NILAI-NILAI PANCASILA
Amaliatus Sholihah
Angelina Karunia Putri
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Indonesia.
amaliatussholihahh@gmail.com
angelynaptry06@gmail.com
Abstract
To integrate local wisdom values in the Islamic religious
education curriculum, one way is to teach local cultural wisdom
values in Islamic religious subjects. Because Islam is the majority
religion in Indonesia, the role of Islam in caring for diversity is
very important, and teaching local cultural wisdom values in
religious subjects is a must. Pancasila, which consists of Divine
Values, Humanity, Unity, Society and Social Justice, is a
formulation of the cultural values of the Indonesian nation. Even
though Pancasila originates from traditional and cultural values,
there is still little research that studies the relationship between
Islamic wisdom values and Pancasila. Therefore, it is necessary to
strengthen Pancasila values based on local wisdom as the basis
for creating a golden generation in 2045.
Keywords: Pancasila, nilai, Islam
Pendahuluan
Metode Penelitian
3
Dr. Erni Budiwanti, Islam Sasak, hlm. 70.
Vol. 10, No. 1, Desember 2023 3
dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak
kelompok yang menginginkan Islam menjadi agama mayoritas, namun
hal ini ditentang oleh pemeluk agama lain yang berpendapat bahwa
agama selain Islam mempunyai hak. Hal ini juga mencegah diskriminasi
terhadap kelompok minoritas. Asas pertama ini menjamin hak-hak
pemeluk agama lain, sepanjang negara mengakui agama tersebut.
Bangunlah Indonesia yang tidak berlandaskan persamaan agama,
melainkan berlandaskan sila pertama yaitu ketuhanan Yang Maha Esa.
Tuhan itu Esa dalam agama Islam, tidak ada yang menandingi,
menandingi atau setara dengan-Nya. Dalam artian meskipun Indonesia
bukan negara yang beragama, namun agama tetap dihormati dan
mempunyai nilai-nilai luhur di negara tersebut. Orang yang beragama
tentu mempunyai nilai-nilai luhur yang mempengaruhi sikap dan
perilakunya untuk mengikuti ajaran agamanya. Indonesia bukanlah
negara sekuler, tidak menganut atau mengakui ajaran agama pada
pemerintahannya, dan juga bukan negara yg menjadikan satu
kepercayaan sebagai dominan. Sebaliknya, Indonesia adalah negara yang
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mengakui dan meyakini
agama sebagai sikap spiritualistik terhadap keyakinannya sendiri. Tuhan
adalah rumah praktik dan pengabdian serta tujuan akhir keberadaan di
bumi. Memuliakan namanya. Yang terdapat dalam Al-Quran pada surat
al-Baqarah ayat 163 yang berbunyi:
ࣖ َوِاٰل ُهُك ْم ِاٰل ٌه َّواِح ٌۚد ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَو الَّرْح ٰم ُن الَّر ِح ْيُم
4
Wildan Sena Utama, “Ulasan Buku Pancasila : Sebuah Monumen Atau Leitstar
Dinamis ?,” Lembaran Sejarah 11, no. 1 (2014): 99–108.
Vol. 10, No. 1, Desember 2023 5
merupakan hasil dari kuasa Tuhan dalam akal dan kata-kata Ir. Soekarno
yang diungkapkan dalam saat sidang BPUPKI.
Secara khusus sila-sila beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
dijelaskan dengan kalimat “Qul huallahu ahad (Muhammad mengatakan
bahwa dialah Tuhan Yang Maha Esa). Dengan kata lain penulis
menjelaskan bahwa sila-sila beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
adalah semacam penegasan keselarasan, kesesuaian, saling
kesinambungan dan tidak bertentangan dengan Pancasila dengan nilai-
nilai sejati yang terkandung dalam konsep fitrah Islam..5
5
Salim Taib, Islam dan Kefitrahan Pancasila, Harian Halmahera, 2019
6 Kearifan Islam di Indonesia Dalam Nilai-Nilai Pancasila
Sila Kedua Kemanusiaan yang Adil Dan Beradab
ٰا ٰل
۞ ٰۤلَلْيَس اْلِبَّر َاْن ُتَو ُّلْو ا ُوُجْو َهُك ْم ِقَبَل اْلَم ْش ِرِق َو اْلَم ْغ ِرِب َو ِكَّن اْلِبَّر َم ْن َم َن ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِر
َو اْلَم ِٕىَك ِة َو اْلِكٰت ِب َو الَّنِبّٖي َن ۚ َو ٰا َتى اْلَم اَل َع ٰل ى ُحِّبٖه َذ ِوى اْلُقْر ٰب ى َو اْلَيٰت ٰم ى َو اْلَم ٰس ِكْيَن َو اْبَن الَّس ِبْيِۙل
َو الَّس ۤا ِٕىِلْيَن َو فِى الِّر َقاِۚب َو َاَقاَم الَّص ٰل وَة َو ٰا َتى الَّز ٰك وَةۚ َو اْلُم ْو ُفْو َن ِبَع ْهِدِهْم ِاَذ ا َعاَهُد ْو اۚ َو الّٰص ِبِرْيَن ِفى
ٰۤل ٰۤل
اْلَبْأَس ۤا ِء َو الَّضَّر ۤا ِء َوِح ْيَن اْلَبْأِۗس ُاو ِٕىَك اَّلِذ ْيَن َص َد ُقْو اۗ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم َّتُقْو ن
اَل َيْنٰه ىُك ُم ُهّٰللا َع ِن اَّلِذ ْيَن َلْم ُيَقاِتُلْو ُك ْم ِفى الِّدْيِن َو َلْم ُيْخ ِر ُجْو ُك ْم ِّم ْن ِدَياِرُك ْم َاْن
َتَبُّر ْو ُهْم َو ُتْقِس ُطْٓو ا ِاَلْيِهْۗم ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب اْلُم ْقِس ِط ْيَن
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orang
yang tidak berperang bersamamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berbuat adil.”
7
Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah, hlm. 383.
Vol. 10, No. 1, Desember 2023 9
maupun agama. Pancasila berperan sebagai alat untuk mempersatukan
keberagaman tersebut dan membentuk kesatuan, serta menghormati
perbedaan dalam masyarakat Indonesia
10
Yudi latif “ Negara Paripurna” Jakarta, Gramedia, 2011
Vol. 10, No. 1, Desember 2023 11
negara Indonesia. Semuanya harus berjalan selaras untuk menciptakan
keserasian dalam menyikapi perbedaan. Terciptanya persatuan dan
kesatuan dari berbagai perbedaan yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Hal ini berlandaskan Pancasila, yaitu
landasan utama keberagaman Indonesia.
َفِبَم ا َر ْح َم ٍة ِّم َن ِهّٰللا ِلْنَت َلُهْم ۚ َو َلْو ُك ْنَت َفًّظا َغ ِلْيَظ اْلَقْلِب اَل ْنَفُّض ْو ا ِم ْن َح ْو ِلَكۖ َفاْعُف َع ْنُهْم َو اْس َتْغ ِفْر
َلُهْم َو َشاِوْر ُهْم ِفى اَاْلْم ِۚر َفِاَذ ا َع َز ْم َت َفَتَو َّك ْل َع َلى ِهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا ُيِحُّب اْلُم َتَو ِّك ِلْيَن
11
Dr. M. Dhiaudiddin Rais, Teori Politik Islam, hlm. 274.
12 Kearifan Islam di Indonesia Dalam Nilai-Nilai Pancasila
berbeda. Menurut prinsip ini, tidak ada seorang pun yang merasa superior
atau inferior karena ada persamaan dan keadilan, bahwa setiap jiwa
mempunyai kewenangan dan keharusan yang sepadan baik dalam hukum
negara ataupun di hadapan Allah SWT.
Kesimpulan
Keadilan, Jurnal Gema, and Edisi Iii. “Jurnal Gema Keadilan (ISSN: 0852-0011)
Volume 9 Edisi III, Desember 2022.” Jurnal gema Keadilan (ISSN: 0852-0011)
9, no. November (2022): 8.
Utama, Wildan Sena. “Ulasan Buku Pancasila : Sebuah Monumen Atau Leitstar
Dinamis ?” Lembaran Sejarah 11, no. 1 (2014): 99–108.
Dr. M. Dhiaudiddin Rais, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema In i, 2001, hlm.
194.