Anda di halaman 1dari 14

MODEL PENDIDIKAN

KARAKTER
OLEH : ACHMAD JUNAEDI, S.Ag.,M.Pd.I
a. Latar belakang
Pendidikan karakter sudah tentu sangat penting untuk semua tingkat
penidikan, secara umum, pendidikan karakter sesungguhnya dibutuhkan
semenjak anak berusia dini, apabila karakter seseorang sudah terbentuk
sejak usia dini, ketika dewasa tidak akan mudah berubah meski godaan atau
rayuan datang menggiurkan.
Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia dini, diharapkan
persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini sering
menjadi keprihatinan bersama dapat diatasi. Sungguh, sungguh pendidikan
di Indonesia sangat diharapkan dapat mencetak pendidikan yang unggul,
yakni para anak bangsa yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia,
mempunyai keahlian dibidangnya, dan berkarakter
Berkaitan dengan pendidikan yang berkarakter ini, ada yang berpendapat
bahwa sesungguhnya pendidikan berkarakter bertujuan membentuk setiap
pribadi menjadi insan yang mempunyai nilai-nilai yang utama. Insan yang
memiliki nilai yang utama ini, terutama nilai dari perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari . dengan hal ini yan paling penting dalam pendidikan
karakter ini adalah menekankan anak didik untuk mempunyai karakter yang
baik dan diwujudkan dalam perilaku keseharian.
b. Pengertian
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian
karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam
diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara
koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan
karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
 Pendidikan Menurut UU Sisdiknas
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Lanjutan ....
Pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di
dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi
generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk
membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan
melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai
suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas
(2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan
karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh
potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan
psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung
sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat
dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional
development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah
Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and
Creativity development)
c. Faktor Pendidikan Karakter
 Faktor lingkungan dalam konteks Pendidikan memiliki peran
yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta didik
sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat
ditentukan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain
pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup
diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah,
manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode
mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor
lingkungan dapat dilakukan melalui strategi :
 Keteladanan
 Intervensi
 Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
 Penguatan.
d. Pilar-Pilar Pendidikan Karakter
 Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal –
melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya,
minta keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun
reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan
negara.
 Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun,
bukan bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain,
jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain,
damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
 Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin,
berpikirlah sebelum bertindak – mempertimbangkan
konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
 Fairness (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi,
berpikiran terbuka; mendengarkan orang lain, jangan
mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan
orang lain sembarangan.
 Caring (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda
peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain,
membantu orang yang membutuhkan.
 Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik,
bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan
masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum
dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan
hidup
e. Model Penerapan Karakter

 Model Otonom
Model otonomi yang memposisikan pendidikan karakter
sebagai mata sebuah pelajaran tersendiri menghendaki
adanya rumusan yang jelas seputar standar isi, kompetensi
dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar,
metodologi dan evaluasi pembelajaran. Jadwal pelajaran
dan alokasi waktu merupakan konsekuensi lain dari model
ini. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri pendidikan
karakter akan lebih terstruktur dan terukur
 Model Integrasi
Mengintegrasikan pendidikan karakter dengan seluruh mata
pelajaran ditempuh dengan paradigma bahwa semua
pengajar adalah pengajar karakter (character educator).
Semua mata pelajaran diasumsikan memiliki misi moral dalam
membentuk karakter positif mahasiswa. Dengan model ini
maka pendidikan karakter menjadi tanggung jawab kolektif
seluruh komponen sekolah. Model ini dipandang lebih efektif
dibandingkan dengan model pertama, namun memerlukan
kesiapan, wawasan moral dan keteladanan dari seluruh
dosen. Satu hal yang lebih sulit dari pada pembelajaran
karakter itu sendiri. Pada sisi lain model ini juga menuntut
kratifitas dan keberanian para dosen dalam menyusun dan
mengembangkan silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
 Model Suplemen
Model ketiga yang menawarkan pelaksanaan pendidikan
karakter melalui sebuah kegiatan di luar jam sekolah dapat
ditempuh melalui dua cara. Pertama melalui suatu kegiatan
ekstrakurikuler yang dikelola oleh pihak sekolah dengan
seorang penanggung jawab. Kedua, melalui kemitraan
dengan lembaga lain yang memiliki kapabilitas dalam
pembinaan karakter.
 Model Kolaborasi
Model terakhir berupa kolaborasi dari semua model
merupakan upaya untuk mengoptimalkan kelebihan setiap
model dan menutupi kekurangan masing-masing pada sisi
lain. Dengan kata lain model ini merupakan sintesis dari
model-model terdahulu. Pada model ini selain diposisikan
sebagai mata pelajaran secara otonom, pendidikan karakter
dipahami sebagai tanggung jawab sekolah bukan guru mata
pelajaran semata.
e. Kesimpulan
Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang
mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas
karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan
menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan
kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah
jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya
secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di
usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang
bermasalah atau orang jahat”.
Sekian. Terima Kasih.
Probolinggo, 08 Pebruari 2018.
Disampaikan Pada Perkuliahan Pendidikan Karakter Anti
Korupsi di SMT IV AKPER Hafshawaty Zainul Hasan.

Anda mungkin juga menyukai