Anda di halaman 1dari 5

STRATEGI PENERAPAN PENDAGOGIK DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

NON FORMAL YANG BERLAKU DI INDONESIA

VIRA ANOLINA

PENDAHULUAN

Mengembangkan kriteria siswa untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab
sangat penting karena banyak remaja saat ini menunjukkan perilaku negatif seperti
berbicara kotor, berbohong dan berkelahi. Pengajaran dan penanaman nilai-nilai
kebaikan dapat meningkatkan tingkat keberhasilan belajar dalam pembentukan karakter
peserta didik. Tujuan pengembangan kepribadian adalah pembentukan karakter, yaitu.
H. hidup dengan tujuan yang benar dalam hubungan manusia, dengan alam dan dengan
diri sendiri Menumbuhkan nilai-nilai karakter adalah jiwa dari pendidikan. Pendidikan
adalah proses pendampingan dan pembelajaran terencana agar peserta didik dapat
berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif,
cakap, dan berakhlak mulia. Sistem pendidikan kita secara tradisional berfokus pada
pengembangan keterampilan akademik, yang menghasilkan nilai ujian nasional yang
tinggi, membuat banyak siswa tampak cemerlang tetapi kurang berkembang. seperti
rendahnya motivasi, kurang berprestasi, kurang percaya diri, kurang kemampuan
komunikasi, kurang berani mengambil keputusan dan selalu mengandalkan orang lain.
Pendidikan adalah pembinaan dan pembelajaran terencana yang memungkinkan
seseorang berkembang dan tumbuh jasmani dan rohani menjadi pribadi yang mandiri,
bertanggung jawab, kreatif, sadar, sehat dan bermoral. Kita harus mendidik atau
mengembangkan manusia yang berakhlak mulia dan berakhlak mulia. Negara Indonesia
tidak hanya memancarkan pentingnya pendidikan, tetapi juga menunjukkan bagaimana
negara Indonesia dapat merevitalisasi konsep pendidikan melalui pemajuan, pengkajian
dan penguatan sumber daya manusia Indonesia yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Inilah UU No. 2013. Tujuan pelatihan pada tanggal 20 Februari 2003 adalah “...menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, cakap, produktif, kreatif, mandiri dan berkelanjutan. warga negara yang
demokratis." . dan negara yang bertanggung jawab.” Informasi di atas diyakini
menunjukkan bahwa proses pendidikan saat ini belum dilaksanakan dan peserta didik
belum sepenuhnya memahami dan memahaminya, sehingga koordinasi kesejahteraan
menjelaskan tujuan pendidikan nasional, khususnya kebijakan pendidikan nasional.
pendidikan karakter. Perkantoran (Kemkokesran) Tahun 2010. Kegiatan Ekstrakurikuler
dan Model Kehidupan Sehari-hari Melalui Budaya Sekolah Esai ini membahas tentang
peran lembaga pendidikan formal dalam pembentukan karakter siswa. generasi cerdas
secara menyeluruh, termasuk interaksi sosial yang produktif, inovatif dan damai,
interaksi alam yang sehat dan sejahtera, serta peradaban yang unggul, lembaga-lembaga
yang memungkinkan semua itu, salah satunya adalah lembaga pendidikan formal. no
20/2003 menjelaskan bahwa Indonesia memiliki jalur pendidikan yang panjang: formal,
informal dan informal. Pendidikan formal adalah lembaga yang disebut sekolah, yang
merupakan bagian dari pendidikan yang bermutu dan berkesinambungan. Misi sekolah
adalah memelihara dan mengembangkan tatanan sosial dan kontrol sosial melalui
program dan kurikulum yang ditawarkannya. Karena pendidikan karakter tidak dapat
terjadi dalam semalam, maka pendidikan karakter harus dimulai sejak dini dan diikuti
oleh lembaga formal yang lebih berwibawa, terarah, dan terukur. Pendidikan karakter
adalah suatu sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada anak sekolah dan
melibatkan keterampilan, kesadaran, kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut. Oleh karena itu, semua komponen (alat pendidikan) harus ada, antara lain
isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kepemimpinan atau manajemen
departemen, kepemimpinan sekolah, penyelenggaraan kegiatan atau kegiatan
ekstrakurikuler, penguatan sarana dan prasarana, pelatihan dan etos kerja. semua anak
sekolah.

PEMBAHASAN

Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003


menyebutkan bahwa lembaga pendidikan informal adalah jalur pendidikan selain
pendidikan formal yang disusun dan dilaksanakan pada beberapa jenjang. Lembaga
pendidikan informal adalah lembaga pendidikan yang diberikan kepada warga negara
yang tidak mempunyai kesempatan untuk mengikuti atau menyelesaikan jenjang
pendidikan tertentu pada pendidikan formal. Pendidikan non formal semakin meningkat
karena saat ini setiap orang membutuhkan lebih banyak keterampilan untuk
mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan. Karakter adalah kumpulan yang sangat
luas dari sikap, tindakan, motivasi dan kemampuan. Karakter meliputi sikap, tindakan,
cara berpikir dan tanggapan terhadap ketidakadilan, hubungan dan perasaan, serta
komitmen terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Katherine M.H. Dalam tulisannya
tentang analisis karakter, Blackford dan Arthur Newcomb menjelaskan bahwa individu
berkarakter yang dapat diharapkan maju dan dapat maju adalah mereka yang memiliki
kualitas fundamental, antara lain: Kejujuran, Keandalan, Loyalitas, Kebijaksanaan,
Peduli, Antusiasme. , berani , tabah , penuh integritas dan dapat dipercaya. Karakter
berkaitan dengan kepribadian, meskipun terdapat perbedaan. Kepribadian adalah sifat
bawaan sedangkan karakter adalah perilaku yang dipelajari. Anak-anak dilahirkan
dengan ciri-ciri kepribadian tertentu, ada yang bahagia, murah senyum dan supel.
Karakter tercipta melalui interaksi dengan teman, orang tua, guru dan lingkungan.
Karakter diperoleh langsung dari belajar atau mengamati perilaku orang lain.
Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah atau percakapan tatap muka, sedangkan
observasi diperoleh melalui pengalaman sehari-hari terhadap apa yang dilihat di
lingkungan. Hasil pendidikan harus menghasilkan manusia yang cerdas, tetapi juga
manusia yang baik dalam arti yang seluas-luasnya. Pendidikan tidak hanya
menghasilkan manusia yang cerdas tetapi tidak baik, sebaliknya pendidikan tidak hanya
menghasilkan manusia yang baik tetapi tidak cerdas. Pendidikan saja tidak cukup untuk
menjadikan anak cerdas, harus mampu menciptakan nilai-nilai atau karakter yang luhur.
Oleh karena itu penanaman nilai-nilai luhur harus dimulai sejak dini. Faktor-faktor
penyebab lemahnya karakter siswa adalah:
(1) sistem pendidikan yang kurang menekankan pada pembangunan karakter dan lebih
pada pengembangan intelektual, mis. B. sistem pembelajaran saat ini lebih menekankan
pada tujuan kurikulum, dalam hal ini evaluasi yang dilakukan hanya menekankan.
pengakuan / aspek akademik. (2) Kondisi lingkungan tidak kondusif untuk
pengembangan karakter yang baik. Pendidikan karakter siswa sangat mendesak dan
mendesak untuk dilaksanakan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang lebih baik,
yaitu masyarakat yang mampu menghadapi tantangan regional dan global. Masalah
tantangan regional dan global, bagaimana generasi muda kita bisa memiliki
keterampilan yang tidak hanya berorientasi pada keterampilan kognitif akademik, tetapi
juga pada aspek afektif dan moral. Oleh karena itu, pendidikan karakter dituntut untuk
membentuk manusia yang jujur dan bermoral, sehingga peserta didik tumbuh menjadi
manusia yang menghargai orang lain, jujur dan peduli terhadap lingkungan.
Lickona menjelaskan beberapa alasan perlunya pendidikan karakter, antara lain:
(1) Banyak generasi muda saling menyakiti karena lemahnya rasa nilai moral, (2)
Menanamkan nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu tugas teraman
dalam peradaban, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter adalah semakin penting,
karena banyak anak yang tidak mendapatkan pendidikan moral dari orang tua,
masyarakat atau lembaga agama, (4) Ada nilai-nilai moral yang diterima secara umum
seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat. dan tanggung jawab, (5) Demokrasi
mempunyai kebutuhan khusus akan pendidikan moral, karena demokrasi adalah tatanan
dari, untuk dan oleh masyarakat. (6) Pendidikan karakter yang efektif menjadikan
sekolah lebih beradab, peduli terhadap masyarakat dan menunjukkan hasil akademik
yang lebih baik. Alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter diperlukan
untuk mencegah masalah yang lebih kompleks di masa depan seperti: Kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengarahkan belajar siswa, yang meliputi memahami
siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar dan
mengembangkan siswa untuk mewujudkan berbagai kemungkinannya (PP No. 19
Tahun 2005). Memahami karakteristik siswa merupakan bagian dari kompetensi
pedagogik, yang ditandai dengan memahami siswa melalui prinsip-prinsip
perkembangan kognitif, yaitu: Mendeskripsikan prinsip perkembangan kognitif,
menerapkan prinsip perkembangan kognitif, menerapkan prinsip kepribadian, tugas
perkembangan sosial. untuk dipahami siswa. Mengembangkan potensi siswa membantu
siswa mengembangkan berbagai kesempatan akademik dengan cara membimbing siswa
mengembangkan karya kreatif dan inovatif, membimbing siswa mengembangkan bakat
dan minatnya, mendorong siswa untuk terus belajar, dan membantu siswa meraih
berbagai peluang non akademik untuk berkembang. Membimbing siswa
mengembangkan keimanan dan ketakwaan serta membimbing siswa mengembangkan
keterampilan sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam
membimbing belajar siswa, yang paling sedikit meliputi:
(a) memahami pandangan/dasar-dasar pendidikan, (b) memahami peserta didik, (c)
pengembangan kurikulum, (d) perencanaan pembelajaran, e) melaksanakan
pembelajaran pedagogik dan dialog, (f) menggunakan teknologi pembelajaran, (g)
penilaian ( h) Pembinaan siswa untuk mewujudkan berbagai peluangnya. Peran guru
dalam konteks ini adalah membantu peserta didik mengembangkan sikap, perilaku atau
kepribadian yang benar untuk menjadi agen modernisasi bagi dirinya, lingkungannya,
masyarakatnya, dan semua yang dilayaninya tanpa membeda-bedakan suku atau agama.
, ras dan kelas. Ini berarti bahwa pelaksanaan dan pembelajaran harus membantu siswa
tumbuh menjadi orang yang berbudaya dan berharga (moral, etis, bertanggung jawab
dan sosial). Berdasarkan Rencana Pendidikan Karakter Nasional Kementerian
Pendidikan, nilai-nilai karakter kebangsaan tidak diajarkan, tetapi dikembangkan dalam
kepribadian siswa melalui proses pembelajaran, interaksi antara siswa dengan guru, staf
sekolah, siswa dengan siswa. dan implementasi kebijakan sekolah yang berbeda dan
iklim sekolah secara umum yang mendukung pengembangan pribadi siswa untuk
menjadi anak yang religius, jujur, peduli, sadar lingkungan dan memahami karakter
yang berbeda. Belajar adalah pengembangan kebiasaan. Di sisi lain, kebiasaan adalah
perilaku yang terus menerus, konsisten, dan hampir otomatis (yang hampir tidak
disadari oleh penjahat). Adaptasi dapat digunakan untuk menjadi akrab dengan perilaku,
keterampilan, kemampuan dan cara berpikir. Tujuan dari kebiasaan adalah untuk
memfasilitasinya. Karena seseorang dengan kebiasaan tertentu dapat melakukannya
dengan mudah dan rela. Sejak kecil, adat dan kebiasaan itu sulit dilanggar dan berlanjut
hingga usia tua. Jadi untuk mengubahnya membutuhkan terapi, dan pengendalian diri
sangat serius.

PENUTUP

Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003


menyebutkan menyatakan lembaga pendidikan informal adalah jalur pendidikan selain
pendidikan formal yang disusun dan dilaksanakan pada beberapa jenjang. Lembaga
pendidikan iformal adalah lembaga pendidikan yangdiberikan kepada warga negara
yang tidak mempunyai kesempatan untuk mengikuti atau menyelesaikan jenjang
pendidikan tertentu pada pendidikan formal. Pendidikan non formal semakin meningkat
karena saat ini setiap orang membutuhkan lebih banyak keterampilan untuk
mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan. Lembaga pendidikan formal (sekolah)
merupakan sarana untuk menciptakan generasi yang cerdas dan berdaya saing. Sekolah
formal merupakan lembaga kewibawaan dan kearifan yang dapat membentuk karakter
peserta didik sebagai pilar bangsa di masa depan. Semua guru harus mampu
mengarahkan pembentukan karakter siswa. Hal ini karena guru sebagai pionir yang
menjaga akhlak anak didiknya memiliki tanggung jawab yang besar untuk
mengembangkan kepribadian yang cerdas dan bulat pada diri anak didiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Ari Ginanjar Agustian, Membangun Sumber Daya Manusia dengan kemampuan antara
kecerdasan Spiritual, Emosional dan Intelektual. Pidato Ilmiah Pengesahan gelar doltor
Honoris Causa di bidang pendidikan karakter di UNY, 2007.
Battistich, Victor. Character education, prevention and positive youth development.
USA: University of Missouri St Lous, 2002.
Blackford, Katherine, M.H., & Arthur Newcomb. Analyzing character. Gutenberg:
eBook, 2004.
Bloom, B. Human characteristics and school learning. New York: McGraw Hill Book
Company, 1976.
Clark, R. & Calvin, B. Cognitive prescriptive theory and psycoeducational design.
California: University of Southern, 1981.
Cruickshank, D.R. Research that informs teachers and teacher educators. Bloomington:
Phi Delta Kappa Educational Foundation, 1990.
Elkind, D.H. & Sweet, Freddy. How to do character education.
http://www.wilderdom.com/character.html. Diakses tanggal 15 oktober 2012.
Kemendiknas. Materi pelatihan sekolah/madrasah, Peningkat an Manajemen Melalui
Penguatan Tata Kelola dan Akuntabilitas Sekolah/Madrasah. Jakata: BOS, 2011.
Kemdiknas. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-
nilai Budaya untuk membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta:
Kemendiknas, 2010.

Anda mungkin juga menyukai