PENDAHULUAN
salah satu peran lembaga Gereja untuk membina generasi muda bangsa yang
adalah juga generasi muda Gereja agar berperilaku baik dan benar sesuai
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat sesuai dengan ajaran agama
usia dini sangat penting sebagai peletak dasar pembentukan diri. Sebagian
besar pendidik baik guru maupun orang tua kurang menyadari alasan
usia dini yang juga disebut sebagai usia emas (the golden age).
pula kesejahteraan umum dari masyarakat maka anak – anak dan kaum
– bakat fisik, moral dan intelektual mereka secara harmonis , agar mereka
1
untuk berperan secara aktif dalam kehidupan sosial. Melihat dari
yang diharapkan oleh Gereja dimana setiap keluarga dan lembaga Gereja
Salah satu wadah yang ada dalam Gereja Katolik adalah Serikat Kepausan
Anak Misioner atau yang disingkat Sekami. Dalam wadah ini anak – anak
perlu diberikan di semua jenjang pendidikan. Situasi lain yang juga turut
2
degradasi moral bangsa dimulai dari perilaku para pemimpin bangsa, para
usia dini adalah usia emas (the golden age) yang dapat menyerap dan
menyimpan banyak potensi dan pengetahuan. Jika apa yang diterima dan
disimpan itu baik maka suatu saat anak akan memunculkan perilaku baik
dari hati dan pikirannya yang baik, sebaliknya jika anak pada usia dini
hal itu pula yang akan dilakukannya kelak ketika anak telah menjadi orang
dewasa. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Martinis, dkk (2010)
bahwa pendidikan anak usia dini adalah periode yang sangat menentukan
perkembangan dan arah masa depan seorang anak sebab pendidikan yang
dimulai dari usia dini akan membekas dengan baik jika pada masa
menyenangkan.
3
pembelajaran bagi anak usia dini dengan model bermain, sesuai dengan
sekitarnya (Wiyani & Barnawi, 2012). Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi,
maka ada satu tahap perkembangan yang berfungsi kurang baik dan ini tidak
akan terlihat secara nyata segera, melainkan baru kelak bila ia sudah
usia dini yang membangun anak berdasarkan karakter anak yang unik.
Konsep pendidikan anak usia dini menurut Montessori, ialah bahwa anaklah
yang membangun orang dewasa dan bukan orang dewasa yang membangun
anak. Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan yang baik dari orang dewasa
anak untuk pengembangan karakter anak. Hal ini penting sebab otak anak-
anak pada usia ini bersifat penghisap, mente assobente, yang sangat lahap
menyedot model perilaku orang dewasa. Salah satu cara dalam mendidik
anak usia dini adalah keteladanan dari para pembina. Tanpa keteladanan
4
maka sebuah ajaran akan kehilangan otoritasnya sehingga kita dicemooh
oleh anak dan dianggap munafik. Tanpa keteladanan anak akan kecewa,
kehilangan figur, atau anak akan melakukan yang bukan diajarkan, tetapi
mengajar dan mendidik dengan ilmu dan teladan hidup baik yang
sekarang orang tua semakin sibuk bekerja sehingga pendidikan karakter dan
teladan dari orangtua semakin sulit didapatkan anak, maka peran guru
sebagai model pendidik karakter bagi anak semakin vital. Wijanarko (2005)
menyatakan bahwa “kebutuhan akan guru teladan itu semakin kuat, jikalau
orang tua dan guru merupakan contoh paling konkret untuk mengajarkan
maka guru harus benar-benar menjadi cermin bagaimana anak didik belajar
berkarakter yang baik dan benar. Selanjutnya peran orang tua adalah
menjalin kerja sama yang baik dengan guru sehingga tercapai kesamaan
5
Pendidikan karakter membutuhkan guru/ pembina yang
kepada anak untuk berperilaku baik dan benar. Anak sangat membutuhkan
guru yang memiliki relasi hangat dan bersahabat serta mampu memberi
teladan perilaku dalam pengajaran dan cara hidup seorang guru. Intinya
adalah melalui pengajaran dan perilaku hidup guru, anak dapat belajar
karakter religius anak dalam Kub – KUB yang terdapat dalam wilayah
XIV, sebagian besar masih berperilaku yang belum sesuai dengan ajaran
iman Katolik. Anak – anak masih sering mengucapkan kata – kata kotor,
tidak hadir dalam doa – doa mingguan dalam KUB, malas ke Gereja,
berbuat salah, dan lain sebagainya. Berdasarkan kenyataan ini, maka penulis
membantu anak dan orang tua agar dapat meminimalisir sikap – sikap yang
6
1.2 Fokus Masalah
wilayah XIV.
Materdolorosa SoE?”.
manfaat praktis :
a. Manfaat Teoritis
7
b. Manfaat Praktis
8
BAB II
LANDASAN TEORITIS
karena guru belum menjadi model yang dapat ditiru oleh siswa dalam hal
karakter religius.
9
2.2 Konsep
yang yang unggul dan berkepribadian sesuai dengan tujuan hidup manusia.
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
pada masa yang akan datang. Sekolah tidak hanya mencetak generasi
10
cerdas secara kognitif namun perlu juga mengembangkan aspek
tertentu.
yang terjadi dari luar dirinya. Jika pengaruh itu baik maka akan
maka akan berdampak buruk pada perilaku anak. Bahkan perilaku itu
dapat terpola dan sulit untuk dibentuk kembali jika telah menjadi
sebuah kebiasaan dalam diri anak sejak usia dini. Wiyani & Barnawi
berikutnya.
11
dini mengembangkan potensi-potensi dasar tersebut. Pengembangan
terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani
Kurikulum, 2010).
12
menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi
melalui cara pandang, cara pikir dan sikap yang telah terinternalisasi
13
Mengacu pada pokok-pokok pikiran mengenai pendidikan
pola rasa dan pola perilaku yang tercermin dari suatu bangsa. Sebagai
bangsa Indonesia maka karakter sebagai warga negara yang baik harus
14
pembentukan karakter bangsa. Perlu disadari bahwa perwujudan
harus menanamkan pemahaman yang benar kepada anak usia dini dan
Diharapkan bahwa perilaku itu harus dipahami dengan baik dan benar
yang benar, maka perilaku tersebut tidak mempunyai dasar yang kuat.
bangsa Indonesia yang juga warga Gereja. Hal ini menjadi penting
15
yang beragama pun kadang kala hanya terbatas formalitas belaka.
Iman tidak menjadi nyata dalam hidup sehari - hari namun masih
sekolah).
16
Pada dasarnya tiap pribadi memiliki potensi untuk menjadi
pergaulan dunia
17
Kemajuan dunia saat ini ditandai pula dengan meningkatnya
dalam hal ini Gerejaa tau Tripusat pendidikan dapat menjadi wahana
a) Keluarga
18
sedangkan untuk mengembangkan kepribadian anak dibutuhkan
keteladanan melalui tingkah laku yang dapat ditiru anak. Ibu dan
jam per hari, atau kurang dari 30 %. Selebihnya (70 %), peserta
19
didik (anak) berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
berkarakter.
20
adalah kemampuannya dalam menghidupi visi dan inspirasi yang
c) Masyarakat (Gereja)
21
maju akan mendukung sekolah yang ada sehingga anak didik
dalam hal ini orang tua, warga sekitar sekolah, aparat dan instansi
masyarakat.
(Muhtar, 2011).
22
2.3.5 Nilai-nilai Pendidikan Karakter Anak
dikembangkan yaitu :
segenap ciptaan-Nya.
23
mengembalikan buku atau alat tulis ke tempat semula.
yang berkata jujur dan memberi reward atas sikapnya. Anak perlu
24
mengucapkan terima kasih saat menerima sesuatu dan minta maaf
jika telah berbuat salah. Sikap hormat dan santun yang dipelihara
sesungguhnya.
25
membiasakan anak berani tampil di depan kelas, memuji hasil
ini akan sangat membantu anak menjadi percaya diri dan pekerja
kepada orang lain apa yang menjadi hak milik orang lain.
Sikap baik dan rendah hati perlu dimiliki oleh setiap orang yang
Sikap ini perlu ditumbuhkan dalam diri anak agar memiliki hati
26
yang baik dan rendah hati, tidak sombong dan mau bergaul
anak usia dini maka ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan.
(Fakhruddin, 2010).
a) Indoktrinasi
27
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa guru memiliki sejumlah
keutamaan yang dapat ditularkan kepada anak didik. Hal ini dapat
kekerasan.
b) Klarifikasi nilai
isu-isu moral. Karena anak mulai berada pada usia transisi maka
c) Teladan
meniru. Oleh karena itu seorang guru pendidik anak usia dini
28
adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
anak berkarakter dan bermoral baik sejak usia dini dan tetap
karakter sejak usia taman kana-kanak sebagai usia emas (golden age).
pada usia delapan tahun dan 20 % terjadi pada usia dewasa. Hal ini
29
menanamkan nilai-nilai, membangun kesadaran, dan mengembangkan
kecerdasannya.
Menurut Freud dalam Pratisti (2008), masa usia dini harus diberi
landasan yang kuat agar terhindar dari gangguan kepribadian atau pun
asuh pada usia dini, dapat menjadi akumulasi perilaku yang terjadi
harapan.
30
dari empat serikat kepausan Gereja yang berada di bawah naungan
paksa, dan hidup tanpa cinta dan perhatian. Hal ini menumbuhkan rasa
31
Semangat misioner dalam batinnya terus menggema dan
yang haus akan kasih sayang serta perhatian. Baginya, anak adalah
yakni membela hak asasi anak, pewartaan, doa dan semangat misioner
Kitab Suci.
32
the Holy Childhood). Status kepausan yang diberikan ini bertujuan
anak. Atas dasar cinta yang tulus dan rasa berbelaskasih, Mgr.
kasih akan Tuhan Yesus dalam diri anak-anak sejak usia dini. Hal ini
dan menjadi terang bagi sesama dalam mewartakan cinta kasih. Hal
33
2.4.3 Tujuan dan Sasaran
remaja.
mereka.
kalangan anak
34
Sasaran penting yang ingin dicapai Sekami.
Gereja.
anak agar mengenal hidup beriman dan mengenal Allah, membantu anak-
membantu agar anak-anak bukan hanya menjadi obyek binaan tetapi mereka
pun dapat menjadi subyek bina. Mereka bisa menolong diri sendiri dan
orang lain, bahkan agar mereka menjadi rasul kecil, misionaris cilik bagi
sesama anak. Secara sederhana hal itu mereka lakukan lewat kegiatan Doa,
35
Dengan demikian melalui kegiatan Sekami, Gereja sudah
Dan tetap harus disadari bahwa tugas pokok dan utama pendidikan karakter
anak ada dalam keluarga. Keluarga yang adalah seminari kecil atau gereja
mini menjadi ladang untuk anak berkembang secara jasmani dan rohani.
BAB III
METODE PENELITIAN
bagi anak usia dini serta problematika yang terjadi. Berdasarkan analisa
36
Peneltian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di KUB Santa Anna
dan KUB Santo Maximus dalam Wilayah XIV Paroki Santa Maria
agama Katolik.
2) Sebagian besar orang tua dalam KUB-KUB ini adalah orang yang
pertama dan utama bagi anak. Orang tua adalah guru dan teladan
4) Waktu Penelitian
37
Waktu yang dipakai untuk penelitian berlangsung selama 2 bulan
yakni bulan Maret sampai dengan bulan April tahun 2023, sejak
seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jelas
datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis dan
dokumentasi.
sumber datanya.
diperoleh dari wawancara dengan para informan yang telah ditentukan yang
bagi anak – anak di KUB Santa Anna dan KUB Maximus. Sedangkan
38
sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa data hasil wawancara,dan
wawancara yang disusun oleh peneliti untuk menggali informasi dari para
3.4.1 Pembina :
kegiatan Sekami?
kegiatan Sekami?
39
8. Apa tindak lanjut pembina dalam meningkatkan kompetensi
rumah?
40
8. Bagaimana pengaruh pendidikan karakter religius dari pembina
bagi anak?
KUB?
41
9. Faktor-faktor apa saja yang mendukung pelaksanaan pendidikan
religius.
. Pengumpulan Data
42
pengembangan kepribadian dengan kegiatan
3. Wawancara mengenai
penghambat dalam
pelaksanaan Kegiatan
wilayah XIV
sumbangan kasih,
partisipasi di gereja
43
3.5.1 Wawancara
wakil orang tua anak. Dalam metode wawancara ini juga peneliti akan
para Ketua KUB seabanyak 2 (dua) orang yakni Ketua KUB Santa
3.5.2 Observasi
44
yang diteliti dan mencatat secara sistematis terhadap objek penelitian
peneliti.
3.5.3 Dokumentasi
dan anak, untuk melihat nilai-nilai pendidikan karakter anak usia dini
Kub Santa Anna dan KUB Santo Maximus dalam Wilayah XIV.
45
peneliti dalam penelitian ini mempunyai empat komponen yang saling
berkaitan, yaitu :
pengamatan/observasi.
sambil memberi kode. Data dalam penelitian ini akan diberi kode
yang terdiri dari empat digit. Digit pertama yaitu kode rumusan
subjek penelitian.
46
DAFTAR PUSTAKA
Agus Wiboo (2012), Pendidikan Karakter Usia Dini, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Akhmad Muhaimin Azzet (2011), Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia,
Jojgakarta: Ar-Ruzz Media
Andi Muhtar (2011) Pentingnya Pendidikan Karakter Bangsa, disampaikan
dalam Seminar Nasional, Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa
Berbasis Kearifan Lokal, UMM, 30 April 2011
Conny R.Semiawan, dkk. (2007). Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan
Sekolah Dasar, Jakarta: Indeks
Danar Santi, (2009). Pendidikan Anak Usia Dini Antara Teori dan Praktek,
Jakarta: Indeks
47
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003
Kesuma, dkk (2011), Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,
Bandung: Rosda
Doni Koesoema, (2009), Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger, Jakarta:
Grasindo
Fuad Ihsan. (2005), Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta
Furqon Hidayatullah, (2009), Guru Sejati Membangun Insan Berkarakter Kuat,
Surakarta: Yuma Pustaka
Gede Raka, dkk (2011), Pendidikan Karakter di Sekolah: dari Gagasan ke
Tindakan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Hamidi. (2005), Metode Penelitian Kualitatif, Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press
Jarot Wijanarko, (2005), Mendidik Anak Untuk Meningkatkan Kecerdasan
Emosional dan Spiritual, Jakarta: Gramedia
John W. Creswell (2010), Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed,Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Konferensi Wali Gereja Indonesia (2012), Educare: Pentingnya Pendidikan Anak
Usia Dini, Jakarta: Komdik KWI
Lembaga Alkitab Indonesia (2001), Jakarta: Konferensi Waligereja Indonesia
Mahmud Al-khal’awi & Mahmud Said Mursi (2007), Mendidik Anak Dengan
Cerdas, Solo: Insan Kamil
Masnur Muslich (2011), Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara
Moh. Shofwan (2011), makalah di seminar Sosialisasi Living Values UMM,
Malang, 31 Maret 2011
Moleong. (2005), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhamad Nurdin (2004), Kiat Menjadi Guru Profesional, Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Mulyasa (2011), Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara
Oemar Hamalik (2003), Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,
Bandung: PT Bumi Aksara
48
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa 2010-2025.
Puskurbuk (2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Cipta
Jaya
Sam M. Chan & Emzir (2010) Isu-Isu Kritis Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah, Bogor: Ghalia Indonesia
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (2007)
Bandung: Grasindo
Ridwan (20018). (http://eprints.umm.ac.id/diakses tanggal, 2023/02/04, 22.30
WITA
Suryanti, Eny Wahyu, Febi Dwi Widayanti. (2012)
(http://www.researchgate.net/diakses tanggal. 2023/02/04. 22.00
WITA
Unik M. S. (2011). (http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/01/tripusat-
pendidikan/Diakses tanggal, 2023/02/013, 22.00 WIB
Wiwien D. Pratisti. (2008). Psikologi Anak Usia Dini, Jakarta: Indeks
Yeni Rachmawati & Euis Kurniati (2010). Strategi Pengembangan Kreativitas
Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Yuliani Nurani (2009). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol, 15, No. 4, Juli
Yuniar Kiki (2020). (http://lib.unnes.ac.id./diakses tanggal 2023/02/04, 21.10
WITA
49