Anda di halaman 1dari 12

PERAN PENDIDIKAN PANCASILA DALAM

PEMBENTUKAN KARAKTER ISLAM

FATIHA NURIA AMMARIN, MUHAMMAD FARHAN ARIF FIRMANSYAH


UIN SUNAN AMPEL SURABAYA/fatiha.ammarin@gmail.com
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA/mariffarhan@gmail.com

Abstract

Jurnal ini membahas tentang peran pendidikan Pancasila dalam pembentukan karakter
Islam. Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan dasar kehidupan bernegara dan
berbangsa Indonesia. Pendidikan Pancasila mempunyai peranan penting dalam
membentuk karakter bangsa, karena karakter yang kuat dan berkualitas merupakan
landasan kokoh bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan. Metode penelitian yang
digunakan dalam jurnal ini adalah penelitian kepustakaan. Data yang digunakan adalah
literatur, artikel, buku, dan dokumen yang berkaitan dengan pendidikan Pancasila dan jati
diri bangsa Indonesia. Pendidikan Pancasila berperan penting dalam membentuk
karakter keagamaan generasi di negeri ini. Melalui pendidikan Pancasila generasi muda
dapat memahami dan menginternalisasikan semangat nasionalisme, menghargai
keberagaman budaya, mempunyai nilai moral yang tinggi, dan membangun negara
dengan generasi yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan Pancasila yang bersifat
religius harus lebih ditekankan, khususnya pendidikan Pancasila pada semua jenjang
sejak usia dini. Pendidikan Pancasila harus dilaksanakan secara sistematis,
diintegrasikan ke dalam kurikulum, dan didukung dengan metode pembelajaran yang
inovatif dan efektif. Apalagi peran guru dan lembaga pendidikan sangat penting untuk
menanamkan nilai-nilai Pancasila secara konsisten dan baik kepada generasi muda.
Kata Kunci : Pendidikan Pancasila, Pembentukan Karakter, Karakter secara Islami

Abstrak
This journal discusses the role of Pancasila education in Islamic character
building. Pancasila as a national ideology is the basis of Indonesian state and
nation life. Pancasila education has an important role in shaping the character of
the nation, because strong and quality character is a solid foundation for
sustainable national development. The research method used in this journal is
library research. The data used are literature, articles, books, and documents
related to Pancasila education and the identity of the Indonesian nation.
Pancasila education plays an important role in shaping the religious character of
the generation in this country. Through Pancasila education, the younger
generation can understand and internalize the spirit of nationalism, appreciate
cultural diversity, have high moral values, and build the country with a quality
generation. Therefore, religious Pancasila education must be emphasized,
especially Pancasila education at all levels from an early age. Pancasila
education must be implemented systematically, integrated into the curriculum,
and supported by innovative and effective learning methods. Moreover, the role
of teachers and educational institutions is very important to instill Pancasila
values consistently and well to the younger generation.
Keywords: Pancasila Education, Character Building, Islamic Character
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman yang dinamis menyebabkan terjadinya perubahan drastis
pada seluruh tatanan kehidupan. Globalisasi mempunyai dampak positif dan negatif bagi
setiap warga negara Indonesia. Dampak positif dari globalisasi adalah kemudahan dalam
berbagai hal, karena didukung dengan semakin berkembangnya teknologi yang
menghubungkan setiap penjuru dunia. Perkembangan dunia pendidikan dari waktu ke
waktu telah berhasil mengubah paradigma pembelajaran segala sesuatu yang tradisional
menjadi lebih modern. Di zaman sekarang yang serba cepat ini, berkarakter atau bermoral
menjadi salah satu aspek penting dalam bermasyarakat untuk generasi milenial.
Demi mewujudkan cita cita bangsa Indonesia tentu generasi penerus bangsa
mendapatkan pendidikan yang seharusnya agar menjadikan masa depan yang cerah bagi
bangsa Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat dijadikan penunjang
Pembangunan nasional. Sebagaimana telah kita ketahui, pembukaan UUD 1945 berbunyi
“mencerdaskan kehidupan masyarakat”. Selain itu, ada juga Pasal 3 Undang -Undang
Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa “pendidikan nasional adalah kemampuan
untuk membentuk dan mengembangkan keterampilan dan pembentukan karakter Hal ini
tentu saja menjadi salah satu alasan mengapa pendidikan begitu penting dan
wajib didapatkan.
Hal ini menjadi bukti bahwa pendidikan Pancasila sangat diperlukan dan berperan
memberikan pedoman yang memungkinkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
dapat dijadikan landasan dan pedoman pendidikan di Indonesia.
Dalam hal ini, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis moral dimana banyak sekali
generasi muda yang moralnya telah terkompromi oleh berbagai faktor yang
mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Pendidikan Pancasila menjadi
landasan pembentukan karakter warga negara Indonesia yang berintegritas, bertanggung
jawab, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan. Dalam masyarakat global yang semakin
kompleks, pendidikan Pancasila berperan penting dalam meningkatkan kesadaran akan
hak asasi manusia, demokrasi, pluralisme, dan keadilan sosial. Dalam konteks ini,
Pendidikan Pancasila tidak hanya mengenalkan nilai-nilai, tetapi juga nilai-nilai yang
memberikan pemahaman komprehensif tentang makna dan pentingnya nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Maka menerapkan nilai-nilai karakter pada generasi sangatlah penting, terutama
yang bersifat religius. Nilai-nilai akhlak mulia semakin terkikis oleh arus globalisasi.
Karakter terdiri dari nilai-nilai tindakan yang senantiasa diterapkan oleh masyarakat,
sehingga menjadi ciri kebiasaan setiap orang. Nilai-nilai karakter dapat dibentuk melalui
pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah sebuah proses, bukan tujuan. Yang
artinya, tujuan akhir bukan dijadikan tolak ukur baik buruknya perilaku seseorang,
melainkan sebagai suatu proses yang ditekankan dalam pengembangan karakter.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan pembentukan dan
penguatan karakter keagamaan melalui pendidikan Pancasila. Pendidikan agama penuh
dengan nilai-nilai moral. Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan
Tuhan, sehingga sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan sila pertama Pancasila. Selain itu,
karakter religius berfungsi untuk meningkatkan kesadaran anak akan keberadaan Tuhan
dan hubungannya dengan Sang Pencipta. Sehingga manusia merasa bahwa Tuhan
senantiasa mengawasinya dan akhirnya Dia berhati-hati agar tidak terjerumus dalam
dosa. Sifat religius juga dapat membentuk toleransi generasi seterusnya. Toleransi
merupakan kesediaan seseorang untuk menerima pendapat, perilaku, dan kebiasaan orang
lain yang tidak sama dengan dirinya.
Dalam jurnal ini kami mengeksplorasi peran pendidikan Pancasila dalam
pembentukan Karakter Islam secara komprehensif. Dengan demikian tujuan jurnal ini
adalah untuk membentuk karakter religius melalui Pendidikan Pancasila. Pendidikan
Pancasila dapat mempersatukan konsep dari karakter yang religius karena sangat
berhubungan dengan nilai, etika, moral dan norma.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian
kepustakaan untuk memperoleh data guna mengkaji apa saja peran pendidikan Pancasila
dalam pengembangan karakter. Cara yang digunakan adalah dengan mencari dan
mengumpulkan referensi jurnal, membacanya satu per satu, memahami dan
mempertimbangkan jurnal atau artikel yang berkaitan dengan judul tersebut, serta
mencatat pokok-pokoknya. Data yang diperoleh dikaji sedemikian rupa sehingga dapat
diungkapkan dalam bahasa penulis sesuai dengan hasil penelitian yang
diperoleh sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Konsep Dasar Pendidikan Karakter
Sebelum mendefinisikan pendidikan karakter, Terlebih dahulu
dipaparkan definisi karakter berdasarkan berbagai pendapat. Kata "karakter"
berasal dari bahasa Inggris dan juga dari bahasa Yunani "character". Kata ini
awalnya digunakan pada tahun untuk menggambarkan dua koin (uang).
Selanjutnya istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan dua hal yang
berbeda satu sama lain, dan terakhir, juga digunakan untuk membedakan antara
ciri-ciri umum dan ciri-ciri lain yang dimiliki setiap orang. Dalam kamus
Poerwadarminta, budi pekerti diartikan sebagai budi pekerti, budi pekerti, sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang
lain1.
Menurut Yusuf Qardawi dalam bukunya Karakteristik Islam Kajian
Analitik menjelaskan bahwa karakteristik ajaran Islam itu dibagi menjadi tujuh :
1. Rubaniyah (Ketuhanan)
Ajaran Islam memiliki karakteristik atau sifat rubaniyyah, yang berarti
ajarnya bersumber dari Allah SWT, bukan dari manusia, Allah SWT telah
menetapkan dalam wahyu-Nya ketentuan-ketentuan hukum dengan
meletakkan prinsip prinsipnya, dasar-dasar dan pokok-pokok hukumnya
untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dalam individu maupun
sosial.
2. Insaniyyah (kemanusiaan)
Ajaran memiliki karakteristik atau sifat insaniyyah, yang berarti ajaran
Islam memang Allah jadikan pedoman hidup bagi manusia yang sesuai
dengan sifat dan unsur kemanusiaan, ajaran Islam bukanlah ajaran yang
disyariatkan untuk malaikat atau jin. Sesungguhnya yang mengkaji Islam
melalui kitab suci Al-Quran dan as-Sunnah kan mengetahui secara jelas
bahwa Islam mengerahkan yang perhatian optimal pada sisi manusiawi
3. Syumuliyyah (Universal)
Ajaran Islam juga memiliki karakter atau sifat syumuliyyah yang berarti
Islam juga merupakan agama yang universal yang mencangkup seluruh aspek
kehidupan manusia. Islam memberikan tuntunan pada setiap aktivitas dan
persoalan dalam kehidupan manusia. Islam tidak hanya memberikan tuntunan
dalam keyakinan (ibadah) dalam rangka hubungan manusia dengan tuhan,
1
Fathul Muin, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Jogjakarta: Ar
Ruzz, 2011), hal. 162
tapi juga memberikan bimbingan dalam hubungan antara manusia
(muamalah) dan moralitas (akhlak)bahkan hubungan manusia dengan alam
dan lingkungannya

4. Wasatiyyah ( Moderasi )
Islam selalu bersikap moderat dalam menyikapi berbagai persoalan.
Prinsip moderisasi ini dalam keseimbangan positif manusia dalam setiap
aspek kehidupannya meliputi aspek Aqidah dan praktiknya, aspek jasmani
dan Rohani. Islam berpandangan di samping kehidupan duniawi yang
tampak, ada juga akhirat yang belum tampak. Manusia tidak boleh tenggelam
dalam materialisme tidak pula membumbung tinggi ke langit, kaki harus
tetap berpijak kebumi Islam mengajarkan antara keseimbangan antara akal
dan hati, antara hak dan batil.
5. Waqi’yyah ( Realistis )
Karakteristik ini mengandung makna bahwa ajaran Islam dapat
diamalkan oleh semua manusia, apa dan bagaimanapun tingkat Pendidikan,
kondisi dan situasinya, kapan dan di mana pun manusia berada. Islam tidak
indin menempatkan ajarannya mengawang di udara. Islam menempatkan
manusia sebagai makhluk yang dapat yang dapat melakukan kebenaran dan
kesalahan, manusia dapat konsisten pada jalan yang lurus tapi juga bisa
tersesat, maka selama memberikan motivasi dan peringatan, mensyariatkan
sanksi-sanksi, membuka taubat, dan mempunyai hukum tersendiri dalam
kondisi darurat
6. Wudhuh (jelas)
Ajaran Islam memiliki karakter atau sifat wudhuh, yang berarti ajaran Islam
itu jelas. Kejelasan ajaran Islam membuat umatnya tidak dengan bingung
dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam, bahkan pertanyaan umat
manusia tenteng Islam dapat dijawab dengan jelas.
7. Al-Jam’u Baina Ats Tsabatwa Al murunnah (perpaduan antara konsisten dan
fleksibel)
Ajaran Islam memiliki karakter atau sifat Al-Jam’u Baina Ats Tsabatwa
Al murunnah, yang berarti dalam Islam terdapat ajaran permanen dan juga
jaran yang fleksibel. Ajaran dalam Aqidah misalnya, tidak boleh menyembah
selai kepada Allah SWT, ajaran ini sudah tetap dan tidak boleh ada
perbedaan antara kaum muslim. Ketetapan prinsip dan fleksibelitas dalam
Islam ini dimaksudkan agar mampu mengatasi setiap perubahan dan bisa
memecahkan masalah kekinian. Apabila Islam itu kaku maka akan banyak
ditemui kesulitan untuk menerapkan hukum terhadap semua umat Islam
padahal umat Islam berbeda-beda, baik latar belakangnya, kondisi tempat,
waktu dan juga pemikirannya.
Karakter sering disamakan dengan karakter dan individualitas. Artinya
seseorang dengan kepribadian mempunyai kepribadian yang unik. Keduanya
diartikan sebagai totalitas nilai yang dimiliki seseorang dan menjadi pedoman
hidupnya. Totalitas nilai tersebut meliputi budi pekerti, moral, budi pekerti,
dan sifat spiritual lainnya 2. Demikian pula kepribadian yang disampaikan

2
Abdul Madji, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2011),
hal. 11
oleh Simon Phillips diartikan sebagai seperangkat nilai yang mengarah pada
suatu sistem yang mendasari pemikiran, sikap yang ditampilkan dan Aksi. 3
Tindakan, sikap, atau pemikiran tertentu yang dilakukan seseorang
berdasarkan nilai-nilai tertentu menunjukkan karakter orang tersebut.
Definisi simbol di atas menunjukkan dua makna. Pertama, ini menunjukkan
bagaimana orang berperilaku. Tindakan ini adalah ekspresi karakter. Orang
yang bertindak tidak jujur, serakah, atau kejam pada dasarnya menunjukkan
perilaku dan karakter buruk. Sebaliknya, jika seseorang jujur dan mau
membantu, dengan sendirinya ia akan mempunyai standar moral yang tinggi.
Kedua, Istilah karakter mengacu pada kepribadian. Seseorang dapat disebut
orang yang berkarakter (person of character) hanya jika perbuatannya sesuai
dengan kaidah moral.
Kepribadian adalah sifat batin yang mempengaruhi segala pikiran dan
tindakan. Apa yang dipikirkan dan dilakukan seseorang sebenarnya merupakan
dorongan dari kepribadiannya. Kepribadian (kepribadian, watak, temperamen,
atau perangai) memungkinkan seseorang memprediksi reaksinya terhadap
fenomena yang terjadi pada dirinya atau dalam hubungannya dengan orang lain
dalam situasi yang berbeda dan bagaimana mengendalikannya.

B. Pendidikan Pancasila Sebagai Pendidikan Karakter Secara Umum


Indonesia memiliki banyak perbedaan budaya, baik suku, ras, dan agama.
Tentunya hal ini memerlukan sesuatu yang dapat dijadikan pedoman agar
banyaknya perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan. Meningkatnya
globalisasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya
mempunyai dampak positif, namun tentunya juga mempunyai dampak negatif
yang dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan dan hambatan yang
harus kita hadapi. Kita harus menghadapi konflik-konflik yang dapat mengancam
persatuan dan kesatuan negara kesatuan NKRI. Derasnya arus globalisasi juga
dapat menyebabkan munculnya pemahaman dan ideologi baru yang tidak sejalan
dengan nilai-nilai Pancasila. Dampaknya adalah berkurangnya nilai Pancasila.
Penguatan ideologi dan nilai-nilai Pancasila harus dilakukan untuk semakin
memperkuat nilai-nilai yang terkandung dalam setiap butir Ajaran Pancasila. 4
Pendidikan Pancasila merupakan pendidikan karakter yang penting
dalam membentuk karakter bangsa Indonesia. Pancasila merupakan nilai-nilai
yang menopang negara Indonesia meliputi keadilan sosial, persatuan, kesatuan,
dan gotong royong. Melalui pendidikan Pancasila nilai-nilai tersebut dapat
diajarkan dan ditanamkan kepada generasi muda agar menjadi warga negara yang
baik, bertanggung jawab, dan berkarakter kuat. Pentingnya pendidikan Pancasila
dalam membentuk karakter bangsa Indonesia adalah bahwa karakter yang kuat
merupakan landasan yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang
harmonis dan sejahtera. Ditemukan bahwa pembelajaran pendidikan Pancasila
dapat membentuk karakter bangsa yang toleran, menghargai keberagaman, dan
kompak. Dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, toleransi dan

3
Doni Koesuma A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
(Jakarta: Grasindo, 2010), hal. 80
4
Revi Amelia Putri Nur, Linashar Arum Truvadi, Rahma Trinita Agustina, dan Irfan
Fauzi Badru Salam, Peran Pendidikan Pancasila dalam Membentuk Karakter Bangsa Indonesia,(
Universitas Siliwangi : Advances in Social 2023 )
menghargai perbedaan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis dan damai.5
Pendidikan Pancasila dapat mengembangkan pendidikan dan karakter
bangsa atau moral yang kuat. Pancasila juga berperan penuh dalam
mengembangkan empat aspek yaitu kecerdasan moral, kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Keempat aspek di atas sangat
relevan dan berkaitan untuk membentuk karakter generasi bangsa yang seimbang
dan berkualitas. Dengan pendidikan Pancasila generasi muda dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal, tidak hanya secara
akademis tetapi juga secara sosial, emosional dan spiritual.
Konsep teoritis yang berkaitan dengan pedagogi Pancasila sebagai
pendidikan karakter adalah teori pendidikan karakter Lawrence Kohlberg.
Menurut teori, ada enam tahap perkembangan kepribadian, dimulai dari tingkat
moral prakonvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Pendidikan
Pancasila dapat berperan dalam membangun karakter bangsa hingga mencapai
tahap pascakonvensional, di mana individu memiliki moral yang tinggi, mampu
berpikir kritis dan bertindak berdasarkan prinsip universal.6
Pendidikan Pancasila juga berkaitan dengan teori pendidikan karakter
menurut Licona yang menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk
karakter moral individu. Dengan mempelajari nilai-nilai Pancasila, generasi muda
dapat mengembangkan karakter yang baik seperti empati, jujur, dan tanggung
jawab. Secara keseluruhan, pendidikan Pancasila berperan penting dalam
membentuk karakter masyarakat Indonesia. Pendidikan Pancasila dapat
menanamkan nilai-nilai hidup, sikap dan perilaku yang benar pada generasi
muda.
Pendekatan ini akan membantu Indonesia mengembangkan jati diri
bangsa dan karakter bangsa yang kokoh sehingga dapat mewujudkan masyarakat
yang harmonis, adil, dan berkualitas. Dalam konteks globalisasi dan perubahan
sosial yang sedang berlangsung, pendidikan Pancasila menjadi landasan yang
kuat dalam menjaga jati diri dan keberagaman bangsa Indonesia.

C. Islam terhadap Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter ini menyampaikan pesan bahwa spiritualitas dan
nilai-nilai keagamaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan karakter. Nilai-nilai
moral dan spiritual menjadi landasan dalam membangun kesejahteraan setiap
organisasi sosial. Tanpa keduanya, elemen-elemen penting yang menghubungkan
kehidupan masyarakat bisa hilang.
Pendidikan karakter dalam Islam yang merupakan ikhtiar serupa dengan
ajaran agama, memiliki keunikan dan berbeda dengan pendidikan karakter di
dunia Barat. Perbedaan-perbedaan ini mencakup penekanan pada prinsip-prinsip
agama yang abadi, aturan dan hukum untuk menegakkan moralitas, perbedaan
pemahaman tentang kebenaran, dan penekanan pada penghargaan anumerta
sebagai motivasi perilaku moral. Inti dari perbedaan tersebut terletak pada
hadirnya wahyu Ilahi sebagai sumber dan pedoman pendidikan karakter dalam
Islam, oleh karena itu pendidikan karakter dalam Islam seringkali dilakukan

5
Anwar, S., & Salim, A. Pendidikan Islam Dalam Membangun Karakter Bangsa Di Era
Milenial. (Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam) 2019, hal. 233
6
Munif, M. Strategi Internalisasi Nilai-Nilai PAI dalam Pembentukan Karakter siswa (
Edureligia; Jurnal Pendidikan Agama Islam ) 2017 , hal.1–12.
secara doktiner dan dogmatis. Pendekatan ini meningkatkan kemungkinan bahwa
pendidikan karakter dalam Islam akan mengajarkan benar dan salah.7
Karena kelemahan ini, para pakar pendidikan Islam kontemporer
menawarkan pendekatan yang memungkinkan adanya diskusi yang menekankan
bagaimana pendidikan moral dievaluasi dan dipahami dengan cara yang berbeda.
Namun, apapun pendekatannya, sangat menarik untuk menggunakan kekayaan
ajaran moral Pendidikan Islam sebagai konten untuk mengimbangi kelemahan
tersebut. Para ahli pendidikan Islam kontemporer menawarkan pendekatan yang
memungkinkan diskusi untuk memahami bagaimana pendidikan moral dihargai
dan dipahami dengan cara yang berbeda. Namun terlepas dari pendekatannya,
sangat menarik untuk menggunakan kekayaan Pendidikan Islam dalam
Pendidikan Akhlak sebagai kontennya.
Konsep pendidikan karakter sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi
SAW. Hal ini jelas dari perintah Allah bahwa tugas Rasul-Nya yang pertama dan
terpenting adalah menyempurnakan akhlak umatnya. Perdebatan mengenai
hakikat makna huruf sama dengan konsep moral Islam tentang perilaku manusia.
Al-Ghazali menjelaskan, akhlak adalah suatu sikap yang berakar pada jiwa, yang
darinya timbul berbagai perbuatan dengan mudah dan tanpa susah payah, tanpa
memerlukan pemikiran atau musyawarah. akhlak sering juga disebut dengan ilmu
tingkah laku dan watak, karena ilmu ini memberi kita pengetahuan tentang
keutamaan jiwa. Cara mendapatkannya dan cara menyucikan jiwa najis.
Karakter masa kini diartikan dengan nilai-nilai kebaikan yang khas yang
tertanam dalam diri dan diwujudkan dalam tindakan seseorang (mengetahui nilai
kebaikan, ingin berbuat baik, benar-benar menjalani kehidupan yang baik, dan
peduli terhadap lingkungan). Kepribadian secara konsisten dihasilkan dari
pemikiran, pikiran, gerakan, emosi dan niat seseorang atau sekelompok orang.
Pembahasan pemahaman dasar antara moralitas dan karakter di atas
menyinggung hakikat yang sama: masalah moral manusia. Tentang pengetahuan
akan nilai-nilai kebaikan yang hendaknya dimiliki seseorang dan tercermin dalam
segala perbuatan dan perbuatannya. Perilaku ini merupakan hasil dari rasa
percaya dirinya sendiri. Orang yang mempunyai nilai-nilai kebaikan dalam
hatinya dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari disebut orang
yang berakhlak dan berakhlak baik.8
Prinsip moral di atas menekankan bahwa hakikat jiwa manusia terdiri
dari kemungkinan keinginan yang baik dan kemungkinan keinginan yang buruk.
Namun melalui pendidikan diharapkan masyarakat dapat belajar mengendalikan
kecenderungan perbuatannya ke arah keinginan yang baik. Oleh karena itu, Islam
mengutamakan proses pendidikan sebagai sarana pembentukan akhlak pada anak.
Ibnu Faris mengatakan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah
memperhatikan seluruh potensi pendidikan seseorang pada tingkat yang sesuai
guna mengembangkan jiwa, akhlak, akal, jasmani, agama, dan keterampilan
sosial untuk membimbing orang. Hal ini memunculkan konsep pendidikan akhlak
yang komprehensif, yang mana hakikat hidup manusia yang hakiki adalah
keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya.

7
Ibda, F. Pendidikan Moral Anak Melalui Pengajaran Bidang Studi PPKN Dan
Pendidikan Agama.( Jurnal Ilmiah Didaktika,) 2012 , hal 338–347
8
Novitasari, D., Ladamay, I., & Wadu, L. B.. Upaya Pembentukan Karakter Religius
Islam Pada Siswa Melalui Keteladanan, (2019), hal. 174–181
Dalam Islam, pembentukan akhlak dan akhlak anak selalu menjadi pilar
utama tujuan pendidikan, dan Al-Ghazali menghadirkan sebuah konsep
pendidikan yang bertujuan untuk mendekatkan anak kepada Allah SWT guna
mencapai pembentukan akhlak pada anak. Menurutnya, kedekatan dengan Allah
merupakan tolok ukur kesempurnaan manusia, dan untuk mencapainya
diperlukan jembatan bernama ilmu pengetahuan. Meskipun tidak ada materi
khusus untuk pendidikan akhlak, namun materi pendidikan akhlak dapat
diterapkan dalam banyak ilmu pengetahuan, asalkan tujuan utamanya adalah
pengabdian kepada Tuhan.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa moralitas merupakan pilar utama
pendidikan. Hal ini sesuai dengan latar belakang perlunya penerapan pendidikan
karakter di sekolah. Untuk membangun bangsa yang besar, bermartabat, dan
dihormati di seluruh dunia, diperlukan masyarakat yang baik yang diawali
dengan pengembangan karakter. Pengembangan budi pekerti dan moralitas ini
terjadi melalui penanaman nilai-nilai moral pada semua mata pelajaran melalui
proses pendidikan di sekolah.9

D. Pendidikan Pancasila dalam Pembentukan Karakter Islam


Pendidik mempunyai banyak sekali pengertian sehingga tidak dapat di
definisikan secara jelas dan perinci. Pendidik menurut Rupert C Lodge dalam
Philosopy Of Education (1974:23) menyatakan bahwa dalam pengertian yang
luas pendidik itu menyangkut seluruh pengalaman. Orang tua mendidik anaknya,
guru mendidik muridnya. Semua yang kita sebut dan kita lakukan dapat disebut
mendidik kita, begitu juga yang kita lakukan dan dilakukan oleh selain kita dapat
kita pelajari itu juga disebut mendidik kita. Dalam pengertian yang luas ini
kehidupan adalah pendidik dan pendidik adalah kehidupan itu.
Kegiatan pendidikan itu mempunyai banyak macamnya, antara lain
disebabkan beranekanya segi kepribadian yang harus dibina oleh pendidik, JOE
Prak umpamanya, merumuskan pendidik sebagai The Art Or The Process Of
Imparting Or Acquiring Knowledge And Habbit And Habbit Trough Intruciuonal
As Sturdy (park : 1960 :3) seni atau proses atau menambahkan atau memperoleh
pengetahuan atau kebiasaan melalui intrucsion yang kokoh. Di dalam definisi ini
tekanan kegiatan pendidik dikatakan pada aspek kognitif dan kebiasaan. Menurut
Lodge secara sempit pendidik adalah Pendidikan di sekolah; jadi Pendidikan
adalah Pendidikan yang formal. Secara garis besar adalah kegiatan Pendidikan
yang melibatkan guru maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik); baik
formal maupun yang non formal. segi yang dibina dalam definisi ini adalah
seluru kegiatan Pendidikan dalam mendidik aspek kepribadian.
Pengajar sering ditemukan kebingungan dalam membedakan antara
pendidik dan pengajar. Ada orang yang berpendapat bahwa pendidik berbeda
dengan pengajar, ada juga yang berpendapat bahwa Pendidikan lebih luas
daripada pengajaran, juga ada yang berpendapat pendidik adalah pengembangan
aspek Rohani manusia sedangkan pengajar adalah aspek jasmani dan akal saja.
Sikun Pribadi, Guru besar IKIP Bandung pernah menjelaskan masalah ini
dalam salah satu tulisannya. Menurut pendapatnya, mendidik dalam arti pendidik
tidak bisa disamakan dengan pengertian mengajar, pengajaran menurut
pendapatnya ialah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai
9
Anwar, S. , Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Bangsa
(2016 : Jurnal Pendidikan Islam ) hal. 157–169
segi kognitif dan psikomotor semata-mata, yaitu supaya anak itu bertambah
pengetahuannya, lebih cakap berpikir kritis, sistematik dan objektif, serat
terampil dalam mengerjakan sesuatu misalnya terampil menulis dan membaca.
Tujuan pengajaran lebih mudah ditentukan daripada tujuan Pendidikan. Tujuan
Pendidikan yang mencangkup seluruh kepribadian manusia lebih sulit untuk
ditentukan.
Menurut Ki Hajar Dewantoro bahwa pengajaran adalah Sebagian dari
Pendidikan ia menyatakan sebagai berikut: “pengajaran itu tidak lain dan tidak
bukan ialah salah satu bagian dari Pendidikan. Jelasnya pengajaran tidak lain
ialah Pendidikan dengan memberikan ilmu atau serta kecakapan”
Tidak perbedaan mendasar antara pendapat Sikun Pribadi dan Ki Hajra
Dewantoro. Menurut mereka mendidik adalah melaksanakan berbagai usaha
untuk membantu anak didik untuk mencapai kedewasaannya,. Slah satu
banyaknya kegiatan yang di lakukan ialah mengajar, usaha yang lain umpamanya
memberikan contoh yang baik. Sekalipun pendapat Sikun Pribadi dan Ki Hajar
Dewantoro di atas hanya berlaku Bagai Pendidikan yang melibatkan guru
(pendidik), namun pengertian itu dapat dipakai, sekurang-kurangnya untuk
menentukan pengertian pendidik dalam arti sempit.
Pendidikan Pancasila berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan moral.
Salah satu keterampilan dasar pada mata pelajaran ini adalah memahami ajaran
agama menurut keyakinannya sendiri. Tujuannya untuk membentuk karakter
generasi yang religius. Banyak orang yang beranggapan bahwa karakter religius
hanya bisa diterapkan di sekolah agama seperti madrasah atau pesantren, namun
generasi kita sudah mengubah paradigma tersebut karena sekolah negeri juga
bisa berkarakter religius.
Salah satu muatan pendidikan yang diajarkan di kelas tersebut adalah
tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila. Nilai yang pertama adalah nilai
ketuhanan, yang erat kaitannya dengan sifat keagamaan. Nilai-nilai ketuhanan
adalah nilai-nilai universal perilaku manusia yang mencakup seluruh aktivitas
kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia,
maupun lingkungan. Hubungan dengan Tuhan mendefinisikan proses ibadah dan
doa. Hubungan dengan diri sendiri dan orang lain menentukan seluruh perilaku
manusia dan membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Karakter religius
mencakup sikap dan perilaku yang taat mengamalkan ajaran agama masing-
masing. Kepribadian religius juga menekankan toleransi terhadap perbedaan
agama.10
Nilai-nilai ketuhanan menempati posisi tertinggi dalam hierarki Pancasila
karena menyangkut hubungan manusia dengan Penciptanya. Nilai ketuhanan
merupakan sumber karakter keagamaan. Dan karakter religius yang bersumber
dari agama membuat kita bisa memahami dengan lebih jelas tindakan apa saja
yang boleh dan tidak boleh kita lakukan. Pendidikan Pancasila mengajarkan
generasi kita untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Salah satu nilai tersebut adalah nilai ketuhanan.
Oleh karena permasalahan yang muncul, maka perlu adanya penguatan
kembali karakter keagamaan melalui pendidikan Pancasila. Pendidikan agama
penuh dengan nilai-nilai moral. Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai yang
berhubungan dengan Tuhan sehingga sesuai dengan nilai-nilai Tuhan dalam sila

10
T Heru Nurgiansah, Pendidikan Pancasila sebagai Upaya Membentuk Karakter
Religius ( Jurnal Basicedu : 2022 ), Volume 6 Nomor 4 Tahun 2022 Hal. 7310 -7316 Research &
Learning in Elementary Education
pertama Pancasila. Selain itu, karakter religius akan membantu memperkuat
kesadaran anak akan keberadaan Tuhan dan hubungannya dengan Sang Pencipta.
Hal ini bertujuan agar manusia merasa selalu diawasi oleh Tuhan, dan Tuhan
pada akhirnya menjaga agar mereka tidak terjerumus dalam dosa. Kepribadian
religius juga dapat membentuk sikap toleran siswa. Toleransi adalah kesediaan
untuk menerima pandangan, tindakan, dan kebiasaan orang lain yang tidak sama
dengan dirinya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengembangkan kepribadian religius melalui pendidikan Pancasila. Pendidikan
Pancasila dapat mengintegrasikan konsep karakter keagamaan yang erat
kaitannya dengan nilai, moral, dan norma.
KESIMPULAN
Banyak pendapat tentang pendidikan karakter islam, menurut Yusuf Qardawi
dibagi menjadi tujuh yaitu; Rubaniyah, Insaniyyah, Syumulliyah, Wasatiyyah,
Waqi’yyah, Wudhuh, Al-Jam’u Baina Ats Tsabatwa Almurunnah. Pendidikan Pancasila
merupakan pendidikan karakter yang penting dalam membentuk karakter bangsa
Indonesia. Pancasila merupakan nilai-nilai yang menopang negara Indonesia meliputi
keadilan sosial, persatuan, kesatuan, dan gotong royong. Pendidikan Pancasila dapat
mengembangkan pendidikan dan karakter bangsa atau moral yang kuat. Pancasila juga
berperan penuh dalam mengembangkan empat aspek yaitu kecerdasan moral, kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Dengan mempelajari nilai-
nilai Pancasila, generasi muda dapat mengembangkan karakter yang baik seperti empati,
jujur, dan tanggung jawab. Secara keseluruhan, pendidikan Pancasila berperan penting
dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Pendidikan Pancasila dapat
menanamkan nilai-nilai hidup, sikap dan perilaku yang benar pada generasi muda.
Pendidikan karakter dalam Islam yang merupakan ikhtiar serupa dengan ajaran agama,
memiliki keunikan dan berbeda dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-
perbedaan ini mencakup penekanan pada prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan
hukum untuk menegakkan moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, dan
penekanan pada penghargaan anumerta sebagai motivasi perilaku moral. Inti dari
perbedaan tersebut terletak pada hadirnya wahyu Ilahi sebagai sumber dan pedoman
pendidikan karakter dalam Islam.
Oleh karena itu pendidikan karakter dalam Islam seringkali dilakukan secara
doktiner dan dogmatis. Karakter masa kini diartikan dengan nilai-nilai kebaikan yang
khas yang tertanam dalam diri dan diwujudkan dalam tindakan seseorang (mengetahui
nilai kebaikan, ingin berbuat baik, benar-benar menjalani kehidupan yang baik, dan
peduli terhadap lingkungan). Orang yang mempunyai nilai-nilai kebaikan dalam hatinya
dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari disebut orang yang berakhlak
dan berakhlak baik. Dalam Islam, pembentukan akhlak dan akhlak anak selalu menjadi
pilar utama tujuan pendidikan, dan Al-Ghazali menghadirkan sebuah konsep pendidikan
yang bertujuan untuk mendekatkan anak kepada Allah SWT guna mencapai pembentukan
akhlak pada anak. Secara hierarki nilai-nilai Pancasila mengajarkan manusia untuk
bertindak sesuai fitrahnya. Nilai-nilai sakral mengajarkan manusia untuk menjalin
hubungan dengan Sang Pencipta.
Nilai-nilai kemanusiaan mengajarkan manusia untuk bertindak sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan guna terciptanya nilai-nilai solidaritas. Dan nilai-nilai
umum menekankan pada prinsip musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan
untuk menciptakan nilai-nilai keadilan. Nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup
bangsa harus diamalkan untuk memperbaiki karakter bangsa yang semakin terpuruk.
Oleh karena permasalahan yang muncul, maka perlu adanya penguatan kembali karakter
keagamaan melalui pendidikan Pancasila. Pendidikan agama penuh dengan nilai-nilai
moral. Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan sehingga
sesuai dengan nilai-nilai Tuhan dalam sila pertama Pancasila. Selain itu, karakter religius
akan membantu memperkuat kesadaran anak akan keberadaan Tuhan dan hubungannya
dengan Sang Pencipta. Hal ini bertujuan agar manusia merasa selalu diawasi oleh Tuhan,
dan Tuhan pada akhirnya menjaga agar mereka tidak terjerumus dalam dosa.
Kepribadian religius juga dapat membentuk sikap toleran siswa. Toleransi adalah
kesediaan untuk menerima pandangan, tindakan, dan kebiasaan orang lain yang tidak
sama dengan dirinya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengembangkan kepribadian religius melalui pendidikan Pancasila. Pedagogi Pancasila
dapat mengintegrasikan konsep karakter keagamaan yang erat kaitannya dengan nilai,
moral, dan norma.
DAFTAR PUSTAKA

A., D. K. (2010). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.


Grasindo, hal 80.
Anwar, S. &. (2019). Pendidikan Islam Dalam Membangun Karakter Bangsa Di Era
Milenial. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, hal. 233.
Anwar, S. (2016). Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter Bangsa.
Jurnal Pendidikan Islam, hal. 157-169.
Ibda, F. (2012). Pendidikan Moral Anak Melalui Pengajaran Bidang Studi PPKN Dan
Pendidikan Agama. Jurnal Ilmiah Didaktika, hal.338-347.
Madji, A. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Rosdakarya, hal.11.
Muin, F. (2011). Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Ar Ruzz, hal. 162.
Munif, M. (2017). Strategi Internalisasi Nilai-Nilai PAI dalam Pembentukan Karakter
siswa . Edureligia; Jurnal Pendidikan Agama Islam , hal.1-2.
Novitasari, D. L. (2019). Upaya Pembentukan Karakter Religius Islam Pada Siswa
Melalui Keteladanan. hal. 174-181.
Nurgiansah, T. H. (2022). Pendidikan Pancasila sebagai Upaya Membentuk Karakter
Religius. Jurnal Basicedu , Volume 6 Nomor 4 Tahun 2022 Hal. 7310 -7316 .
Revi Amelia Putri Nur, L. A. (2023). Peran Pendidikan Pancasila dalam Membentuk
Karakter Bangsa Indonesia. Universitas Siliwangi : Advances in Social.

Anda mungkin juga menyukai