Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA SINTAKSIS DAN

SEMANTIK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Problematika Berbahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd

oleh :
Kelompok 3
1. Hendri Ristiawan

(K7113096)

2. Laurensius Dimas P

(K7113124)

3. Luth Prasandi Eko W

(K7113132)

4. Mariana

(K7113136)

5. Maya Al Fattah Putriyani

(K7113139)

6. Mutia Dian Puspita

(K7113149)

7. Nia Octavia

(K7113151)

8. Nita Nur Qoriah

(K7113154)

9. Nur Laila Mubarokah

(K7113160)

10. Nurul Hajjah Mabruroh

(K7113167)

11. Puput Tri Widiastuti

(K7113174)

12. Restu Yuniastuti

(K7113181)

Kelas 7C

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Karena rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Problematika Berbahasa
Indonesia dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa Sintaksis dan Semantik.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad
SAW.
Penulis tidak memungkiri bahwa tugas yang penulis buat ini masih banyak
kekurangan. Akan tetapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin agar dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Menyadari hal di atas, untuk melengkapi makalah yang masih kurang dan
mengurangi yang berlebihan, penulis sangat mengharapkan masukan dari
pembaca agar makalah selanjutnya yang akan penulis buat dapat lebih baik dari
sebelumnya. Sehingga, kita semua tetap menjadi lebih baik dari hari kemarin
dengan saling memperingatkan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, Juni 2016

PenulisDAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................

ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................

C. Tujuan ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Analisis Kesalahan Sintaksis
1. Kesalahan Bidang Frasa ................................................................

2. Kesalahan Bidang Klausa...............................................................

3. Kesalahan Bidang Kalimat ............................................................

B. Analisis Kesalahan Semantik


1. Adanya Penerapan Gejala Hiperkorek ...........................................

13

2. Adanya Penerapan Gejala Pleonasme............................................

20

3. Adanya Kesalahan Pilihan Kata atau Diksi....................................

20

4. Adanya Ambiguitas .......................................................................

23

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..........................................................................................

24

B. Saran ....................................................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

25

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan
hubungan dan kerja sama. Hampir seluruh aktivitas kegiatan manusia
berhubungan dengan bahasa, manusia dapat mengekspresikan pikiran dan
perasaannya. Dalam berkomunikasi dengan bahasa itu pasti membuat
kesalahan. Kesalahan itu ada yang sistematis dan ada yang tidak sistematis.
Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu sendiri adalah suatu
teknik

untuk

mengidentifikasikan,

mengklasifikasikan,

dan

menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh


si terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua
dengan

menggunakan

teori-teori

dan

prosedur-prosedur

berdasarkan

linguistik (Pateda, 1989 : 32).


Sementara Pateda (50-66) juga menjelaskan bahwa analisis kesalahan
berbahasa dibagi kedalam daerah-daerah kesalahannya. Menurut pateda
daerah kesalahan berbahasa dibagi menjadi 4 antara lain : (1) Daerah
kesalahan fonologi, (2) Daerah kesalahan morfologi, (3) Daerah kesalahan
sintaksis, (4) Daerah kesalahan semantis. Meskipun daerah kesalahan tersebut
sudah diklasifikasikan tetapi antara daerah kesalahan bahasa satu dengan
yang lain saling berhubungan. Dalam makalah ini penulis akan mencoba
menganalisis lebih spesifik lagi mengenai kesalahan berbahasa sintaksis dan
semantik.
B. Rumusan masalah
1.

Bagaimana analisis kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis ?

2.

Bagaimana analisis kesalahan berbahasa dalam bidang semantik ?

C. Tujuan
Melalui penulisan makalah ini, mahasiswa diharapkan mendapat
gambaran tentang:
1.

Analisis kesalahan sintaksis.

2.

Analisis kesalahan semantik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Kesalahan Sintaksis
Kalau fonologi membahas tentang bunyi-bunyi bahasa, sedang
morfologi membahas tentang morfem dan kata, maka sintaksis membahas
tentang apa? Tarigan (1984) mengemukakan bahwa sintaksis adalah salah
satu cabang dari tata bahasa yang membicarakan struktur kalimat,klausa dan
frasa. Sintaksis adalah cabang linguistik tentang susunan kalimat dan bagianbagiannya; ilmu tata kalimat (tim penyusun Kamus, 1996; 946). Ramlan
(1987 : 21) mendefenisikan sintaksis sebagai bagian atau cabang dari ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase;
berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk beluk kata dan morfem.
Oleh Kridalaksana (1982) kalimat merupakan satuan bahasa yang secara
relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual dan
potensial terdiri dari klausa, misalnya saya makan nasi. Sedang klausa adalah
satuan bentuk linguistik yang terdiri atas subjek dan predikat. Lalu apa yang
dimaksud frasa? Frasa adalah satuan tata bahasa yang tidak melampaui batas
fungsi subjek atau predikat (Ramlan,1978).
Kaitannya dengan hal tersebut, Tarigan dan Sulistyaningsih (1979)
dan Semi (1990) mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa dalam bidang
sintaksis meliputi : kesalahan frasa,kesalahan klausa, dan kesalahan kalimat.
Adapun rincian kesalahan setiap aspek tersebut antara lain sebagai berikut :
1.

Kesalahan Bidang Frasa


Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai dalam
bahasa lisan maupin bahasa tertulis. Artinya kesalahan berbahasa dalam
bidang frasa ini sering terjadi dalam kegiatan berbicara maupun kegiatan
menulis. Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis,
khususnya segi frasa, antara lain sebagai berikut :

a.

Penggunaan kata depan tidak tepat : di masa itu


Beberapa frasa preposisional yang tidak tepat karena menggunakan
kata depan yang tidak sesuai. Hal ini pengaruh dari bahasa sastra
atau bahasa media masa, misalnya sebagai berikut.
di masa seharusnya pada masa itu
di waktu itu seharusnya pada waktu itu
di malam ini seharusnya pada malam itu
di hari itu seharunya pada hari itu

b.

Penyusunan frasa yang salah struktur


Sejumlah frasa kerja yang salah karena strukturnya yang tidak tepat
karena kata keterangan atau modalitas terdapat sesudah kata kerja.
Misalnya :
belajar sudah seharusnya sudah belajar
minum belum seharusnya belum minum
makan sudah seharusnya sudah makan

c.

Penambahan yang dalam frasa benda (B+S)


Frasa benda yang berstruktur kata benda+ kata sifat tidak diantarai
kata penghubung yang. Misalnya :
petani yang muda seharusnya petani muda
pedagang yang hebat seharusnya pedagang hebat
guru yang profesional seharusnya guru profesional
Anak yang saleh seharusnya anak saleh

d.

Penambahan kata dari atau tentang dalam Frasa Benda (B+B)


Benda yang berstruktur kata benda+ kata benda yang tidak diantarai
kata penghubung yang atau dari, karena tanpa kata dari sudah
menunjukkan asal. Contoh :
gadis dari Bali seharusnya gadis Bali
pisang dari Ambon seharusnya pisang Ambon
garam dari Inggris seharusnya garam Inggris
mangga dari Probolinggo seharusnya mangga probolinggo
karak dari Pajang seharusnya karak Pajang

e.

Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda (B+Pr)


Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata pronomina tidak
diantarai kata penghubung milik atau kepunyaan, karena tanpa kata
itu sudah menunjukkan kepunyaan posesif, misalnya:
Daster kepunyaan ibu seharusnya daster ibu
Golok milik Abdullah seharusnya golok Abdullah
Buku kepunyaan adik seharusnya buku adik
Motor milik Imran seharusnya motor Imran

f.

Penambahan kata untuk dalam frasa Kerja (K pasif + K lain)


Frasa kerja yang berstruktur kata kerja pasif + kata kerja aktif tidak
diantarai kata seperti untuk supaya makna yang ditunjuk tampak
jelas, misalnya sebagai berikut:
Diajar untuk membaca seharusnya diajar membaca
Dituduh untuk membunuh seharusnya dituduh membunuh
Dibimbing untuk menulis seharusnya dibimbing menulis
Dididik untuk berani seharusnya dididik berani

g.

Penghilangan kata yang dalam Frasa Benda (Benda + yang + K


Pasif)
Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata kerja pasif
memerlukan kata yang untuk memperjelas makna frase tersebut.
Misal sebagai berikut:
Kursi kududuki seharusnya kursi yang kududuki
Taman kupelihara seharusnya taman yang kupelihara
Baju kubersihkan seharusnya baju yang kubersihkan
Kursi kuperbaiki seharusnya kursi yang kuperbaiki.

h.

Penghilangan kata oleh dalam Frasa Kerja Pasif (K Pasif + oleh + B)


Frasa yang berstruktur dimulai dari kata kerja pasif + kata benda
seharusnya tidak dihilangkan kata oleh atau perlu ada kata oleh
diantaranya untuk memperjelas makna pasif frasa tersebut.
Misal sebagai berikut:
Diminta ibu seharusnya diminta oleh ibu

Dinasihati kakak seharusnya dinasihati oleh kakak


Dibimbing paman seharusnya dibimbing oleh paman
Dididik kakek seharusnya dididik oleh kakek
i.

Penghilangan kata yang dalam frasa Sifat (yang + paling + sifat)


Dialah paling pintar dikampung ini. Kalimat tersebut kurang tegas
makna yang dimaksud karena tidak menggunakan kata penghubung
yang sesudah kata Dialah. Oleh karena itu, kalimat tersebut
seharusnya menjadi Dialah yang paling pintar dikampung ini. Jadi,
frase sifat yang dimulai kata paling seharusnya diawali kata yang,
misalnya sebagai berikut:
Paling besar seharusnya yang paling besar
Paling tinggi seharusnya yang paling tinggi
Sangat berwibawa seharusnya yang sangat berwibawa
Amat profesional seharusnya yang amat provesional.

2.

Kesalahan Bidang Klausa


Kesalahan dalam berbahasa yang biasa terjadi dalam bidang
sintaksis khususnya segi klausa, antara lain sebagai berikut :
a.

Penambahan preposisi diantara kata kerja dan objeknya dalam klausa


aktif
Dalam klausa aktif seharusnya antara kata kerja dan objeknya tidak
diantarai modalitas atau kata keterangan tertentu. Hal ini agar
tampak hubungan yang erat antara predikat dan objek dalam kalimat.
Selain itu, agar makna kalimat tersebut tidak menjadi agak kabur.
Misalnya :
-

Rakyat mencintai akan pimpinan yang jujur, seharusnya


Rakyat mencintai pimpinan yang jujur

Pemimpin itu melindungi akan rakyatnya, seharusnya


Pemimpin itu melindungi rakyatnya

b.

Penambahan kata kerja bantu dalam klausa ekuasional


Dalam klausa ekuasional atau nominal , kata kerja bantu adalah
tidak perlu di antara subjek dan predikat. Hal ini agar keterpaduan
antara subjek dan predikat terpadu secara erat. Selain itu, makna
kalimat tersebut nampak dengan jelas.
Misalnya :
-

Nenekku adalah dukun, seharusnya


Nenekku dukun

Bapakku adalah guru SD, seharusnya


Bapakku guru SD

Ibuku adalah penjual jamu, seharusnya


Ibuku penjual jamu

c.

Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa aktif


Dalam klausa aktif, kata modalitas semestinya tidak ada di antara
subjek dan predikat. Hal ini agar hubungan dan keterpaduan subjek
dan predikat tampak secara jelas sekaligus memberikan efek makna
yang jelas.
Misalnya :
-

Saya akan membeli rumah itu, seharusnya


Akan saya membeli rumah itu.

Pak Lurah selalu mengunjungi wilayahnya, seharusnya


Selalu Pak Lurah mengunjungi wilayahnya.

Kakak sering membaca buku itu, seharusnya


Sering Kakak membaca buku itu.

d.

Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif


Klausa pasif adala klausa yang salah satu ciri-cirinya adalah
menggunakan kata oleh. Misalnya Buku Pendidikan Agama Islam
itu dibaca oleh Andi Makkasau. Namun demikian, bisa dijumpai
penggunaan klausa pasif tanpa ada kata oleh di dalamnya. Klausa
pasif seperti itu seharusnya menggunakan kata oleh supaya ciricirinya sebagai klausa pasif semakin jelas.

Misalnya:
-

Roman Tenggelamnya Kapal Tanpo Mas dibaca Rina,


seharusnya

e.

Roman Tenggelamnya Kapal Tanpo Mas dibaca oleh Rina.

Buku ekonomi itu telah dibaca Amir, seharusnya

Buku ekonomi itu telah dibaca oleh Amir.

Buah mangga itu dimakan Bapak, seharusnya

Buah mangga itu dimakan oleh Bapak.

Penghilangan kata kerja dalam klausa intransitif


Dalam

situasi

pembicaraan

yang

resmi,

kadang-kadang

menggunakan klausa intransitif, yakni klausa yang predikatnya dari


kata kerja intransitif. Namun kata kerja tersebut tidak masukkan
dalam kalimat, misalnya / Ibu ke Makassar /. Klausa intransitif
tersebut tidak jelas predikatnya; klausa tersebut bukan tergolong
klausa yang benar. Olehnya itu, klausa itu perlu diperbaiki menjadi
Ibu pergi ke Makassar. Contoh lain sebagai berikut:
-

Pak camat ke Maros kemarin.


Semestinya

Pak camat pergi ke Maros.

Amin di kolam renang.


Semestinya

Amin berenang di kolam renang.

Ibu di pasar tadi pagi.


Semestinya

3.

Ibu berbelanja di pasar tadi pagi.

Kesalahan Bidang Kalimat


Kesalahan yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis, khususnya dari segi
kalimat antara lain sebagai berikut.

a.

Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa daerah


Berbahasa Indonesia dalam situasi resmi kadang-kadang tidak
disadari menerapkan struktur bahasa daerah. Seperti :
1) Amin pergi ke rumahnya Rudy
2) Buku ditulis oleh saya.
3) Rumah itu dibuat oleh saya.
Kalimat 1), 2), dan 3) terpengaruh pada struktur bahasa daerah. Oleh
karena itu, kedua kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi:
1) Amin pergi ke rumah Rudy.
2) Buku itu saya tulis.
3) Rumah itu saya buat.

b.

Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat preposisi di awal


Ketika menulis atau berbicara dengan orang lain pada situasi resmi,
kadang-kadang menggunakan kalimat yang tidak bersubjek karena
adanya kata penghubung seperti dalam, pada, untuk, kepada
diletakkan di awal kalimat. Dengan demikian, kalimat tersebut
menjadi tidak bersubjek misalnya,
Dalam pertemuan itu membahasa berbagai persoalan.
Supaya kalimat itu menjadi bersubjek, seharusnya:

c.

Pertemuan itu membahas berbagai persoalan, atau

Dalam pertemuan itu dibahas berbagai persoalan.

Penggunaan subjek yang berlebihan


Biasa kita mendengar kalimat Ety membeli ikan ketika Ety akan
makan malam. Kalimat tersebut

menggunakan dua subjek yang

sama. Semestinya subjek yang kedua dihilangkan dan hal itu tidak
mempengaruhi makna kalimat. Dengan demikian, kalimat tersebut
dapat diperbaiki menjadi Ety membeli ikan ketika akan makan
malam.
Contoh lain:
-

Ali menulis drama saat Ali telah membaca buku Rendra tentang
drama.

Seharusnya:
d.

Ali menulis drama setelah membaca buku Rendra tentng drama.

Penggunaan kata penghubung secara ganda pada kalimat majemuk


Dalam kalimat majemuk setara berlawanan kadang-kadang ada yang
menggunakan dua kata penghubung sekaligus. Penggunaan kata
penghubung yang ganda dalam suatu kalimat perlu dihindari.
Semestinya hanya satu kata penghubung, misalnya sebagai berikut.
-

Meskipun sedang sakit kepala, namun Alimuddin tetap pergi ke


sekolah.

Seharusnya:
Meskipun sedang sakit kepala, Alimuddin tetap pergi ke
sekolah.
-

Walaupun sibuk sekali tetapi Rudi dan Indrawan selalu hadir di


acara sederhana ini.

Seharusnya:
Walaupun sibuk sekali, Rudi dan Indrawan selalu hadir di
acara sederhana ini.
e. Penggunaan kalimat yang tidak logis
Buku itu membahas peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
Kalimat tersebut tidak logis karena tidak mungkin buku mempunyai
kemampuan membahas peningkatan mutu pendidikan SD. Oleh
karena itu, kalimat tersebut perlu diperbaiki menjadi Dalam buku itu
dibahas tentang peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
Atau Dalam buku itu, pengarang membahas peningkatan mutu
pendidikan di Sekolah Dasar.
f.

Penggunaan kata penghubung berpasangan secara tidak tepat


Kata hubung berpasangan yang berfungsi menafikan suatu hal terdiri
atas bukan berpasangan melainkan untuk menafikkan benda dan
kata penghubung bukan berpasangan tetapi untuk menafikkan

10

peristiwa atau kerja. Kedua kata penghubung berpasangan tersebut


seharusnya digunakan secara konsisten dalam berbahasa Indonesia.
Misalnya:
Bukan Pak Alimuddiin yang mengajarkan IPA tetapi Pak Nurdin.
Sudirman tidak menulis buku tetapi menghitung angka.
Dengan demikian, kalimat yang menggunakan bukan ..tetapi atau
tidak. Melainkan dapat digolongkan bentuk yang tidak semestinya.
Contoh:
-

Mereka tidak menulis melainkan sedang melukis.


Seharusnya
Mereka tidak menulis tetapi sedang melukis

Dia bukan perampok tetapi pengemis.


Seharusnya
Dia buka perampok melainkan pengemis.

g.

Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur pada struktur


bahasa asing
Kata di mana, yang mana, dengan siapa, adalah kata-kata yang
lazim digunakan dalam membuat kalimat tanya. Kata-kata tersebut
bila digunakan di tengah kalimat yang fungsinya bukan menanyakan
sesuatu merupakan pengaruh bahasa asing. Dengan demikina perlu
dihindari penggunaan di mana, yang mana, dengan siapa diganti
dengan kata bahasa indonesia. Misalnya sebagai berikut.
-

Rumah di mana dia bermalam dekat dari pasar

Orang dengan siapa dia diajak bicara belum dating

Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas yang mana


memberi contoh-contoh dengan jelas pula.

Ketiga kalimat di atas seharusnya:


-

Rumah tempat dia bermalam dekat dari pasar.

Orang yang akan dia ajak bicara belum datang.

Kitab yang kami bersama-sama cukup jelas karena contohcontohnya jelas pula.

11

h.

Penggunaan kalimat yang tidak padu


Kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang padu karena
kesalahan struktur kata yang kurang tepat sehingga maknanya agak
kabur. Misalnya:
-

Mereka menyatakan persetujuannya tenyang keputusan yang


bijaksana itu

Yang menjadi sebab rusaknya hutan adalah perladangan liar.

Kedua kalimat di atas seharusnya:

i.

Mereka menyetujui keputusan yang bijaksana itu.

Penyebab rusaknya hutan adalah perladangan liar.

Penyusunan kalimat yang mubazir


Kalimat yang mubazir biasanya disebabkan penggunaan kata-kata
yang berulang secara berlebihan, penggunaan dua kata yang relatif
sama maknanya, misalnya sebagai berikut:
-

Dalam konsep pendidikan yang disusunnya banyak terdapat


berbagai kesalahan.

Mereka mencari nafkah demi untuk keluarganya.

Mahasiswa harus rajin belajar agar supaya lulus dengan nilai


yang sangat memuaskan.

Ketiga kalimat tersebut seharusnya:


-

Dalam konsep pendidikan yang disusunnya terdapat banyak


kesalahan.

Mereka mencari nafkah demi keluarganya.

Mahasiswa harus rajin belajar agar lulus dengan nilai yang


sangat memuaskan.

12

B. Analisis Kesalahan Semantik


Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan
makna atau struktur makna. Mulyono (1964: 1) menjelaskan bahwa semantik
adalah cabang linguistik yang bertugas menelaah makna kata, bagaimana
mula bukannya, bagaimana perkembangannya, dan apa sebabnya terjadi
perubahan makna dalam sejarah bahasa.
Sedangkan Keraf (1982: 143) berpendapat bahwa semantik adalah
bagian dari tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari
asal mula dan perkembangan arti suatu kata. Dengan kata lain, semantic
adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang menyelidiki seluk beluk makna
suatu kata dan perkembangan maknanya secara berkesinambungan.
Kesalahan berbahasa dalam semantik dapat berkaitan dengan bahasa
tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada tataran
fonolgi, morfologi, dan sintaksis. Kesalahan berbahasa dalam tataran
semantik ini penekanannya pada penyimpangan makna, baik yang

pada

penyimpangan makna, baik yang berkaitan dengan fonologi, morfologi,


maupun sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk kata, ataupun kalimat
yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya, maka tergolong
ke dalam kesalahan berbahasa ini.
Sehubungan dengan analisis kesalahan berbahasa yang berkaitan
dengan bidang semantik, Tarigan mengemukakan kesalahan berbahasa yang
mungkin terjadi di bidang semantik adalah seperti berikut:
1. Adanya Penerapan Gejala Hiperkorek
Gejala hiperkorek adalah suatu bentuk yang sudah betul lalu
dibetul-betulkan lagi dan akhirnya menjadi salah. Hal ini dikarenakan
kata tertentu memiliki kemiripan pengucapan maupun penulisan dengan
kata lain. Kata-kata yang bermiripan tersebut dapat digolongkan kedalam
tiga kelompok, yakni
a.

pasangan yang seasal, contoh: kurban dan kurban;

b.

pasangan yang berasing, contoh: kualitatif dan kwalitatif

13

c.

pasangan yang terancukan, contoh : sah dan syah ( Alwi, 1991: 2122).
Sehingga banyaknya kata yang mempunyai kemiripan menuntut
banyak ketelitian. Menurut penulis, dari tiga jenis kemiripan tersebut,
yang berkaitan dengan makna yang berbeda terdapat pada jenis pasangan
yang seasal dan pasangan yang terancukan
a. Kesalahan karena Pasangan yang Seasal
Pasangan yang seasal adalah pasangan kata yang memiliki bentuk
asal yang sama dan maknanya pun berdekatan (Alwi, 1991 : 21).
Dalam hal ini kita tidak menentukan bentuk mana yang benar, tetapi
bentuk mana yang maknanya tepat untuk menyatakan gagasan kita.
Dengan kata lain, masing- masing adalah bentuk yang benar. Kita
dapat mengamati contoh-contoh pemakaian pasangan yang seasal.
Contohnya:
1) Penggunaan Kata Korban dan Kurban
Bentuk Tidak Baku
-

Daging korban itu akan dibagikan kepada yang berhak

menerimanya
-

Jumlah kurban tanah longsor yang tewas sudah bisa

dipastikan.
Makna kata qurban adalah persembahan kepada Tuhan
(seperti kambing, sapi, dan unta yang disembelih pada hari
Lebaran haji) . Makna kata korban adalah orang atau binatang
yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat,
dan sebagainya.
Bentuk Baku
-

Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak


menerimanya.

Jumlah korban tanah longsor yang tewas sudah bisa


dipastikan.

2) Penggunaan Kata Lolos dan Lulus

14

Kata lolos dan lulus merupakan dua kata yang hampir sama
dalam segi bentuk maupun makna. Dari segi bentuk kedua kata
tersebut dibedakan oleh vokal yang membentuknya, yaitu
vokal

/o/

pada

[lolos]

dan

vokal

/u/

pada

[lulus].

Kekurangancermatan pemakai bahasa mengakibatkan kata-kata


yang mirip tersebut tertukar denga yang lain, sehingga
menimbulkan

kesalahan.

Pemakaian

yang

salah

dapat

diperhatikan pada contoh berikut ini.


Bentuk Tidak Baku
-

Narapidana itu lulus

dari penjara tadi malam denga

merusak terali jendela


-

Benang sebesar itu tidak dapat lolos ke lubang jarum yang


kecil itu.
Kata lolos berarti keberhasilan melewati bahaya,

rintangan, atau upaya penangkapan, sedangkan lulus berarti


keberhasilan melewati ujian atau memenuhi persyaratan.
Bentuk Baku
-

Narapidana itu lolos

dari penjara tadi malam denga

merusak terali jendela


-

Benang sebesar itu tidak dapat lulus ke lubang jarum yang


kecil itu.

3) Penggunaan Kata Penglepasan dan Pelepasan


Kata penglepasan oleh pemakai bahasa sering pula digunakan di
samping kata pelepasan. Penggunaan kedua kata tersebut sering
dipertukarkan, perhatikan pemakaian berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
-

Acara pelepasan para wisudawan akan dimulai pukul 08.00.

Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami cacat fisik,


yaitu di bagian penglepasannya.

15

Kata penglepasan umumnya diberi makna proses,


tindakan, atau hal melepaskan, sedangkan pelepasan diberi
maknaanus.
Bentuk Baku
-

Acara penglepasan para wisudawan akan dimulai pukul


08.00.

Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami cacat fisik,


yaitu di bagian pelepasannya.

b. Kesalahan karena Pasangan yang Terancukan


Jenis lain kesalahan karena kemiripan adalah pasangan yang
terancukan. Pasangan yang terancukan terjadi jika oran gyang tidak
mengetahui secara pasti bentuk kata yang benar lalau terkacaukan
oleh bentuk yang dianggapnya benar. Dalam hal ini kedua anggota
pasangan itu memang bentuk yang benar, tatapi harus diperhatikan
perbedaan maknanya. Akibatnya, kadang- kadang ditemukan
penggunaan bentuk

yang

salah. Contoh-

contoh kesalahan

pemakaian jenis ini.


1)

/s/ dijadikan /sy/ atau sebaliknya


a) Penggunaan kata sah dan syah
Kata sah dan syah merupakan dua kata yang berbeda dari
segi makna. Kemiripan bentuk dan lafal memang dimiliki
kedua kata tersebut. Tidak mengherankan jika pemakai
bahasa

yang

tidak

cermat,

sering

mengacaukan

pemakaiannya. Perhatikan pemakain berikut ini.


Bentuk Tidak Baku
-

Sah iran sudah pernah berkunjung ke indonesia.

Dia sekarang telah syah menjadi suami saya.

Kata Sah berarti sudah sesuai dengan hukum, sedangkan


syah berarti raja. Kesalahan pada kedua kalimat di atas
dapat diperbaiki menjadi:
Bentuk Baku

16

Syah Iran sudah pernah berkunjung ke Indonesia.

Dia sekarang telah sah menjadi suami saya.

b) Penggunaan Kata Sair dan Syair


Kemiripan bentuk juga dapat kita amati pada kata sair dan
syair. Karena ketidakcermatan pemakai bahasa, kesalahan
pemakaian kedua kata yang mirip itu pun terjadi. Contoh.
Bentuk Tidak Baku
-

Sastrawan itu sedang asyik membaca sair.

Orang Islam yang beriman selalu berhati- hati dalam


berbuat, dia selalu ingat syair.

Kata sair bermakna api neraka, sedangkan kata syair berati


bentuk puisi lama. Perbaikannya sebagai berikut.
Bentuk Baku
-

Sastrawan itu sedang asyik membaca syair

Orang Islam yang beriman selalu berhati- hati dalam


berbuat, dia selalau ingat sair.

c) Penggunaan Kata Syarat dan Sarat


Bentuk Tidak Baku
-

Salah satu sarat menjadi seorang tentara adalah sehat


jasmani dan rohani

Gerobak yang didorong Pak Tani syarat hasil panen.

Kata sarat berarti penuh; sedangkan kata syarat berarti


ketentuan yang harus dipenuhi
Bentuk Baku
-

Salah satu syarat menjadi seorang tentara adalah sehat


jasmani dan rohani

Gerobak yang didorong Pak Tani sarat hasil panen.

2) /E/ dijadikan /e/ atau sebaliknya


Bentuk Tidak Baku
-

Adikku menjadi dekan FKIP UNM

Pepaya itu banyak dEkannya

17

Kata dekan diganti menjadi dEkan, padahal kedua kata itu


berbeda maknanya, dEkan pimpinan fakultas , sedangkan
dekan ulat
Bentuk Baku
-

Adikku menjadi dEkan FKIP UNM

Pepaya itu banyak dekannya

3) /p/ dijadikan /f/ atau sebaliknya


a) Penggunakan Kata Kafan dan Kapan
Bentuk Tidak Baku
-

Mayat itu sudah dibungkus kain kapan.

Kafan kamu akan berangkat ke bali?

Jika dilihat dari maknanya; kata kafan bermakna kain


(putih) pembungkus mayat; sedangkan kapan bermakna
kata tanya untuk menyatakan waktu perbedaan makna
kedua kata tersebut jelas terlihat. Dengan demikian
perbaikan kalimat diatas adalah:
Bentuk Baku
-

Mayat itu sudah dibungkus kain kafan.

Kapan kamu akan berangkat ke bali?

b) Penggunaan Kata Pakta dan Fakta


Bentuk Tidak Baku
-

Berdasarkan pakta yang ada, Mali ditetapkan menjadi


tersangka dalam kasus itu.

Kamulah yang harus bertanggung jawab atas peristiwa


itu berdasarkan fakta yang ada.

Kata pakta berarti perjanjian dan kata fakta berati suatu


peristiwa yang benar-benar ada
Bentuk Baku
-

Berdasarkan fakta yang ada, Mali ditetapkan menjadi


tersangka dalam kasus itu.

18

Kamulah yang harus bertanggung jawab atas peristiwa


itu berdasarkan pakta yang ada.

c) Penggunaan kata polio dan folio


Bentuk Tidak Baku
-

Adiknya menderita folio

Andi sedang membeli kertasi polio di toko.

Kata polio memiliki makna penyakit pada tulang;


sedangkan kata folio berarti ukuran kertas.
Bentuk Baku
-

Adiknya menderita polio

Andi sedang memebeli kertasi folio di toko.

4) Penggunaan Kata yang Berhomofon dan Berhomograf


Terdapat kata- kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki
kemiripan atau kesamaan bentuk (termasuk di dalamnya
homofon dan homograf), tetapi maknanya berbeda. Perhatikan
pamakaian berikut ini
Bentuk Tidak Baku
-

Aku sanksi dengan pernyataan yang baru saja kamu


ucapkan, karena berkali- kali kamu sudah membohogi aku

Sangsi apa yang akan diberkan kepada warga yang


melangar adat itu?

Berapa kilo gram apel yang sudah kamu beli kemarin?


(lafal e taling)

Antok Sabtu malam apel kerumah santi. (lafal e pepet)


Pada kalimat diatas kasus homofon. Pelafalan kata

sanksi dan sangsi sama, akan tetpi ejaan dan arti dari kedua
kata tersebut berbeda. Sanksi berarti hukuman, sedangka
sangsi

berarti

ragu-ragu.

Jika

kedua

kata

tersebut

dipertukarkan pemakaiannya akan terjadi kesalahan.


Kasus homograf terdapat pada kata apel yang dicetak
miring pada kedua

19

contoh tersebut penulisannya sama.

Sekalipun penulisannya sama, namun pelafalannya tidak sama


dan artinya juga tidak sama. Kara apel denga pelafalan e
(taling) berarti kunjungan ke rumah kekasih dan apel dengan
pelafalan e (pepet) berarti nama buah-buahan. Jadi, bentuk
baku yang benar adalah :
-

Aku sangsi dengan pernyataan yang baru saja kamu


ucapkan, karena berkali- kali kamu sudah membohongi
aku.

Sanksi apa yang akan diberkan kepada warga yang


melangar adat itu?

Berapa kilo gram apel yang sudah kamu beli kemarin?


(lafal e pepet)

Antok Sabtu malam apel kerumah santi. (lafal e taling)

2. Adanya Penerapan Gejala Pleonasme


Yang dimaksudkan gejalan pleonasme adalah suatu penggunaan unsurunsur bahasa secara berlebihan.
Contoh:
a.

Sudah sejak dari tadi temanmu menunggu.


Seharusnya :
Sudah dari tadi temanmu menunggu.

b. Aduh, dia sangat manis sekali!


Seharusnya :
Aduh, dia manis sekali!
c. Pada zaman dahulu kala banyak orang-orang menyembah berhala.
Seharusnya :
Pada zaman dahulu kala banyak orang menyembah berhala.
3. Adanya Kesalahan Pilihan Kata atau Diksi
Setiap kata memiliki makna tertentu yang berbeda dengan kata yang lain.
Kendatipun ada beberapa kata yang sekilas tampaknya memiliki makna

20

yang hampir sama, tetapi jika diteliti lebih seksama lagi akan tampaklah
bahwa masing-masing kata itu memiliki perbedaan. Pilihan kata yang
terbaik adalah yang memenuhi syarat antara lain : (a) ketepatan, (b)
kebenaran, dan (c)kelaziman (Alwi dkk, 1992: 11).
Contoh:
a. Pengunaan Kata pukul dan jam
Sering kita temukan pemakaian kalimat- kalimat berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
-

Hari ini akan kita bicarakan masalah kaa majemuk dalam bahasa
Indonesia hingga kira-kira jam 14.00.

Beberapa dokter mengoperasi pasien penyakit jantung koroner


selama 3 jam, yaitu jam 13.00 s.d 16.00.

Selama dua pukul aku menunggumu di sini, tetapi kamu tidak


datang juga.
Penggunaan kata pukul dan jam harus dilakukan dengan

tepat. Kata pukul menunjukkan waktu, sedangkan kata jam


menunjukkan jangka waktu. Kata jam pada kalimat diatas tidak tepat
karena

untuk

menyatakan

waktu

digunakan

kata

pukul.

Ketidaktepatan penggunaan kata pukul karena untuk menyatakan


jangka waktu digunakan kata jam. Perbaikan kalimat tersebut
adalah:
Bentuk Baku
-

Hari ini akan kita bicarakan masalah kaa majemuk dalam bahasa
Indonesia hingga kira-kira pukul 14.00.

Beberapa dokter mengoperasi pasien penyakit jantung koroner


selama 3 jam, yaitu pukul 13.00 s.d 16.00.

Selama dua jam aku menunggumu di sini, tetapi kamu tidak


datang juga.

b. Penggunaan Kata Tidak dan kata Bukan

21

Kata tidak dan bukan merupakan kata-kata yang digunakan untuk


mengingkari. Sekalipun kedua kata itu untuk mengingkari, namun
keduanya mempunyai fungsi yang berbeda. Sering pemkaian kedua
kata tersebut dipertukarkan, sebagai contoh.

Bentuk Tidak Baku


-

Andika bukan mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga dimarahi


Pak Rudi.

Harga buku yang ku beli tadi tidak sepuluh ribu

Tidak orang yang menabrak yang salah, melainkan orang yang


menyeberang tanpa perhitungan itu yang melanggar lalu lintas.

Anak kecil itu tidak menyayi, melainkan berteriak.


Kata tidak dipakai untuk mengingkari verba, adjektiva, dan

adverbia, sedangkan kata bukan

untuk mengingkari nomina,

pronomina, dan numeralia. Dalam kalimat yang bersifar korektif,


maka kata bukan sering dipakai untuk mengingkari verba dan
adjektiva. Apabila kalimatnya tidak bersifat korktif, maka kata
bukan tidak boleh dipakai untuk mengingkari kata selain nomina,
pronomina, dan numeralia. Berdasarkan kaidah tersebut, kita dapat
memperbaiki keenam kalimat diatas menjadi:
Bentuk Baku
-

Andika tidak mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga dimarahi


Pak Rudi.

Harga buku yang ku beli tadi bukan sepuluh ribu

Bukan orang yang menabrak yang salah, melainkan orang yang


menyeberang tanpa perhitungan itu yang melanggar lalu lintas.

Anak kecil itu bukan menyayi, melainkan berteriak.

c. Penggunaan kata Pertandingan dan Perlombaan


Contoh:
-

Pertandingan lari itu disaksikan presiden.

22

Seharusnya:
-

Perlombaan lari itu disaksikan presiden.

d. Penggunaan kata putus dan patah


Contoh:
-

Anak itu jalannya pincang karena kakinya pernah putus.


Seharusnya:

Anak itu jalannya pincang karena kakinya pernah patah.

4. Adanya Ambiguitas
Kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata,
gabungan kata, atau kalimat.
Contoh:
a. Tipe afiks
beruang
(ber+uang : mempunyai uang ; ber+ruang : mempunyai ruang)
beribu
(ber+ribu : Banyak ribu ; ber+ibu : mempunyai ibu)
mengukur
(me+ukur : melakukan pengukuran ; me+kukur: melakukan tindakan
kukur)
b. Tipe idiomatik
angkat topi; artinya, salut
gulung tikar; artinya, bangkrut
angkat tangan; artinya, menyerah
membuka lembaran baru; artinya memulai hidup baru dan melupakan
masa lalu
c. Tipe referensi dan substitusi
Ali bersahabat karib dengan Badu, dia sangat mencintai istrinya.
(dia tidak jelas ditujukan pada Ali atau Badu)
d.

Tipe atribut dalam kalimat


-

Dia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribuan.

23

(tidak jelas uang yang diterima berupa uang dua puluh lima ribu
atau uang lima ribuan yang berjumlah dua puluh)
-

Rumah ketua RT yang baru dicat biru.


(tidak jelas siapa dan apa yang baru, rumah ketua RT atau jabatan
ketua RT)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis meliputi : (1) kesalahan
frasa, (2) kesalahan klausa, dan (3) kesalahan kalimat. Sedangkan kesalahan
berbahasa yang mungkin terjadi di bidang semantik yaitu : (1) adanya
penerapan gejala hiperkorek, (2) adanya penerapan gejala pleonasme, (3)
adanya kesalahan pilihan kata atau diksi, dan (4) adanya ambiguitas.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangatlah penulis harapkan demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi khazanah pengetahuan
khususnya bagi penulis dan juga kita semua.

24

DAFTAR PUSTAKA
Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Slamet, St. Y. 2012. Problematika Berbahasa Indonesia dan Pembelajarannya.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan
Praktik. Cetakan Kedua. Surakarta: Yuma Pustaka.
http://andinijs.blogspot.co.id/2014/05/analisis-kesalahan-berbahasaindonesia.html
http://davidfebrians.blogspot.co.id/2014/11/analisis-kesalahan-berbahasatataran_19.html
http://redhoparami.blogspot.co.id/2014/05/makalah-analisis-kesalahan-berbahsa1.html
http://zemiresti.blogspot.co.id/2014/11/analisis-kesalahan-berbahasapada_76.html

25

Anda mungkin juga menyukai