Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidak ada yang menyangkal bahwa karakter merupakan aspek

yang penting untuk kesuksesan manusia di masa depan. Karakter yang

kuat akan membentuk mental yang kuat. Sedangkan mental yang kuat

akan melahirkan spirit yang kuat, pantang menyerah, berani mengarungi

proses panjang, serta menerjang arus badai yang bergelombang dan

berbahaya. Karakter yang kuat merupakan prasyarat untuk menjadi

seorang pemenang dalam medan kompetisi kuat seperti saat ini dan yang

akan datang, yang terkenal dengan era hiperkompetitif. Bagi seseorang

yang berkarakter lemah, tidak akan ada peluang untuk menjadi pemenang.

Ia hanya menjadi pecundang, sampah masyarakat, teralienasi, dan

termarginalkan dalam proses kompetisi yang ketat. Sebab, ia mudah

menyerah, tidak mempunyai prinsip, pragmatis dan oportunis, serta tidak

mempunyai keberanian untuk menerjang gelombang ombak dan badai

yang dahsyat.

Menurut Gede Raka, sebuah studi yang dilakukanterhadap 449

orang manajer, atau setingkat manajer di Indonesia, menunjukkan bahwa

faktor-faktor yang memiliki kontribusi yang paling besar terhadap persepsi

sukses atau tidaknya seseorang dalam kehidupan. Dalam semua situasi,

sebuah kreatifitas, kepercayaan diri, dan mentalitas yang sangat tinggi.

1
2

Kontribusi integritas dan idealisme sangat penting dalam

lingkungan yang bergejolak dan penuh ketidakpastian. Martin E.P.

Seligmen, dalam Pembelajaran Optimisme, menanamkan hasil-hasil

Optimisme terhadap keberhasilan seseorang dalam sebuah pekerjaan.

Eksperimen tersebut bahkan membuktikan bahwa orang-orang yang

optimis, namun pada tahap yang tidak menguntungkan dari segi

keuntungan untuk pekerjaannya (karir profil), kinerjanya lebih tinggi

dibandingkan dengan mereka yang memilikki kompetensi tinggi namun

tidak optimis.

Nilai-nilai karakter berdasarkan studi berbagai nilai agama, norma

sosial, aturan atau hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah

teridentifikasi butir-butir yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama,

yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam tanggung dengan Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan.

Berikut adalah daftar dan deskripsi ringkas nilai-nilai utama yaitu berupa:

(1) Nilai Karakter dalam Hubungannya dengan Tuhan, (2) Nilai Karakter

Hubungannya dengan Diri Sendiri, (3) Nilai Karakter Hubungannya

dengan Sesama, (4) Nilai Karakter Hubungannya dengan Lingkungan , (5)

Nilai Kebangsaan.

Nilai ini bersifat religius. Dengan kata lain, pikiran, perkataan, dan

tindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai

ketuhanan dan/atau ajaran agama.

Ada beberapa nilai karakter yang berhubungan dengan diri sendiri,

yaitu berupa: jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja
3

keras, percaya diri, bejiwa wirausaha, berpikir logis, mandiri, ingin tahu,

cinta ilmu. Jujur atau kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada

upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya.

Bertanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, sebagaimana yang seharusnya ia

lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan

budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Bergaya hidup sehat segala

upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup

yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu

kesehatan. Disiplin tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan. Kerja keras perilaku yang

menunjukkan upaya yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai

hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-

baiknya. Percaya diri sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap

pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya. Berjiwa

wirausaha sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat

mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun

operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur

permodelan operasinya. Berpikir logis, berpikir dan melakukan sesuatu

secara nyata atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan

mutakhir dari sesuatu yang telah dimiliki. Mandiri sikap dan perilaku yang

tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Ingin tahu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui

lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan
4

didengar. Cinta ilmu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap

pengetahuan.

Nilai karakter hubungannya dengan sesama. Sadar hak dan

kewajiban diri dan orang lain, sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan

sesuatu yang menjadi milik atau hak diri sendiri dan orang lain, serta tugas

atau kewajiban diri sendiri dan orang lain. Patuh pada aturan-aturan sosial,

sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan

masyarakat dan kepentingan umum. Menghargai karya dan prestasi orang

lain, menghargai karya dan prestasi orang lain merupakan sikap dan

tindakan yang mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu yang berguna

bagi masyarakat. Serta, mengakui dan menghormati keberhasilan orang

lain. Santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata

bahasa maupun tata perilakunya kepada semua orang.

Nilai karakter hubungannya dengan lingkungan. Hal ini berkenaan

dengan kepedulian terhadap sosial dan lingkungan. Nilai karakter tersebut

berupa sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam dan sekitarnya. Selain itu, mengembangkan upaya-upaya

untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin

memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Nilai kebangsaan adalah berpikir, bertindak, dan wawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompok. Nilai kebangsaan disebut juga nasionalisme.


5

Tujuan Pendidikan adalah Penanaman Nilai dalam diri siswa dan

Pembaruan tata-kerja bersama yang lebih spesifik dari Individu. Hal-hal

yang tidak dapat dilakukan dengan baik adalah respons terhadap individu-

individu di atas Impuls Natural Sosial yang diterimanya, yang pada saat-

saat yang paling mendesak yang akan diraih melalui proses terus menerus

(on going formation). Tujuan jangka panjang adalah membentuk dialektis

yang semakin mendekatkan dengan yang ideal, melalui proses refleksi dan

Menggabungkan secara terus-menerus antara idealisme, pilihan sarana,

dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.

Pendidikan karakter juga meningkatkan kualitas pendidikan dan

hasil pendidikan yang dilakukan pada saat pembebanan karakter dan

akhlak mulia peserta dilakukan secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai

dengan standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter,

diharapkan peserta didik mampu meningkatkan dan menggunakan

pengetahuan, mengkaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi

dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter menjadi kebutuhan untuk demoralisasi dan

degradasi pengetahuan yang sangat diperlukan untuk masyarakat.

Pendidikan karakter mampu menghasilkan kesadaran bangsa untuk

membangun pondasi kebangsaan yang kokoh.

Menurut Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha, melalui

Kementrian Pendidikan nasional, Pemerintah telah mencanangkan

Permasalahan Pendidikan untuk semua tingkat Pendidikan, dari SD hingga

Perguruan Tinggi, dalam dunia Pendidikan di Indonesia dapat dimaklumi,


6

sebab selama ini Proses yang menggembirakan belum berhasil

membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Banyak yang menyebut

bahwa Pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan

sekolah dan sarjana yang pandai dalam jawaban soal ujian dan berotak

cerdas, tetapi mentalnya lemah dan penakut, serta perilakunya tidak

terpuji.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter tidak harus bisa melalui

bacaan seperti novel dan cerpen. Nilai pendidikan karakter, dalam karya

sastra terlihat pada tokoh.

Disamping keindahan, sastra dinilai sebagai pengemban nilai yang

di dramatisasikan oleh penulisnya. Pendapat Sumarjo menarik untuk

dicermati " Betapapun mnariknya sebuah karya kalau ia berisi pengalaman

yang menyesatkan kehidupan manusia, ia tidak pantas disebut sebagai

karya sastra ". Jadi, karya sastra dianggap berisi ajaran yang membawa

manusia kepada nilai yang baik dan " Tidak Menyesatkan ". Akan tetapi,

nilai tidaklah selalu universal karena dia juga mengikuti budaya

masyarakatnya.

Novel Laskar Pelangi merupakan sebuah produk karya cipta kreasi

yang mengandung unsur realitas keindahan. Nilai-nilai karya sastra

tersebut diambil dari realita kehidupan yang terjadi dimasyarakat Belitong,

yang diwujudkan dalam aktifitas pendidikan Islam. Sebuah sekolah Islam

tertua dan satu-satunya di tempat tersebut, dengan kondisi yang serba

kekurangan dan gedung yang hampir roboh.


7

Semua kekurangan itu lantas tidak menjadikan penghalang bagi

ibu. Muslimah dan Pak. Harfan (Guru Laskar Pelangi), bersama kesepuluh

murid ajaib yang mempunyai sebutan Laskar Pelangi itu setiap harinya

selalu di warnai dengan rasa syukur, Optimis, dan semangat tingkat tinggi.

Sehingga sekolah sederhana itu seolah-olah tampak berdiri kokoh dan siap

bersaing dengan eksistensi lembaga-lembaga pendidikan formal yang lebih

maju lainnya.

Novel ini juga menggambarkan secara jelas cita-cita dan harapan

yang di pertaruhkan. Dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sangat

kekurangan, keyakinan bahwa pendidikan Islam memang satu-satunya

solusi agar anak-anak mereka tetap dapat mengejar cita-cita, yang tentunya

mampu mengubah hidup mereka kearah yang lebih baik. Yang paling

penting adalah sebagai sarana pembinaan akhlak dan karakter generasi

muda sebagai sosok manusia seutuhnya.

Laskar Pelangi adalah sebuah kisah luar biasa tentang anak-anak

pulau Belitong Pinggiran. Di buku tersebut, Andrea menceritakan

semangat anak-anak kampung miskin itu belajar dalam segala

keterbatasan, mereka bersekolah tanpa alas kaki, baju tanpa kancing, atap

sekolah yang bocor jika hujan, dan papan tulis yang berlubang hingga

terpaksa ditambal dengan poster Rhoma Irama. Dalam Novel Laskar

Pelangi ini banyak disajikan baik secara tersurat dan tersirat tentang nilai-

nilai pendidikan Islam, antara lain adanya kesederhanaan dalam diri guru

dan murid, yang tidak iri akan majunya sekolah disekitar mereka dengan

fasilitas-fasilitas yang membanggakan.


8

Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter dapat

mempengaruhi kesuksesan seseorang . Di antaranya hasil penelitian di

Harvard University, Amerika Serikat yang menyatakan bahwa ternyata

kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan

kemampuan teknis (bard skill), tetapi oleh kemampuan mengelola diri dan

orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan

hanya ditentukan sekitar (20%) oleh bard skill, dan sisanya (80%) oleh

soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan

lebih banyak didukung oleh kemampuan soft skill daripada brad skill. Hal

ini mengisyaratkan bahwa mutu Pendidikan karakter peserta didik sangat

penting untuk ditingkatkan.

Ratna Megawangi, dalam bukunya Semua Berakar pada karakter,

mencontohkan kesuksesan Cina dalam menerapkan Pendidikan Karakter

sejak awal tahun 1980-an. Menurutnya, Pendidikan Karakter adalah untuk

mengukir akhlak melalui Proses Knowing the good, Loving the good, and

acting the good, (suatu proses fisik sehingga berakhlak mulia).

Dengan Pendidikan Karakter ini, diharapkan kecerdasan luar dan

dalam menjadi bersatu dalam jiwa sebagai kekuatan dahsyat dalam

menggapai cita-cita besar yang diimpikan bangsa, yakni sebagai bangsa

yang maju dan bermartabat, yang disegani karena Integritas, Kredibilitas,

Prestasi, dan karya besarnya dalam panggung peradaban manusia.


9

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi berbagai

masalah yaitu bagaimana aspek struktur, semiotik, sosiologi, pragmatik,

dan nilai pendidikan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

1) Aspek struktur yaitu bagaimana struktur novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata.

2) Aspek semiotik yaitu bagaimana aspek tanda dalam novel Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata yang meliputi simbol, indeks, dan ikon.

a) Simbol adalah tanda yang mewakili objeknya melalui kesepakatan

atau persetujuan dalam konteks spesifik. Makna-makna dalam

suatu simbol dibangun melalui kesepakatan sosial atau melalui

beberapa tradiasi historis (Danesi, 2004:38, 44). Simbol

merupakan jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensioanal.

(Budiman, 2004 : 32 ).

b) Indeks adalah tanda yang mewakili sumber acuan dengan cara

menunjuk padanya atau mengaitkannya (secara eksplisit atau

implisit) dengan sumber acuan lain (Danesi, 2004:38).

c) Ikon adalah tanda yang mewakili sumber acuan melalui sebuah

bentuk replikasi, simulasi, imitasi, atau persamaan.Sebuah tanda

dirancang untuk mempresentasikan sumber acuan melalui simulasi

atau persamaan. (Danesi, 2004:38-39).

3) Aspek sosiologi yaitu bagaimana hubungan novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata dengan kualitas sosial. Sosiologi dibedakan

menjadi sosiologi pengarang, sosilogi karya sastra, sosiologi sastra.


10

a) Sosiologi pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang

status sosial, ideologi politik, dan nilai-nilai yang menyangkut diri

pengarang.

b) Sosiologi karya sastra: yakni memasalahkan tentang suatu karya

sastra yang menjadi pokok telaahan adalah tentang apa yang

tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat

yang hendak disampaikannya.

c) Sosiologi sastra: yang memasalahkan tentang pembaca dan

pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

4) Aspek pragmatik yaitu membahas novel Laskar Pelangi karya Andrea

Hirata dengan penafsiran pembaca.

5) Nilai pendidikan yaitu bertujuan mengkaji novel Andrea Hirata yang

berjudul Laskar Pelangi dari aspek pendidikannya.

6) Implikasi nilai pendidikan karakter novel Laskar Pelangi (2005)

karya Andrea Hirata di SMA.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini

penulis hanya membatasi masalah pada pendidikan karakternya pada novel

Laskar Pelangi (2005) karya Andrea Hirata dan Implikasi dalam

pembelajarannya di SMA.
11

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut dirumuskan sejumlah

masalah sebagai berikut.

1) Bagaimana pendidikan karakter pada novel Laskar Pelangi karya

AndreaHirata?

2) Bagaimana implikasi pendidikan karakter dalam novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata dan pembelajaran sastra di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan itu tujuan penelitiannya dirumuskan

sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan pendidikan karakter pada novel Laskar

Pelangikarya Andrea Hirata.

2) Mendeskripsikan implikasi pendidikan karakter novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata dalam pembelajaran sastra di SMA.

F. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua manfaat yaitu sebagaiberikut.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah sebagai sarana

pengembangan konsep pembelajaran bahasa Indonesia

denganmengedepankan peningkatan aspek kempetensi anak dalam belajar

yang salah satunya adalah bermanfaat untuk memperkaya hanasah

penelitiansastra, khususnya mengenai kajian di Novel Laskar Pelangi.


12

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat parktis

baik bagi anak atau siswa, guru, maupun referensi peneliti. Secara praktis

bagi anak atau siswa, penelitian ini dapat memperluas daya imajinasi dan

menumbuhkan kreativitas anak, sehingga lebih memudahkan ide dan

gagasan segar yang berguna dalam proses pembelajaran selanjutnya secara

umum dan secara khusus bagi pembelajaran bahasa Indonesia. Bagi guru,

peneliti ini diharapkan dapat memberikan altematif pemilihan model

pembelajaran bahasa lndonesia dengan menerapkan strategi yang tepat

dalam pembelajaran. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah

pengetahuan bagi pembaca serta memperluas pengetahuan tentang

kajiansastra dalam bentuk Novel.


BAB II

LANDASAN TEORETIS DAN KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teoretis

1. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi dalam Kesuma,

dkk (2012:5), “sebuah usaha untuk mendidik anak –anak agar dapat

mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontirbusi

yang positif kepada lingkungannya”. Kontribusi yang positif adalah

kenyamanan dalam lingkungan, misalnya aktif dalam beberapa

kegiatan sosial, seperti suka bergotong royong.

Definisi lainnya dikemukakan oleh Gaffar dalam Kesuma, dkk

(2012:5), “sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk

ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi

satu dalam perilaku kehidupan orang itu”, Pendidikan karakter adalah

upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter

yang baik (good character) berlandakan kebijakan-kebijakan inti (core

virtues) yang secara objektif baik dalam individu maupun masyarakat,

Stemberg dalam Saptono (2011:23). Pendidikan karakter mendapat

perhatian besar di zaman sekarang ini. Hal serupa kini terjadi di

Indonesia. Berbagai pihak menyuarakan tentang pentingnya

pendidikan karakter.

13
14

Pendidikan karakter sangat penting bagi kaum muda. Penulis tahu

kondisi kehidupan moral kaum muda makin mencemaskan, terutama

berkaitan dengan meluasnya perilaku menyimpang di kalangan kaum

muda, seperti menyontek, mengkonsumsi narkoba, tindakan keras,

pomografi, seks bebas, tak acuh pada sopan santun, dan lain-lain.

Rasanya jelas mengapa kini banyak orang menginginkan agar

sekolah makin peduli dengan pendidikan karakter, itu karena

pendidikan karakter ibarat jauh yang membuat semua orang punya

alasan kuat untuk memiliki harapan dan sikap optimis bahwa

masyarakat yang lebih baik akan terwujud di kemudian hari. Menurut

Thomas Lickona dalam Listyarti (2012:8) pendidikan karakter adalah

perihal menjadi sekolah karakter, dimana sekolah adalah tempat

terbaik untuk menanamkan karakter. Adapun proses pendidikan

karakter itu sendiri didasarkan pada totalitas psikologis yang

mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, efektif, dan

psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks

interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.

Menurut Elkind dan Sweet dalam Gunawan (2014:23) pendidikan

karakter adalah upaya yang disengaja untuk memahami manusia,

peduli dan inti atas nilai-nilai etis atau susila. Menurut Ramli dalam

Gunawan (2014:24) pendidikan karakter memiliki esensi dan makna

yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.

Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia


15

yang baik, warga masyarakat, dan warga Negara yang baik. Russel

Williams dalam Gunawan (2014:24) menggambarkan karakter laksana

“otot”, yang akan menjadi lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan

demi latihan, maka “otot-otot” karakter akan menjadi kuat dan akan

mewujudkan menjadi kebiasaan (habit). Orang yang berkarakter tidak

melaksanakan suatu aktivitas karena takut akan hukuman, tetapi karena

mencintai kebaikan (loving the good). Karena cinta itulah, maka

muncul keinginan untuk berbuat baik (desiring the good).

Pada pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang

pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur

pendidikan formal, sebagian yang lain menyarankan penggunaan

pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai. Menurut

Sumantri dalam Gunawan (2014:31) nilai adalah hal yang terdapat

dalam diri (hati nurani) manusia yang lebih memberdasar pada prinsip

akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisien atau

keutuhan kata hati. Richard Eyre dan Linda dalam Gunawan (2014:31)

nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang

menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif, baik

bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.

Nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di sekolah

menurut Gunawan (2014:33) adalah meliputi, religius, jujur,

bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya

diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu,
16

sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-

aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun,

demokratis, nilai kebangsaan, menghargai keberagaman.

1. Religius, adalah nilai yang berkaitan dengan pikiran, perkataan,

dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada

nilai ketuhanan dan atas ajaran agama-Nya.

2. Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya.

3. Bertanggung jawab, adalah sikap seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajiban sebagaimana yang seharusnya dia lakukan.

4. Bergaya hidup sehat, upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik

dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan

kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

5. Disiplin, adalah suatu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib

dan patuh pada berbagai peraturandan ketentuan.

6. Kerja keras, adalah suatu perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan

(pekerjaan/belajar) dengan sebaik-baiknya.

7. Percaya diri, adalah sikap yakin akan kemampuan diri sendiri

terhadap pemenuhan tercapainya keinginan dan harapannya.

8. Berjiwa wirausaha, adalah sikap dan perilaku yang mandiri dan

pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan


17

caraproduksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk

baru, memasarkannya, serta mengatut permodelan operasinya.

9. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, adalah upaya berpikir

melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dan termuktahir dari apa yang

telah dimiliki.

10. Mandiri, adalah suatu sikap dan peilaku yang tidak mudah

tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

11. Ingin tahu, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang

dipelajarinnya, dilihat, dan didengar.

12. Cinta ilmu, adalah cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap pengetahuan.

13. Sadar akan hak dan kewajiaban diri dan orang lain, adalah sikap

tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak

diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta

orang lain.

14. Patuh pada aturan-aturan sosial, adalah sikap menurut dan taat

terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan

kepentingan umum.

15. Menghargai karya dan prestasi orang lain, adalah sikap dan

tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu


18

yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati

keberhasilan orang lain.

16. Santun, adalah sifat yang halus dan baik dari bertindak yang tata

bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

17. Demokratis, adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak yang

menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

18. Nilai kebangsaan, adalah cara berfikir, bertindak, dan wawasan

yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas

kepentingan diri dan kelompoknya.

19. Nasionalisme, adalah cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan

politik bangsanya.

20. Menghargai keberagaman, adalah sikap memberikan respek/hormat

terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat,

budaya, suku, dan agama.

Menurut Listyarti (2012:5) nilai pendidikan karakter adalah

religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,

menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar

membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.


19

1. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah

agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya yang menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,

tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan

agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang

berbeda dari dirinya.

4. Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,

serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung

pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis adalah cara berpikir,bersikap, dan bertindak yang

menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya

untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang

dipelajarinya, dilihat, dan didengar.


20

10. Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan

berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di

atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsa.

12. Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,

dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memeprlihatkan rasa

senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran

dirinya diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya),

negara.

15. Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk

membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi

dirinya.

16. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan yang

sudah terjadi.
21

17. Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia

lakukan, terhadap dirinya maupun orang lain dan lingkungan

sekitarnya.

Dalam penelitian ini nilai pendidikan karakter yang akan dianalisis

meliputi religius, toleransi, kejujuran, demokratis, peduli sosial, tanggung

jawab, kreatif, perjuangan dan kerja keras, integrasi, disiplin,

komunikatif, kesetiakawanan, cinta tanah air.

1. Religius: Menurut kemdiknas (2010) religius merupakan sikap dan

perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang

dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain. Didalam

religi terdapat unsur internalisasi agama dalam diri seseorang sehingga

membentuk perilaku orang tersebut terhadap agama berupa

penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang dapat ditandai tidak

hanya melalui ketaatan dalam menjalankan ibadah ritual tetapi juga

dengan adanya keyakinan, pengamalan, dan pengetahuan mengenai

agama yang dianutnya (Ancok dan Suroso, 2008).

2. Toleransi: Toleransi adalah penghormatan, penerimaan atau

penghargaan tentang keragaman yang kaya akan kebudayaan dunia

kita, bentuk ekspresi kita dan tata cara sebagai manusia. Hal itu

dipelihara oleh pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, dan kebebasan


22

pemikiran, kata hati dan kepercayaan. Toleransi adalah harmoni dalam

perbedaan (UNESCO APNIEVE, 2000: 54).

3. Kejujuran: Menurut Suseno (1987:142-143) bahwa bersikap terhadap

orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan sering

beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua sikap yaitu

bersikap terbuka dan bersifat fair. Ketika kita jujur, kita menjadi orang

yang bisa dipercaya. Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada

upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya

dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

4. Demokratis: Dalam paham demokrasi dijelaskan bahwa setiap warga

negara memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama didepan

hukum dalam mendapatkan keadilan. Dalam prakteknya, keadilan

sosial tercapai apabila dapat memelihara kepentingan umum negara

sebagai negara, kepentingan umum para warga negara bersama,

kepentingan umum para warga negara bersama, kepentingan bersama

dan kepentingan khusus dari para warga negara secara perseorangan,

suku bangsa, dan setiap golongan warga negara (Kaelan, 1996:155-

1556).

5. Peduli Sosial: Dijelaskan oleh Suryabrata (1995:186) bahwa didalam

diri manusia terdapat dua dorongan pokok yang melatarbelakangi

segala tingkah lakunya, yakni dorongan keakuan yang mendorong

manusia bertindak untuk mengabdi kepada dirinya sendiri dan


23

dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak untu

mengabdi kepada masyarakat.

6. Tanggung Jawab: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian

dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010:10), mengemukakan

bahwa tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial,budaya),

negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

7. Kreatif: Kreatif dapat diartikan sebagai berpikir dan melakukan

sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang

telah dimiliki. Kreatif mampu menyelesaikan masalah secara inovatif,

luwes, kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat,

menampilkan sesuatu yang luar biasa, memiliki ide baru dan

memanfaatkan peluang.

8. Perjuangan dan Kerja Keras: Kerja keras dapat diartikan bekerja yang

mempunyai sifat bersungguh-sungguh untuk mencapai sasaran yang

ingin dicapai (Kemendiknas, 2010)

9. Integritas: Adrian Gostick dan Dana Telford dalam buku keunggulan

Integritas, (2006:13-14) memberikan pengertian integritas sebagai

ketaatan yang kuat pada sebuah kode, khususnya nilai moral atau nilai

artistik tertentu. Integritas merupakan salah satu atribut terpenting atau

kunci yang harus dimiliki seseorang.


24

10. Disiplin: Disiplin dari menurut Jasin (1989) merupakan disiplin yang

dikembangkan dari control oleh dirinya sendiri. Hal ini merupakan

menifestasi atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi, yang berarti

mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada diluar dirinya.

11. Komunikatif: Komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa

senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain

(Kemendiknas, 2010).

12. Rela Berkorban: Rela berkorban dan patriotisme tidak bisa dipisahkan

karena patriotisme mengandung unsur rela berkorban. Patriotisme

adalah semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang rela

mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah

airnya (Suprapto dkk. 2007:38).

13. Kesetiakawanan: Kesetiakawanan yaitu perasaan seseorang yang

bersumber dari rasa cinta kepada kehidupan bersama atau sesama

teman sehingga diwujudkan dengan amal nyata berupa pengorbanan

dan kesediaan mewnjaga, membela, membantu, maupun melindungi

terhadap kehidupan bersama.

14. Cinta Tanah Air: Cinta Tanah Air merupakan unsur dari patriotisme,

dimana patriotisme adalah sikap bangsa akan pencapaian bangsa,

bangsa akan budaya bangsa, adanya keinginan untuk memelihara ciri-

ciri bangsa dan latar belakang budaya bangsa.


25

2. Hakikat sastra

Istilah sastra berasal dari bahasa sanksekerta yang berarti tulisan

atau karangan. Sastra biasanya diartikan sebagai karangan dengan

bahasa yang indah dan isi yang baik. Bahasa yang indah artinya dapat

menimbulkan kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik artinya

berguna dan mengandung nilai pendidikan, Noor, Robinah. M

(2011:17).

Sastra adalah salah satu hasil karya manusia untuk memenuhi

kebutuhannya. Manusia hidup di dunia memerlukan banyak

kebutuhan. Manusia perlu makan, perlu pakaian agar tidak

kedinginan, perlu rumah agar tidak kehujanan dan kepanasan, perlu ke

dokter agar tidak jatuh sakit. Manusia juga perlu hiburan agar

hidupnya senang, Sumardjo (1984:2).

Sastra adalah seni bukan ilmu pengetahuan. Setiap ilmu

pengetahuan, misalnya biologi dapat diberi batasan secara tepat,

karena ia hanya menyangkut pemikiran. Dalam sastra unsur perasaan

kadang-kadang begitu besar sehingga tidak memungkinkan untuk

didekati secara ilmiah. Sastra berhubungan dengan penciptaan dan

ungkapan pribadi (ekspresi). Dengan demikian setiap batasan sastra

hanya menyangkut salah satu segi saja dari pengertian sastra,

Sumardjo (1984:15).

Dalam Sumardjo (1984:25) terdapat bentuk-bentuk sastra yaitu

sastra non imajinatif dan sastra imajinatif. Sastra non imajinatif adalah
26

sastra yang diciptakan berdasarkan fakta/kenyataan yang terjadi

sebenarnya yang dituangkan dengan gaya sastra atau dengan

imajinatif, contohnya esai, kritik, sejarah, memoar atau memory,

biografi dan auto biografi. Sastra imajinatif adalah sastra yang

diciptakan berdasarkan imajinasi pengarang, contohnya puisi, cerpen,

novel, drama.

3. Pengertian Novel

Sastra terbagi atas beberapa bentuk seperti pada pembagian di atas,

salah satunya karya sastra yang sering dibahas yaitu novel. Novel

sering diartikan sebagai hanya bercerita tentang bagian kehidupan

seseorang saja, seperti masa menjelang perkawinannya setelah

mengalami masa percintaan atau bagian kehidupan waktu seseorang

tokoh mengalami krisis dalam jiwanya, Sumardjo (1984:65).

Putu Wijaya dalam Yasin (2014:21) mengatakan bahwa novel

merupakan sebuah proses penilaian kembali. Peristiwa batin dalam

menguji, meragukan , dan menyimpulkan sekali lagi segala sesuatu

baik yang ada di dalam maupun di luar diri kita. Sebuah kontemplasi,

instrospeksi, koreksi, mungkin sekali juga penegasan kembali pada

keyakinan. Dalam ceritanya, novel mengajak pembaca untuk sampai

pada sikap dan opininya sendiri, bukan sikap dan oponi orang, akan

tetapi juga novel bukan penghasutan untuk membuat pembaca

meyakini sesuatu yang bukan miliknya. Novel bukan usaha penjejalan


27

untuk mengubah pembaca keluar dari kepribadiannya sendiri. Novel

bukan tumpukan resep-resep kehidupan yang mencekoki pembaca

untuk menganut dan menyelesaikan persoalan dengan satu cara baku

milik orang lain. Novel adalah sebuah kesaksian yang mengajak

pembaca untuk kembali kepada dirinya sendiri, sesudah menatap dan

mengendapkan yang kejeniusannya, ia pun dengan sendirinya

terpahami oleh masa depan juga.

Menurut Nurhadi, dkk dalam Ubay (2015:1) novel merupakan

karya sastra yang isinya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral, serta

pendidikan. Menurut Tulkam dalam Ubay (2015:1) novel merupakan

karya sastra yang berbentuk prosa yang memiliki unsur-unsur

intrinsik.

a. Unsur Intrinsik

Menurut Nurgiyantoro (2009:23) unsur intrinsik adalah unsur

pembangun karya sastra yang berasal dari dalam karya itu sendiri.

Pada novel unsur intrinsik itu berupa tema, plot, penokohan, latar,

sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.

Tema

Merupakan pokok dari permasalahan yang terdapat pada sebuah

cerita novel yang dibuat.

Penokohan

Merupakan pemberian watak atau karakter pada pelaku yang ada

pada sebuah cerita.


28

Alur

Merupakan rangkain peristiwa yang membentuk jalannya suatu

cerita novel. Alur ada 2 : alur maju dan alur mundur.

Gaya bahasa

Merupakan alat utama pengarang dalam menggambarkan atau

melukiskan serta menghidupkan cerita secara estetika. Jenis gaya

bahasa sebagai berikut : personifikasi, silile atau perumpunan.

Lattar/setting

Latar merupakan penggambaran akan terjadinya peristiwa dalam

sebuah cerita yang meliputi waktu, tempat, sosial budaya, dan

juga keadaan lingkungan.

Sudut pandang

Sudut pandang ialah penempatan diri pengarang dan juga cara

pengarang dalam meliputi berbagai macam kejadian dalam cerita

yang diceritakan atau dipaparkannya.

Amanat

Amanat merupakan pesan yang disampaikan dan terdapat pada cerita

dalam novel.

b. Unsur Ekstrinsik

Menurut Nurgiyanto (2009:23) unsur ekstrinsik adalah unsur yang

berada di luar karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun

tidak menjadi bagian di dalam karya fiksi itu sendiri. Sebelumnya

Wellek dan Warren ( 1956 via Nurgiyantoro, 2009:23) juga


29

berpendapat bahwa unsur ekstrinsik merupakan keadaan

subjektivitas pengarang yang tentang sikap, keyakinan, dan

pandangan hidup yang melatarbelakangi lahirnya suatu karya fiksi,

dapat dikatakan unsur biografi pengarang menentukan ciri karya

yang akan dihasilkan.

Kapankah karya sastra itu dibuat

Latar belakang kehidupan si pengarang

Latar belakang sosial pengarang

Biografi pengarang

Sejarah dan lain-lain

Dengan demikian novel merupakan suatu bentuk dari karya sastra,

novel juga bisa dikatakan kisah atau cerita fiksi dalam bentuk tulisan

atau kata-kata serta memiliki unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah

novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam

berinteraksi dengan lingkungan serta juga sesamanya.

4. Nilai Karakter dalam Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan sebuah fenomena antropologis yang telah

ada sejak manusia itu ada. Pendidikan merupakan proses

penyempurnaan diri manusia secara terus menerus. Hal ini terjadi

secara kodrati dan terus mengalir dengan sendirinya. Secara etimologi

kata educare merupakan gabungan dari preposisi ex (yang artinya

keluar dari) dan kata kerja ducare (memimpin). Oleh karena itu,
30

educare bisa berarti suatu kegiatan untuk menarik keluar atau

membawa keluar. Dalam arti ini, pendidikan bisa berarti sebuah

proses pembimbingan dimana terdapat dua relasi yang sifatnya

vertikal, antara mereka yang memimpin dan meraka yang dipimpin.

Relasi keduanya terarah pada satu tujuan tertentu.

Menurut Koesoema (2010:53) kata educare dalam bahasa latin

memiliki konotasi melatih atau menjinakan (seperti dalam konteks

manusia melatih hewan yang liar menjadi semakin jinak sehingga bisa

diternakan), menyuburkan (membuat tanah itu lebih menghasilkan

banyak buah berlimpah karena tanahnya telah digarap dan diolah).

Secara historis kata pendidikan banyak dipakai untuk mengacu pada

berbagai macam pengertian, misalnya pembangunan (development),

pertumbuhan atau perkembangan, formasio, sosialisasi, inkulturasi,

pengajaran, pelatihan, pembauran. Kata pendidikan juga melibatkan

interaksi dengan berbagai macam lingkungan lembaga khusus, seperti

keluarga, sekolah, kelompok, asosiasi, yayasan, gerakan, namun juga

serentak menurut adanya tanggung jawab sosial dalam kerangka

kompleksitas relasional yang ia miliki (Koesoema, 2010:53). Jadi,

pendidikan merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan,

mengembangkan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau

liar menjadi semakin tertata, semacam proses penciptaan sebuah

kultur dan tata keteraturan dalam diri maupun dalam diri orang lain.

Sedangkan menurut Ezra, karakter adalah kekuatan untuk bertahan di


31

masa sulit. Tentu saja yang dimaksud adalah karakter yang baik, solid,

dan sudah teruji. Karakter yang baik diketahui melalui ‘respon’ yang

benar ketika mengalami tekanan, terancam, tantangan dan kesulitan.

Karakter yang berkualitas adalah sebuah respon yang telah teruji

berkali-kali dan telah berbuahan kemenangan. Seseorang yang

berkali-kali melewati kesulitan dengan kemenangan akan memiliki

kualitas yang baik. Tidak ada kualitas yang tidak diuji terlebih dahulu.

Koesoema (2010:90) berpendapat bahwa istilah karakter, secara

etimologis berasal dari bahasa Yunani “karasso”, berarti ‘cetak biru’,

‘format dasar’, ‘sidik’ seperti dalam sidik jari. Namun, sementara itu,

memahami secara umum, kita sering menasosiasikan istilah karakter

dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya

sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan

dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter yang bisa

dipahami dari sudut pandang behaviorial yang merupakan unsur

somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Disini, istilah karakter

dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai

“ciri” atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari seorang yang

bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,

misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.

Dari pengertian dasar tersebut, karakter adalah sesuatu yang tidak

dapat dikuasai oleh interverensi manusiawi, seperti ganasnya laut

dengan gelombang pasang dan angin yang menyertainya. Mereka


32

memahami karakter seperti lautan, tidak terselami, tak dapat

diinterverensi. Oleh karena itu, berhadapan dengan apa yang memiliki

karakter, manusia tidak dapat ikut campur tangan atasnya. Manusia

tidak dapat memberikan bentuk atasnya. Sama seperti bumi, manusia

tidak dapat menentukan sebab bumi memiliki karakter berupa sesuatu

yang mrucut. Namun, sekaligus bumi itu sendirilah yang memberikan

karakter pada realitas lain. Akan tetapi struktur antropologis kodrati

kita mengatakan bahwa kita bisa mengubahnya. Jika tidak, konsep

kebebasan yabg kita miliki tidak bermakna dan halusinatif. Karakter

sesungguhnya bersifat dinamis, oleh karena itu , selalu bisa berubah

(Koesoema, 2010:90).

Selain pengertian di atas, pendidikan karakter menurut Khan

(2010:2), ialah pendidikan yang mengajarkan kebiasaan cara berpikir

dan perilaku membantu individu untuk hidup dan bekerja sama

sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka

untuk membuat keputusan yang daoat dipertanggungjawabkan.

Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan anak didik berpikir

cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami.

Selain menurut Koesoema , Ezra, dan Khan di atas istilah karakter

juga terdapat dalam KBBI. Pengertian karakter menurut Moeliono

(2005), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti

yang membedakan seseorang dari yang lain. Jadi dapat dikesimpulkan

bahwa karakter adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang
33

bersifat sesungguhnya atau berasal dari alam dan menjadi identitas

bagi diri tersebut, namun secara kodrati dapat diubah dengan sentuhan

dan dimensi-dimensi tertentu. Pendidikan karakter itu sendiri

merupakan suatu proses pendidikan yang berawal dari penanaman

ideologi yang baik pada satu pribadi. Apabila seseorang telah

mendapatkan ideologi yang tepat maka pribadi tersebut akan

membawanya dalam membentuk masyarakat. Dewasa ini kualitas

masyarakat semakin menurun dikarenakan turunya ideologi pada

masyarakat. Kebanyakan masyarakat melupakan hal terpenting dalam

menjalani kehidupan yaitu ideologi. Hanya memiliki ideologi saja

juga tidak cukup, ideologi tersebut juga harus didasari dengan

pendidikan agama agar pembentukan karakter dalam masyarakat lebih

baik.

Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari

bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”

(Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan

mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan

Shadily, 1995: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter”

diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti

yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter

juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat

dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa

Depdiknas,2008: 682). Orang berkarakter berarti yang berkepribadian,


34

berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti

itu berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.

Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri

seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari

lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan

sejak lahir (Koesoema, 2007: 80). Seiring dengan pengertian ini, ada

sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter

manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, maka

manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaanya

jelek, manusia itu akan berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar,

pendidikan seperti dijelaskan di atas bahwa karakter identik dengan

akhlak. Dalam perspektif Islam, karakter atau akhlak mulia

merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan syariah

(ibadah dan muamalah).

5. Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMA

Penyelenggaraan pendidikan karakter, pendidikan keimanan dan

ketaqwaan itu adalah tugas sekolah, bukan menjadi tugas guru agama

saja. Karena tujuan pendidikan karakter, pendidikan keimanan dan

ketaqwaan tidak akan tercapai, jika hanya diserahkan kepada guru

agama. Oleh karena itu, semua komponen sekolah, kepala sekolah,


35

guru, dan karyawan sekolah bahkan orang tua di rumah berkewajiban

menanamkan nilai-nilai pendidikan agama itu kepada anak.

Sebagaimana dinyatakan dalam buku panduan pendidikan karakter

yang dikeluarkan oleh kemendiknas dalam Gunawan (2014:214)

bahwa yang dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi

di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitas

diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan

penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik

sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di

dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran, khusunya

dalam penelitian ini mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Implentasi dalam proses pembelajaran maksudnya bahwa guru

menanamkan nilai-nilai dalam proses pembelajaran dengan cara

memberikan teladan kepada peserta didik dengan nilai-nilai karakter

tersebut. Dalam penjabaran nilai-nilai karakter dalam mata pelajaran

itupun berbeda, apabila semua nilai tersebut harus ditanamkan dengan

intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, penanaman nilai

menjadi sangat berat. Mata pelajaran Bahasa Indonesia; nilai-nilai

yang ditanamkan, antara lain : berpikir logis, kritis, kreatif, dan

inuvatif, percaya diri, tanggung jawab, ingin tahu, santun, dan

nasionalis.
36

Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada

penanaman nilai-nilai utama tertentu yang paling dekat dengan

karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan dan dalam hal ini mata

pelajaran Bahasa Indonesia.

B. Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian sebuah karya

ilmiah. Untuk menguji keasliannya, penelitian ini akan memaparkan

beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Sebelumnya

penelitian nilai pendidikan karakter ini juga telah diteliti antara lain.

Pertama, “Nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Rumah Tanpa

Jendela karya Asma Nadia sebagai Alternatif Pembelajaran Sastra di

SMA”. Oleh Khumaeroh (2015) yang diterbitkan oleh Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Rumah

Tanpa Jendela karya Asma Nadia. Metode penelitian ini menggunakan

metode deskripsi kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan

teknik penentuan unit analisis dan teknik pencacatan data. Teknik analisis

data ini menggunakan teknik analisis isi. Hasil penelitian menunjukan

delapan belas nilai pendidikan karakter yang terkandung dalan novel

Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia yakni nilai religius, nilai jujur,

nilai toleransi, nilai disiplin, nilai kerja keras, nilai kreatif, nilai mandiri,

nilai demokratis, nilai semangat kebangsaan, nilai cinta tanah air, nilai
37

menghargai prestasi, nilai komunikatif, nilai cinta damai, nilai gemar

membaca, nilai peduli lingkungan, nilai peduli sosial, dan nilai tanggung

jawab. Dalam penelitian ini pokok permasalahan terlalu luas sehingga

pendidikan karakter tidak banyak diulas. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti yang subjeknya novel,

sedangkan perbedaannya pada teknik pengumpulan data, penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan data metode dokumentasi, penelitian

sebelumnya menggunakan teknik unit analisis.

Kedua, “ Nilai-nilai pendidikan karakter pada materi ajar bahasa

Indonesia kelas 2 SD terbitan tiga serangkai”. Oleh Farida

Iswahyuningtyas (2012) yang diterbitan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui nilai pendidikan karakter dalam materi ajar bahasa

Indonesia kelas 2 SD terbitan tiga serangkai. Metode penelitian

menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah content analysis atau analisis isi. Strategi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah strategi tunggal terpancang. Data

dalam penelitian ini adalah data yang berwujud data sekunder yang

diperoleh dari buku materi ajar Bahasa Indonesia kelas 2 SD yaitu Gemar

Berbahasa 2 terbitan Tiga Serangkai. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah simak dan catat. Hasil penelitian ini pendidikan

karakter dalam buku materi ajar Bahasa Indonesia kelas 2 SD terbitan Tiga

Serangkai antara lain : nilai karakter religius, nilai karakter kepribadian


38

yang baik, nilai karakter peduli sosial, nilai karakter kejujuran, nilai

karakter kerja keras, dan nilai karakter cinta lingkungan. Persamaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu meneliti tentang nilai

pendidikan karakter, sedangkan perbedaannya pada penelitian sebelumnya

subjek yang diteliti pada materi ajar bahasa Indonesia kelas 2 SD terbitan

tiga serangkai, sedangkan penelitian ini pada novel.

Ketiga, “ Analisis nilai-nilai pendidikan karakter novel Sepatu

Dahlan karya khrisna pabichara dan relevansinya terhadap pengajaran

pendidikan karakter sekolah di Indonesia “. Oeh Ni Luh Lina Agustini

Dewi,dkk (2014) yang diterbitkan oleh Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja, Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

analisis nilai pendidikan karakter dalam novel SepatuDahlan karya

Khrisna Pobichara dan relevansinya terhadap pengajaran pendidikan

karakter sekolah di Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan metode

penelitian deskriptif, metode ini dipilih karena metode ini mampu

menggambarkan secara keseluruhan mengenai nilai-nilai pendidikan

karakter dalam novel Sepatu Dahlan tersebut. Subjek dalam penelitian ini

tentunya novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Sementara itu,

objek penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat

dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara dan relevansinya

terhadap pengajaran pendidikan karakter sekolah di Indonesia. Metode

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.


39

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif

kualitatif. Hasil penelitian yang didapat dalam penelitian ini berkenaan

dengan dua data yaitu , (1) nilai-nilai karakter yang terdapat dalam novel

Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara, dan (2) relevansi novel

SepatuDahlankarya Khrisna Pabichara terhadap pengajaran karakter

sekolah di Indonesia. Untuk nilai karakter dalam novel ini hanya memuat

14 nilai karakter, terdiri atas religius, jujur, toleransi, disiplin, kreatif,

mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif,

gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu objek dan

subjeknya, sama-sama yang diteliti nilai pendidikan karakter pada novel,

sedangkan perbedaannya yaitu penelitian ini relevansinya sebagai

pengajaran Bahasa Indonesia di SMA khususnya sastra, pada penelitian

sebelumnya untuk relevansi lebih pada pengajaran pendidikan karakter

sekolah di Indonesia jadi cakupannya lebih luas.

Keempat, “ Analisis tokoh utama dan nilai pendidikan karakter

dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral “. Oleh

Resa Nurul Fahmi (2014) yang diterbitkan oleh Universitas Sebelas Maret.

Peneliti ini bertujuan untuk mendeskripsikan tokoh utama dalam

mendukung keutuhan karya sastra dan untuk mengetahui nilai pendidikan

karakter dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral.

Metode penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif dengan

menggunakan analisis isi, pendeskripsian meliputi mencatat dan


40

menganalisis novel. Data penelitian diperoleh melalui membaca novel.

Teknik sampling adalah purposive sampling. Teknik yang digunakan

dalam pengumpulan data adalah analisis dokumen dan wawancara.

Validitas data diperoleh dengan cara triangulasi. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian adalah model analisis interaktif. Hasil

penelitian ini menunjukkan Abu Rizal Bakrie atau Ical sebagai tokoh

utama. Kemdian, novel ini mengandung 13 nilai pendidikan karakter.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada

subjeknya yang sama-sama meneliti dalam novel, kemudian untuk

perbedaanya yaitu pada penelitian sebelumnya objek yang diteliti hanya

berfokus pada tokoh umum, sedangkan penelitian ini mencakup semua

tokoh yang terdapat pada novel tersebut.

Kelima, “ Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter

dalam novel The Lost Java karya Kun Geia “ oleh Doni Uji Windiatmoko

(2015) yang diterbitkan oleh Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

FKIP UNIM. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan

menjelaskan studi sosiologis sastra dan nilai pendidikan karakter dalam

novel The Lost Java karya Kun Geia. Metode penelitian ini

menggambarkan metode deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang

digunakan adalah content analiysis atau analisis isi. Data dan sumber data

yang didapat dari teks novel tersebut memuat latar sosial-budaya

masyarakat dan nilai pendidikan karakter. Teknik sampling yang

digunakan adalah teknik sampling purposive. Hasil penelitian ini yaitu


41

terdapat 3 data yaitu kajian sosial-budaya diantaranya, sistem keagamaan,

sistem organisasi, sistem kekerabatan, sistem pandangan hidup, sistem

kepemimpinan, dan sistem pekerjaan. Nilai pendidikan karakter

diantaranya terdapat 9 nilai pendidikan karakter, yaitu religius, disiplin,

kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi,

peduli lingkungan dan sosial, dan tanggung jawab. Persamaan penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti novel,

sedangkan perbedaannya penelitian sebelumnya tidak hanya nilai

pendidikan karakter sebagai objeknya akan tetapi juga terdapat kajian

sosiologi sastra dan pada penelitian ini hanya nilai pendidikan karakter.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan

deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif ini lebih menekankan atau

memberikan perhatian terhadap data ilmiah yang berhubungan

dengan konteks keberadaannya. Dikatakan kualitatif karena data

yang dianalisis berbentuk deskripsi dan tidak angka-angka. Dalam

hal ini mendeskripsikan dalam kaitannya nilai pendidikan karakter

yang terdapat dalam penggalan atau petikan kalimat yang

digunakan tokoh dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

Adapun desain penelitiannya sebagai berikut :

Bagian 3.1
Pengumpulan dan dengan Obvervasi, baca, dan catat

Data berupa petikan atau penggalan kalimat yang


mengandung nilai pendidikan karakter

Nilai religius Peduli lingkungan, kreatif, peduli sosial


cinta damai, toleransi,dan sebagainya

Menganalisis nilai pendidikan karakter pada novel


sebagai pembelajaran bahasa Indonesia di SMA

43
43

B. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan data yang menjadi sasaran untuk

diteliti. Dalam penelitian ini objeknya adalah nilai-nilai pendidikan

karakter dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Dalam

novel ini peneliti mengkaji nilai-nilai pendidikan karakter sebagai

implikasi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

C. Data Penelitian

1. Sumber Data

Sumber penelitian ini berupa novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata. Jumlah halaman 529 lembar diterbitkan

bulan september tahun 2005. Sumber data lain diambil dari

buku-buku yang berkaitan dengan nilai pendidikan

karakter, internet, dan karya ilmiah.

2. Wujud Data

Wujud data dalam penelitian ini adalah petikan atau

penggalan kalimat yang digunakan tokoh dalam novel

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang mengandung

nilai pendidikan karakter dan ada kaitanya dengan

pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.


44

D. Penyediaan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data atau

menyediakan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka,

yaitu suatu cara kerja penelitian dengan mencari data atau

informasi melalui buku-buku penunjang kelengkapan teori sastra

yang mampu menjawab permasalahan penelitian. Di samping itu,

untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini juga

digunakan metode obsevasi dengan teknik baca dan catat.

Observasi dilakukan dengan mengamati seluruh isi novel.

Pencacatan hanya dilakukan pada data-data yang berkaitan dengan

masalah penelitian.

E. Analisis Data

Analisi data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis

deskriptif. Dengan teknik metode ini dimaksudkan untuk

mendapatkan deskripsi keadaan tentang adanya nilai pendidikan

karakter dan gagasan pokok cerita yang terdapat dalam petikan

atau penggalan yang digunakan tokoh novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata.

F. Penyajian Hasil Analisis

Hasil penelitian ini disajikan dengan menampilkan petikan atau

penggalan kalimat yang digunakan tokoh dalam novel Laskar


45

Pelangi karya Andrea Hirata dan disusul dengan analisisnya, yang

kemudian disertakan dengan tanda atau simbol-simbol lain untuk

memperjelas kajian.

Dalam penelitian ini menggunakan penyajian hasil analisis

informal, yaitu data diuraikan dengan menggunakan bahasa tanpa

menggunakan lambang-lambang. Dalam penyajian ini rumus atau

kaidah disampaikan dengan menggunakan kata-kata yang mudah

dipahami.
BAB IV
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL LASKARPELANGI KARYA
ANDREA HIRATA

A. Pendidikan Karakter dalam Novel Laskar Pelangi karya Andrea

Hirata

Pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata meliputi nilai religius, nilai peduli sosial, nilai

disiplin, dan nilai tanggung jawab.

1. Nilai Religius

Religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

palaksanaan ibadah agama lain. Di dalam religi terdapat unsur

internalisasi agama dalam diri seseorang sehingga membentuk

perilaku orang tersebut terhadap nilai-nilai agama yang dapat di tandai

tidak hanya melalui ketaatan dalam menjalankan ibadah ritual tetapi

juga dengan adanya keyakinan, pengalaman, dan pengetahuan

mengenai agama yang dianutnya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan

paragraf berikut:

Chiang Si Ku atau sembahyang rebut diadakan setiap


tahun. Sebuah acara semarak di mana seluruh warga tionghoa
berkumpul. Tak jarang anak-anaknya yang merantau pulang
kampung untuk acara ini. Banyak hiburan lain ditempelkan
pada ritual keagamaan ini, misalnya panjat pinang, komidi
putar, dan orkes melayu, sehingga menarik minat setiap
orang untuk berkunjung. Dengan demikian ajang ini dapat
disebut sebagai media tempat empat komponen utama
subetnik di kampong kami: orang Tionghoa, orang Melayu,

47
47

orang pulau bersarung, dan orang Sawang berkumpul


(Hirata,2005:259).

Orang sawang tak terlalu tertarik dengan hiburan-hiburan


tadi tapi mata mereka tak lepas dari tiga buah meja berukuran
besar dengan panjang kira-kira12 meter, lebar dan tingginya
kira-kira 2 meter. Di atas meja itu ditimbun berlimpah ruah
barang-barang keperluan rumah tangga, mainan, dan
berjenis-jenis makanan. Barang-barang ini adalah sumbangan
dari setiap warga Tionghoa. Tak kurang dari 150 jenis barang
mulai dari wajan, radio transistor, bahkan televisi, berbagai
jenis kue, biskuit, gula, kopi, beras, rokok, bahan tekstil,
berbagai botol dan kaleng minuman ringan, gayung, pasta
gigi, sirop, dan sepeda, tikar, tas, sabun, payung, jaket, ubi
jalar, baju, ember, celana, buah mangga, kursi plastik, batu
baterai, sampai beragam produk kecantikan disusun
bertumpuk-tumpuk laksana gunung di atas meja-meja besar
tadi. Daya tarik terkuat dari sembahyang rebut adalah sebuah
benda kecil yang disebut fung pu, yakni secarik kain merah
yang disembunyikan di sela-sela barang-barang tadi. Benda
ini merupakan incaran setiap orang karena ia perlambang
hoki dan yang mendapatkannya dapat menjualnya kembali
pada warga Tionghoa dengan harga jutaan rupiah.
(Hirata,2005:259)

Superstar dalam Chiong Si Ku tentu saja orang-orang


sawang. Tanpa mereka bisa-bisa acara ini kehilangan
sensasinya. Mereka sukses setiap tahun karena
pengorganisasian yang solid. Sejak sore mereka telah
melakukan riset dimana posisi barang-barang berharga, dari
sudut mana harus menyerbu, berapa tenaga yang dipelukan,
dan mengkalkulasi perkiraan peroleha. Berhari-hari sebelum
sembahyang rebut mereka telah menyusun strategi
….”(Hirata,2005:262)

Dari kutipan paragraf di atas dapat terlihat kerukunan antar

suku dan antarumat beragam yang mendiami pulau belitong.

Seperti pada paragraf, disebutkan bahwa suatu ritual keagamaan

yang sekiranya merupakan milik warga Tionghoa di pulau

Belitung tidak hanya boleh dirayakan oleh orang Tionghoa saja,


48

melainkan juga menjadi acara seluruh sebetnik yang tinggal di

kampung tersebut. Hal ini menunujukkan bahwa perbedaan suku

dan agama bukan menjadi penghalang untuk bersilahturahmi dan

menjaga perdamaian antar sesama. Nilai religius seperti inilah

yang diharapkan dapat diterapkan oleh pembaca dalam menjalani

kehidupan sosial sehari-hari.

2. Nilai Peduli Sosial

Peduli sosial dijelaskan bahwa didalam diri manusia terdapat dua

dorongan pokok yang melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yakni

dorongan keakuan yang mendorong manusia bertindak untuk

mengabdi kepada dirinya sendiri dan dorongan kemasyarakatan yang

mendorong manusia bertindak mengabdi kepada masyarakat. Salah

satu contoh nilai peduli sosial yang terdapat dalam novel Laskar

Pelangi adalah seperti penggalan berikut ini :

“Kasian ayahku….”Maka aku tak sampai hati memandang


wajahnya.
“Barangkali sebaiknya aku pulang saja, melupakan keinginan
sekolah, dan mengikuti jejak beberapa abang dan sepupu-
sepupunya, menjadi kuli…” (Hirata,2005:3)

Tapi agaknya bukan hanya ayahku yang gentar. Setiap wajah


orangtua di depanku mngesankan bahwa mereka tidak sedang
duduk di bangku panjang itu, karena pikiran mereka, seperti
pikiran ayahku, melayang-layang ke pasar pagi atau ke keramba di
tepian laut membayangkan anak lelakinya lebih baik menjadi
pesuruh di sana. Para orangtua ini sama sekali tak yakin bahwa
pendidikan anaknya yang hanya mampu mereka biayai paling
tinggi sampai SMP akan dapat mempercerah masa depan keluarga.
Pagi ini mereka terpaksa berada di sekolah ini untuk
menghindarkan diri dari celaan aparat desa karena tak
menyekolahkan anak atau sebagai orang yang terjebak tuntutan
49

zaman baru, tuntutan memerdekakan anak dari buta


huruf.(Hirata,2005:3)

Para orangtua mungkin menganggap kekurangan satu murid


sebagai pertanda bagi anak-anaknya bahwa mereka memang
sebaiknya didaftarkan pada para juragan saja. Sedangkan aku dan
agaknya juga anak-anak yang lain merasa amat sedih : pedih pada
orangtua kami yang tak mampu, pedih menyaksikan detik-detk
terakhir sebuah sekolah tua yang tutup justru pada hari pertama
kami ingin sekolah, dan pedih pada niat kuat kami untuk belajar
tapi tinggal selangkah lagi harus berhenti hanya karena kekurangan
satu murid. Kami menunduk dalam-dalam. (Hirata,2005:5)

Dari kutipan di atas, dapat terlihat betapa besar nilai peduli sosial

tokoh ‘Aku’ (Ikal) kepada sosok ayah tercinta. Ikal peduli akan

kondisi perekonomian keluarganya hingga ia berpikir untuk mengubur

angan-angannya untuk mengenyam pendidikan. Rasa peduli sosial

yang diberikan itu semata-mata karena Ikal menghargai dan

memperhatikan keadaan ayahnya.

Rasa peduli sosial seperti itulah yang diharapkan mampu

diamalkan oleh pembaca untuk manjalani kehidupan. Dengan rasa

peduli terhadap sesama niscaya akan tumbuh ikatan persaudaraan

yang erat antarsesama makhluk hidup.

3. Nilai Disiplin

Disiplin merupakan disiplin yang dikembangkan dari control oleh

dirinya sendiri. Hal ini merupakan menifestasi atau aktualisasi dari

tanggung jawab pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilai-

nilai yang ada diluar dirinya. Nilai disiplin yang ditunjukkan dapat

terlihat dari kutipan paragraf berikut :


50

TOKO sinar harapan tak banyak berubah,masih amburadul seperti


dulu. Ketika bus reyot yang membawaku pulang kampung
melewati toko itu, di sebelahnya aku melihat toko yang bernama
Sinar Perkasa. Di situ ada seorang laki-laki yang menarik
perhatianku. Pria itu agaknya seorang kuli toko. Badannya tinggi
besar dan rambutnya panjang sebahu diikat seperti samurai.
Lengan bajunya di gulung tinggi-tinggi. Ia sengaja memperlihatkan
otot-ototnya. Tapi wajahnya sangat ramah dan tampaknya ia
senang sekali menunaikan tugasnya. Belanjaan yang dipanggul kuli
ini tak tanggung-tanggung: dua karung dedak di punggungnya, ban
sepeda dikalungkan di lehernya, dan plastik-plastik kresek serta
tas-tas belanjaan bergelantungan di lengan kiri kanannya. Ia seperti
toko kelontong berjalan. Di belakangnya berjalan terantuk-antuk
seorang nyonya gemuk yang memborong segala macam barang
itu.(Hirata,2005:455)

Setelah memuat belanjaan ke atas bak sebuah mobil pikap, pria


bertulang besi tadi menerima sejumlah uang. Ia mengucapkan
terima kasih dengan menunduk sopan lalu kembali ke tokonya
(Hirata,2005:456).
Kita dapat menjadi orang yang skeptis,selalu curiga, dan tak
gampang percaya karena satu orang pernah menipu kita. Tapi
ternyata dengan satu kasih yang tulus lebih dari cukup untuk
mengubah seluruh persepsi tentang cinta. Paling tidak itu terjadi
padaku….” (Hirata,2005:457)

Dari petikan paragraf di atas dapat terlihat bahwa tokoh pria

bertulang besi memiliki prilaku sopan dan santun. Hal itu terlihat dari

prilaku tokoh ketika menerima uang imbalan. Nilai disiplin seperti

itulah yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Karena

dengan tetap berlaku sopan terhadap sesama, niscaya pergaulan tidak

akan pernah dekat dengan yang namanya perselisihan. Dengan begitu

akan tumbuh ikatan persaudaraan yang tentunya akan menciptakan

rasa persatuan dan kesatuan bangsa.


51

4. Nilai Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya),

negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Novel Laskar Pelangi memaparkan nilai tanggung jawab dalam

kutipan seperti di bawah ini :

AKU pernah membaca kisah tentang wanita yang membelah batu


karang untuk mengalirkan air, wanita yang menenggelamkan diri
belasan tahun sendirian di tengah rimba untuk menyhelamatkan
beberapa keluarga orang utan, atau wanita yang berani mengambil
resiko tertular virus ganas demi menyembuhkan penyakit seorang
anak yang sama sekali tak dikenalnya nun jauh di Somalia….”
(Hirata,2005:29).

Bagi kami Pak Harfan dan Bu Mus adalah pahlawan tanpa


tanda jasa yang sesungguhnya. Merekalah mentor, penjaga,
sahabat, pengajar, dan guru spiritual. Mereka yang pertama
menjelaskan secara gamblang implikasi amar makruf nahi
mungkar sebagai pegangan moral kami sepanjang hayat. Mereka
mengajari kami membuat rumah-rumahan dari perdu apit-apit,
mengusap luka-luka di kaki kami, membimbing kami cara
mengambil wudhu, melongok ke dalam sarung kami ketika kami
disunat, mengajari kami doa sebelum tidur, memompa ban sepeda
kami, dan kadang-kadang membuatkan kami air jeruk sambal.
(Hirata,2005:32)

Mereka adalah ksatria tanpa pamrih, pangeran keikhlasan, dan


sumur jernih ilmu pengetahuan di ladang yang ditinggalkan.
Sumbangan mereka laksana manfaat yang diberikan pohon filicium
yang menaungi atap kelas kami. Pohon ini meneduhi kami dan
dialah saksi seluruh drama ini. Seperti guru-guru kami, filicium
memberi napas kehidupan bagi ribuan dan menjadi tonggak
penting mata rantai ekosistem. (Hurata,2005:32-33)
52

Dari kutipan di atas, sangat jelas tokoh aku menceritakan tentang

seorang wanita yang memiliki sifat tanggung jawab yang luar biasa.

Kegigihan wanita tersebut dalam bertanggung jawab sesama

digambarkan pengarang di dalam novelnya untuk memaparkan betapa

pentingnya kanya nilai tolong-mrnolong dalam menjalani kehidupan.

Tokoh wanita sadar bahwa manusia meerupakan makhluk sosial yang

tidak dapat hidup sendiri. Sebaliknya, manusia membutuhkan orang

lain untuk membantu dan dibantu. Di dalam kutipan juga terlihat

bahwa tokoh wanita tidak hanya suka bertanggung jawab terhadap

sesama manusia tetapi juga dengan makhluk hidup lainnya yang

dalam hal ini adalah orang utan. Sang wanita sadar bahwa menolong

tidak terbatas untuk manusia saja, tetapi juga makhluk hidup lain

seperti binatang juga perlu untuk mendapatkan pertolongan.

B. Implikasi Pendidikan Karakter dalam Novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata

Hasil penelitian terhadap novel Laskar Pelangi karya Andrea

Hirata dapat memberikan suatu pengetahuan baru dan ajaran bagi

terbentuknya pandangan mengenai nilai pendidikan karakter dalam

kehidupan masyarakat, terutama pada peserta didik. Terbentuknya karakter

peserta didik disekolah tentunnya tak lepas dari peran guru yang tak lain

adalah memberikan pendidikan. Cara menerapkan nilai-nilai pendidikan

karakter pada peserta didik dilakukan pada saat proses belajar mengajar di
53

kelas. Dengan adanya pembelajaran maka akan terjadi perubahan tingkah

laku pada diri siswa, dimana perubahan itu didapatkannya berupa

kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Pendidikan

karakter tersebut dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran di sekolah.

Salah satu bentuk pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah yang di

dalamnya terkandung nilai pendidikan karakter yaitu pembelajaran bahasa

dan sastra Indonesia yang tertuang dalam bentuk pembelajaran sastra

melalui pengkajian novel. Pembelajaran nilai pendidikan karakter pada

novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ditampilkan dalam kutipan-

kutipan antar tokoh.

Nilai pendidikan karakter tersebut juga dapat dijadikan sebagai

bahan pembelajaran untuk peserta didik di SMA di dalam semua mata

pelajaran. Dalam penelitian ini lebih di fokuskan pada pembelajaran

bahasa dan sastra Indonesia yang tertuang dalam bentuk pembelajaran

sastra melalui pengkajian novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang

lebih di fokuskan kajiannya pada nilai pendidikan karakter tersebut peserta

didik dapat memahami macam-macam nilai pendidikan karakter yang ada,

dapat memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta

meningkatkan dan kemampuan berbahasa, sehingga diharapkan pesereta

didik mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

pembelajaran novel dalam bahasa Indonesia termasuk dalam aspek

kemampuan berbahasa dan bersastra. Masing-masing aspek tersebut terdiri

atas sub aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.


54

1. Standar Kompetensi

Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan

2. Tujuan Pembelajaran

a. Siswa dapat menuliskan nilai-nilai pendidikan karakter yang

terkandung dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

b. Siswa dapat menyampaikan secara lisan niali-nilai pendidikan

karakter novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang telah

ditulis secara runtut dan jelas.

c. Siswa dapat mengajukan pertanyaan/tanggapan berdasarkan

informasi yang di dengar.

3. Materi Pembelajaran

Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata meliputi nilai religius, nilai peduli sosial,

nilai disiplin, nilai tanggung jawab.

a. Nilai Religius

Religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain. Di dalam religi terdapat unsur

internalisasi agama dalam diri seseorang sehingga membentuk

perilaku orang tersebut terhadap agama berupa penghayatan

terhadap nilai-nilai agama yang dapat ditandai tidak hanya melalui

ketaatan dalam menjalankan ibadah ritual tetapi juga dengan

adanya keyakinan, pengamalan, dan pengetahuan mengenai agama


55

yang dianutnya. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan paragraf

berikut :

Chiang Si Ku atau sembahyang rebut diadakan setiap


tahun. Sebuah acara semarak di mana seluruh warga
Tionghoa berkumpul. Tak jarang anak-anaknya yang
merantau pulang kampung untuk acara ini. Banyak hiburan
lain ditempelkan pada ritual keagamaan ini, misalnya panjat
pinang, komidi putar, dan orkes melayu, sehingga menarik
minat setiap orang untuk berkunjung. Dengan demikian
ajang ini dapat disebut sebagai media tempat empat
komponen utama subetnik di kampong kami : orang
Tionghoa, orang melayu, orang pulau bersarung, dan
oreang sawang berkumpul. (Hirata,2005:259)

Orang Sawang tak terlalu tertarik dengan hiburan-


hiburan tadi tapi mata mereka tak lepas dari tiga buah meja
berukuran besar dengan panjang kira-kira 12 meter, lebar
dan tingginya kira-kirea 2 meter. Di atas meja itu ditimbun
berlimpah ruah barang-barang keperluan rumah tangga,
mainan, dan berjenis-jenis makanan. Barang-barang ini
adalah sumbangan dari setiap warga Tionghoa. Tak kurang
dari 150 jenis barang mulai dari wajan, radio transistor,
bahkan televisi berbagai jenis kue, biskuit, gula, kopi,
beras, rokok, bahan tekstil, berbagai botol dan kaleng
minuman ringan, gayung, pasta gigi, sirop, ban sepeda,
tikar, tas, sabun, payung, jaket, ubi jalar, baju, ember,
celana, buah mangga, kursi plastik, batu baterai, sampai
beragam produk kecantikan disusun bertumpuk-tumpuk
laksana gunung di atas meja-meja besar tadi. Daya tarik
terkuat dari sembahyang rebut adalah benda kecil yang
disebutfung pu, yakni secarik kain merah yang
disembunyikan di sela-sela barang-barang tadi. Benda ini
merupakan incaran setiap orang karena ia perlambang hoki
dan yang mendapatkannya dapat menjualnya kembali pada
warga Tionghoa dengan harga jutaan rupiah.
(Hirata,2005:259-260)

Superstar dalam Chiong Si Ku tentu saja orang-orang


Sawang. Tanpa mereka bisa-bisa acara ini kehilangan
sensasinya. Mereka sukses setiap tahun karena
pengorganisasian yang solid. Sejak sore mereka telah
melakukan riset dimana posisi barang-barang berharga, dari
sudut mana harus menyerbu, berapa tenaga yang
diperlukan, dan mengkalkulasi perkiraan perolehan.
56

Berhari-hari sebelum sembahyang rebut mereka telah


menyusun strategi ….” (Hirata,2005:262)

b. Nilai Peduli Sosial

Kepeduliaan berasal dari kata dasar peduli yang artinya

menghargai, menghormati, memperhatikan, mengindahkan,

mengacuhkan dan menghiraukan. Kepedulian itu sendiri berarti

suatu sikap dari dalam diri seseorang untuk mau menghargai,

menghormati, dan peduli kepada orang lain. Salah satu contoh nilai

kepedulian yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi adalah

seperti penggalan berikut ini :

“Kasian ayahku ….”


Maka aku tak sampai hati memandang wajahnya.
“Barangkali sebaiknya aku pulang saja, melupakan
keinginan sekolah, dan mengikuti jejak beberapa abang dan
sepupu-sepupuku, menjadi kuli …” (Hirata,2005:3)

Tapi agaknya bukan hanya ayahku yang gentar. Setiap


wajah orangtua di depanku mengesankan bahwa mereka
tidak sedang duduk di bangku panjang itu, karena pikiran
mereka, seperti ayahku, melayang-layang ke pasar pagi atau
ke keramba di tepian laut membayangkan anak lelakinya
lebih baik menjadi pesuruh disana. Para orangtua ini tak
sama sekali tak yakin bahwa pendidikan anaknya yang
hanya mampu mereka biayai paling tinggi sampai SMP
akan dapat mempercerah masa depan keluarga. Pagi ini
mereka terpaksa berada di sekolah ini untuk menghindarkan
diri dari celaan aparat desa karena tak menyekolahkan anak
atau sebagai orang yang terjebak tuntutan zaman baru,
tuntutan memerdekakan anak dari buta huruf.
(Hirata,2005:3)

Para orangtua mungkin menganggap kekurangan satu


murid sebagai pertanda bagi anak-anaknya bahwa mereka
memang sebaiknya didaftarkan pada para juragan saja.
Sedangkan aku dan agaknya juga anak-anak yang lain
merasa amat perih : pedih pada orangtua kami yang tak
57

mampu, pedih menyaksikan detik-detik terakhir sebuah


sekolah tua yang ditutup justru pada hari pertama kami
ingin sekolah, dan pedih pada niat kuat kami untuk belajar
tapi tinggal selagkah lagi harus terhenti hanya karena
kekurangan satu murid. Kami menunduk dalam-dalam.
(Hirata,2005:5)

c. Nilai Disiplin

Disiplin adalah suatu tindakan yang menunjukkan perilaku

tertib dan patuh pada berbagai peraturan dan ketentuan. Nilai

disiplin yang ditunjukkan dapat terlihat dari kutipan paragraf

berikut :

TOKO Sinar Harapan tak banyak brerubah, masih


amburadul seperti dulu. Ketika bus reyot yang membawaku
pulang kampung melewati toko itu, di sebelahnya aku
melihat toko yang bernama Sinar Perkasa. Di situ ada
seorang laki-laki yang menarik perhatianku. Pria itu
agaknya seorang kuli toko. Badannya tinggi besar dan
rambutnya panjang sebahu diikat seperti samurai. Lengan
bajunya digulung tinggi-tinggi. Ia sengaja memperlihatkan
otot-ototnya. Tapi wajahnya sangat ramah dan tampaknya
ia senang sekali menunaikan tugasnya. Belanjaan yang
dipanggul kuli ini ia tanggung-tanggung: dua karung dedak
di punggungnya, ban sepeda dikalungkan di lehernya, dan
plastik-plastik kresek serta tas-tas belanjaan bergelantungan
di lengan kiri kanannya. Ia seperti toko kelontong berjalan.
Di belakangnya berjalan terantuk-antuk seorang nyonya
gemuk yang memborong segala macam barang itu.
(Hirata,2005:455-456)

Setelah memuat belanjaan ke atas bak sebuah mobil


pikap, pria bertulang besi tadi menerima sejumlah uang. Ia
mengucapkan terima kasih dengan menunduk sopan lalu
kembali ke tokonya….” (Hirata,2005:456)

kita dapat menjadi orang yang skeptis, selalu curiga, dan


tak gampang percaya karena satu orang pernah menipu kita.
Tapi ternyata dengan satu kasih yang tulus lebih dari cukup
untuk mengubah seluruh persepsi tentang cinta. Paling
tidak itu terjadi padaku ….” (Hirata,2005:457)
58

d. Nilai Bertanggung jawab

Bertanggung jawab adalah sikap seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana yang seharusnya

dia lakukan. Novel Laskar Pelangi memaparkan nilai tanggung

jawab dalam kutipan seperti di bawah ini :

AKU pernah membaca kisah tentang wanita yang


membelah batu karang untuk mengalirkan air, wanita yang
menenggelamkan diri belasan tahun sendirian di tengah
rimba untuk menyelamatkan beberapa keluarga orang utan,
atau wanita yang berani mengambil resiko tertular virus
ganas demi menyembuhkan penyakit seorang anak yang
sama sekali tak dikenalinya nun jauh di Somalia….”
(Hirata,2005:29)

Bagi kami Pak Harfan dan Bu Mus adalah pahlawan


tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Merekalah mentor
penjaga, sahabat, pengajar, dan guru spiritual. Mereka yang
pertama menjelaskan secara gemlang implikasi amar
makruf nahimungkar sebagai pegangan moral kami
sepanjang khayat. Mereka mengajari kami membuat rumah-
rumahan dari perdu apit-apit, mengusap luka-luka di kaki
kami, membingbing kami cara mengambil wudhu,
melongok ke dalam sarung kami ketika kami disunat,
mengajari kami doa sebelum tidur, memompa ban sepeda
kami, dan kadang-kadang membuatkan kami air jeruk
sambal. (Hirata,2005:32)

Mereka adalah ksatria tanpa pamrih, pangeran


keikhlasan, dan sumujr jernih ilmu pengetahuan di ladang
yang ditinggalkan. Sumbangan mereka laksana manfaat
yang diberikan pohon filicium yang menaungi atap kelas
kami. Pohon ini menuduhi kami dan dialah saksi seluruh
drama ini. Seperti guru-guru kami, filicium memberi bapas
kehidupan bagi ribuan organisme dan menjadi tonggak
penting mata rantai ekosistem.( Hirata,2005:32-33)
59

4. Rangkuman

a. Nilai Religius

Dari kutipan paragraf di atas dapat terlihat religius antar

suku dan antarumat beragam yang mendiami pulau Belitung.

Seperti pada paragraf, disebutkan pada suatu ritual keagamaan

yang sekiranya merupakan milik warga Tionghoa di pulau Belitong

tidak hanya boleh dirayakan oleh orang Tionghoa saja, melainkan

juga menjadi acara seluruh subetnik yang tinggal di kampung

tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suku dan agama

bukan menjadi penghalang untuk bersilahturahmi dan menjaga

perdamaian antar sesama. Nilai religius seperti inilah yang

diharapkan dapat diterapkan oleh pembaca dalam menjalani

kehidupan sosial sehari-hari.

b. Nilai Peduli Sosial

Dari kutipan di atas, dapat terlihat betapa besar peduli

sosial tokoh ‘Aku’ (Ikal) kepada sosok ayah tercinta. Ikal peduli

akan kondisi perekonomian keluarganya sehingga ia berpikir untuk

mengubur angan-angannya untuk mengenyam pendidikan. Rasa

peduli sosial yang diberikan itu semata-mata karena Ikal

menghargai dan memperhatikan keadaan ayahnya.


60

Rasa peduli sosial seperti itulah yang diharapkan mampu

diamalkan oleh pembaca untuk menjalani kehidupan. Dengan rasa

peduli terhadap sesama niscaya akan tumbuh ikatan persaudaraan

yang erat antarsesama makhluk sosial.

c. Nilai Disiplin

Dari petikan paragraf di atas dapat terlihat tokoh pria

bertulang besi memiliki prilaku yang sopan dan santun. Hal itu

terlihat dari prilaku tokoh ketika menerima uang imbalan.

Nilai disiplin seperti itulah yang ingin disampaikan pengarang

kepada pembaca. Karena dengan tetap berlaku sopan terhadap

sesama, niscaya pergaulan tidak akan pernah dekat dengan yang

namanya perselisihan. Dengan begitu akan tumbuh ikatan

persaudaraan yang tentunya akan menciptakan rasa persatuan dan

kesatuan bangsa.

d. Nilai Bertanggung jawab

Dari kutipan di atas, sangat jelas tokoh Aku menceritakan

tentang seorang wanita yang memiliki sifat bertanggung jawab

yang luar biasa. Kegigihan wanita tersebut dalam menolong

sesama digambarkan pengarang di dalam novelnya untuk

memaparkan betapa pentingnya nilai bertanggung jawab dalam

menjalani kehidupan. Tokoh wanita sadar bahwa manusia

merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Sebaliknya, manusia membutuhkan orang lain untuk membantu


61

dan dibantu. Di dalam kutipan juga terlihat bahwa tokoh wanita

tidak hanya suka menolong terhadap sesama manusia tetapi juga

dengan makhluk hidup lainnya yang dalam hal ini adalah orang

utan. Sang wanita sadar bahwa menolong tidak terbatas untuk

manusia saja, tetapi juga makhluk hidup lain seperti binatang juga

perlu untuk mendapatkan pertolongan.

5. Contoh Soal

a. Sebutkan contoh perbuatan tanggung jawab di masyarakat ?

b. Apa saja nilai-nilai karakter dalam novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata ?

c. Apa yang dimaksud dengan nilai disiplin ? Berikan contohnya ?


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pendidikan karakter pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata

meliputi nilai kerukunan, nilai kepedulian, nilai kesopanan, nilai

tolong-menolong.

a. Nilai kerukunan adalah jalan setiap manusia yang memiliki

bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-

sama, saling tolong-menolong, toleransi, tidak saling

bermusuhan dan saling menjaga satu sama lain.

b. Nilai kepedulian adalah sebuah nilai dasar dan sikap

memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau

keadaan di sekitar kita.

c. Nilai kesopanan adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang

berlaku dalam suatu lingkungan kelompok masyarakat tertentu,

yang bersumber dari adat istiadat, budaya atau tradisi setempat.

d. Nilai tolong-menolong adalah saling membantu antar sesama

manusia, membantu tanpa pamrih, membantu tanpa mengharap

imbalan. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang

lain sehingga manusia disebut Mahluk Hidup.

63
63

2. Implikasi pembelajaran di SMA tentang nilai pendidikan karakter

dapat diambil dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata,

berupa dapat mengetahui jenis-jenis nilai pendidikan karakter apa

sajakah yang ada dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata

sebagai materi pembelajaran agar guru dan menerapkannya dalam

kehidupan agar menjadi lebih baik lagi dan bermanfaat juga untuk

mengembangkan pola pikir peserta didik pada Sekolah Menengah

Atas (SMA), semester ganjil, kelas XI, sebagai sarana komunikasi

dalam mengolah, menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis

melalui teks cerita sejarah , berita iklan, editorial/opini, dan novel.

Materi yang akan di ajarkan nilai-nilai pendidikan karakter yang

terdapat dalam novel Laskar Pelangi, meliputi nilai religius, nilai

peduli sosial, nilai disiplin, nilai bertanggung jawab.

B. Saran

1. Banyak nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, sehingga sangat cocok jika novel

ini dijadikan sumber belajar atau sebagai buku pendukung dalam

dunia pendidikan, karena banyak nilai-nilai pendidikan karakter yang

dapat dipetik dari setiap kisahnya.


64

Melalui membaca dan mempelajari setiap karakter dari tokoh

dalam novel sedikit banyak akan membantu pendidik dalam upaya

penanaman karakter baik pada peserta didik.

2. Dalam novel Laskar Pelangi ini juga ditemukan metode penanaman

karakter, sehingga dapat dijadikan tambahan rujukan bagi para

pendidik untuk menentukan metode yang pas dan cocok sebagai

pengembangan pendidikan karakter.


65
66

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal. 2013. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di


Sekolah. Jogjakarta : DIVA Press.
Dewi, dkk. 2014. Analisi nilai-nilai Pendidikan Karakter Novel Sepatu Dahlan
Karya Khrisna Pabichara dan Relevensinya Terhadap Pengajaran
Pendidikan Karakter di Sekolah. Universitas Ganesha Singaraja.
Fahmi, Nurul Resa. 2014. Analisis Tokoh Utama dan Nilai Pendidikan Karakter
Dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral.
Universitas Sebelas Maret.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung :
Alfebeta
Hirata, Andrea. 2005. Novel LaskarPelangi. Jogjakarta :Anggota IKAPI.
Iswahyuningtyas, Farida. 2012. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Materi Ajar
Bahasa Indonesia Kelas 2 SD Terbitan Tiga Serangkai. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kesuma, Dharma, dkk. 2012. PendidikanKarakterKajianTeoridanPraktik di
Sekolah. Bandung :RemajaRosdakarya.
Khumaeroh. 2015. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel RuahTanpa
Jendela Karya Asma Nadia. Universitas Pancasakti Tegal.
Listyarti, Retno. 2012. Pendidikan Karakter dalam MetodeAktif, inovatif,
danKreatif. Jakarta : EsensiErlangga Group.
Noor. Rohmah. M. 2011. PendidikanKarakterBerbasis Sastra SolusiPendidikan
Moral yang Efektif. Jogjakarta :Ar-Ruzz Media.
Raka, Gede at. All. 2002. Pendidikan Karakter di Sekolah : dari Gagasan ke
Tindakan. Jakarta :Elek Media Komputindo.
Saptono, 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Wawasan Strategi, dan
Langkah Praktis. Jakarta : Esensi Erlangga Group.
Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesustraan. Bandung :Alummi.
Ubay. http://www.seputarpendidikan.com/2015/11/pengertian-novel-menurut-

para-ahli-dan-unsur-unsurnya.html. 28 November 2018


67

LAMPIRAN
68

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Sekolah : SMA / MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semerter : XI/1
Alokasi waktu : 2 x 45 menit

A. Standar kompetensi :
Membaca : 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan
B. Kompetensi dasar :
7.1 Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat
C. Indikator pencapaian kompetensi :
1. Mengidentifikasi ciri hikayat sebagai bentuk karya sastra lama.
2. Menemukan unsur-unsur intrinsik ( alur, tema, penokohan, sudut pandang,
latar, dan amanat) dalam hikayat.
3. Menemukan unsur-unsur ektrinsik dalam hikayat.
4. Menceritakan kembali isi hikayat dengan bahasa sendiri.
D. Tujuan pembelajaran :
Setelah siswa mengikuti dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan:
1. Siswa mampu mengidentifikasi ciri hikayat sebagai bentuk karya sastra lama.
2. Siswa mampu menemukan unsur-unsur intrinsik ( alur, tema, penokohan,
sudut pandang, latar, dan amanat) dalam hikayat.
3. Menemukan unsur-unsur ektrinsik dalam hikayat.
4. Siswa mampu menceritakan kembali isi hikayat dengan bahasa sendiri.
E. Karakteristik siswa yang diharapkan :
1. Terampil
2. Kritis
3. Cinta tanah air
4. Komunikatif
5. Tanggung jawab
6. Respontif
69

7. Santun
8. Religius
9. Peduli
F. Materi pembelajaran :
a. Teks hikayat
b. Ciri-ciri hikayat sebagai bentuk kesusasteraan lama
c. Unsur-unsur intrinsik ( alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan
amanat)
d. Unsur-unsur ekstrinsik (nilai budaya, sosial, moral dll)
1. Pengertian Hikayat
Hikayat berasal dari bahasa Arab hikayah yang berarti kisah, cerita, atau
dongeng. Dalam sastra Melayu lama, hikayat diartikan sebagai cerita rekaan
berbentuk prosa panjang berbahasa Melayu, yang menceritakan tentang kehebatan
dan kepahlawanan orang ternama dengan segala kesaktian, keanehan, dan
karomah yang mereka miliki. Orang ternama tersebut biasanya raja, puteraputeri
raja, orang-orang suci, dan sebagainya. Hikayat termasuk karya yang cukup
populer di masyarakat Melayu dengan jumlah cerita yang cukup banyak.
Kemunculan genre ini merupakan kelanjutan dari ceritera pelipur lara yang
berkembang dalam tradisi lisan di masyarakat, kemudian diperkaya dan
diperindah dengan menambah unsur-unsur asing, terutama unsur Hindu dan
Islam. Dalam kehidupan masyarakat Melayu sehari-hari, hikayat ini berfungsi
sebagai media didaktik (pendidikan) dan hiburan.
Ciri-ciri Hikayat :
1) Anonim : Pengarangnya tidak dikenal
2) Istana Sentris : Menceritakan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan istana/
kerajaan.
3) Bersifat Statis : Tetap, tidak banyak perubahan
4) Bersifat Komunal : Menjadi milik masyarakat
5) Menggunakan bahasa klise : Menggunakan bahasa yang diulang-ulang
6) Bersifat Tradisional : Meneruskan budaya/ tradisi/ kebiasaan yang dianggap
baik
7) Bersifat Didaktis : Didaktis moral maupun didaktis religius (Mendidik)
70

8) Menceritakan Kisah Universal Manusia : Peperangan antara yang baik dengan


yang buruk, dan dimenangkan oleh yang baik
9) Magis : Pengarang membawa pembaca ke dunia khayal imajinasi yang serba
indah
2. Pembagian Jenis Hikayat
Hikayat bisa dibedakan jenisnya berdasarkan historis (sejarah) dan isinya.
a. Berdasarkan historis (sejarah)
Berdasarkan nilai historis, hikayat dalam sastra Melayu terdiri dari tiga jenis,
yaitu sebagai berikut.
1. Hikayat berunsur Hindu, yaitu hikayat yang berinduk pada dua hikayat utama,
yaitu Hikayat Sri Rama dan Mahabharata. Dari dua kisah ini, kemudian
berkembang kisah atau hikayat lain, seperti Hikayat Pandawa Lima dan Hikayat
Sri Rama.
2. Hikayat berunsur Hindu-Islam, yaitu hikayat yang terpengaruh unsur Hindu dan
Islam. Hikayat ini merupakan hikayat yang berasal dari tradisi Hindu, kemudian
diubah sesuai dengan masuknya unsur-unsur Islam. Contohnya adalah Hikayat
Jaya Lengkara, Hikayat Si Miskin, dan Hikayat Inderaputera.
3. Hikayat berunsur Islam, yaitu hikayat yang hanya berunsur Islam dan berasal dari
tradisi sastra Arab-Persia. Contohnya adalah Hikayat 1001 Malam (Abunawas),
Hikayat Qamar al-Zaman, dan sebagainya.
2. Berdasarkan isinya
Berdasarkan isinya, hikayat dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu sebagai
berikut.
1) Jenis rekaan, contohnya Hikayat Malim Dewa.
2) Jenis sejarah, contohnya Hikayat Hang Tuah, Hikayat Pattani, dan Hikayat Raja-
Raja Pasai.
3) Jenis biografi, contohnya Hikayat Abdullah dan Hikayat Sultan Ibrahim bin
Adam.
71

3. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik


Perlu kamu ketahui, bahwa menemukan unsur intrinsik dan ekstrinsik
hikayat mirip dengan karya sastra jenis lain.
a. Unsur intrinsik, yaitu unsur pembangun cerita yang berasal dari dalam cerita itu
sendiri. Unsur ini meliputi sebagai berikut.
1) Tema, yaitu gagasan pokok yang diangkat dalam cerita.
Tema dalam hikayat biasanya kepercayaan religius, etika, moral, balas budi, kasih
sayang, kepahlawanan, sosial, dan sebagainya.
2) Penokohan, yaitu tokoh dan karakter tokoh-tokoh cerita.
Tokoh yang terdapat dalam sebuah hikayat biasanya manusia super, sakti, ajaib,
dan luar biasa.
3) Amanat yaitu pesan yang disampaikan pengarang kepada pendengar lewat cerita.
4) Setting, yaitu tempat, suasana, dan waktu terjadinya cerita.
5) Setting dalam hikayat biasanya di kerajaan, hutan, pegunungan, sungai, pedesaan,
kayangan, dan sebagainya.
6) Alur, yaitu rangkaian peristiwa yang membentuk cerita. Dari bagian awal, inti
cerita, dan akhir cerita.
7) Sudut pandang (point of view), yaitu cara pandang pengarang dalam
menempatkan dirinya saat bercerita.

b. Unsur ekstrinsik, yaitu unsur pembangun cerita yang berasal dari luar cerita.
Namun, unsur hikayat cukup memengaruhi cerita yang dibuat. Unsur ini
meliputi nilai atau ajaran moral, gaya bahasa, adat, etika, dan budaya.
72

G. Strategi Pembelajaran :

Tatap Muka Terstruktur Mandiri


Memahami berbagai Menemukan unsur-unsur Siswa dapat Menemukan
hikayat, novel intrinsik dan ekstrinsik unsur-unsur intrinsik ( alur,
Indonesia/novel terjemahan hikayat tema, penokohan, sudut
pandang, latar, dan amanat)
dalam hikayat.

H. Metode pembelajaran :
- Tanya Jawab
- Ceramah
- Demonstrasi

L. Rubrik Penilaian
Kompetensi Dasar : Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat
Pertemuan Pertama:
Jumlah soal adalah 10, setiap butir soal memiliki skor 10 sehingga jumlah skor
jawaban benar semua adalah 100.

Skor yang diperoleh


Nilai = ------------------------ X 100 = .. .
Skor Maksimum (100)

Pertemuan Kedua:
No. Kriteria Penilaian Deskriptor Skor Nilai
1 2 3 4 5
1. Mengidentifikasi - Ketepatan Identifikasi Ciri-Ciri Hikayat
Ciri-Ciri Hikayat Berdasarkan Kesustraan Lama
2. Menganalisis - Ketepatan Analisis Alur
Unsur-Unsur - Ketepatan Analisis Tema
Intrinsik Hikayat - Ketepatan Analisis Penokohan
73

- Ketepatan Analisis Tema


- Ketepatan Analisis Sudut Pandang
- Ketepatan Analisis Latar
- Ketepatan Analisis Amanat
3. Unsur-Unsur - Analisis ketepatan nilai-nilai/unsur dalam
Ekstrinsik Hikayat hikaya

4. Menceritakan - Kejelasan Kalimat Dalam Menyampaikan Isi


Kembali Hikayat Hikayat
Dengan Kata-Kata- Keruntutan Kalimat Yang Diungkapkan
Sendiri - Kesesuaian Pikiran Yang Disampaikan
Dengan

Skor Total

Ket: penilai memberikan penilaian berdasarkan deskriptor yang sudah tersedia


dengan memberikan skala nilai: 1 jika tidak tepat, 2 jika kurang tepat, 3 jika sudah
cukup, 4 jika baik, dan 5 jika sangat baik.
Penghitungan skor total:

Skor yang diperoleh


Nilai = ............................................... X 100 = .....
Skor total (45)

Brebes, Desember 2018


Guru Mata Pelajaran

Inten Puspitasari
NPM. 1513500050

Anda mungkin juga menyukai