Tujuan Pendidikan Nasional merupakan rumusan mengenai kualitas manusia modern yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh sebab itu rumusan tujuan pendidikan nasional
menjadi dasar pengembangan pendidikan karakter bangsa. Untuk memudahkan wawasan arti
pendidikan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian, istilah, pendidikan karakter bangsa.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta
didik.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara
pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses
pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/
atau kelompok yang unik baik sebagai warga negara.
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tercermin
dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil
olah pikir, olah hati, olah rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhineka
Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
A. Latar Belakang
Pendidikan bagi kehidupana manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus
dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia
dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep
pandangan hidupnya. Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha
sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Penulis akan memberikan penjelasan dan pembahasan mengenai pendidikan dan pembentukan
karakter, yang di dalamnya akan dibahas secara singkat tentang pendidikan dan pembentukan
karakter dan hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter. Karena pendidikan
karakter merupakan hal yang paling penting dan mendasar untuk membentuk suatu manusia
yang ideal dan cerdas.
Urgensi Pendidikan Karakter memiliki fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan
tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Sebelum memahami lebih jauh mengenai konsep dasar karakter, berikut merupakan beberapa
pengertian karakter :
1) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti “sifat-sifat kejiwaan atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya”. Karakter juga dapat berarti “huruf”.
2) Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter,
adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.
3) Menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementrian Pendidikan Nasional, karakter adalah cara berpikir
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keputusan yang ia buat.
4) W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang
ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
5) Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak
etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat
yang relatif tetap.
6) Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya
mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
7) Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti
“to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku
tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang
yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi
istilah karakter erat kaitannya dengan personality(kepribadian) seseorang.
8) Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan
menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter
berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun
demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan
kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan
mengorganisasikan aktifitas individu.
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga
orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter
jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan
berkarakter mulia.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral
feeling) dan perilaku moral(moral behavior).Karakter didukung oleh pengetahuan tentang
kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.
Karakter didapatkan dan dapat dilihat dari refleksi sikap seseorang dalam kehidupannya, jika ia
banyak berbuat kebaikan maka ia dinilai berkarakter baik, dan sebaliknya orang yang berbuat
jahat dinilai berkarakter buruk. Semua penilaian tersebut tak lepas dari cara pandang orang lain
terhadap sikap-sikap yang ditunjukan oleh diri orang yang bersangkutan.
1. Karakter Mulia
Karakter mulia berari individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai
dengan nilai-nilai seperti : reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan
inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban,
pemberani, dapat dipercaya, jujur, menempati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah,
pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif,
disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien,
menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis, sportif, tabah, terbuka, tertib.
Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga
mampu bertidak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.Karakter adalah realisasi
perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan
hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (Pengetahuan) dirinya dan
disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
2. Nilai Karakter
Berdasarkan nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima
nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan.
a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Yaitu religius : pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan
pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (personal)
1) Jujur :Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan tindakan, dan perkerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
2) Bertanggung jawab :Sikap dan perilaku seseorang untu melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
3) Bergaya hidup sehat :Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan
hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
4) DisiplinTindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5) Kerja keras :Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
6) Percaya diri :Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhdapat pemenuhan tercapainya setiap
keinginan dan harapannya.
7) Berjiwa wirausaha :Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk
baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadaan produk baru,
memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
8) Berpikir logis, kritis, dan inovatif :Berrpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau
logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
9) Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
10) Ingin tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
11) Cinta ilmu : Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesame
1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
2) Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang mengjadi miliki/hak diri sendiri dan orang
lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
3) Patuh pada aturan-aturan social
4) Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepertingan
umum.
5) Menghargai karya dan prestasi orang lain
6) Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
7) Santun
8) Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua
orang.
9) Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain.
d. Nilai karakter dalam hubungannya dengna lingkungan
1) Penduli sosial dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusahakan alam yang sudah
terjadi dan selalau memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
2) Nilai kebangsaan
Cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
3) Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
4) Menghargai keberagaman
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat,
adat, budaya, suku dan agama.
Pendidikan karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli
dianggap sebagai suatu hal yang niscaya. John Sewey, misalnya, pada tahun 1916 yang
mengatakan bahwa sudah merupakan hal yang lumrah dalam teori pendidikan bahwa
pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah.
Kemudian pada tahun 1918 di Amerika Serikat (AS), Komisi Pembaharuan Pendidikan
Menengah yang ditunjuk oleh Perhimpunan Pendidikan Nasioanal melontarkan sebuah
pernyataan bersejarah yaitu mengenai tujuan-tujuan pendidikan umum.Lontaran itu dalam
sejarah kemudian dikenal sebagai “Tujuh Prinsip Utama Pendidikan”, diantaranya sebagai
berikut :
1) Kesehatan
2) Penguasaan proses-proses fundamental
3) Menjadi anggota keluarga yang berguna
4) Pekerjaan
5) Kewarganegaraan
6) Penggunaan waktu luang secara bermanfaat
7) Watak susila
Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua
guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh guru. Dengan demikian, kurang tepat jika
dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada
guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PKN atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat
dipahami bahwa yang dominan untuk mengajarkan pendidikan karakter bangsa adalah para guru
yang relevan dengan pendidikan karakter bangsa.Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan
dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,
jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokan kedalam beberapa factor diantaranya :
1. Olah Hati (Spiritual and emotional development);
2. Olah Pikir (intellectual development);
3. Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development) dan
4. Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal,
dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan
kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Menurut Annas (2011) dalam
penerapan pendidikan karakter, ada beberapa faktor penunjang sebagai berikut :
a. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP merupakan upaya untuk
menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan
diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Situasi pembelajaran yang kondusif serta
kerjasama yang baik antara guru dan siswa menjadikan materi-materi yang diajarkan dalam
proses pembelajaran di kelas dapat diterima dan diaplikasikan oleh siswa dengan baik termasuk
materi pendidikan karakter.
b. Komitmen Guru Guru mempunyai peran dan fungsi sangat penting dalam upaya penanaman
pendidikan antikorupsi. Guru yang baik adalah guru yang selain bisa memberi teori atau materi
pelajaran, juga bisa memberikan contoh yang baik bagi siswa.
c. Komitmen Kepala Sekolah Kepala Sekolah merupakan orang yang mempunyai kewenangan
paling tinggi dalam menentukan kebijakan sekolah. Berjalan tidaknya organisasi sekolah
termasuk baik buruk kegiatan pembelajaran, prestasi, dan kegiatan-kegiatan lain di lingkungan
sekolah salah satunya ditentukan oleh kebijakan kepala sekolah.
d. Pengadaan Sarana dan Prasarana yang Memadai Sarana dan prasarana merupakan faktor
penunjang yang harus ada dalam penerapan pendidikan karakter di sekolah. Dengan adanya
sarana dan prasarana yang memadai, diharapkan penerapannya dapat terlaksana dengan baik
pula. Oleh sebab itu, jika sarana dan prasarana kurang memadai, juga akan menjadi kendala
penerapan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak
didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui
pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan
karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik.
Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk,
memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi
dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan
mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik
akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya,
sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan
pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada
pilihan tersebut.
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata
kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak
lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial
yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat
proses pembentukan diri secara terus-menerus. Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan
dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang idea, melalui proses refleksi dan
interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat
dievaluasi secara objektif.
Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui
pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter, pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu
nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikan oleh semua warga sekolah masyarakat sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas,
karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak didik.
Menurut Suyanto, ada beberapa penelitian yang menjelaskan dampak pendidikan karakter
terhadap keberhasilan akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intellegence and School Succes (Joseph Zink dkk., 2001)
mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak
terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor penyebab
kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada
kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama,
kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat.
Menurutnya 80% keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan
hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam
kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol
emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia prasekolah, dan jika
tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang berkarakter akan
terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti tawuran, narkoba,
miras, seks bebas, dan lain sebagainya.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di
antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini
menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak
positif pada pencapaian akademis.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Pendidikan karakter berpijak pada karakter dasar manusia dari nilai moral universal yang
bersumber dari agama. Menurut ahli psikologi, karakter dasar tersebut adalah cinta kepada Allah
dan ciptaanNya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, peduli, kerjasama, percaya diri,
kreatif, kerja keras, dan lain-lain. Menurut Doni A. Koesoema, pendidikan karakter terdiri dari
beberapa unsur, diantaranya penanaman karakter dengan pemahaman pada peserta didik tentang
struktur nilai dan keteladanan yang diberikan pengajar dan lingkungan.
1. Agama
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama.Oleh karena itu, kehidupan individu,
masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis,
kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar
pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2. Pancasila
Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan Kebangsaan dan
kenegaraan yang disebut Pancasila.Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.Artinya, nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan
mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga
negara.
Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU. menjelaskan mendidikan karakter tidak hanya
mengenalkan nilai-nilai secara kognitif tetapi juga melalui penghayatan secara afektif dan
mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan siswa
seperti pramuka, upacara bendera, palang merah remaja, teater, praktek kerja lapangan, menjadi
relawan bencana alam, atau pertandingan olahraga dan seni adalah cara-cara efektif menanamkan
nilai-nilai karakter yang baik pada siswa. Ia menekankan pendidikan berbasis karakter bukan
merupakan mata pelajaran tersendiri melainkan dampak pengiring yang diharapkan
tercapai.
Sementara itu Kemendiknas menyebutkan beberapa prinsip pengembangan pendidikan karakter
dan budaya bangsa di sekolah, yaitu:
1) Keberlanjutan : yaitu bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa
dimualai dari awal peserta didik masuk hingga selesai dari satuan pendidikan.
2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah.
3) Nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan merupakan
pokok bahasan yang harus diajarkan, sebaliknya mata pelajaran dijadikan sebagai bahan atau
media mengembangkan nilai-nilai karakter.
4) Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Selain itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang
strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi
peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan
prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan
kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar
dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas
manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang
harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk
memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta
didik di sekolah, sebagai berikut :
1) Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran.
Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta
didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing,
memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan
menemukan sendiri hasil belajarnya.
2) Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran.
Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter
pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya
dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses
pembelajaran.Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia.
3) Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau
menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang
kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4) Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter
peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia
(peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru
perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang
mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5) Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam
pengembangan pendidikan karakter.
Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan
masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan
pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6) Menjadi figur teladan bagi peserta didik.
Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru,
sedikit tidak akan bergantung kepada penerimaan pribadi peserta didik tersebut terhadap pribadi
seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk
meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/figurnya tersebut.
Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung
maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam
proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam
subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga padaprosesnya dalam uraian di atas menggambarkan
peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai
katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak
dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya
sebagai figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang
guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan
potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu
membangkitkan semangat, etos kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran
sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik
ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung
tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk
mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai
dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat
efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
b. Penyaluran Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan
karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan
perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.
Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur
adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar,
berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa,
berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja,
bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana,
cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria,
komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi,
mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai
pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian,
berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa
malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan,
setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila,
taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan
sejenisnya.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran (kegiatan
pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler
dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun
penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kegiatan pembelajaran
Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan
menggunakan strategi yang tepat.Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan
pendekatan kontekstual.Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut
dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia
nyata.Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati
siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa
lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada
tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 :
8).
REFERENSI :
1. Lickona, T.(2002) Character Matters. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi
Aksara. Lickona, T.(2002) Educating for Character.
2. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
3. Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika
4. Aditama Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang tepat untuk membangun
bangsa. Jakarata.
5. BP Migas dan Star Energy. Kemendiknas (2010a), Pengembangan Pendidikan Karakter dan
Budaya Bangsa, Jakarta:
6. Kemendiknas . Kemendiknas (2011), Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta
7. Alexandria: ASCD Samani, M. & Hariyanto, (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Sumber Lain :
https://pndkarakter.wordpress.com/category/tujuan-dan-fungsi-pendidikan-karakter/
http://dedi26.blogspot.co.id/2013/06/pendidikan-karakter-bangsa.html
http://rinitarosalinda.blogspot.co.id/2014/04/konsep-dasar-pendidikan-karakter.html