PENDIDIKAN BERKARAKTER
Oleh :
XII IPA 3
Pendidikan karakter adalah hal yang paling krusial dalam dunia pendidikan. Pendidikan ini
adalah pilar yang menentukan apakah pendidikan dapat bermanfaat atau justru menjadi
malapetaka bagi umat manusia.
Hal yang paling ditakuti guru bukanlah siswa yang tidak mampu mengikuti pelajaran
matematika atau pelajaran rumit lainnya. Guru lebih khawatir jika siswa tidak dapat belajar
mengantre. Mengapa? Karena antrean memuat banyak indikator karakter dari seseorang yang
berhasil terdidik.
Ketika siswa mampu mengantre, berarti siswa telah mempelajari konsekuensi dari persiapan
yang kurang matang, yakni nomor antrean belakang. Sebaliknya, jika mereka sudah datang
lebih dulu, mereka akan mendapatkan nomor antrean lebih awal. Mengantre juga memberikan
pelajaran menghargai sistem, hak orang lain, disiplin diri dan konsekuen terhadap
perbuatannya sendiri.
Karakter adalah fondasi dari soft skill yang justru lebih menunjang tingkat kesuksesan seseorang
dalam hidupnya. Kemampuan teknis hebat yang tidak diiringi karakter yang baik adalah
percuma. Ia tidak akan mampu bekerja sama dan berempati kepada rekannya. Selain itu,
penggunaan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh karakter yang tidak baik akan
menghadirkan konsekuensi yang buruk pula.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka di dalam diri peserta didik harus ditanamkan nilai-nilai
pembentuk karakter yang bersumber dari Agama, Pancasila, dan Budaya. Berikut adalah nilai-
nilai pembentuk karakter tersebut:
-Kejujuran
-Sikap toleransi
-Disiplin
-Kerja keras
-Kreatif
-Kemandirian
-Sikap demokratis
-Semangat kebangsaan
-Menghargai prestasi
-Sikap bersahabat
-Cinta damai
-Gemar membaca
-Perduli sosial
-Rasa tanggungjawab
-Religius
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penamaan nilai-nilai karakter yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan.
Pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan melalui perkembangan karakter individu
seseorang.Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu,
maka perkembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan
sosial dan budaya yang bersang-kutan. Artinya, perkembangan budaya dan karakter dapat
dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan
sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah
Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila
pada diri peseta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan karakter atau
pendidikan watak sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai suatu hal
yang niscaya.John Sewey, misalnya, pada tahun 1916 yang mengatakan bahwa sudah
merupakan hal yang lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak merupakan
tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah.Kemudian pada tahun 1918 di
Amerika Serikat (AS), Komisi Pembaharuan Pendidikan Menengah yang ditunjuk oleh
Perhimpunan Pendidikan Nasional melontarkan sebuah pernyataan bersejarah.
Penguatan merupakan kunci dari suksesnya pendidikan karakter. Penguatan yang diberikan
dalam pendidikan karakter bangsa Kita haruslah bukan sekedar berbentuk pemberian reward
dan punishment bagi peserta didik. Proses penguatan dalam pendidikan ini juga harus mampu
memberikan kesadaran makna akan pentingnya pendidikan bagi manusia yang berkarakter.
Serta pemberian nilai yang diperkuat harus menekankan pada peran ahklak dalam
pembentukan karakter bangsa. Selayaknya penguatan ini haruslah berbentuk penguatan yang
manusiawi dan bisa memberi makna mendalam bagi peserta didik.
Bangsa Indonesia telah memiliki karakter yang bernilai luhur dan diwariskan secara turun-
temurun. Akan tetapi pewarisan dengan cara yang konservatif saja tidaklah cukup. Perlu
dilakukan pewarisan dan pembentukan karakter bangsa yang bisa mencetak generasi penerus
berkarakter dan bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itulah
dilakukan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai pendidikan karakter. Pendidikan karakter
menekankan pada suatu nilai moral yang universal yang bisa diterima baik oleh berbagai
kalangan di seluruh kelompok sosial. Pendidikan karakter berfokus bukan lagi pada sesuatu
yang salah dan benar saja tapi sudah pada tingkat baik dan buruk hal yang diajarkan. Tujuan
dari pendidikan karakter ini ialah mencetak Individu yang berkarakter. Individu baru bisa
dikatakan berkarakter apabila dirinya sudah mampu melaksanakan segala keputusan yang
diambilnya dengan pertimbangan moral.
Raharjo (2010) mengasumsikan pendidikan karakter secara lebih luas lagi yakni suatu proses
pendidikan secara holistis yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam
kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas, mampu
hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Atau
dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak,
supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik dengan
kriteria secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya sendiri.
1. Moral Knowing, Ialah memahami dan mengetahui hal yang baik dan buruk sesuai dengan
kaidah moral. Penerapan dari hal ini ialah memahami bahaya narkoba bagi generasi muda dan
mengerti dampak korupsi bagi negara. Individu yang bermoral akan memahami dengan baik
konsekuensi dari contoh kedua kasus tadi bagi dirinya, keluarga, dan lingkungannya.
2. Moral Feeling, atau disebut juga “loving the good”, yakni menyukai hal-hal yang bersifat baik
dan cenderung menarik diri menuju kebaikan. Semisal memiliki keinginan kuat untuk
mempelajari cara melestarikan budayalokal ditengah gempuran invasi budaya asing atau
semisal memiliki perasaan ingin senantiasa menaati peraturan yang berlaku karena dirinya
takut bila peraturan tidak ditaati dengan baik maka akan timbul bahaya akibat jika tidak ada
keadilan di masyarakat.
3.Moral Action, Pada tahap ini perasaan dan pikiran yang baik akan mewujudkan perilaku yang
baik di dalam diri individu. Ketika menangkap realita yang ada individu akan bergerak dan
memberikan respons yang baik terhadap permasalahan yang ada. Ini terjadi semisal pada
individu yang tidak hanya menyadari kemajemukan di lingkungan sosialnya tapi juga
mengupayakan cara merawat kemajemukan bangsa indonesia. Integrasi antara pikiran dan
perasaan serta perilaku yang diwujudkan ini bahkan tidak hanya berada pada tahap
mengupayakan pemecahan masalah.
1.Religius
Karakter pertama yang berhubungan dengan iman kepada Tuhan yang Maha Esa ini diwujudkan
dalam pelaksanaan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama,
menjunjung tinggi toleransi terhadap pelaksanaan ajaran agama dan kepercayaan yang
berbeda, juga hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
Jika kamu memiliki sikap anti perundungan, mencintai kedamaian, melindungi yang tersisih,
menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, membuka diri pada persahabatan, tidak
memaksakan kehendak, dan tentu saja, toleransi, berarti karakter religius tertanam dengan
baik dalam dirimu.
2. Nasionalis
Karakter kedua menggarisbawahi bahwa kepentingan bangsa dan negara adalah di atas
kepentingan diri dan kelompok semata. Untuk memperoleh pemahaman tersebut, yang harus
menjadi perhatian adalah cara berpikir dan bersikap, serta kepedulian.
3. Integritas
Karakter ketiga ini adalah nilai yang berdasar pada usaha seseorang memperbaiki dirinya agar
dapat menjadi orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaannya. Di
samping itu, seseorang dengan karakter ini juga memiliki komitmen serta kesetiaan terhadap
nilai-nilai kemanusiaan dan juga moral.
Kamu dapat menunjukkan karakter integritas dalam dirimu dengan cara menunjukkan
tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat kegiatan sosial, menghargai martabat
orang lain, dan menunjukkan keteladanan.
4.Mandiri
Karakter keempat menunjukkan sikap tidak bergantung pada orang lain. Ketidaktergantungan
ini dimaksudkan dalam mengarahkan tenaga, pikiran, dan waktu sendiri demi mewujudkan cita
cita. Jika kamu memiliki karakter mandiri, berarti kamu memiliki etos kerja yang baik,
ketangguhan, daya juang, profesionalitas, kreativitas, dan keberanian. Wih!
5. Gotong royong
Karakter terakhir terlihat dari sikap menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu
dalam menyelesaikan masalah bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, serta
memberi pertolongan bagi orang yang membutuhkan.