Anda di halaman 1dari 11

HAK SERTA KEWAJIBAN PESERTA DIDIK

MENURUT SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Redmon Windu Gumati, M.Ag.

Aku mengadukan salahku kepada guruku


(Imam Waki’) karena kesulitan dalam
mendapatkan ilmu (menghapal). Guruku itu
menasehatiku agar menjauhi perbuatan
maksiat. Waki’ mengatakan bahwa: “Ilmu itu
cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan
diberikan kepada orang yang berbuat
maksiat”.

Imam Syafi’i

A. Pendahuluan

Ilmu pada hakekatnya adalah cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan pada
hamba-Nya yang taa’at kepada-Nya. Oleh karena itu, peserta didik dalam mencari ilmu
perlu kesucian jiwa, Ia perlu melakukan muroqqobah (mendekatkan diri) kepada Allah,
karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugrah dari Allah. Allah lah
yang pada hakekatnya membimbing untuk mendapatkan cahaya-Nya kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an Surat An-Nuur [24] ayat
35:

   


   
   
   
 
   
   
   
   
     
    
   
   
   
Artinya: 35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di
dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-
akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh
tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi,
walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.

[1039] Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu
lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya,
biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.

[1040] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat


sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari
akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan
minyak yang baik. (Departtemen Agama RI, 2006: 495).

Untuk mendapatkan ilmu dilakukan melalui sebuah proses belajar kepada guru
(untuk selanjutnya disebut dengan pendidik). Hal ini mengandung makna bahwa
seorang peserta didik yang sedang mencari ilmu memerlukan pertolongan dan
bimbingan dari seorang pendidik. Peserta didik tidak boleh dibiarkan begitu saja untuk
tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Seorang peserta didik yang dibiarkan
tumbuh dengan sendirinya cenderung untuk bertindak sesuai dengan apa yang
dianggapnya benar, walau hal tersebut sebenarnya keliru.

Bertitik tolak dari alasan tersebut di atas, maka diperlukan etika pergaulan yang
baik yang harus dilakukan oleh seorang peserta didik. Baik etika dalam muroqqobah
(mendekatkan diri) kepada kholik, dan etika mushohibah (bergaul) dengan makhluk.
Etika dalam muroqqobah (mendekatkan diri) kepada kholik konsekwensinya dengan
melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya.
Sedangkan etika mushohibah (bergaul) dengan makhluk konsekwensinya melalui
kegiatan-kegiatan ibadah, muamalah, dan akhlak yang baik (akhlakul karimah).

B. Pengertian Hak dan Kewajiban


Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai Hak Dan Kewajiban Pendidik
Menurut Sistem Pendidikan Islam serta Sistem Pendidikan Nasional alangkah baiknya
kalau dibahas dulu arti dari hak dan kewajiban tersebut. Hak adalah kewenangan atau
kekuasaan seseorang dalam melakukan sesuatu hal yang telah ditentukan oleh hukum.
Hal ini sejalan dengan arti hak menurut W. J. S. Poerwadarminta, yaitu: “Hak ialah
kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan aturan, undang-undang dan
sebagainya).”1 Demikian pula Menurut buku Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kata
”hak” diartikan sebagai: “Wewenang atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena
telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya.”2 Ada juga yang
mengartikan “hak” itu sebagai aturan dan segala hal yang mengatur kewenangan atau
kekuasaan seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Bahkan dalam Kamus Ilmiah
Populer “hak” diartikan sebagai: “sebagai yang benar dan tetap; kebenaran; kepunyaan
yang syah”.3

Secara morpologi kata kewajiban berasal dari bahasa Arab “wajib”, yang berarti
“mesti dilakukan”. Sehingga, kalau kita merujuk kepada istilah Fiqih, kata “wajib”
diartikan sebagai sesuatu yang apabila dilakukan mendapatkan pahala dan apabila tidak
dilakukan berdosa. Sehingga perbuatan wajib berarti perbuatan yang mesti dilakukan
dan ia akan mendapatkan pahala, sebaliknya kalau perbuatan tersebut tidak dilakukan,
ia melakukan dosa.4

Menurut W. J. S. Poerwadarminta Kata “kewajiban” berasal dari kata wajib, yang


berarti mesti dilakukan, pekerjaan atau perintah yang harus dilakukan.5 Bahkan dalam
buku Kamus Ilmiah Populer dengan tengas diartikan kewajiban itu dengan “perkara
yang mesti diikuti (tidak boleh tidak)”.6 Hal senada juga terdapat dalam arti kewajiban
menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan

1
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Van Hoep, 1984: 339).
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: 2001:
382).
3
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: T.t., 211).
4
Said Sabiq, Fiqih Sunnah, (Riyad: Maktabah Islamiyah, 1995).
5
Lihat W. J. S. Poerwadarminta, Op. Cit, hal, 145.
6
Pius A. Partanto dan M. Dahlan, Op. Cit., hal, 781.
Republik Indonesia yang mengartikan kewajiban dengan “sesuatu yang harus
dilaksanakan”.7

Berdasarkan statemen di atas hak peserta didik adalah wewenang dan


kekuasaan peserta didik dalam melakukan sesuatu (kegiatan belajar) yang telah
ditentukan oleh undang-uundang, aturan, dan segala hal yang mengatur tentang hak
tersebut. Sedangkan kewajiban peserta didik adalah perkara yang mesti dilakukan atau
dilaksanakan oleh peserta didik, baik perupa perintah atau hal-hal lain yang
berhubungan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan, serta yang harus ditinggalkan
sebagai seorang peserta didik.

C. Definisi Peserta Didik

Untuk mempertegas pembahasan kita tentang Hak Dan Kewajiban Pendidik


Menurut Sistem Pendidikan Islam serta Sistem Pendidikan Nasional alangkah baiknya
kalau dibahas juga arti dari peserta didik dalam tulisan ini.

Istilah “peserta didik” dipakai oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003


tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, untuk menunjukan orang yang
mengikuti suatu pendidikan pada jengjang tertentu, baik pada tingkat anak-anak sampai
dewasa. Istilah “peserta didik” ini dipakai karena merupakan istilah yang memiliki
konotasi lebih umum, dibandingkan dengan istilah lain, semisal: murid, siswa, atau
anak didik.

Dalam sistem pendidikan islam istilah “peserta didik” sering digunakan terutama
dengan menggunakan istilah—istilah lain yang sepadan, terutama dengan
menggunakan istilah-istilah sebagai berukut:

1. Murid
Istilah “murid” berasal dari bahasa Arab, yaitu: arada, yuridu, iradatan, muridan,
yang artinya: menginginkan (the willer). Istilah “muridan” yang mengandung arti
Maha Menghendaki menjadi salah satu sifat Allah.8 Definisi ini dapat dipahami
karena seorang murid adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu

7
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Op. Cit., hal. 126.
8
Sayyid Khaim Husyain An-Naqawi, 1992, hal, 235.
pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal
kehidupannya agar bahagia di dunia dan diakherat dengan jalan belajar dengan
sungguh-sungguh. Istilah “murid” banyak digunakan dalam terminologi ilmu Tasauf,
yaitu sebagai orang yang belajar mendalami ilmu tasauf kepada seorang guru yang
disebut syeikh atau Mursyid.9 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata murid”
diartikan “Orang (anak) yang sedang berguru (belajar atau sekolah)”.10

2. At-Tilmid
Kata “At-Tilmid” adalah isimun jimsiyyah (kata benda) yang mengandung arti
“pelajar”. Dalam penggunaan bahasa Arab kata at-tilmid ini digunakan untuk
menunjuk kepada murid yang belajar di madrasah (sekolah).
3. Al-Mudaris
Kata “Al-Mudaris” berasal dari bahasa Arab, yaitu: daarosa, yudaarisu, mudarisan,
yang artinya: orang yang mempelajari sesuatu. Kelihatannya penggunaan kata “al-
mudaris” ini dekat dengan kata “madrasah” (sekolah), dan seharusnya digunakan
untuk arti pelajar pada suatu mmadrasah (sekolah), namun dalam prakteknya tidak
demikian.
4. At-Thalib
Kata “At-Thalib” berasal dari bahasa Arab, yaitu: thalaba, yathlubu, tholiban, yang
artinya: orang yang mencari sesuatu. Penggunaan kata ini dapat dipahami oleh
karena seorang pelajar adalah orang yang sedang mencari ilmu pengetahuan,
keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal kehidupannya
agar bahagia di dunia dan diakherat. Kata “Thalib” sering digunakan untuk
menunjukan orang yang belajar diperguruan tinggi atau mahasiswa.11 Menurut
Nana Saodih Sukmadinata, Istilah “At-Thalib” lebih bersifat aktif, mandiri, kratif dan
sedikit tergantung kepada guru. Istilah “At-Thalib” dalam beberapa hal dapat
meringkas, mengkritik, dan menambahkan informasi yang disampaikan oleh

9
Lihat Abdurrahman Al-Kholiq, 1986, hal, 316.
10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Op. Cit., Hal, 765
11
Lihat Abudin Nata, Filsafat Pendidikan islam, (Jakarta: PT. Rajawali Pres, 1954), hal, 50. Lebih lanjut menurut
Abudin Nata bahwa penggunaan istilah Thalib untuk mahasiswa sudah memiliki bekal untuk mencari,
menggali, dan mendalami bidang keilmuan yang diminatinya dengan cara membaca, mengamati, memilih
bahan-bahan bacaan, seperti buku, majalah, surat kabar, dan bahan bacaan lainnya. Bahan-bahan bacaan
tersebut untuk selanjutnya ditelaah kemudian dituangkan dalam berbagai karya ilmiah.
guru/dosen.12 Mengutif pendapatnya Imam Al-Ghozali yang mengatakan: istilah At-
Thalib bukan ditujukan kepada anak-anak yang belum dapat berdiri sendiri dan
mencari sesuatu, melainkan ditujukan kepada orang yang memiliki keahlian,
manfaat bagi dirinya. At-Tholib adalah seorang yang sudah mencapai usia dewasa
dan telah dapat bekerja dengan baik dengan menggunakan akal pikirannya. Ia
adalah seseorang yang sudah dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam
melaksanakan kewajiban agama yang dibebankan kepadanya sebagai fardu ‘ain.13
Dalam kontek ini seorang At-tholib adalah manusia yang telah memiliki
kesanggupan memilih jalan kehidupan dan menemukan apa yang dinilainya baik.
5. Al-Muta’alim
Kata “Al-muta’alim” berasal dari bahasa Arab, yaitu: allama, yu’allimu, ta’liman,
yang artinya: orang yang mencari ilmu pengetahuan. Istilah “Al-muta’alim” ini
merupakan istilah yang populer digunakan dalam karya-karya ilmiah para ahli
pendidikan muslim.14
D. Hak dan Kewajiban Peserta Didik Menurut Sistem Pendidikan Islam

Hak dan Kewajiban peserta didik menurut sistem pendidikan islam tercermin
dalam hubungan proses pendidikan, yang didalamnya ada peserta diidik, pendidik,
lembaga pendidikan, kurikulum, dan lain-lainnya, yang tidak hanya tertuju pada satu
aspek, tetapi meliputi seluruh aspek hubungan, sehingga hak dan kewajiban peserta
didik dapat tercapai.15 Hak peserta didik meliputi:

12
Nana Saodih Sukmadinata, 1997, hal, 196.
13
Dalam kontek ini seorang At-tholib adalah manusia yang telah memiliki kesanggupan memilih jalan
kehidupan dan menemukan apa yang dinilainya baik. Abudin Nata, hal, 151.
14
Istilah “al-muta’alim bukan saja merupakan istilah yang digunakan oleh para ulama dan ahli
pendidikan islam saja tetapi merupakan istilah yang digunakan dalam Al-Qur’an dan al-Hadist. Misalnya saja
terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] ayat 31, yang berbunyi:
    
   
   
  
Artinya: 31. dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Dan juga terdapat dalam al-Hadist sebagai berikut:

Artinya: Telah berkata Hisam bin ‘Umar, telah berkata Shidqoh bin Kholid, telah berkata ‘Ustman bin abi
‘Atikah, dari ‘Ali bin Yazid, dari Qosim, dari Abi Umamah ia berkata, Rasulullah Saw bersabda .... (H. R. Ibnu
Majah). Lihat Burhanudin al-Zarmuziy, 1962, hal, 13.
15
Muhammad Athiyah Al-Abrasi, 1989, hal 72.
1. Peserta didik berhhak untuk memperoleh kemudahan dalam pasilitas pendidikan
agar proses belajar mengajar dapat berlangsung lebih mudah setiap saat, dan
berhak untuk memperoleh kesempatan belajar, tampa harus dibedakan antara
mereka yang kaya dengan yang miskin, sehingga peserta didik mendapatkan
pelayanan secara wajar.
2. Peserta didik berhak dipenuhinya segala kebutuhan jasmani dan rohani.
Terpenuhinya kebutuhan materil dan moril. Dalam sistem pendidikan islam
kebutuhan materil meliputi: kebutuhan dhoruri, tahsini, dan takmili. Sedangkan
kebutuhan moril meliputi: kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, harga diri, rasa
bebas, dan bimbingan.16

Sedanggkan kewajiban peserta didik dalam sistem pendidikan islam, para


sarjana muslim berbeda-beda, menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasi kewajiban
peserta didik meliputi:

1. Wajib mensucikan hatii dari sifat kehinaan;


2. Wajib menghiasi jiwa dengan kemuliaan dan dekat dengan Allah;
3. Belajar terus-menerus;
4. Konsentrasi diri pada seorang guru yang mantap;
5. Menghormati dan memuliakan diri karena Allah;
6. Menyenangkan bagi guru;
7. Jangan mencari kesalahan guru;
8. Belajar dengan sungguh-sungguh;
9. Memulai salam ketika bertemu dengan guru;
10. Menciptakan suasana kecintaan dan kesenangan diantara muris;
11. Mengulangi pelajaran di malam hari;
12. Tidak merehmekan ilmu pengetahuan apapun macamnya.17

Sedangkan menurut Iman Al-Ghozali kewajiban peserta didik ada sepuluh, yaitu:

1. Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlak tercela;


2. Menyedikitkan hubungan dengan kesibukan dunia;
3. Tidak sombong karena ilmu dan tidak menentang guru;
4. Memelihara pendapat yang berbedda-beda;
5. Tidak meninggalkan satu bagian dari ilmu-ilmu yang terpuji, dan lebih
mengutamakan ilmu yang lebih penting;
6. Belajar secara tertib dan teratur;
7. Tidak berpindah sebelum menguasai ilmu tersebut;

16
Ramayulis, 1990, hal, 54.
17
Muhammad Athiyah Al-Abrasi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, A. Ghani (Penterjemah),
(Jkarata: Bulan Bintang, 1993), hal 73-75.
8. Mengetahui sebab-sebab yang dapat mengetahui semulia—mulia ilmu, baik dalam
dalil maupun dalam buahnya ilmu;
9. Bertujuan untuk menghiasi dan mengindahkan batin dengan keutamaan;
10. Mengetahui kaitan ilmu dengan umumnya.18

Jika diteliti, pendapat Muhammad Athiyah Al-Abrasi memiliki persamaan


dengan pendapat Imam Al-ghozali tentang kewajiban peserta didik, substansi mereka
berkisar pada tiga orientasi, yaitu: kualitas dan kesucian hati, proses dan penguasaan
ilmu pengetahuan, serta beramal dan berakhlak mulia.

E. Hak dan Kewajiban Peserta Didik Menurut Sistem Pendidikan Nasional

Hak dan Kewajiban peserta didik menurut sistem pendidikan nasional diatur
secara khusus (lex specialis) dalam Pasal 12 ayat 4 Undang-undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (disingkat menjadi Undang-
undang Sindiknas). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa hak peserta didik meliputi:

1. Hak untuk mendapatkan pengajaran agama sesuai dengan agama yang dianut dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama;
2. Hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya;
3. Hak untuk mendapat beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak
mampu membiayai pendidikan;
4. Hak untuk dapat pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan
lain yang setara;
5. Hak untuk menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar
masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

Sedanggkan kewajiban peserta didik dalam Pasal 12 ayat 4 Undang-undang


Nomor 20 tahun 2003 tentang Undang-undang Sindiknas meliputi:

1. Peserta didik wajib menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin


keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

18
Dalam Zuhairini, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal, 149-
164.
2. Peserta didik wajib ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali
bagi peserta didik yang dibebaskan kewajibannya tersebut sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.19

Dalam penjelasan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang


Undang-undang Sindiknas tersbut dijelaskan bahwa peserta didik berhak untuk
mendapatkan pengajaran agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama, berkonsekwensi sekolah-sekolah dimana ada peserta didiknya
yang memeluk sebuah agama, maka sekolah tersebut wajib menyediakan pendidik
(guru) yang seagama dan mengajarkan pendidikan agama kepada peserta tersebut.
Contoh: pada sebuah madrasah aliyah ada siswa yang beragama kristen bersekolah
disana,maka madrasah aliyah tersebut wajib menyediakan guru yang beragama dan
mengajarjan agama kristen. Demikian pula jika pada sebuah sekolah jending/kristen ada
siswa yang beraga islam bersekolah di sana, maka sekolah jending/kristen tersebut
wajib menyediakan guru yang beraga dan mengajarkan agama islam.

Adapun hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,


minat dan kemampuan pesrta didik; hak untuk mendapat beasiswa bagi yang
berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikan; hak untuk dapat
pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara; serta
hak untuk menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-
masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan, merupakan
upaya untuk membangun peradaban dan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang
bermartabat. Lebih lanjut merupakan upaya untuk mengembangkan potensi dan
kemampuan serta membentuk watak peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara historis eksistensi Hak dan Kewajiban peserta didik, menurut Pasal 12
ayat 4 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Undang-undang Sindiknas,
merupakan “revisi” dari Undang-undang Nomor 2 tahun 1989, yang menjelaskan bahwa
peserta didik itu mesti dikembangkan daya nalar dan daya intelektualnya. Sedangkan
19
Depdiknas, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: fokus media, 2006, hal, 8-9.
menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yang harus dikembangkan pada
peserta didikitu bukan hanyadaya nalar dan daya intelektualnya, tetapi juga seluruh
potensi yang dimiliinya. Semisal daya emosional, daya sosial dan daya spiritual. Adanya
“revisi” terhadap sebuah undang-undang merupakan hal yang wajar, karena hakekat
lahirnya sebuah undang-undang adalah untuk mengatur setiap hal yang menyangkut
kehidupan umum. Disampi itu, adanya “revisi” diperlukan untuk menjawab tantangan
jaman yang berubah, apalagi kalau kita bicara tentang kehidupan yang pareatif dan
kompetitif.

F. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hak peserta didik
menurut sistem pendidikan islam memliki substnsi yang sama dengan hak peserta didik
menurut sistem pendidikan nasional, secara garis besarnya meliputi tiga aspek, yaitu:
(1). Peserta didik berhak mendapatkan pengajarran sebaik-baiknya; (2). Peserta didik
berhak mendapatkan pasilitas pendidikan sebagaimana mestinya; dan (3) Peserta didik
berhak mendapatkan pelayanan pengajaran yang sama dan mendapatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan uuntuk hidup.
Begitu pula dengan kewajiban peserta didik menurut sistem pendidikan islam
memliki substnsi yang sama dengan kewajiban peserta didik menurut sistem pendidikan
nasional, dapat disimpulkan memiliki tiga aspek, yaitu: (1). Peserta didik wajib menjaga
kualuitas dan kesucian hati; (2). Peserta didik wajib menguasai ilmu pengetahun dan
keterampilan yang diajarkan; dan (3). Peserta didik wajib menyebarkan dan
mengamalkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dilmilikinya, baik untuk
didirinya sendiri, maupun untuk masyarakat.
G. Daftar Bacaan

Al-Abrasi, Muhammad Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, A. Ghani


(Penterjemah), (Jkarata: Bulan Bintang, 1993)
An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Heri Noer Ali
(Penterjemah), (Bandung: CV> Diponegoro, 1992), hal. 23.
DEPDIKBUD, Kurikulum Pendidikan Tenagga Pendidikan Sekolah Mennengah, Program S1,
Buku I: Ketentuan Pokok, (Jkarta: Proyek Pembinaan Kependidikan Pendidik
Tinggi, 1993).
Roesyam, Tabrani, Peningkatan Kkemempuan Guru Pendidikan dasar, (Bandung: Bina
Budaya, 1993).
Semiawan, Conny, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, Petunjuk Bagi
guru dan Orang Tua, (Jkarta: PT. Gramedia, 1987)
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rinekka Cipta, 1990).
Soeryabrata, Soemardi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pres, 1990).
Sulaiman, Hasan, Alam Pikiran Al-Qur’an Menuju Pendidikan dan Ilmu, Herri Noer
(Penterjemah), (Bandung: CV. Diponegoro, 1986).
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1991).
_______________, Metode Khusus Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991).
Poerwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: CV. Remaja Rosda Karya, 1995).
Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Grasindo, 1991)
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Buni Aksara, 1985).
_______________, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).

Anda mungkin juga menyukai