
Seseorang yang berkepribadian utuh digambarkan dengan terinternalisasikannya nilai
– nilai dari berbagai dunia makna ( nilai ), yaitu simbolik, empirik, estetik, etik,
sinoptik, dan sinnoetik. Disebabkan pendidikan karakter pada dasarnya merupakan
proses internalisasi nilai dari berbagai dunia nilai di atas, pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam berbagai macam mata pelajaran yang diajarkan di satuan –
satuan pendidikan.
4. Landasan religius, pendidikan karakter perlu mengembangkan karakter manusia agar
menjadi manusia yang berperilaku hidup sehat, patuh terhadap ajaran – ajaran Tuhan
dan pada peraturan – peraturan dalam hidup berbangsa dan bernegara, serta
mempunyai sifat – sifat manusiawi, seperti empatik, simpatik, perhatian, peduli,
membantu, menghargai, dan lain – lain.
5. Landasan sosiologis, secara sosiologis, menusia indonesia hidup dalam masyarakat
heterogen yang terus berkembang. Kita berada di tengah – tengah masyarakat dengan
suku, etnis, agama, golongan, status sosial, dan ekonomi yang berbeda – beda.
Disamping itu, bangsa indonesia juga hidup berdampingan dan bergaul dengan
bangsa – bangsa lain. Oleh sebab itu, upaya mengembangkan karakter saling
menghargai dan toleran pada aneka ragam perbedaan mejadi sangat mendasar.
6. Landasan psikologis, dari sisi psikologis karakter dapat dideskripsikan dari dimensi –
dimensi intrapersonal, interpersonal, dan interaktif. Jadi dilihat dari sisi filosofis,
sosiologis, dan psikologis, pendidikan karakter bangsa menjadi sebuah keharusan
bagi bangsa indonesia. Di samping untuk memperbaiki karakter bangsa yang semakin
terpuruk, juga mengembangkan karakter bangsa indonesia untuk masa depan yang
kebih baik.
7. Landasan teoretik pendidikan karakter, ada beberapa teori pendidikan dan
pembelajaran yang dapat dirujuk untuk pengembangan karakter, antara lain (1) teori –
teori yang berorientasi behavioristik yang menyatakan bahwa “ perilaku sesorang
sangat ditentukan oleh kekuatan eksternal, yang mana perubahan perilaku tersebut
bersifat mekanistik ”. (2) teori – teori berorientasi kognitivisik yang juga dikenal
sebagai teori pemrosesan informasi, dengan prinsip input – proses – output. Teori ini
menganalogikan cara kerja pikiran manusia seperti cara kerja komputer. (3) teori –
teori yang berorientasi komprehensif , misalnya teori konstruktivistik dan teori
holistik ( di antaranya teori medan, teori motivasi, dan teori konteks sosial ) yang
menyatakan bahwa perilaku seseorang sangat ditentukan, baik oleh kekuatan internal
maupun eksternal.
Ada juga pilar – pilar pendidikan karakter, pendidikan karakter tanpa identifikasi
pilar – pilar karakter, hanya akan menjadi sebuah perjalanan tanpa akhir, petualangan
tanpa peta. Organisasi mana pun yang berpengaruh di dunia ini, yang mempunyai
perhatian besar pada pendidikan karakter seharusnya mempu mengidentifikasikan
karakter – karakter dasar yang menjadi pilar perilaku individu. Heritage Foundation
merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter.
Kesembilan karakter tersebut, antara lain :
Secara operasional tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah sebagai berikut :
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai – nilai kehidupan yang dianggap penting
dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan pesrta didik yang khas
sebagaimana nilai – nilai yang dikembangkan.
Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan
pengembangan nilai – nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik
pada saat masih bersekolah maupun setelah lulus
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai – nilai yang
dikembangkan oleh sekolah.
Tujuan kedua pendidikan karakter disekolah adalah mengoreksi perilaku peserta
didik yang tidak bersesuaian dengan nilai – nilai yang dikembangkan sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab karakter bersama
Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter setting sekolah adalah membangun
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dengan memerankan
tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama
KESIMPULAN
Pendidikan adalah proses yang terus menerus dialami oleh manusia sepanjang hayat.
Pendidikan mencakup segala aspek keseharian saat seseorang belajar, mengamati,
mendengarkan, membaca, menonton, bekerja, dan lain sebagainya. Singkat kata, semua hal
yang terjadi pada tataran empiris tindakan manusia mengandung arti kata pendidikan. Namun
pada perkembangannya, kata pendidikan mengalami penyempitan makna. Gagasan pendidikan
karakter baik dalam skala makro dan khususnya dalam skala mikro masih sebatas wacana dan
teoretis. Sistem pendidikan berkembang sekarang ini mengandung anak sebagai sosok yang
hidup dan aktif.
Hubungan intelektual adalah kebutuhan yang berhubungan dengan kognisi dan akal. Bentuk
kebutuhan ini berupa keingintahuan terhadap sesuatu, mencoba sesuatu, menciptakan sesuatu,
mencapai prestasi, dan memiliki banyak pertanyaan.
SARAN
Karakteristik ini tampaknya metode yang efektif untuk memenuhi kebutuhan anak dalam
rangka mendidiknya agar menjadi pribadi yang cerdas dan berakhlak adalah memberikan porsi
yang seimbang bagi semua kebutuhan di atas.
DAFTAR PUSTAKA