Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hakikat dasar dari pendidikan Islam dan pendidikan ruhani adalah penciptaan
karakter anak yang Islami. Proses pembentukan karakter Islami itu sesungguhnya
adalah penumbuhan kehidupan yang disadari memiliki hubungan langsung dengan
sang Khaliq. Penyadaran dan kesadaran adanya koneksi langsung antara makhluk
dengan Khaliq dipastikan menjadikan anak akan memiliki karakter yang mulia.

Menurut Vigotskyl, aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui
interaksi dengan orang lain. Pembelajaran yang berkarakter akan menjadi pengalaman
yang bermakna bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu (baik itu merubah atau
mengikuti) atas lingkungannya. Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan
Islam, dan sebagai penanda bahwa seorang itu layak atau tidak layak disebut manusia,
dan pendidikan karakter itu adalah tugas semua orang.[1]

Karakter anak harus dibentuk sejak anak usia dini. Tujuannya dari pembentukan
karakter ini agar anak memiliki kepribadian yang baik sehingga ketika anak sudah
menginjak dewasa maka ia akan menjadi anak yang shaleh maupun shalehah sehingga
akan bisa memberikan manfaat yang untuk sesama. Tanpa proses pemberian
pengasuhan dan pendidikan yang benar, mustahil untuk mencetak anak yang
berkarakter.

Dengan pembentukan karakter anak secara islami diharapkan dapat memecahkan


permasalahan-permasalahan penyimpangan perilaku pada anak, terlebih di era modern
ini media-media yang dapat menimbulkan permasalahan penyimpangan pada anak
semakin banyak, maka dari itu penulis berinisiatif untuk mengangkat topik
“Pembentukan Karakter Anak Usia Dini Berbasis Islami” sebagai topik makalah.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan tersebut, maka rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Konsep seperti apakah yang cocok dalam pembentukan karakter anak berbasis
islami?
b. Bagaimana cara pembentukan karakter berbasis islami pada anak usia dini?

1.3. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada rumusan masalah yang telah disusun tersebut maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendeskripsikan konsep pembentukan karakter berbasis islami pada anak


usia dini.
b. Untuk menganalisis cara pembentukan karakter anak usia dini yang berbasis
islami.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat dijadikan bacaaan di perpusatakaan.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi mengenai pembentukan
karakter pada anak usia dini.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai mpedoman mengenai pembentukan
karakter anak pada usia dini berbasis islami.
b. Penelitian ini dapat dijadikan solusi atas permasalahan karakter anak yang
tidak sesuai menurut agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Pembentukan Karakter Anak Berbasis Islami

Karakter anak berbasis islami harus dibentuk atau dididik sejak anak usia dini.
Tujuannya dari pembentukan karakter ini agar anak memiliki kepribadian yang baik
sehingga ketika anak sudah menginjak dewasa maka ia akan menjadi anak yang shaleh
maupun shalehah sehingga akan bisa memberikan manfaat untuk sesama. Tanpa proses
pemberian pengasuhan dan pendidikan yang benar, mustahil untuk mencetak anak
yang berkarakter.

Pendidikan karakter ini merupakan segala upaya yang dilakukan oleh pendidik
untuk mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan berperilaku yang membantu anak untuk
hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu
mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan, karakter juga
dapat di istilahkan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain.

Menurut William Kilpatrick, dalam pendidikan karakter ada tiga komponen


karakter baik yang harus dikembangkan dan merupakan ciri khas dari pendidikan
karakter, yaitu pertama, moral knowing atau pengetahuan tentang moral, yaitu
merupakan kesadaran tentang moral (moral awarenes), pengetahuan tentang nilai-nilai
moral (knowing moral value), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika
moral (moral reasoning), keberanian mengambil dan menentukan sikap (decision
making), dan pengenalan diri (self knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah
kognitif mereka. Kedua, Moral feeling, yaitu merupakan penguatan aspek emosi siswa
untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk
sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience),
percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta
kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati
(humility). Ketiga, moral Action, yaitu merupakan perbuatan atau tindakan moral yang
merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa
yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat
tiga aspek lain dari karakter, yaitu: kompetisi (competence), keinginan (will), dan
kebiasaan (habit).[8]

Menurut T. Lickona, E. Schaps dan C. lewis (2003), pendidikan karakter harus


didasarkan pada sebelas prinsip berikut ini:

1 Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.


2 Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran,
perasaan dan perilaku.
3 Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun
karakter.
4 Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5 Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik.
6 Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka
untuk sukses.
7 Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para siswa.
8 Mengfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk mendidik karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.
9 Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun
inisiatif pendidikan karakter.
10 Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter.
11 Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru karakter, dan
manesfetasi karakter positif dalam kehidupan siswa.[9]
Dalam pendidikan karakter, anak didik memang sengaja dibangun karakternya
agar mempunyai nilai-nilai kebaikan sekaligus mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari, baik itu kepada Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, sesama manusia,
serta lingkungan sekitar. Pendidikan anak dapat dimulai dari Pesantren atau sekolah
sebagai tempat pembinaan sekaligus pemberdayaan karakter anak. Karena dengan
moral dan etika yang baik akan membentuk anak sebagai pribadi yang berkarakter baik.

2.2. Cara Pembentukan Karakter Berbasis Islami Pada Anak Usia Dini

Anak yang berkarakter tentunya memiliki parameter dan nilai standarisasi


meskipun pointnya bisa saja berbeda tergantung dari kemampuan yang dimiliki
anak. Hal yang terbaik untuk digunakan sebagai parameter adalah tentunya
pembentukan karakter anak yang berwawasan Islam. Dalam Islam sendiri mengatur
tentang bagaimana cara membentuk karakter anak. Banyak acuan dan kisah-kisah yang
bisa dijadikan media pembelajaran untuk membentuk karakter anak.

Dalam Al-Quran ataupun Sunnah Nabi banyak di jabarkan bagaimana cara


membentuk dan mendidik anak sehingga anak bisa menjadi anak yang
berkarakter. Karena pembentukan anak yang berkarakter mustahil dilakukan jika tidak
ada contoh riil yang bisa dijadikan uswah atau teladan bagi anak. Teladan ini menjadi
penting karena anak juga memerlukan figur sehingga ia akan mengikuti jalan yang
pernah dilakukan oleh figur tersebut. Cara pembentukan karakter berbasis islami pada
anak usia dini adalah dengan membentuk:

1. Pola Pengasuhan (Hadanah)

Karakter anak bisa dibentuk jika menggunakan pola pengasuhan yang


benar. Anak-anak memiliki tahap-tahapan usia dan dalam tahapan usia tersebut
tentunya anak juga memerlukan perlakuan yang berbeda. Cara mendidik anak ini akan
bisa optimal jika disesuaikan dengan usia anak. Anak usia dini tentunya memerlukan
kasih sayang yang cukup bila dibandingkan mendidik anak yang sudah memasuki usia
dewasa. Penerapan ketegasan antara anak-anak akan berbeda dengan anak usia
dewasa.

2. Suri Tauladan

Teladan sangat penting dalam proses pendidikan anak. Karena memang biasanya
anak hanya akan meniru apa yang ada disekitarnya dan apa yang diajarkan
kepadanya. Pembentukan karakter ini akan menjadi berat manakala tidak ada figur
yang bisa dijadikan contoh terutama orang tua. Orang tua merupakan contoh teladan
terdekat anak. Sedangkan orang tua hendaknya mengikuti teladan terbaik yaitu Nabi
Muhammad. Maka untuk membantu keberhasilan dalam pembentukan karakter anak
hendaknya orang tua tidak memberikan teladan yang buruk di depan anak.

3. Rangsangan dan Ancaman

Rangsangan dan ancaman hendaknya diajarkan kepada anak sehingga anak akan
memiliki motivasi ketika beraktivitas. Pengenalan ancaman dan rangsangan ini bisa
diajarkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan berpikir anak. Dengan pemberian
rangsangan maka anak akan termotivasi untuk berbuat kebaikan. Sedangkan
pendidikan ancaman maka anak akan belajar untuk menjauhi dan tidak melakukan
perbuatan buruk.

4. Kisah Teladan

Cerita merupakan kisah yang bisa memberikan nilai pendidikan untuk anak. Anak
akan bisa menangkap maksud dari cerita yang di sampaikan tanpa ada kesan menggurui
kepada anak. Agar nilai pendidikan bisa diserap anak maka sempatkanlah mendidik
anak dengan membacakan kisah-kisah inspiratif untuk anak. Banyak cerita yang bisa
kita sampaikan kepada anak baik itu kisah yang ada dalam Al-Qur’an ataupun cerita
tentang Nabi dan sahabat-sahabatnya.

5. Dialog
Komunikasi antara orang tua dengan anak sangat penting untuk dilakukan. Untuk
anak usia dini, dialog yang baik akan bisa merangsang kemampuan bahasa anak.
Dengan dialog dan komunikasi yang baik kepada anak juga akan mendekatkan
hubungan orang tua dengan anak. Dialog yang baik akan menuntun anak dalam
memahami karakter yang akan menjadi kepribadiannya. Maka tak heran dengan bahasa
dialog kita akan bisa menebak seseorang darimana dia berasal. Dialog orang jawa
tentunya juga akan berbeda dengan cara dialog orang batak.

6. Latihan Pengamalan

Sebuah teori ataupun pendidikan yang diberikan kepada anak juga harus diberikan
contoh dalam pengamalan. Dengan melakukan aktivitas riil maka akan bisa membekas
dalam ingatan anak sehingga tidak hanya sekedar retorika belaka yang tidak akan
melekat dalam ingatan anak. Banyak contoh-contoh pengamalan sederhana yang bisa
berikan. Misalnya tentang sedekah kepada pengemis, mencuci baju sendiri, menengok
orang atau teman sakit dan masih banyak lagi contoh yang lain.

7. Lingkungan yang Mendukung

Lingkungan merupakan pembentuk karakter anak yang cukup ampuh. Karakter


anak sangat bisa dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Teman bermain adalah
magnet yang sangat kuat untuk anak meniru. Oleh karena itu agar anak memiliki
karakter yang baik dibutuhkan lingkungan yang baik pula.[10]

Selain itu sekolah juga memiliki peran yang penting sebagai pendidikan formal
yang diterima oleh anak, sekolah mengajarkan segala bentuk pendidikan akademik
maupun non akademik melalui guru. Disini peran guru bukan sekedar memberikan
pelajaran kepada peserta didik. Tapi lebih dari itu guru bertanggung jawab membentuk
karakter peserta didik sehingga menjadi generasi yang cerdas, shaleh dan terampil
dalam menjalani kehidupannya. Apalagi sekarang ini kehadiran guru semakin nyata
menggantikan sebagian besar peran orang tua yang notabene adalah pengemban utama
amanah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berbagai sebab dan alasan, orang tua telah
menyerahkan bulat-bulat tugas dan tanggung jawabnya kepada guru disekolah dengan
berbagai keterbatasannya.

Pada prinsipnya pembentukan karakter anak berhasil dan berjalan dengan lancar
jika dilakukan secara benar dan menggunakan media yang tepat. Pendidikan karakter
dilakukan setidaknya melalui berbagai media, yang diantaranya mencakup keluarga,
satuan pendidikan, serta lingkungan yang baik. Dan untuk membantu suksesnya
pembentuan karakter anak maka doa merupakan senjata yang ampuh yang wajib
digunakan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan

Berdasarkan pada pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat


disimpulkan beberapa hal penting berikut ini :

1 Konsep pembentukan karakter anak berbasis islami sangatlah diperlukan guna


untuk membentuk karakter anak yang berakhlak baik yang sesuai diharapkan
oleh kedua orang tuanya. Menurut William Kilpatrick, pendidikan karakter
terdiri dari tiga komponen karakter baik yang harus dikembangkan dalam
pendidikan karakter, yaitu: moral knowing, Moral feeling, dan moral Action.
2 Dalam Al-Quran maupun Sunnah Nabi banyak di jabarkan bagaimana cara
membentuk dan mendidik anak sehingga anak bisa menjadi anak yang
berkarakter diantaranya dengan membentuk: pola pengasuhan (Hadanah), suri
tauladan, rangsangan dan ancaman, kisah teladan, dialog, latihan pengalaman,
dan lingkungan yang mendukung.

3.2. Saran

Dengan telah tersusunya makalah ini, pembaca disarankan apabila ingin melakukan
pengkajian terhadap pembentukan karakter anak untuk menjadikan makalah ini sebagai
referensi. Selain itu bagi pembaca yang akan melakukan penelitian serupa disarankan
agar menjadikan makalah ini sebagai bahan acuan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Darmuin, Konsep Dasar Pendidikan Karakter Taman Kanak-kanak, Semarang:


Pustaka Zaman, 2013.

Elmubarok, Zaim, Membumikan Pendidikan Nilai, Bandung: CV Alfabeta, 2008.

Harapan, Agung, Kamus Cerdas Bahasa Indonesia Terbaru,Surabaya: CV Agung


Harapan, 2003.

Sunarti, Euis, Menggali Kekuatan Cerita, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005.

Ulwan, Nasih, Pendidikan Anak dalam Islam, Terjemahan Jamaludin Miri, Cet. III,
Jakarta: Pustaka Amani, 2007.

Seto Mulyadi, Seto, Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, Cet.
I, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.

http:www.al-maghribicendekia.com/2013/05/pendidikan-karakter-anak-dalam-
islam.html?m=1, diakses pada Sabtu, 20 Juni 2015.
MAKALAH

MAKALAH PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK USIA


DINI BEBRBASIS ISLAM

Disusun Oleh :
ADITAMA NANANG FAISOL
30601700003

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai