Anda di halaman 1dari 33

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian

1. Pembentukan Karakter melalui Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pembentukan Karakter

Karakter secara etimologi berasal dari bahasa latin character, yang antara lain
watak, tabiat, sifat, kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. 1 Sedangkan menurut
terminologi karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri
khas sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai yang berhubngan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.2

Kata karakter diambil dari bahasa Inggris character, yang juga berasal dari
bahasa Yunani character. Awalnya kata ini digunakan untuk menandai hal yang
mengesankan dari koin (keeping uang). Kemudian, secara umum istilah character
digunakan untuk mengartikan hal yang berbeda antara satu hal dengan yang lainnya,
dan akhirnya juga digunakan untuk menyebut kesamaan kualitas pada tiap orang yang
membedakan dengan kualitas lainnya.3

Ada istilah yang hampir sama dengan karakter, yaitu personality karakter yang
artinya bakat, kemampuan, sifat, dan sebagainya, yang secara konsisten diperagakan
oleh seseorang termasuk pola-pola perilaku, sifat-sifat fisik, dan ciri-ciri kepribadian.
Sedangkan secara terminologis (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada
umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. karakter adalah sifat
kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang menjadi ciri khas seorang atau sekelompok orang.4

1
Agus Zaenal Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Dan Etika Sekolah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2012), pp. 20–21.
2
Fitri, pp. 20–21.
3
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter : Konstruksi Teoretik Dan Praktik (Yogyakarta: Ar- ruzz Media, 2011),
p. 162.
4
Fitri, p. 20.
Menurut Akhmad Sudrajat pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang
dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan. Kemudian nilai-nilai tersebut
dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan, berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.5

Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Islam, Kementrian Agama


Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai totalitas
ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang
bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan kepribadian individu.6

Kemudian menurut istilah terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan tentang


pengertian karakter, diantaranya yaitu:

1) Menurut sofan, Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau
menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam,
rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya,
orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter
mulia. Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional,
logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf,
berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir
positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis,
hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri,
produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga
memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul dan individu juga

5
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah (Yagyakarta: Diva
Press, 2011), p. 35.
6
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), p. 4.
mampu bertindak sesuai potensi dan kesadaranya tersebut.7

2) Menurut Imam al-Ghazali karakter karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu
spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam
diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikir lagi.8

3) Winnie memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia


menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang
berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut mempunyai karakter
yang baik. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau
rakus, tentu orang tersebut mempunyai karakter yang buruk. Kedua, istilah
karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang baru bisa dikatakan orang
yang berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan etika.9

4) Peterson dan Seligman mengaitkan secara langsung character strength dengan


kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang
membangun kebajikan (virtues).10

Berdasarkan berbagai pengertian dan definisi karakter yang telah penulis


paparkan diatas, maka dapat dimaknai bahwa karakter adalah nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun
pengaruh lingkungan yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam
sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.11

b. Pembentukan Karakter

Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun atau mungkin hingga sekitar
lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah
sadar masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang
7
Dkk Sofan Amri, Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran (Jakarta: Tim Prestasi Pustaka,
2011), pp. 3–4.
8
Mansur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Kritis Multidimensial (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), p. 70.
9
Mu’in, p. 160.
10
Mu’in, p. 160.
11
Muchlas Samani and Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), p. 43.
dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan
keluarga. Dari lingkungan keluarga itulah pondasi awal karakter anak sudah terbangun.12

Pondasi tersebut adalah kepercayaan tertentu dan konsep diri. Semakin banyak
informasi yang diterima dan semakin matang sistem kepercayaan dan pola pikir yang
terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasaan dan karakter unik dari masing-
masing individu. Dengan kata lain, setiap ndividu akhirnya memiliki sistem
kepercayaan (belief system), citra diri (self image), dan kebiasaan (habit) yang unik.13

Secara teori, pembentukan karakter anak dimulai dari usia 0-8 taun. Artinya di
masa usia tersebut karakter anak masih berubah-ubah tergantung dari pengalaman
hidupnya. Oleh karena itu, membentuk karakter anak harus dimulai sedini mungkin
bahkan sejak anak itu dilahirkan, karena berbagai pengalaman yang dilalui oleh anak
semenjak perkembangan pertamanya, mempunyai pengaruh yang besar. Berbagai
pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa yang dinamakan pembentukan
karakter secara utuh.14

Kunci pembentukan karakter dan fondasi pendidikan sejatinya adalah keluarga.


Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam kehidupan anak karena
dari keluargalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya serta menjadi
dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari. Keluarga memberikan dasar
pembentukan tingkah laku, watak dan moral anak. Kemudian sekolah merupakan
lembaga pendidikan yang paling depan setelah keluarga dalam mengembangkan
karakter anak. Melalui sekolah proses-proses pembentukan dan pengembangan karakter
siswa mudah dilihat dan diukur. Karakter dibangun secara konseptual dan pembiasaan
sengan menggunakan pilar moral dan hendaknya memenuhi kaidah-kaidah tertentu.15

Pendidikan karakter merupakan proses pembentukan budi pekerti yang


melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).

12
Abdul Majid and Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), p. 18.
13
Majid and Andayani, p. 18.
14
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter
(Yagyakarta: Tiara Wacana, 2008), p. 124.
15
Sri Narwanti, Pendidikan Karakter (Yagyakarta: Familia, 2011), p. 5.
Integrasi diantara ketiganya akan menciptakan satu tatanan terpadu yang bermuara pada
proses pembentukan karakter.

Menurut Nasaruddin proses pembentukan karakter sebagai berikut:16

1) Menggunakan Pemahaman Pemahaman yang diberikan dapat dilakukan dengan


cara menginformasikan tentang hakikat dan nilai-nilai kebaikan dari materi yang
disampaikan. Proses pemahaman harus berjalan secara terus menerus agar
penerima pesan agar tertarik.

2) Menggunakan Pembiasaan Pembiasaan berfungsi sebagai penguat terhadap


obyek yang ada telah masuk dalam penerima pesan. Proses pembiasaan
menekankan pada pengalaman langsung dan berfungsi sebagai perekat antara
tindakan karakter dan diri seseorang.

3) Menggunakan keteladan Keteladan merupakan pendukung terbentuknya karakter


baik. Keteladanan dapat lebih diterima apabila dicontohkan dari orang terdekat.
Misalnya guru menjadi contoh yang baik murid-muridnya atau orang tua
menjadi contoh bagi anakanaknya.

Ketiga proses diatas boleh terpisahkan karena yang satu akan memperkuat
proses yang lain. Pembentukan karakter hanya menggunakan proses pemahaman tanpa
pembiasaan dan keteladanan akan bersifat verbalistik dan teoritik. Sedangkan proses
pembiasaan tanpa pembiasaan hanya akan menjadikan manusia berbuat tanpa
memahami makna.17

Menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter harus melibatkan tiga aspek


yaitu :18

1) Moral knowing (pengetahuan moral) berhubungan dengan bagaimana seorang


individu mengetahui sesuatu nilai yang abstrak yang dijabarkan dalam 6 sub

16
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf (Semarang: Rasail Media Group, 2009), pp. 36–40.
17
Nasirudin, p. 41.
18
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter : Panduan Lengkap Mendidika Siswa Menjadi Pentar Dan Baik
(Bandung: Nusa Media, 2013), p. 74.
komponen, antara lain: (a) kesadaran moral, (b) pengetahuan nilai moral, (c)
pengambilan perspektif, (d) penalaran moral, (e) pengambilan keputusan, (f)
pengetahuan diri.

2) Moral feeling (sikap moral) merupakan tahapan tingkat lanjut pada komponen
karakter yang dijabarkan dalam 6 sub komponen, antara lain: (a) hati nurani, (b)
penghargaan diri, (c) empati, (d) menyukai kebaikan, (e) kontrol diri, dan (f)
kerendahan hati.

3) Moral action (perilaku moral) dibangun atas 3 sub komponen antara lain: (a)
kompetensi, (b) keinginan, dan (c) kebiasaan.

Mengingat pentingnya karakter dalam membangun sumber daya manusia


(SDM) yang kuat, maka perlu menerapkan pendidikan karakter dengan tepat. Dapat
dikatakan bahwa pembangunan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan. Agar dapat direalisasikan hal tersebut, diperlukan
kepedulian dari berbagai pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga, maupun
institusi pendidikan. Kondisi ini akan terbangun jika semua pihak memiliki kesadaran
bersama dalam membangun pendidikan karakter. Idealnya pembentukan karakter
diintegrasikan ke seluruh aspek kehidupan sekolah melalui berbagai strategi untuk
membumikan konsep pendidikan karakter.19

Menurut pengertian-pengertian yang sudah dipaparkan mengenai pembbentukan


karakter maka bisa dimaknai bahwa pembentukan karakter merupakan hal yang
penting untuk dibentuk sejak dini sebab pembentukan karakter merupakan pondasi awal
seorang anak untuk membentuk sebuah karakter. Sebab, pengalaman yang dialami
secara langsung oleh anak pada usia dini dapat sangat berpengaruh terhadap bagaimana
anak tersebut dapat bersikap dan bertindak dalam kehidupannya.

c. Nilai-nilai Karakter

Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan

19
Novan Ardy Wiyani, Konsep, Praktik, Dan Strategi Membumikan Pendidikan Karakter Di SD (Yogyakarta:
Arruz Media, 2013), p. 22.
yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam
pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber yaitu:

1) Agama. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama. Oleh karena


itu kehidupan induvidu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaannya.

2) Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip


kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut pancasila.

3) Budaya. Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat
tersebut.

4) Tujuan pendididkan nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20


Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan
fungsi dan tujuan pendidikan nasioanal dalam mengembangkan upaya
pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan keempat sumber tersebut teridentifikasi nilai-nilai untuk


pendidikan karakter sebagai berikut:

“Dalam membentuk karakter peserta didik yang sesuai dengan tujuan


pendidikan Nasional dan tujuan pendidikan karakter maka harus ditanamkan
nilai-nilai karakter kepada peserta didik sehingga terwujud dalam perilaku
sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan memiliki keimanan
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter
mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki
kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia.”

Terdapat sembilan pilar karakter dasar. Karakter dasar inilah yang menjadi

tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter dasar ini, antara lain: 20

1) Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya


20
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter (Jakarta: Kencana, 2011), p. 72.
2) Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri

3) Jujur

4) Hormat dan santun

5) Kasih sayang, peduli, dan kerja sama

6) Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah

7) Keadilan dan kepemimpinan

8) Baik dan rendah hati

9) Toleransi, cinta damai, dan persatuan.

Ari Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan pemikiran bahwa setiap

karakter positif sesungguhnya akan merujuk kepada sifat-sifat mulia Allah, yaitu al

Asma al Husna. Sifat-sifat dan nama-nama Tuhan inilah sumber inspirasi setiap

karakter positif yang dirumuskan oleh siapapun. Dari sekian banyak karakter yang bisa

diteladani dari nama-nama Allah itu, Ari merangkum tujuh karakter dasar, yaitu :21

1) Jujur

2) Tanggung jawab

3) Disiplin

4) Visioner

5) Adil

6) Peduli

7) Kerja sama

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Republik Indonesia,

21
Narwanti, p. 26.
nilai-nilai pendidikan karakter yang harus dimiliki oleh anak bangsa, sebagai berikut :
Tabel 2.1
Nilai-nilai Karakter Peserta Didik Menurut Kementrian Pendidikan Nasional dan
Kebudayaan Republik Indonesia
NO Nilai Karakter Definisi
1. Religius Pikiran, perkataan dan tindakan
seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan
dan atau ajaran agamanya.22
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan dan pekerjaan baik terhadap
diri dan orang lain.23
3. Bertanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia
lakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial
dan budaya), negara dan Tuhan.24
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.25
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan guna menyelesaikan
tugas (atau bekerja) dengan sebaik-

22
Zainal Aqib and Sujak, Panduan Dan Aplikasi Pendidikan Karakter (Bandung: Yrama Widya, 2011), p. 7.
23
Aqib and Sujak, p. 7.
24
Aqib and Sujak, p. 7.
25
Aqib and Sujak, p. 7.
baiknya.26
6. Toleransi Sikap memberikan respek/hormat
terhadap berbagai macam hal, baik
yang berbentuk fisik, sosial, budaya,
suku maupun agama.27
7. Kreatif Yakni perilaku yang mencerminkan
inovasi dalam berbagai segi dalam
memecahkan masalah, sehingga selalu
menemukan cara-cara baru, bahkan
hasil-hasil baru yang lebih baik dari
sebelumnya.28
8. Mandiri Yakni sikap dan perilaku yang tidak
tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan berbagai tugas maupun
persoalan. Namun hal ini bkan berarti
tidak boleh bekerjasama secara
kolaboratif, melainkan tidak boleh
melemparkan tugas dan tanggung
jawab kepada orang lain.29
9. Demokrasi Cara berpikir, bersikap dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.30
10. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari apa yang dipelajarinya,
dilihat dan didengar.31
11. Semangat kebangsaan Yakni sikap tindakan yang

26
Aqib and Sujak, p. 7.
27
Aqib and Sujak, p. 7.
28
Aqib and Sujak, p. 8.
29
Aqib and Sujak, p. 8.
30
Aqib and Sujak, p. 8.
31
Aqib and Sujak, p. 8.
atau nasionalisme menempatkan kepentingan bangsa dan
Negara di atas kepentingan pribadi atau
induvidu dan golongan.32
12. Cinta tanah air Sikap dan perilaku yang mencerminkan
rasa bangga, setia, peduli dan
penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya, sehingga tidak mudah
menerima tawaran bangsa lain yang
dapat merugikan bangsa sendiri.33
13. Menghargai prestasi Sikap terbuka terhadap prestasi orang
lain dan mengakui kekurangan diri
sendiri tanpa mengurangi semangat
berprestasi yang lebih tinggi.34
14. Komunikatif Senang bersahabat atau proaktif yakni
sikap dan tindakan terbuka terhadap
orang lain melalui komunikasi yang
santun sehingga tercipta kerja sama
secara kolaboratif dengan baik.35
15. Cinta damai Sikap dan perilaku yang mencerminkan
suasana damai, aman, tenang dan
nayaman atas kehadiran dirinya dalam
komunitas atau masyarakat tertentu.36
16. Gemar membaca Kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna
membaca berbagai informasi, baik
buku, jurnal, majalah, Koran, dan

32
Aqib and Sujak, p. 8.
33
Aqib and Sujak, p. 8.
34
Aqib and Sujak, p. 9.
35
Aqib and Sujak, p. 9.
36
Aqib and Sujak, p. 9.
sebagainya sehingga menimbulkan
kebajikan bagi dirinya.37
17. Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya menjaga dan melestarikan
lingkungan sekitar.38
18. Peduli social Sikap dan perbuatan yang
mencerminkan kepedulian terhadap
orang lain maupun masyarakat yang
membutuhkan.39

Kemudian dalam draft Grand Design pendidikan karakter diungkapkan nilai-


nilai yang terutama akan dikembangkan dalam budaya satuan pendidikan formal dan
nonformal, antara lain:40
Tabel 2.2
Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam draf grand design
pendidikan karakter
No. Nilai Karakter Definisi
1. Jujur Menyatakan apa adanya, terbuka,
konsisten antara apa yang dikatakan
dan dilakukan (berintegritas), berani
karena benar, dapat dipercaya
(amanah), dan tidak curang.
2. Tanggung Jawab Melakukan tugas sepenuh hati, bekerja
dengan etos kerja yang tinggi, berusaha
keras untuk mencapai prestasi terbaik,
mampu mengontrol diri dan mengatasi
stress, berdisiplin diri, akuntabel
terhadap pilihan dan keputusan yang

37
Aqib and Sujak, p. 9.
38
Aqib and Sujak, p. 9.
39
Aqib and Sujak, p. 9.
40
Samani and Hariyanto, p. 51.
diambil.
3. Cerdas Berpikir secara cermat dan tepat,
bertindak dengan penuh perhitungan,
rasa ingin tahu yang tinggi,
berkomunikasi efektif dan empatik,
bergaul secara santun, menjunjung
kebenaran dan kebajikan, mencintai
Tuhan dan lingkungan.
4. Sehat dan Bersih Menjaga diri dan lingkungan,
menerapkan pola hidup yang seimbang.
5. Peduli Memperlakukan orang lain dengan
sopan, bertindak santun, toleran
terhadap perbedaan, tidak suka
menyakiti orang lain, mau mendengar
orang lain, mau berbagi, tidak
merendahkan rang lain, tidak
mengambil keuntungan dari rang
lain, mampu bekerja sama, mau terlibat
dalam kegiatan masyarakat,
menyayangi manusia dan makhluk lain,
setia, cinta damai dalam menghadapi
persoalan.
6. Kreatif Mampu menyelesaikan masalah secara
inovatif, luwes, kritis, berani
mengambil keputusan dengan cepat dan
tepat, menampilkan sesuatu secara luar
biasa, memiliki ide baru, ingin terus
berubah, dapat membaca situasi dan
memanfaatkan peluang baru.
7. Gotong Royong Mau bekerja sama dengan baik,
berprinsip bahwa tujuan akan lebih
mudah dan cepat tercapai jika
dikerjakan bersama-sama, tidak
memperhitungkan tenaga untuk saling
berbagi dengan sesama, mau
mengembangkan potensi diri untuk
dipakai saling berbagi agar
mendapatkan hasil yang terbaik, tidak
egois.

d. Faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter

Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seorang anak sering kali tidak

jauh dari perilaku ayah atau ibunya. Ada sebuah pribahasa yang mengatakan “buah

jatuh tak jauh dari pohonnya”. Kecuali terdapat benturan dari lingkungannya yang turut

serta dalam membentuk karakter anak tersebut.

Para ahli menggolongkan faktor yang mempengaruhi karakter ke dalam dua


bagian, yaitu faktor intern dan faktor ekstern:41

1) Faktor intern

Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini, diantaranya


adalah :

a) Insting atau Naluri

Pengaruh naluri pada diri seseorang sangat tergantung pada


penyelurannya. Naluri dapat menjerumuskan manusia kepada kehinaan,
tetapi juga dapat mengangkat kepaa derajat yang tinggi, jika naluri
disalurkan kepada hal yang baik dan sesuai dengan tuntutan kebenaran.

b) Adat atau Kebiasaan (Habit)

41
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter : Konsep Dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2012), p. 19.
Faktor kebiasaan ini sangat penting dalam membentuk karakter.
Kebaiasaan merupakan perbuatan yang diulang- ulang sehingga mudah
dikerjakan maka hendaknya seorang individu memaksakan dirinya untuk
mengulang-ulang perbuatan yang baik sehingga menjadi kebiasaan dan dari
kebiasaan itu terbentuklah karakter yang baik padanya.

c) Kehendak atau Kemauan

Salah satu kekuatan dibalik tingkah laku seorang manusia adalah


kehendak atau kemauan keras. Itulah yang menggerakkan yang mendorong
manusia untuk berperilaku, sebab dari kehendak itulah menjelma
menjadi sebuah niatyang baik dan buruk dan tanpa kemauan pula semua
ide, keyakinan, kepercayaan, pengetahuan menjadi pasif tak aka nada
pengaruhnya bagi kehidupan.

d) Suara Batin atau Suara Hati

Dalam diri seseorang terdapat kekuatan yang sewaktu-waktu


memberikan peringatan jika tinkah laku seseorang berada di ambang bahaya
dan keburukan. Kekuatan itu adalah suara batin. Suara batin berfungsi
memperingatkan bahayanya perbuatan buruk dan berusaha untuk
mencegahnya, di samping dorongan untuk melakukan perbuatan baik, suara
hati dapat terus dididik dan dituntun untuk menaiki jenjang kekuatan rohani.

e) Keturunan

Keturunan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi karakter


manusia. Dalam kehidupan kita dapat melihat anak- anak yang berkarakter
menyerupai orang tuanya bahkan nenek moyangnya, sekalipun sudah jauh.
Sifat yang diturunkan pada garis besarnya ada dua macam yaitu jasmaniyah
dan ruhaniyah.

2) Faktor ekstern

Selain faktor intern di atas yang dapat mempengaruhi karakter, juga


terdapat faktor ekstern yang bersifat dari luar, diantaanya adalah sebagai berikut
:

a) Pendidikan

Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam


pembentukan karakter seseorang sehingga baik dan buruknya perilaku
seseorang sangat tergantung pada pendidikan. Pendidikan ikut
mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan
pendidikan yang telah diterima seseorang baik pendidikan formal, informal
maupun nonformal.

b) Lingkungan

Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya atau


juga dengan alam sekitar. Itulah sebabnya manusia harus bergaul dan dalam
pergaulan itu saling mempengaruhi pikiran, sifat dan tingkah laku. Adapun
lingkungan dibagi menjadi dua bagian, yaitu lingkungan yang bersifat
kebendaan seperti alam dan lingkungan pergaulan yang bersifat kerohanian.

Berdasarkan 2 faktor diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seorang


anak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal seperti keturunan atau keluarga. Melainkan
perilaku juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar seperti bagaimana lingkup pergaulan
dalam lingkungan tersebut sehari-hari dan bagaimana pendidikan yang diterapkan juga dapat
mempengaruhi perilaku dari seorang anak.

e. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata “pendidikan”
dan “agama”. Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie
yang berarti “ pendidikan” dan paedagogie yang berati “pergaulan dengan anak-
anak”.42 Dengan demikian pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh orang dewasa
dalam pergaulannya dengan anak-anak guna untuk membimbing serta memimpin
42
Aat Syafaat, Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008), pp. 11–12.
perkembangan jasmani dan rohaninya kearah pendewasaan. Sedangkan “agama” adalah
menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung dari manusia yang di anggap
mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya peri kehidupan manusia. 43

Islam itu sendiri adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang
berpedoman pada kitab suci al-Qur’an, yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah
swt.

Dengan demikian pendidikan agama Islam adalah usaha yang berupa


pengajaran, bimbingan serta asuhan terhadap anak agar kelak dapat memahami,
menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikannya
jalan dalam kehidupannya baik itu pribadi maupun masyarakat. Adapun pengertian
pendidikan Islam menurut para pakar, yaitu:

1) Zakiah Drajat, mendefinisikan bahwa Pendidikan Islam adalah pendidikan dengan


melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, mengahayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agam Islam itu sebagai pandangan hidupnya demi
kemaslahatan dan kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.44

2) Mapapanganro, mendefinisikan bahwa Pendidikan Islam disekolah merupakan usaha


bimbingan, menghayat hati dan mengamalkan ajaran agama Islam sehingga menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt.45

3) Abu Ahmad dan Noor Salimi, mendefinisikan bahwa Pendidikan Islam adalah
agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Untuk diturunkan
kepada seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan
(aqidah) yang menetukan proses berpikir, merasa dan berbuat dan proses
terbentuknya kata hati.

Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan

43
Aslam Hadi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Rajawali, 198AD), p. 6.
44
Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Proyek Pembinaan Tinggi Agama, 1983), p. 1.
45
Mappanganro, Implementasi Pendidikan Agama Islam Di Sekolah (Ujung Pandang: Yayasan al-ikhlas,
1996), p. 10.
seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-
nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan istilah lain,
manusia muslim yang yang telah mendapatkan pendidikan Islam itu harus mampu hidup
didalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai yang diharapkan oleh cita-cita Islam.

Pengertian pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem pendidikan


yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah.
Pendidikan Islam merupakan proses pembentukan individu berdasarkan ajaran Islam
yang diwahyukan Allah swt kepada Muhammad saw. Melalui proses dimana seseorang
dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga dia mampu melaksanakan
tugasnya sebagai khalifah di bumi, yakni mempunyai akhlak baik dan melaksanakan
perintah Allah dan menjauhkan diri dari larangan-Nya.46

Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani


menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh,
dan mengawasi, berlakunya semua ajaran Islam.47

Dari beberapa pendapat di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pendidikan


Islam adalah suatu proses yang dapat melatih siswa dalam mengendalikan emosional,
intelektual dan sensual secara bersamaan sehingga dapat membawa dampak terhadap
karakter siswa baik dalam perkembangan kepribadian secara baik serta kesempurnaan
yang menurut aturan-aturan Islam agar tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan
membentuk pribadi siswa agar memiliki akhlak mulia serta dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dan suatu proses transformasi ilmu pengetahuan terhadap
anak didik agar terbentuknya pribadi yang lebih sempurna.

f. Tujuan Pendidikan Islam

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia haruslah mempunyai tujuan


tertentu yang ingin dicapai, karena suatu aktifitas yang tidak mempunyai tujuan adalah
pekerjaan sia-sia. Tujuan pendidikan merupakan gambaran atau sasaran yang harus
dicapai oleh pendidikan sebagai suatu sistem yang merupakan suatu unsur yang sangat
46
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat, 2005), p. 54.
47
M. Sugiyono, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), p. 9.
menentukan sistem pendidika itu sendiri.

Secara pedagogis, pedidikan merupakan upaya sadar dan bertujuan. Pekerjaan


mendidik mengandung makna serangkaian proses kegiatan yang menuju kearah
tujuannya, sebab pekerjaan yang tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu
ketidak menentuan (inderteminisme) dalam prosesnya.48

Menurut Dr. Zakiah Daradjat, “Bahwa tujuan pendidikan Islam Secara


Keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil
dengan pola takwa, insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup
dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah swt. Ini
mengandung arti bahwa pendidikan Islam diharapkan mengahasilkan manusia yang
berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan
mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan sesamanya.”49

Adapun tujuan pendidikan Islam dikalangan para pakar dan cendekiawan


muslim antara lain:

1) Menurut Syahminan, Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang


berbentuk jasmani kuat/sehat dan terampil, berotak cerdas dan berilmu banyak,
berhati luhur, tunduk kepada Allah, serta mempunyai semangat kerja yang hebat,
disiplin yang tinggi dan pendirian yang teguh.50

2) Menurut Imam Al-Ghazali, Pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai dua


tujuan, yaitu insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah swt.
Dan insan purna yang betujuan mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan
akhirat.51

Demikian dapat dikatakan bahwa dengan sistem pendidikan Islam yang terus
tampil dan eksis akan terhadap kepribadian siswa yang sesuai dengan
48
Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik (Bandung,
2004), pp. 13–14.
49
Arief, p. 41.
50
Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), pp. 48–49.
51
Fathiyah Hasan Suaiman, Al- Mazhabut Trabawy: Inda Al-Ghazali, Terjemahan Fatur Rahman, Sistem
Pendidikan Versi Al-Ghazali (Bandung: al-Ma’rif, 1986), p. 24.
perkembangannya setelah mereka melalui proses pembelajaran dengan mempelajari
berbagai pelajaran dengan baik sehigga dapat membentuk karakter siswa sesuai dengan
nilai-nilai taqwa yang terdapat dalam nilai-nilai pendidikan yaitu sebagai berikut: 52

1) Tolong menolong

2) Cinta mencintai

3) Pengendalian emosi

4) Kesabaran

5) Keikhlasan

6) Rendah hati

7) Jujur h. Amanah

8) Menjaga kehormatan

9) Malu

10) Berani

11) Murah hati

12) Setia

13) Menjahui semua yang diharamkan Allah swt

14) Berbuat baik kepada tetangga

15) Membantu orang yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

16) Menumbuhkan pengetahuan dan sikap dengan baik.

17) Giat dan rajin

52
Suaiman, p. 24.
Sehingga dapat difahami bahwa dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan
memegang peran yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat tersebut,
karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan mengalihkan serta
mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada
generasi penerus. Demikian pula halnya dengan peranan pendidikan Islam di kalangan
umat Islam merupakan salah satu manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk
melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan
nilai-nilai Islam tersebut kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai
kultural religius yang di cita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam
masyrakat dari waktu ke waktu.

Kedayagunaan pendidikan sebagai alat pembudayaan sangat bergantung kepada


pemegang alat tersebut yaitu para pendidik. Dengan demikian maka para pendidik
memegang posisi kunci yang banyak menentukan keberhasilan proses pendidikan,
sehingga mereka dituntut persyaratan tertentu. Baik teroritis maupun praktis, dalam
pelaksanaan tugasnya.53 Dengan begitu peran pendidikan Islam dalam membentuk
karakter bisa memberikan secercah harapan akan tercapainya kebiasaan yang baik bagi
generasi penerus bangsa ini.

Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa karakter tidak bisa dipahami hanya
sekedar pembentukan moralitas atau kepribadian, tetapi juga bagaimana seorang siswa
mampu berperilaku secara wajar. Sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama dan adat
istiadat yang menjadi pedoman dinegara tercinta. Sehingga pendidikan Islam yang
bertujuan untuk membentuk siswa kearah perbaikan akhlak dan kepribadiannya dimana
dalam berpikir dan bertindak dapat menghasilkan sesuatu yang lebih kepada kejujuran
dan bertoleransi dalam kehidupan sehari-hari. Dimana pendidikan Islam tidak hanya
diajarkan dari segi toritis, akan tetapi guru pendidikan agama Islam juga diharapkan
mampu untuk mencapai atau memberi sesuatu yang positif.

Pendidikan Islam sangat memegang peran dimana dalam sistem ajaran Islam
dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu bagian akidah (keyakinan, bagian syariah
(aturan-aturan hukum tentang aqidah dan muamalah), serta bagian akhlak ( karakter).
53
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), p. 14.
Ketiga bagian ini tidak dapat dipisahkan dalam ajaran Islam, tetapi harus menjadi satu
kesatuan yang saling memengaruhi. Akidah merupakan pondasi yang menjadi tumpuan
untuk mewujudkan syariah dan akhlak. Sementara itu, syariah merupakan bentuk
banguna yang akan bisa terwujud dan berdiri kokoh apabila dilandasi oleh kaidah yang
benar-benar akan mengarah pada pencapaian akhlak(karakter) sebenarnya merupakan
hasil atau akibat terwujudnya bangunan syariah yang benar-benar dilandasi oleh
fondasi akidah yang kokoh.54

Jadi, dari semua teori yang telah penulis paparkan diatas Pendidikan Agama Islam
merupakan pilar dari pembentukan karakter, karena dari pendidikan Agama Islamlah adanya
pengetahuan tentang akidah, dimana akidah merupakan dasar dari penanaman akhlak
(karakter).

2. Hidden Curriculum (Kurikulum Tersembunyi)


a. Pengertian hidden curriculum

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam


suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Kurikulum adalah suatu rencana,
suatu program yang diharapkan, atau tentang kebutuhan yang diperlukan selama studi
berlangsung.55

Seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah
asalkan kegiatan tersebut masih di bawah tanggung jawab guru (sekolah) disebut
kurikulum. Yang dimaksud kegiatan tersebut tidak terbatas pada kegiatan intra atau
ekstrakurikuler. Misalnya kegiatan mengerjakan tugas kelompok, mengadakan
observasi, wawancara dan lain sebagainya, itu merupakan bagian dari kurikulum,
karena memang pekerjaan-pekerjaan itu adalah tugas- tugas yang diberikan guru dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan seperti yang diprogramkan oleh sekolah.56

54
Mohamad Mustari, Nilai-Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2014), p. 11.
55
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), p. 59.
56
Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, p. 6.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.57

Ditinjau dari konsep dan pelaksanaannya, kita mengenal beberapa istilah kurikulum
sebagai berikut :58

1) Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang
dicita-citakan sebagaimana tertuang dalam dokumen kurikulum.

2) Kurikulum actual atau factual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses
pengajaran dan pembelajaran. kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda
dengan harapan. Namun demikian, kurikulum actual seharusnya mendekati
kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak
dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk pada bahan ajar yang telah direncanakan
yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Adapun pengajaran merujuk
pada pelaksanaan kurikulum tersebut tersebut secara bertahap dalam belajar
mengajar.

3) Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yaitu segala sesuatu yang terjadi


pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala
sesuatu yang terjadi di dalam kelas seperti kebiasaan guru, kehadiran guru,
kepala sekolah, tenaga administrasi atau bahkan dari peserta didik itu sendiri
dan sebagainya akan dapat menjadi kurikulum tersembunyi yang berpengaruh
terhadap pelaksanaan kurikulum ideal di sekolah. Kebiasaan guru datang tepat
waktu ketika mengajar di kelas,sebagai contoh akan menjadi kurikulum
tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta
didik.

Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) pada dasarnya adalah hasil dari


suatu proses pendidikan yang tidak terencanakan. Adapun hidden curriculum menurut
57
Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 UU RI No. 20 Tahun 2003, p. 4.
58
Sanjaya, p. 25.
para ahli dalam bukunya Caswita diuraikan sebagai berikut :59

1) Murray Print mendefinisikan hidden curriculum adalah peristiwa atau kegiatan


yang terjadi tetapi tidak direncanakan keberadaanya, tapi bisa dimanfaatkan
guru dalam pencapaian hasil belajar. Selain itu, hidden curriculum juga dapat
memengaruhi gaya belajar siswa, atau tujuan yang tidak dideskrpsikan tetapi
pancapaiannya dapat dilaksanakan oleh guru pada waktu proses belajar
mengajar berlangsung.

2) Jane Martin mendefinisikan hidden curriculum adalah hasil sampingan dari


proses pembelajaran, baik di luar ataupun di dalam sekolah tetapi tidak secara
formal dicantumkan sebagai tujuan pendidikan.

3) Allan A. Glattrhorn mendefinisikan hidden curriculum adalah kurikulum yang


tidak menjadi bagian yang harus dipelajari, yang digambarkan sebagai berbagai
aspek yang ada di sekolah di luar kurikulum, tetapi mampu memberikan
pengaruh dalam perubahan nilai, presepsi, dan perilaku siswa.

Sedangkan menurut Dede Rosyada bahwa hidden curriculum secara teoritik


sangat rasional mempengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana
kelas, pola interaksi, guru dengan siswa di dalam kelas, bahkan pada kebijakan serta
manajemen pengelolaan sekolah secara lebih luas dan perilaku dari semua komponen
sekolah dalam hubungan interaksi vertical dan horizontal mereka.60

Kemudian menurut Oemar Hamalik dalam bukunya Rohinah, hidden


curriculum merupakan hasil dari desakan sekolah, tugas, baca, buku yang memberikan
efek yang tidak diinginkan begitu pula kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain agar
menyetujui sesuatu yang diharapkan. Melalui interaksi kelas dan testing guru-guru
secara sadar dapat mengubah cita-cita pendidikan yang dimintakan.61

Melihat berbagai pengertian tersebut penulis lebih setuju dengan pendapat Dede
Rosyada bahwa hidden curriculum adalah segala kegiatan yang mempengaruhi siswa,
59
Caswita, The Hidden Curriculum (Yogyakarta: Leutikaprio, 2013), p. 45.
60
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis (Jakarta: Kencana Penada Media Group, 2007), p. 31.
61
Rohinah M. Noor, The Hidden Curriculum (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), p. 28.
baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas, pola interaksi, guru dengan siswa
di dalam kelas, bahkan pada kebijakan serta manajemen pengelolaan sekolah. Dalam
kebijakan sekolah yaitu bagaimana sekolah menerapkan kebiasaan atau berbagai aturan
disiplin yang harus diterapkan pada seluruh komponen sekolah atau warga sekolah.
Diantara kebiasaan sekolah tersebut misalnya, kebiasaan ketepatan guru memulai
pelajaran, kemampuan dan cara guru menguasai kelas, bagaimana guru menyikapi
berbagai kenakalan siswa baik di luar ataupun di dalam sekolah.

Pengembangan dari pengertian hidden curriculum menurut penulis adalah


segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah dalam
kesehariannya serta interaksinya terhadap sesama warga sekolah maupun dengan
Tuhan. Segala kegiatan yang dilakukan ini tidak tertulis dalam dokumen sebagaimana
kurikulum yang ideal, akan tetapi sebuah kebijakan sekolah yang menerapkan kegiatan-
kegiatan tersebut.

Dalam pelaksanaannya di dalam kelas, pengembangan kurikulum dalam skala mikro


menurut Sanjaya terdapat dua makna, yaitu : pertama, kurikulum tersembunyi dapat
dipandang sebagai tujuan yang tidak tertulis (tersembunyi), akan tetapi pencapaiannya
perlu dipertimbangkan oleh setiap guru agar kualitas pembelajaran lebih bermakna.
Kedua, kurikulum tersembunyi juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang terjadi
tanpa direncanakan terlebih dahulu yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai
tujuan pembelajaran.62

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hidden kurikulum
merupakan segala bentuk kegiatan yang dapat mempengaruhi siswa dengan berbagai
cara yang sebenarnya tidak direncanakan namun dapat bermanfaat bagi siswa. Hidden
kurikulum dapat mempengaruhi perilaku, sikap dan cara berperiaku siswa tergantung
dari cara pengajar berinteraksi dengan siswa, bagaimana keadaan lingkungan dari
sekolah tersebut dll.

b. Fungsi hidden curriculum


Hidden curriculum sangat dianjurkan dalam belajar mengajar. Beberapa fungsi dari
62
Sanjaya, p. 27.
hidden curriculum, yaitu:63

1) Hidden curriculum adalah alat dan metode untuk menambah khazanah


pengetahuan anak didik di luar materi yang tidak termasuk dalam silbaus.
Misalnya budi pekerti, sopan santun, menciptakan dan menimbulkan sikap
apresiatif terhadap kehidupan lingkungan.

2) Hidden curriculum berfungsi sebagai pencairan suasana, menciptakan minat,


dan penghargaan terhadap guru jika disampaikan dengan gaya tutur serta
keanekaragaman pengetahuan guru. Guru yang disukai murid merupakan modal
awal bagi lancarnya belajar mengajar dan merangsang minat baca anak didik.

c. Dimensi hidden curriculum


Menurut Bellack dan Kiebard seperti yang dikutip oleh Sanjaya, hidden
curriculum memiliki tiga dimensi, yaitu :64

1) Hidden curriculum dapat menujukkan suatu hubungan sekolah, yang meliputi


interaksi guru, peserta didik, struktur kelas, keseluruhan pola organisasional
peserta didik sebagai mikrokosmos sistem nilai sosial.

2) Hidden curriculum dapat menjelaskan sejumlah proses pelaksanaan di dalam


atau di luar sekolah yang meliputi hal-hal yang memiliki nilai tambah,
sosialisasi, dan pemeliharaan struktur kelas.

3) Hidden curriculum mencakup perbedaan tingkat kesengajaan (intensionalitas)


seperti halnya yang dihayati oleh para peneliti, tingkat yang berhubungan
dengan hasil yang bersifat incidental. Bahkan hal itu tekadang tidak diharapkan
dari penyusunan kurikulum dalam kaitannya dengan fungsi sosial pendidikan.

Jeane H. Balantine mengatakan bahwa hidden curriculum terbentuk dari


tiga R yang sangat penting untuk dikembangkan, yaitu:65

1) Rules atau aturan, sekolah harus menciptakan berbagai aturan untuk menciptakan
63
Noor, p. 31.
64
Sanjaya, p. 28.
65
Caswita, p. 47.
situasi dan kondisi sekolah yang kondusif untuk belajar.

2) Regulations atau kebijakan, sekolah harus membuat kebijakan yang mendukung


terhadap tercapainya tujuan dari pembelajaran di sekolah tersebut, kebijakan
tersebut tidak hanya menyangkut terhadap siswa tetapi perlu dibuat kebijakan
untuk semua komponen sekolah, tentunya dengan formulasi yang berbeda.

3) Routines atau kontinyu, sekolah harus menerapkan segala kebijakan dan aturan
secara terus menerus dan adaptif, tujuannya agar kebijakan tersebut dapat diterima
dengan baik daan terus dilaksanakan.

d. Aspek yang mempengaruhi hidden curriculum


Ada dua aspek yang dapat mempengaruhi hidden curriculum, yaitu aspek relatif
tetap dan aspek yang dapat berubah. Yang dimaksud dengan aspek relatif tetap adalah
ideology, keyakinan, nilai budaya masyarakat yang mempengaruhi sekolah termasuk di
dalamnya menentukan budaya apa yang patut dan tidak patut diwariskan kepada
generasi bangsa.66

Sedangkan aspek yang dapat berubah meliputi variabel organisasi, sistem sosial
dan kebudayaan. Allan A. Glatthorn juga menjelaskan bahwa ketiga variabel tersebut
penting dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah. Variabel organisasi yakni
kebijakan guru dalam proses pembelajaran yang meliputi bagaimana guru mengelola
kelas, bagaimana pelajaran diberikan, bagaimana kenaikan kelas dilakukan. Sistem
sosial yakni suasana sekolah yang tergambar dari pola-pola hubungan semua kompnen
sekolah, yaitu meliputi bagaimana pola sosial antara guru dengan guru, guru dengan
peserta didik, guru dengan staf sekolah, dan lain sebagainya. Variabel kebudayaan
yakni dimensi sosial yang terkait dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan struktur
kognitif.67

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua


aspek diatas tidak terlepas dari bagaimana aspek social sangat dapat mempengaruhi
berjalannya hidden kurikulum ini. Tergambar dari pola hubungan antara semua
66
Sanjaya, p. 26.
67
Sanjaya, p. 26.
komponen sekolah yang dapat menjadi role model bagi para siswa untuk dapat
membentuk ideologi, keyakinan dan juga nilai kebudayaan.

e. Bentuk-bentuk hidden curriculum


Bentuk-bentuk hidden curriculum di sekolah secara spesifik diuraikan sebagai berikut :

1) Kebiasaan siswa

Kebiasaan merupakan perbuatan yang konsisten, artinya dilakukan


dengan pola yang sama. Tingkah laku ini menjadi menyatu dalam diri karena
sering dilakukan. Menurut Yatimin Abdullah, kebiasaan adalah perbuatan yang
berjalan dengan lancar seolah-olah berjalan dengan sendirinya. Perbuatan
kebiasaan pada mulanya dipengaruhi oleh kerja pikiran, didahului oleh
pertimbangan akal dan perencanaan yang matang, lancarnya perbuatan karena
perbuatan itu seringkali diulang-ulang.68

Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan


anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan ooleh pendidik adalah terciptanya
suatu kebiasaan bagi anak didik. Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu
merupakan hal yang sangat penting, karena banyak kita lihat orang berbuat dan
bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata.69

Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pembiasaan


merupakan salah satu cara yang praktis dalam membina karakter anak. Dengan
pembiasaan tersebut, maka anak tidak akan merasa berat untuk melakukan suatu
perbuatan, karena perbuatan tersebut sudah seringkali diulang-ulang.

2) Keteladanan guru

Guru merupakan faktor utama dan berpengaruh terhadap proses belajar


siswa. Dalam pandangan siswa, guru memiliki otoritas, bukan saja otoritas
dalam bidang akademis melainkan juga dalam bidang nonakademis.
Kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup

68
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al Qur’an (Jakarta: Amzah, 2007), p. 86.
69
Ramayulis, p. 184.
dan kebiasaan- kebiasaan belajar siswa. Siswa akan menyerap sikap-sikap,
merefleksikan perasaan-perasaan, menyerap keyakinan- keyakinan, meniru
tingkah laku, dan mengutip pernyataan- pernyataan gurunya. Pengalaman
menunjukkan bahwa masalah- masalah sperti motivasi, disiplin, tingkah laku
sosial, prestasi, dan hasrat belajar yang terus menerus pada diri siswa yang
bersumber dari kepribadian guru.70

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influitif yang paling


meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral
spiritual dan sosial anak. Hal ini adalah karena pendidikan merupakan contoh
terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya dan
tata santunnya, disadari atau tidak bahkan terpatri dalam jiwa dan perasaannya
gambaran serang pendidik, dan tercermin dalam ucapan dan perbuatan materil
dan spiritual atau tidak diketahui.71

3) Pengelolaan kelas

Keberhasilan pembelajaran membutuhkan pengelolaan kelas yang baik.


Pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan guru untuk mengkondisikan
kelas dengan mengoptimalkan sumber (potensi guru, sarana, dan lingkungan
belajar di kelas) yang ditujukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan
sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai.72

Gaya guru mengajar di kelas pada umumnya dipengaruhi oleh persepsi


guru itu sendiri tentang mengajar. Pembelajaran yang menarik bukanlah sekedar
menyenangkan tanpa target. Ada sesuatu yang ingin dicapai dalam proses
pembelajaran, yaitu pengetahuan atau keterampilan baru. Jadi, pembelajaran
menarik harus mampu menfasilitasi siswa untuk bisa berhasil mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal, dengan mudah, cepat, dan menyenangkan.73

4) Tata tertib sekolah

70
Suyanto and Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional (Jakarta: Esensi, 2013), p. 16.
71
Ramayulis, p. 181.
72
Suyanto and Jihad, p. 102.
73
Suyanto and Jihad, p. 48.
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, tata berarti aturan, system, dan
susunan, sedangkan tertib berarti peraturan. Jadi tata tertib menurut pengertian
etimology adalah sistem atau susunan peraturan yang harus ditaati.74 Dengan
demikian dapat dipahami bahwa kehidupan di sekolah memerlukan tata
tertib, karena tata tertib merupakan salah satu alat pendidikan dan merupakan
bagian dari kelancaran kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Tata tertib sekolah tidak hanya membantu program sekolah, tetapi juga
untuk menunjang kesadaran dan ketaatan terhadap tanggung jawab. Karena rasa
tanggung jawab inilah yang merupakan inti dari kepribadian yang sangat perlu
dikembangkan dalam diri anak, mengingat sekolah adalah salah satu pendidikan
yang bertugas untuk mengembangkan potensi manusia yang dimiliki oleh anak
agar mampu menjalankan tugas- tugas kehidupan manusia, baik secara individu
maupun sebagai anggota masyarakat.75

Maka dapat dilihat bahwa hidden kurikulum ini dapat muncul dari hal
yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan atau habit,
dapat juga muncul dari refleksi perilaku, perasaan dan pernyataan seorang guru
sebagai role model bagi siswa, dapat juga muncul dari tata pengelolaan kelas
seperti pembelajaran menarik yang kemudian lama kelamaan akan membentuk
karakter peserta didik karena tertarik dengan metode pengajaran guru tsb, dan
kemudian dapat juga muncul dari tata tertib sebagai sistem atau aturan yang
harus dipatuhi oleh peserta didik.

f. Pelaksanaan hidden curriculum

Hidden curriculum adalah kurikulum yang tersembunyi, tetapi nyata dalam


proses pembelajaran. Hidden curriculum merupakan jalan by pass mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

74
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), p. 1025.
75
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan (Jakarta: Tema
Baru, 1998), p. 27.
bertanggung jawab.76

Iklim yang kondusif serta suasana yang nyaman akan sangat mendukung
proses pembelajaran di sekolah. Untuk mewujudkan semua itu sekolah harus
mengembangkan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Kurikulum tersembunyi
tersebut meliputi perilaku serta komunikasi kepala sekolah dengan guru, guru dengan
guru, guru dengan peserta didik, serta suasana dan aturan sekolah lainnya.77

Menurut Hidayat, sumber hidden curriculum bisa berasal dari praktik, prosedur,
aturan, hubungan dan struktur, struktur sosial dari ruang kelas, latihan otoritas guru,
aturan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, aktifitas belajar, penggunaan
bahasa, buku teks, alat bantu audiovisual, ukuran disiplin, daftar pelajaran, dan prioritas
kurikulum.78

Ada beberapa cara untuk menciptakan iklim sekolah yang kondusif bagi
pembentukan karakter siswa. Contohnya dengan mendirikan kantin sekolah. Layanan
kantin merupakan salah satu bentuk layanan khusus di sekolah yang berusaha
menyediakan makanan dan minuman yang dibutuhkan siswa atau personil sekolah.
Beberapa fungsi dari layanan kantin sekolah, diantaranya adalah:79

1) Membantu pertumbuhan dan kesehatan siswa dengan jalan menyediakan


makanan yang sehat, bergizi, dan praktis.

2) Mendorong siswa untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang.

3) Memberikan pelajaran sosial kepada siswa.

4) Mengajarkan penggunaan tata karma yang benar dan sesuai dengan yang
berlaku di masyarakat.

5) Sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan


tempat menunggu apabila ada jam kosong.
76
Noor, p. 47.
77
Caswita, p. 60.
78
Caswita, p. 61.
79
Noor, pp. 38–39.
Kantin sekolah memberikan peluang untuk mengembangkan tingkah laku dan
kebiasaan positif di kalangan siswa. Dengan demikian, keberadaan kantin di sekolah
tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum siswa, namun juga dapat
dijadikan sebagai wahana untuk mendidik siswa tentang kesehatan, kebersihan,
kejujuran, saling menghargai, disiplin dan nilai-nilai lainnya.80

Maka hidden curriculum sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku siswa. Tata tertib
sekolah yang demokratis akan menjadikan siswa dapat menerima masukan dari orang
lain. Tutur kata dan perilaku yang santun dari warga sekolah tentu akan membentuk
perilaku dan karakter siswa.

3. Hubungan Hidden Curriculum dengan Pembentukan Karakter Peserta Didik

Hidden curriculum yang merupakan kurikulum tidak secara resmi tertulis banyak
dibentuk dari budaya sekolah serta iklim yang positif di lingkungan sekolah. Untuk
mewujudkan keberhasilan hidden curriculum maka komunitas sekolah harus menciptakan iklim
sekolah yang kondusif bagi proses pendidikan, karena iklim sekolah merupakan bagian dari
hidden curriculum.81

Iklim sekolah berdampak besar terhadap perkembangan pendidikan anak, terutama


yang berkaitan dengan aspek ranah afektif, yang menyangkut dengan emosi serta sikap siswa.
Perilaku serang anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada, termasuk di
dalamnya iklim sekolah. Iklim sekolah yang merupakan bagian dari hidden curriculum
berkontribusi besar terhadap perkembangan jiwa anak. Sekolah merupakan tempat anak
belajar berinteraksi, sehingga segala pengalaman anak di sekolah menjadi bekal mendasar bagi
proses perkembangan selanjutnya. Di sekolah, anak akan belajar bermusyawarah, menyatakan
pendapat, belajar memimpin, serta belajar mengekspresikan segala kemampuan yang
dimilikinya.82

Hidden curriculum juga sebagai upaya meningkatkan kecerdasan spiritual siswa.


Seperti yang disampaikan Khairun Nisa dalam penelitiannya yang dikutip oleh Caswita, bahwa
adanya ritual keagamaan di luar jam sekolah akan berdampak besar terhadap pemahaman
80
Noor, p. 9.
81
Caswita, p. 65.
82
Caswita, p. 69.
keagamaan siswa dan perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya dengan
pelaksanaan shalat berjamaah beserta kultum beberapa menit. Kemudian kebiasaan perilaku
disiplin guru mengajar. Lingkungan tertib sekolah, bersih, asri sangat mempengaruhi cara
berpikir dan perilaku siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa hidden curriculum dapat
membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional, menjadikan siswa yang tidak hanya cerdas
secara intelektual tetapi juga cerdas spiritual.83

Kyiriacou menyatakan bahwa hidden curriculum merupakan segala macam aspek


pengalaman yang diperoleh siswa dari sekolah yang sangat berpengaruh terhadap karakter
siswa. Hal ini bisa berwujud karakter positif atau negatif. Misalnya, cara mengajar guru di
sekolah yang mengintegrasikan unsur kerja sama dengan menerapkan pendekatan
pembelajaran kolaboratif cooperative learning, tentu akan memberikan pengalaman kepada
siswa tentang bekerja sama. Sikap empati terhadap sesama serta kecakapan berinteraksi juga
dapat bersumber dari penerapan pendekatan pembelajaran tersebut.

Tata tertib sekolah yang dibangun secara demokratis akan mengajarkan kepada siswa
bagaimana cara berdemokrasi dalam kehidupan. Hasilnya akan memberikan pengalaman
kepada siswa aturan main dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh yang baik dalam perilaku
tutur kata yang santun dari staf guru ataupun staf sekolah lainnya tentu akan ikut mewarnai
pola sikap siswa dalam kehidupan di masyarakat. sebaliknya, apabila lembaga pendidikan
melupakan keberadaan hidden curriculum, tentu pengalaman yang tidak diinginkan akan
tercerna oleh siswa yang selanjutnya akan membawa dampak yang merugikan.84

Dari beberapa teori tersebut dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dan pelaksanaan
hidden curriculum yang baik dapat menciptakan iklim sekolah yang kondusif, dan akan
memberikan pengaruh positif terhadap karakter siswa. Pengaruh positif tersebut dapat
membentuk karakter yang semakin baik pada siswa. Namun sebaliknya, apabila pelaksanaan
hidden curriculum tidak diperhatikan atau bahkan dilupakan, maka yang dicerna oleh siswa
adalah pengalaman yang tidak diinginkaan dan tentunya akan berdampak negatif.

83
Caswita, p. 64.
84
Noor, p. 127.

Anda mungkin juga menyukai