Anda di halaman 1dari 13

PAPER

PENDIDIKAN PKN SD

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DIMENSI PEMBELAJARAN PKN SD

DOSEN PENGAMPU :

Ilham Syahrul Jiwandono, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Lulu Chairunnisa (E1E021104)


2. Muhammad Rizqon Zulfanni (E1E021113)
3. Nindya Dwita Haidesha Fitri (E1E021121)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2022
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk
menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya
terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk
melakukan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter (character education) sangat erat hubungannya dengan
pendidikan moral dimana tujuannya adalah untuk membentuk dan melatih
kemampuan individu secara terus-menerus guna penyempurnaan diri kearah hidup
yang lebih baik.
Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana
yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu
merasakan, dan mau melakukan yang baik. Pendidikan karakter ini membawa misi
yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.

 Konsep Pendidikan menurut Ajaran Ki Hadjar Dewantara


Dalam dunia pendidikan, sosok Ki Hadjar Dewatara sebagai Bapak pendidikan
bangsa Indonesia ini banyak mengajarkan berbagai hal yang sangat terkenal di
bidang
pendidikan. Konsep pendidikan nasional yang dikemukakan sangat membumi dan
berakar pada budaya nusantara, antara lain tutwuri handayani, “tripusat” pendidikan
(keluarga, sekolah, masyarakat), tringgo (ngerti, ngroso, nglakoni) (Tauchid, 2004).
1. Sistem Among, Tutwuri Handayani
Kata among itu sendiri berasal dari bahasa Jawa, mempunyai makna
seseorang yang bertugas ngemong dan jiwanya penuh pengabdian. Cara
mendidik yang harus diterapkan adalah menyokong atau memberi tuntunan
dan menyokong anak-anak tumbuh dan berkembang atas kodratnya sendiri.
Sistem among ini meletakkan pendidikan sebagai alat dan syarat untuk anak-
anak hidup sendiri dan berguna bagi masyarakat. Mendidik anak agar
menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, merdeka
tenaganya. Sudarto (2008) mengutip pendapat Ki Soeratman yang
menyatakan bahwa sikap tutwuri merupakan perilaku pamong yang sifatnya
memberi kebebasan kepada siswa untuk berbuat sesuatu sesuai dengan
hasrat dan kehendaknya, sepanjang hal itu masih sesuai dengan norma-
norma yang wajar dan tidak merugikan siapa pun. Tetapi kalau pelaksanaan
kebebasan siswa itu ternyata menyimpang dari ketentuan yang seharusnya,
seperti melanggar peraturan atau hukum masyarakat hingga merugikan
pihak lain atau diri sendiri, pamong harus bersikap handayani, yakni
mempengaruhi dengan daya kekuatannya. Apabila kebebasan yang
diberikan itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan membahayakan
diri. Jika kebebasan itu akan menimbulkan kerugian pamong harus memberi
peringatan. Handayani merupakan sikap yang harus ditaati oleh siswa
hingga menimbulkan ketertundukan. Ajaran Ki Hadjar Dewantara ini
memberi kebebasan anak didik, yang diharapkan anak didik akan tumbuh
kemampuannya berinisiatif serta kreatif.

2. Tringa; Ngerti-Ngrasa-Ngalokoni

Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character, menekankan


pentingnya diperhatikan tiga komponen karakter yang baik yakni
pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral
feeling) dan tindakan moral (moral action). Unsur pengertian moral adalah
kesadaran moral, pengertian akan nilai, kemampuan untuk mengambil
gagasan orang lain, rasionalitas moral (alasan mengapa harus melakukan hal
itu), pengambilan tentang keputusan berdasarkan nilai moral, dan pengertian
mendalam tentang dirinya sendiri. Dari segi kognitif, siswa dibantu untuk
mengerti apa isi nilai yang digeluti dan mengapa nilai itu harus dilakukan
dalam hidup mereka. Dengan demikian siswa sungguh mengerti apa yang
akan dilakukan dan sadar akan apa yang dilakukan. Unsur perasaan moral
meliputi suara hati (kesadaran akan yang baik dan tidak baik), harga diri
seseorang, sikap empati terhadap orang lain, perasaan mencintai kebaikan,
kontrol diri, dan rendah hati. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi
seseorang untuk mudah atau sulit bertindak baik atau jahat; maka perlu
mendapat perhatian. Dalam pendidikan nilai, segi perasaan moral ini perlu
mendapat tempatnya. Siswa dibantu untuk menjadi lebih tertarik dan
merasakan bahwa nilai itu sungguh baik dan perlu dilakukan. Dalam
pendidikan karakter, kemampuan untuk melaksanakan dalam tindakan
nyata, disertai kemauan dan kebiasaan melakukan moral harus dimunculkan
dan ditingkatkan. Dengan demikian tampak jelas bahwa pendidikan karakter
diperlukan ketiga unsur pengertian, perasaan, dan tindakan harus ada.

Ki Hadjar mengartikan pendidikan sebagai daya upaya memajukan budi


pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya. Ki Hadjar mengingatkan, bahwa terhadap segala ajaran
hidup, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan
kesungguhan pelaksanaannya.
Berkenaan dengan pendidikan karakter ini lebih lanjut Suyanto (2010)
menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti
plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona tanpa ketiga
aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidikan karakter yang diterapakan secara sistematis, dan
berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Sebab
kecerdasan emosi ini menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak
masa depan dan mampu menghadapi segala macam tantangan, termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademis.
Ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu ;
(1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya;
(2) kemandirian dan tanggung jawab;
(3) kejujuran/amanah, diplomatis;
(4) hormat dan santun;
(5) dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong/kerjasama;
(6) percaya diri dan pekerja keras;
(7) kepemimpinan dan keadilan;
(8) baik dan rendah hati;
(9) karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan karakter itu, perlu ditanamkan dalam Pendidikan dengan menggunakan
metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Hal tersebut
diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan/mencintai dan sekaligus
melaksanakan nilai-nilai kebajikan.
Karakter terbentuk dari kegiatan yang dilakukan secara berulang dan
menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan inilah yang menempel dan menjadi karakter
seseorang. Penanaman dan pengembangan karakter di lingkungan sekolah menjadi
tanggung jawab bersama bukan hanya guru namun juga Kerjasama dari murid dan
orangtua. Bagaimanapun juga perkembangan karakter di sekolah hanya menjadi
“suplemen” bagi peserta didik.
B. Bentuk-bentuk Pendidikan Karakter
Mulai tahun ajaran 2011, Kemendiknas membuat bentuk pendidikan
karakter mencakup aspek-aspek berikut :
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap,
dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan
alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

C. Upaya penguatan Pendidikan Karakter


Sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter, PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung
jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui
harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan
kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
PPK merupakan upaya untuk menumbuhkan dan membekali generasi
penerus agar memiliki bekal karakter baik, keterampilan literasi yang tinggi, dan
memiliki kompetensi unggul abad 21 yaitu mampu berpikir kritis dan analitis,
kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Adapun yang menjadi dasar kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter ini yaitu :
 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3: “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.”
 Agenda Nawacita No. 8: Penguatan revolusi karakter bangsa melalui budi
pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi
mental.
 Trisakti: Mewujudkan Generasi yang Berkepribadian dalam Kebudayaan.
 RPJMN 2015-2019: “Penguatan pendidikan karakter pada anak-anak usia
sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk memperkuat nilai-nilai moral,
akhlak, dan kepribadian peserta didik dengan memperkuat pendidikan karakter
yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran”.
 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter.
 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 20 Tahun 2018 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal.
 Nilai-nilai utama karakter yang menjadi fokus dari kebijakan PPK :

Karakter adalah perwujudan dari kebiasaan-kebiasaan berperilaku baik dalam


keseharian yang meliputi watak terpuji, akhlak mulia, sikap mental dan budi pekerti
yang luhur. Adapun nilai-nilai utama karakter yang menjadi fokus dari kebijakan
PPK adalah: religiusitas, nasionalisme, gotong royong, kemandirian dan integritas.

 Religiositas
Mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan
dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut,
menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain. Nilai karakter religius ini meliputi
tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu
dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Dengan cara
beriman dan bertaqwa, disiplin ibadah, cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama dan kepercayaan.
 Nasionalisme
Merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Dengan cara mengapresiasi budaya
bangsa sendiri menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, semangat
kebangsaan, unggul, cinta tanah air, taat hukum, menghormati keragaman budaya,
suku, dan agama.
 Gotong Royong
Mencerminkan semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan pertolongan
pada orang-orang yang membutuhkan. Dengan cara kerja sama, komitmen atas
keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati,
anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

 Kemandirian

Merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan
mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi
dan cita-cita. Dengan cara etos kerja (kerja keras), tangguh, profesional, kreatif, dan
keberanian,

 Integritas
Merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan
moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai
warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan
dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Dengan cara menanamkan cinta pada
kebenaran, setia, komitmen moral, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan
menghargai martabat individu.

 PPK diimplementasikan dengan 3 pendekatan sebagai berikut :


1. PPK berbasis kelas yaitu integrasi nilai-nilai karakter dalam proses
pembelajaran atau mata pelajaran, pengelolaan kelas dan metode pembelajaran,
evaluasi pembelajaran/pembimbingan, pengembangan kurikulum muatan lokal
sesuai karakteristik daerah.
2. PPK berbasis budaya sekolah yaitu pembiasaan nilai-nilai utama dalam
keseharian sekolah; keteladanan antar warga sekolah, pelibatan seluruh
pemangku kepentingan Pendidikan, membangun norma, peraturan, dan tradisi
sekolah, pengembangan keunikan, keunggulan, dan daya saing sekolah sebagai
ciri khas sekolah, memberi ruang yang luas kepada siswa untuk
mengembangkan potensi melalui kegiatan literasi, dan kegiatan ekstrakurikuler.
3. PPK berbasis masyarakat yaitu memperkuat peranan orang tua dan Komite
Sekolah, melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan sebagai sumber
belajar seperti keberadaan dan dukungan pegiat seni dan budaya, tokoh
masyarakat, alumni, dunia usaha, dan dunia industri; dan sinergi PPK dengan
berbagai program yang ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan,
lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga informasi.
 PPK juga bisa diimplementasikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) :
Penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan Formal diimplementasikan
melalui manajemen berbasis sekolah, yaitu memberikan kewenangan dan
tanggung jawab kepada kepala sekolah, guru, dan pengawas sekolah serta
tenaga kependidikan bersama Komite Sekolah sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa yang perlu diupayakan dalam konteks manajemen berbasis
sekolah yaitu menguatkan jejaring Tri Pusat Pendidikan (Sekolah, Keluarga
dan Masyarakat), Sekolah menjadi sentral yaitu lingkungan sekitar dijadikan
sumber-sumber belajar, Individualisasi Anak yaitu guru perlu membantu
setiap anak untuk mengaktualkan potensi yang dimilikinya, revitalisasi
peran kepala sekolah (sebagai innovator, motivator, kolaborator) dan guru
(sebagai penghubung sumber belajar, pelindung, fasilitator, katalisator),
melakukan penilaian berupa catatan kepribadian atau karakter anak,
melakukan sinkronisasi dan pembiasaan baik dalam kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, ekstrakurikuler dan nonkurikuler, serta melaksanakan
Penguatan peran keluarga sebagai pendidik pertama dan utama dalam
penumbuhan dan pembiasaan karakter anak.
 Fokus Gerakan PPK
Pada Gerakan PPK terdapat tiga titik fokus yang menjadi acuan berjalannya
Gerakan PPK yaitu :
1. Struktur Program
Difokuskan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan sekolah Menengah Pertama
(SMP) dengan memanfaatkan ekosistem Pendidikan yang ada di lingkungan
sekolah serta penguatan kapasitas kepala sekolah, guru, orang tua, komite sekolah
dan pemangku kepentingan lainnya yang relevan.
2. Struktur Kurikulum
Tidak mengubah kurikulum yang sudah ada melainkan optimalisasi kurikulum pada
satuan Pendidikan melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler,
serta nonkurikuler di lingkungan sekolah.
3. Struktur Kegiatan
Mengajak masing-masing sekolah untuk menemukan ciri khasnya sehingga sekolah
menjadi sangat kaya dan unik serta mewujudkan kegiatan pembentukan karakter
empat dimensi pengolahan karakter yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara meliputi
olah rasa, olah hati, olah pikir, dan olahraga.
DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=fT3NDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=konsep+pendidikan+karakter&o
ts=4q7faVoa9G&sig=hJWPblgENTH6qFUwh3F-
EFnOR1U&redir_esc=y#v=onepage&q=konsep%20pendidikan%20karakter&f=false

Peran Guru dalam Pendidikan Karakter menurut Konsep Pendidikan Krakter Ki Hadjar
Dewantara
http://file.upi.edu/Direktori/PROCEEDING/UPI-UPSI/2010/Book_2/PERAN_GURU_DA
LAM_PENDIDIKAN_KARAKTER_MENURUT_KONSEP_PENDIDIKAN_KI_HADJA
R_DEWANTARA.PDF

Bentuk pendidikan karakter dalam aspek-aspek nilai https://rumahinspirasi.com/18-nilai-


dalam-pendidikan-karakter-bangsa/

Penguatan Pendidikan Karakter https://www.kemdikbud.go.id/

Anda mungkin juga menyukai