Anda di halaman 1dari 6

PENDIDIKAN BERKEMAJUAN

Oleh : Rahadian Aghna Ashdaque Vadiella

Pada peradaban bangsa manapun, termasuk Indonesia pengaruh pendidikan dapat dilihat
dan dirasakan secara langsung dalam perkembangan serta kehidupan masyarakat. Baik dalam
bidang ekonomi, pertanian, perindustrian, teknologi informasi, politik dan budaya serta pertahanan
keamanan. Semua aspek tersebut akan menentukan kemajuan bangsa.

Faktor utama untuk mencapai peradaban yang tinggi adalah pendidikan dengan kapasitas luas yang
memiliki peran dan pengaruh positif terhadap segala bidang. Pendidikan memberikan kontribusi
yang sangat besar terhadap kemaajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam
menerjemahkan nilai-nilai kehidupan serta sarana membangun watak bangsa (National Character
Building). Masyarakat yang cerdas dan maju akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas dan maju
pula dengan ciri secara progresif akan membentuk kemandirian dan kreativitas.

Menyadari hal tersebut, untuk mewujudkan capaian kehidupan yang maju dan mandiri
sangatlah dibutuhkan pengembangan pendidikan yang berkemajuan. Adapun pendidikan
berkemajuan memiliki konsep dasar dan ciri khas ; demokratis, transparan, merata,
berkesinambungan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Yakni pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi, menumbuhkan kemauan, membangkitkan kesadaran berbangsa yang
dikembangkan secara optimal bagi kepentingan pembangunan masyarakat secara utuh dan
menyeluruh. Pada dasarnya pendidkan berkemajuan ialah pendidikan yang mengembangkan potensi
peserta didik agar mampu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.

Pendidikan demikianlah yang mampu menghasilkan sumber daya manusia(SDM) yang


berkwalitasserta memiliki visi, transparansi, dan pandangan jauh ke depan ; yang tidak hanya
mementingkan diri dan kelompoknya, tetapi senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan
negara dalam berbagai aspek kehidupan.

Pendidikan yang kurang bermakna bagi pengembangan pribadi dan watak peserta didik
berakibat menurunnya moralitas dan kesadaran makna hakiki kehidupan. Hal ini disebabkan
kurangnya pembelajaran yang berorientasi pada akhlak dan moral serta agama dalam bentuk
latihan-latihan pengamalan untuk menjadi corak dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut
mengakibatkan lulusan pendidikan cenderung kurang memiliki kepekaan untuk membangun
silaturohmi, toleransi dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk.

Pendidikan berkemajuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar akan tampak ciri
khasnya dimulai dari peran besar seorang guru. Yang pertama, guru menempatkan diri sebagai
pendamping peserta didik menuju kesuksesan belajar atau kedewasaan. Kedua, guru aktif
memberikan perhatian kepada peserta didik melalui apresiasi setiap capain positif. Ketiga, guru bisa
memberikan punishment bagi pelanggaran disiplin siswa dengan tegas terukur dalam bentuk
penugasan konstuktif positiif, bukan hukuman. Keempat, guru menerima dan menyadari perbedaan
setiap peserta didik secara umum maupun keunikkannya. Karena setiap peserta didik memiliki
kekuatan, kelemahan, latar belakang keluarga, sosial ekonomi dan kecerdasan masing-masing.
Kelima, guru tidak merasa paling pandai. Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang
hayat, yang senantiasa menye3suaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan
zaman. Keenam, guru berlaku adil. Keadilan dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru dan
hak peserta didik. Penilaian dan penghargaan guru sesuai dengan usaha yang dilakukan dan prestasi
yang dicapai peserta didik. Ketujuh, guru tidak memaksakan kehendak kepada peserta didik. Dalam
proses belajar mengajar guru bersunguh-sungguh mengembangkan dan menanamkan sikap
kesadaran, keinsyafan untuk patuh dan disiplin terhadap nilai kebenaran.

Pada pelaksanaannya, pendidikan berkemajuan diterapkan dalam proses pembelajaran yang


diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat perkebangan fisik serta psikologis peserta didik. Dengan
kemajuan teknologi, proses pembelajaran justru lebih mudah dan ringan. Namun keterlibatan
intelektual – emosional dengan peserta didik tetap menjadi acuan melalui kegiatan belajar dan
pembentukan sikap.

Pada ghalibnya, sistem pendidikan berkemajuan senantiasa melibatkan elemen masyarakat


baik swasta maupun kearifan lokal guna penguatan dan pelibatan serta pemberdayaan setiap
komponen bangsa untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional secara aktif dan
berkesinambungan.
ROLE MODEL DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh : R. A. Ashdaque Vadiella

Setiap individu melakukan tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan


penafsiran atas suatu objek atau situasi tertentu. Perilaku seseorang (siswa) adalah proses mental
yang aktif dan kreatif. Namun yang utama bukanlah tindakan individu, tetapi norma dan nilai sosial
yang menuntut dan mengatur perilaku itu. Oleh karena itu kondisi obyektif yang disatukan dengan
komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu
yang menghasilkan produk karakter.

Pendidikan merupakan bagian dari sistem yang memiliki andil besar dalam pembentukan
karakter (character building). Dari sisi pendidikan inilah, kita tertantang untuk bersama-sama
berperan serta dalam pembentukan karakter. Tingginya angka kenakalan remaja dari tahun ke
tahun. Anak-anak tidak sopan kepada orang tua dan orang yang lebih tua, kurang peduli terhadap
sesama dan lingkungan hidup, kata-kata kotor yang jauh dari etika, perselisihan dan tawuran antar
pelajar, antar supporter bola, pergaulan bebas, balapan motor liar, merokok dan narkoba, cara
berpakaian dan penampilan yang tidak sesuai dengan nilai budaya luhur bangsa adalah
pemandangan umum yang menggejala dan menjadi trend remaja saat ini. Kenyataan tersebut
menyadarkan kita insan pendidikan agar kembali kepada peranan dalam suatu sistem sosial yang
biasa disebut pattern variables.

Dalam perspektif Islam, pembentukan karakter (character building) ini sudah sangat jelas
ditegaskan oleh Rasulullah SAW sebagai misi kerasulannya ; “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”. Bahkan dalam kajian lebih dalam yang dilakukan para ulama
klasik dan kontemporer disimpulkan bahwa akhlak mulia sebagai hasil dari character building adalah
jantung ajaran Islam dan ajaran para nabi. Maka tak diragukan lagi pembentukan akhlak mulia
merupakan tujuan tertinggi bagi setiap lembaga pendidikan. Yakni membangun manusia yang
unggul yaitu manusia yang terasah intelektualitasnya, cerdas emosionalnya serta mampu mencapai
kedalaman spiritual. Sebagai bentuk upaya nyata mengembangkan akhlak mulia dan pekerti luhur
hendaknya setiap mata pelajaran mengintegrasikan Character Education Quality Standards sebagai
berikut ;

I. Akhlak Mulia Sebagai Muatan Dalam Mata Pelajaran

Secara teoritis ada dua pendekatan yang ditawarkan dalam pendidikan karakter.

1. Akhlak mulia diposisikan sebagai muatan dalam setiap mata pelajaran, sehingga pembelajarannya
berbasis dan bermisi akhlak mulia yang terkandung dalam perangkat pembelajaran dan
dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas maupun di luar kelas.

2. Akhlak mulia diposisikan sebagai pembiasaan dalam interaksi dan komunikasi efektif sehari-hari di
sekolah serta dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dimulai dari membangun kedisiplinan, kesadaran dan
keinsyafan melalui tata tertib dan tata krama sekolah yang membentengi peserta didik dari perilaku
yang menyimpang dalam tugas perkembangannya.
II. Metode Pembelajaran

Dalam pendidikan karakter menuju terbentuknya akhlak mulia dalam diri setiap siswa ada tiga
tahapan yang harus dilalui dan dicapai ;

1. Moral Knowing. Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam pendidikan karakter. Dalam
tahapan ini tujuan pembelajaran yang bermuatan akhlak mulia adalah ;

a. Siswa mampu membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela

b. Siswa memahami secara logis dan rasional (bukan secara dogmatis dan doktriner)
pentingnya akhlak mulia dan bahaya akhlak tercela dalam kehidupan

c. Siswa mengenal sosok Nabi Muhamad SAW sebagai figur teladan akhlak mulia serta
keteladanan dari para tokoh yang lain

2. Moral Loving. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh
terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini yang menjadi sasaran guru adalah
dimensi emosional siswa, hati, atau jiwa, bukan lagi akal, rasio dan logika. Guru menyentuh
emosi siswa sehingga tumbuh kesadaran, keinginan dan kebutuhan yang pada akhirnya
siswa mampu berkata kepada dirinya sendiri, “Iya, saya harus seperti itu…” atau “Saya perlu
mempraktekkan akhlak ini…” . Untuk mencapai tahapan ini guru bisa memasukinya dengan
kisah-kisah yang menyentuh hati, modeling, atau kontemplasi. Melalui tahap inipun siswa
diharapkan mampu menilai dirinya sendiri (muhasabah), semakin tahu kekurangan-
kekurangannya.

Dalam tahap Moral Loving, untuk menyentuh sisi emosional siswa, guru dapat melakukan
alternatif berikut ;

1. Menyampaikan kisah yang menarik dan menyentuh yang berkaitan dengan akhlak
mulia melalui tayangan LCD dan sebagainya.

2. Bermain peran atau sosiodrama. Siswa dibawa pada situasi bila mendapat perlakuan
atau kata-kata yang baik dari orang lain. Apa yang dirasakannya? Sebaliknya bila ia
mendapat perlakuan atau kata-kata buruk dan kotor, bagaimana perasaannya.
Dengan cara ini diharapkan siswa sendiri yang menyimpulkan pentingnya menjaga
tindakan dan ucapan.

3. Kontemplasi atau perenungan dengan mengajak siswa merenungkan berapa banyak


orang yang telah tersakiti hati dan perasaannya karena tindakan atau kata-katanya?
Dst.

4. Sharing pengalaman sesama siswa tentang nilai akhlak yang dibahas.


3. Moral Doing. Inilah puncak keberhasilan pendidikan karakter, siswa mempraktekkan nilai-
nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari. Siswa menjadi semakin sopan, ramah,
penyayang, jujur, disiplin, dan seterusnya. Selama perubahan akhlak belum terlihat dalam
perilaku anak walaupun sedikit, selama itu pula kita memiliki setumpuk pertanyaan yang
harus selalu dicari jawabannya.

Dalam tahap Moral Doing sebagai target puncak, guru perlu melakukan pengamatan
terhadap perubahan perilaku siswa. Untuk ini guru perlu menyiapkan format pengamatan
termasuk meminta laporan dari sesama guru atau dari siswa yang lain. Sangat baik bila anak
diberi tugas mempraktekkan nilai akhlak yang telah dipelajari dengan cara setiap anak
memiliki buku catatan harian yang berisi pengalaman mereka dalam upaya menerapkan
akhlak tersebut apa adanya. Sebagai penyeimbang, setiap siswa juga diberikan Buku Pribadi
Siswa yang berguna untuk mencatat pelanggaran yang telah dilakukan dengan score dari
bobot pelanggaran dan konsekuensi yang harus diterima sebagai tindak lanjut dengan
implikasi efek jera dan efek patuh (kesadaran dan keinsyafan).

Kunci Sukses Pendidikan Karakter

1. Dari Knowing Menuju Doing

Salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berperilaku baik, meskipun ia telah memiliki
pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan
kebaikan (moral doing). Kesuksesan pendidikan karakter sangat bergantung pada ada tidaknya
knowing, loving, dan doing atau acting dalam penyelenggaraan pendidikan karakter.

Moral Knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, yaitu kesadaran moral (moral
awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut
pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil menentukan
sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Keenam unsur tersebut adalah
komponen-komponen yang harus diajarkan kepada siswa untuk mengisi ranah kognitif mereka.

Selanjutnya Moral Loving atau Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk
menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus
dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap
derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control),
kerendahan hati (humility).

Setelah dua aspek tadi terwujud, maka Moral Acting sebagai outcome dengan sendirinya
muncul dari para siswa. Namun, karakter adalah tabiat yang langsung disetir dari otak, maka ketiga
tahapan tadi perlu disuguhkan kepada siswa melalui cara-cara yang logis, rasional dan demokratis.
Sehingga perilaku yang muncul benar-benar sebuah karakter bukan topeng.

2. Pemetaan Karakter (Tergambar dan Terukur)

Pendidikan karakter tanpa identifikasi karakter hanya akan menjadi sebuah perjalanan tanpa akhir,
petualangan tanpa peta. Organisasi manapun di dunia ini yang menaruh perhatian besar terhadap
pendidikan karakter selalu dan seharusnya mampu mengidentifikasi karakter-karakter dasar yang
akan menjadi pilar perilaku individu. Beberapa rumusan karakter dasar yang menjadi tujuan
pendidikan karakter tersebut adalah ; 1) taat yakni cinta dan takut kepada Allah, cinta Nabi dan
alam lingkungan, 2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri, 3) jujur, 4) hormat dan santun, 5) kasih
sayang, peduli, dan kerja sama, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, 7)
keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi, cinta damai, persatuan dan setia
pada negara serta cinta budaya adiluhung.

Menjadi pribadi unggul tidak cukup hanya dengan mengidentifikasi karakter yang diharapakan,
tetapi dibutuhkan pula ukuran atau ROLE MODEL. Dalam proses ini perlu adanya tokoh keteladanan
yaitu seorang pribadi yang dikagumi dengan kualitas pribadi yang patut dicontoh, sebagaimana
keberadaan Kyai di pesantren yang menjadi teladan langsung bagi seluruh santri. Hal ini menguatkan
teori role model :

Give example is better than give advice.

Satu keteladanan lebih baik daripada seribu nasehat.


Tokoh keteladanan ini berfungsi sebagai sebagai role model yang dicita-citakan (Citra Diri Idaman).
Dan tentu saja dalam proses pengembangan pribadi ini agama (Islam) sebagai pedoman dan nilai-
nilai rujukan mutlak diperlukan, karena pribadi unggul yang kita bahas adalah pribadi dengan
kompetensi tinggi dan akhlak mulia yang bersumber dari keimanan yang mantap. Dalam grand dsign
yang dirancang Allah : “Telah ada pada diri Rosulullah suri tauladan yang baik bagi orang-orang
yang berharap bertemu Allah dan yang percaya pada hari akhir”

“Dengan demikian pada ujung perjalanan pendidikan karakter adalah membangun pribadi-pribadi
yang penuh keyakinan akan bertemu Sang Pencipta dan selalu merasa dilihat oleh-Nya”

Anda mungkin juga menyukai