Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MENJADI

PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

Oleh : Rullyka Octaviani


FKIP PKn Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Membangun jiwa adalah membangun karakter manusia dan bangsa. Inti


karakter adalah kebajikan (goodness) dalam arti berfikir baik (thinking good),
berperasaan baik (feeling good), dan berperilaku baik (behaving good). Dengan
demikian karakter itu akan tampak pada kesatuan pikiran, perasaan, dan perbuatan
yang baik dari bangsa Indonesia. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan
perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang unik, baik yang tercermin dalam
kesadaran, pemahaman, dan perilaku berbangsa dan bernegara yang berdasarkan
nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945 dan komitmen terhadap NKRI.
Sampai saat ini Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian
inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”.
Kata Kunci : Membangun jiwa, Karakter, Pendidikan Kewarganegaraan.
PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan ini karena selama
ini Pendidikan Kewarganegaraan dianggap rendah dimata masyarakat. Pendidikan
Kewarganegaraan dianggap mata pelajaran yang tidak terlalu penting dimata
siswa. Padahal Pendidikan adalah pelajaran yang wajib diikuti oleh seluruh warga
negara di dunia. Pendidikan Kewarganegaraan menjadi pembetuk sikap dan budi
pekerti bagi siswa. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting
sebagai pembentuk karakter bangsa. “Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu
disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari hakikat warga negara suatu negara,
hak dan kewajiban warga negara, serta konsep sistem pemerintahan suatu negara
yang dijalankan oleh warga negara” (Jakni, 2014).
Maraknya kegiatan yang mengancam kedaulatan NKRI dan masa depan
bangsa Indonesia kini menjadi urgenitas tersendiri bagi keberadaan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai suplemen siswa-siswi dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan yaitu membina moral yang
diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang
memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat
yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan
yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah
mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan
seluruh rakyat Indonesia. Tulisan ini akan membahas betapa pentingnya
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembentuk karakter bangsa.
METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode


ini dipilih karena langkahnya terukur dan dengan hasil yang cukup meyakinkan.
Kebenaran yang diungkapkan dapat dibuktikan secara ilmiah. Langkah penelitian
yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Studi pustaka, (2) Pengumpulan
data penelitian yaitu dengan wawancara dan observasi, (3) Pengolahan dan
analisis data, (4) Penarikan kesimpulan. Instrumen yang digunakan adalah
pedoman wawancara dan observasi lapangan. Kegiatan pengumpulan data antara
wawancara dan observasi bersamaan. Ketika wawancara dilakukan pula observasi
langsung dari apa yang sedang dibicarakan oleh responden.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Subyek penelitian ini adalah seorang siswa SD, seorang siswa SMP, dan
seorang guru SD. Pertayaan yang diajukan juga tidak sama yaitu berdasarkan
kasus yang sering terjadi dan bidang masing-masing responden. Berikut hasil
wawacara dan teori yang berhubungan :

A. Menurutmu mengambil barang yang bukan milik kita itu boleh atau tidak ?

“tidak boleh, karena itu kan bukan milik kita bila kalau kita
mengambilnya maka kita sama saja mencuri dan mencuri tidak
boleh oleh agama” (Valentina Dian Febriyanti, SD kelas 5)

Dalam hal ini anak tersebut memegang norma ketuhanan yang


dimilikinya, dimana ia menolak sebuah perilaku kejahatan karena takut pada
Tuhan. Dan sesuai dengan implementasi sila pertama pada pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Realitas kehidupan manusia di dunia ini terdapat pluralitas yang tidak


mungkin ditolak siapapun, baik pluralitas agama, budaya, suku , bahasa maupun
pemikirannya. Dilihat dari aspek kemampuan berfikir manusia, baik kapasitas
maupun pegalaman pendidikan yang berjenjang, maka ada pluralitas itu, pada tiap
orang sesuai kemamuan berpikirnya, pemikiran tentang Tuhan yang ada dalam
realitas kehidupan manusia, dengan sendirinya akan ada pluralitas juga (Musa
Asy’arie , 2005).

Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan berbagai macam norma-


norma yang harus dipegang oleh setiap orang untuk bekal kehidupannya dimasa
depan nantinya. Salah satunya adalah norma agama yang melekat pada diri
manusia itu sendiri yang menjadi pedoman utama dalam kehidupan ini.

Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik jika mengikuti


tradisi pedagogis dalam social studies dari Barr dkk (1977) termasuk dalam tradisi
Social studies yang diajarkan sebagai social science (social studies taught as
social science) yang berpijak pada disiplin ilmu politik. Ada tiga tradisi dalam
social studies, yaitu 1) social studies as citizenship transmission, 2) social studies
as social science, dan 3) social studies as reflective inquiry. Perkembangan
selanjutnya, pendidikan kewarganegaraan sebagai kajian yang bersifat
multidisiplin mengambil peran tidak hanya sebagai pendidikan politik. Misalnya,
dikatakan pendidikan kewarganegaraan berperan sebagai pendidikan nilai moral,
pendidikan politik, pendidikan hukum, dan pendidikan bela negara (Sapriya,
2007) dalam (Winarno, 2014).

B. Menurutmu merokok baik atau tidak dan boleh atau tidak ?

“tidak boleh, karena merokok tidak baik untuk kesehatan dan kita
belum unya uang sendri untuk membelei rokok jadi kasihan orang
tua kalau uang saku kita untuk membeli rokok” (Fiki Adi Prasetyo,
SMP kelas 2).

Hal yang memprihatinka adalah usia pertama kali merokok semakin lama
semakin muda. Jika dahulu orang mulai berani merokok biasanya pada saat SMP,
tetapi sekarang anak-anak SD bahkan balita sudah mulai merokok secara diam-
diam maupan terang- terangan (Vina Dwi Laning ,2008). Untuk itu anak harus
dibimbing oleh semua pihak agar terhindar dari hal tersebut yang dapat merusak
kesehatan juga moral si anak. Apabila moral anak menjadi rusak maka rusak
pulalah masa depan bangsa ini.

Dalam pasal 4 UU no 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional


dijelaskan, “pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran.” Jadi setiap orang sangat berperan dalam memberi
keteladanan dagi anak untuk mengembangkan diri anak menjadi manusia yang
susila.

Numan Somantri (2001) mendefinisikan Pendidikan Kewarganegaraan


sebagai program pendidikan yang berintikan demokrsi politik yang diperluas
dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh positif dari pendidikan
sekolah, masyarakat dan orang tua yang kesemua itu diproses guna melatih para
siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam
mempersiapkan hidup demokratis yang berdasar Pancasila dan UUD 1945
(Winarno, 2014).

C. Sudahkah pelajaran Pkn itu diterapkan dalam kehidupan sehari- hari siswa ?

“belum semua, ada hal-hal yan sudah melekat pada diri mereka
seperti norma agama yaitu dilarang mencuri, dilarang membolos.
Tetapi masih ada hal-hal yang belum diterapkan seperti masih
adanya siswa yang berkelahi di sekolah, kebiasaan di luar kelas saat
guru tidak ada. Hal tersebut menjadikan pengamalan PKn
dirasakan belum sempurna membentuk karakter sisiwa” (Sri
Atmini, Guru SD).

Kurangnya penerapan pada kehidupan sehari-hari pada diri siswa


dikarenakan banyak faktor diantaranya adalah kebiasaan pada pelajaran Pkn yang
hanya mengedepankan kurikulum tanpa memperdulikan implementasi-
implementasi pada kehidupan sehari-hari pada diri siswa. Dan peserta didik hanya
diberi dokrin-doktrin tanpa diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya
atau pemikirannya dalam apa yang sedang dibahas saat itu.

Penting bagi guru PKn untuk memahami bagaimana menentukan dan


mendesain model pembelajaran yang mapu mengembangkan pengetahuan dan
wawasan kewarganegaraan (civic knowledge). Atau dengan kata lain bagaimana
merancang pendekatan, strategi, metode, maupun teknik yang dapat
mengembangkan ranah kognitif siswa.

Pembelajaran untuk mengembangkan pengetahuan dalam pembelajaran


IPS pada umumnya seringkali dirasakan membosankan bagi siswa, sebab guru
seringkali menanamkan kemampuan untuk mengingat (pengetahuan) dengan
metode ceramah. Pembelajaran ranah kognitif pada umumnya didominasi oleh
ceramah atau pemberian informasi tunggal dari guru. Guru PKn juga terjebak
pada model pembelajaran demikian untuk ranah kognitif. Menjadi kebiasaan guru
untuk bertindak sebagai pemberi informasi, mengembangkan budaya hafalan
(Suwarma, 2007).

Pembelajaran PKn diwarnai kuat oleh orientasi pada pencapaian target


kurikulum. Menjadikan belajar PKn terpusat pada satu arah dan kurang
memberikan kesempatan aktif siswa untuk berpikir. Membelajarkan ranah
kognitif dengan cara memberi banyak informasi konsep-konsep PKn. Akibatnya
mata pelajaran PKn oleh siswa cenderung dianggap sebagai pelajaran hafalan bagi
siswa. Model pembelajaran PKn harus disesuaikan dengan tujuan mata pelajaran
Pkn, yaitu agar siswa mampu nerpikir secara kritis, rasional, dan kreatif;
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas;
berkembang secar positif dan demokratis dan mapu berinteraksi dalam hubungan
antar warga (Winarno, 2014). Jika menganalisis tujuan diatas, maka mempertegas
pemahaman kita bahwa hakikat pembelajaran Pkn adalah wahan penegmbangan
berpikir kritis , artinya pembelajaran dimaknai sebagai proses pengembangan
berpikir kritis peserta didik, bukan pembelajaran yang bersifat hafalan.
KESIMPULAN

Dari hasil wawancara tersebut saya menyimpulkan bahwa penerapan


PKn belum menjangkau keseluruan dan mendarah daging dalam diri seseorang.
Masih perlunya contoh-contoh konkrit pengamalan yang dapat disampaikan guru
kepada siswa agar sisiwa paham akan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang guru PKn jangan hanya memberi pelajaran secara deskriptif dengan
metode ceramah dan ceramah tatapi guru PKn harus membri kesempatan peserta
didknya untuk berpikir kritis sebagai pembelajaran yang mengarah pada ranah
politik.

Penting juga bagi seorang guru dan masyarakat dalam membentuk


karakter seorang anak menjadi seorag manusia yang susila. Sehingga karakter
tersebut bisa melekat dalam diri seorang anak yang merupakan harapan bangasa
dan Pkn dapat menjadi pembentuk karakter bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Asy’arie, Musa. 2005. NKRI, Budaya Politik dan Pendidikan. Yogyakarta:


LESFI.

Cholisin, 2000. Reorientasi dan Rekonstruksi Paradigma Lama Pendidikan


Kewarganegaraan Menuju Indonesia Baru. Dalam jurnal Cakrawala
Pendidikan FIS Universitas Negeri Yogyakarta, Th XIX, No 4.

http://merlitafutriana0.blogspot.co.id/p/wawancara.html, (diunduh 9 November


2015).

http://microdata.worldbank.org/index.php/catalog/1806/download/28751,
(diunduh 9 November 2015).

Jakni, 2014. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Bandung:


ALFABETA.

Laning, Vina Dwi. 2008. Kenakalan Remaja dan Penangggulangannya. Klaten:


Cempaka Putih.

Suwarma al Muchtar, dkk. 2006. Strategi Pembelajaran PKn, Modul. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Winarno, 2014. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan


Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara.
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MENJADI PEMBENTUK KARAKTER
BANGSA

Disusun Oleh :

Nama : Rullyka Octaviani


NIM : K6415051
Prodi :PPKn
Fakultas :FKIP

Anda mungkin juga menyukai