Anda di halaman 1dari 11

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan dan Implementasi

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Sosial


Budaya

Disusun Oleh :

Asa Nanda Zikrika (2305030071)

Alya Nur Inayah (2305030077)

Muhammad Ikhsan (2305030084)

Naila Basmah Suhandi (2305130034)

Abigail Eldaa Eleale (2305130033)

Amila Putri H (2305130041)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila adalah sebuah produk hasil penggalian dari pembauran masyarakat Indonesia
yang dibentuk melalui pemikiran para tokoh hebat Indonesia, yaitu Soekarno, Yamin,
Soepomo, dan lain sebagainya. Pancasila sebagai ideologi negara, pandangan hidup
bangsa, dan dasar negara Republik Indonesia memiliki kekuatan pada setiap nilainya ketika
diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dibuktikan dengan
mengulik kembali pandangan pada sejarah kemerdekaan Indonesia ini. Pancasila menjadi
sumber kekuatan jiwa seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekannya dengan
mempersiapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu sebagai landasan fundamental dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.

Pancasila merupakan pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, di mana setiap nilai
Pancasila menjadi tekad bagi para pahlawan untuk bersatu dalam mengusir penjajah,
meskipun Indonesia mungkin kalah jika dilihat dari segi senjata. Saat ini, kemenangan
Indonesia terbukti karena nilai-nilai Pancasila diimplementasikan dengan baik,
memungkinkan bersatunya kekuatan untuk melawan penjajah. Pancasila juga menjadi
ideologi negara Indonesia karena masyarakat pada masa itu menyadari kekuatan besar yang
dimiliki oleh nilai-nilai Pancasila dan kesesuaiannya dengan karakteristik budaya
Indonesia. Kesadaran masyarakat terhadap kekuatan Pancasila terbentuk karena nilai-nilai
tersebut sejalan dengan kebudayaan, adat istiadat, dan nilai religius yang ada dalam
masyarakat Indonesia. Penjajah pun berusaha untuk menggulingkan Pancasila dari
posisinya, karena mereka menyadari bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan tameng yang
kuat dan dapat membimbing bangsa Indonesia menuju kemajuan jika diimplementasikan
dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila pada hakikatnya didasarkan pada Undang – Undang Dasar 1945, serta
bersandar pada hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri, sebagaimana
termanifestasi dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini bertujuan
menciptakan manusia yang berbudaya dan beradab. Dalam upaya melakukan reformasi di
segala bidang, Indonesia seharusnya mengadopsi sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, yakni nilai Pancasila yang menjadi landasan
normatif untuk meningkatkan humanisasi, terutama dalam ranah sosial budaya. Dengan
demikian, diharapkan manusia mampu mengembangkan sistem sosial budaya yang
beradab. Berlandaskan sila Persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya perlu
dikembangkan dengan menghormati nilai-nilai sosial dan keberagaman budaya di seluruh
wilayah nusantara, dengan tujuan mencapai rasa persatuan sebagai bangsa. Pengakuan serta
penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa sangat
penting agar mereka merasa diakui dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian,
pembangunan sosial budaya diharapkan tidak menyebabkan kesenjangan, kecemburuan,
diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Pancasila memberikan pengajaran mengenai nilai-nilai dasar, termasuk nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Ini berarti bahwa nilai-nilai Pancasila
melekat dalam kehidupan setiap individu. Pancasila dianggap sebagai paradigma, yang
berarti bahwa Pancasila berfungsi sebagai sistem nilai referensi, kerangka berpikir, dan
pola berpikir; atau dengan kata lain, sebagai sistem nilai yang menjadi dasar, metode, dan
tujuan bagi mereka yang mengakui nilainya. Penggunaan istilah paradigma tidak hanya
terbatas pada ilmu pengetahuan, tetapi juga merambah ke bidang politik, hukum, sosial,
dan ekonomi. Kemajuan ilmu pengetahuan berkembang pesat seiring dengan
perkembangan zaman, sejalan dengan pola pikir masyarakat yang cenderung menghargai
hal-hal yang dinamis. Semakin banyak penemuan atau riset yang dilakukan oleh manusia,
tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu, apa pun yang
dihasilkan atau ditemukan dari penelitian tersebut sebaiknya didasarkan pada nilai-nilai
yang menjadi standar kesetaraan dalam kehidupan bersama, berbangsa, dan bernegara. Sila
Pancasila menjadi acuan utama, dan dengan mengikuti nilai-nilai Pancasila, segala upaya
manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan manfaat
yang besar untuk mencapai tujuan dalam kehidupan bersama, kebangsaan, dan negara
Indonesia, khususnya dalam melaksanakan pembangunan nasional, reformasi, dan
pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pancasila?
2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila Sebagai Paradigma?
3. Mengapa Pancasila disebut dengan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan?
4. Apa itu Sosial Budaya?
5. Mengapa Pancasila disebut dengan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Sosial Budaya?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila

Pancasila, yang secara harfiah berarti "lima prinsip," merupakan dasar dan falsafah
negara bagi Republik Indonesia. Konsep ini terwujud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dan menjelma menjadi landasan moral, politik, dan sosial bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Pancasila bukan hanya sekadar
seperangkat prinsip politik, melainkan juga mencakup nilai-nilai moral, budaya, dan spiritual
yang menggambarkan identitas dan karakter bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini mendasarkan kehidupan berbangsa dan bernegara
pada pengakuan terhadap adanya Tuhan sebagai sumber moral dan spiritual. Meskipun
Indonesia memiliki keberagaman agama, sila ini menekankan pentingnya keberadaan Tuhan
sebagai perekat dan pendorong untuk menciptakan masyarakat yang bermoral dan beretika.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi sila kedua Pancasila. Prinsip ini mencerminkan
nilai-nilai hak asasi manusia, keadilan sosial, dan perkembangan budaya yang bermartabat.
Dalam konteks ini, masyarakat Indonesia diingatkan untuk menghormati hak asasi manusia,
membangun keadilan sosial, dan mengembangkan budaya yang mencerminkan kedewasaan
dan keberadaban. Persatuan Indonesia, sebagai sila ketiga, menekankan pentingnya persatuan
dan kesatuan di tengah keberagaman suku, agama, ras, dan golongan. Ini menandakan bahwa
meskipun Indonesia kaya akan keberagaman, persatuan tetap menjadi kunci keberlanjutan dan
kekuatan bangsa. Sila ini juga mengajarkan pentingnya menghargai dan memelihara kerukunan
antarwarga negara. Sila keempat adalah Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Prinsip ini menegaskan pentingnya
demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang melibatkan partisipasi rakyat dalam pengambilan
keputusan. Melalui perwakilan, rakyat memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam
pembentukan kebijakan dan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Sila kelima,
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menekankan pada pemerataan dan keadilan
dalam distribusi kekayaan, pendidikan, dan peluang. Pancasila menegaskan perlunya
menciptakan masyarakat yang adil, di mana kesempatan dan hak setiap individu dihormati dan
dijaga. Pancasila juga dapat dipandang sebagai paradigma atau kerangka acuan dalam berpikir
dan bertindak. Sebagai paradigma, Pancasila memberikan arah, landasan, dan pedoman bagi
setiap warga negara Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pancasila juga
mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan budaya, toleransi, dan
semangat gotong-royong. Adapun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia juga diharapkan bersandar pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila memberikan
pandangan holistik terhadap pembangunan ilmu pengetahuan, di mana aspek moral, etika, dan
keberlanjutan menjadi pertimbangan utama dalam penelitian dan inovasi. Selain itu, Pancasila
memainkan peran penting dalam konteks pendidikan. Sebagai landasan moral, Pancasila
membimbing pengembangan karakter peserta didik, menanamkan nilai-nilai kebangsaan, dan
membangun rasa cinta tanah air. Melalui pendidikan, generasi muda diharapkan dapat
memahami, menghargai, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks sosial budaya, Pancasila menjadi dasar bagi pengembangan nilai-nilai kearifan
lokal yang sejalan dengan prinsip-prinsip nasional. Dengan demikian, Pancasila membawa
kesinambungan antara nilai-nilai global dan lokal, menciptakan harmoni dalam keberagaman
budaya Indonesia. Pancasila juga memiliki peran signifikan dalam arena politik dan hukum.
Sebagai panduan moral, Pancasila membimbing pembentukan kebijakan publik dan regulasi
yang mengedepankan kepentingan rakyat. Dalam sistem hukum, Pancasila menjadi dasar dan
sumber norma yang mencerminkan keadilan dan kebenaran. Dalam keseluruhan, Pancasila
bukan hanya sekadar konsep teoretis, melainkan juga sebuah kerangka nilai yang mengalir
dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, memahami dan
menginternalisasi Pancasila menjadi kewajiban setiap warga negara Indonesia untuk mencapai
tujuan bersama dalam membangun bangsa yang berkeadilan, bermartabat, dan bermoral.

2.2 Pancasila Sebagai Paradigma

Pancasila, yang secara harfiah berarti "lima prinsip," merupakan dasar dan falsafah
negara bagi Republik Indonesia. Konsep ini terwujud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dan menjelma menjadi landasan moral, politik, dan sosial bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Pancasila bukan hanya sekadar
seperangkat prinsip politik, melainkan juga mencakup nilai-nilai moral, budaya, dan spiritual
yang menggambarkan identitas dan karakter bangsa Indonesia.

Paradigma merujuk pada pandangan mendasar para ilmuwan terhadap inti


permasalahan dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma semakin berkembang,
tidak hanya terbatas pada ranah ilmu pengetahuan, melainkan juga merambah ke bidang
politik, hukum, sosial, dan ekonomi. Pengertian paradigma kemudian meluas sebagai kerangka
pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan.
Ketika sesuatu dianggap sebagai paradigma, itu berarti menjadi dasar sebagai kerangka, acuan,
tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari suatu kegiatan. Paradigma juga dapat diartikan
sebagai sekumpulan asumsi dasar dan teoritis yang umum, menjadi kerangka pikir dan orientasi
dasar dalam suatu perubahan, serta menjadi sumber hukum, metode, dan penerapan dalam ilmu
pengetahuan. Paradigma memiliki peran krusial dalam menentukan sifat, ciri, dan karakteristik
ilmu pengetahuan itu sendiri. Artinya, paradigma mencakup cara pandang, nilai-nilai, metode-
metode, prinsip dasar, atau cara mengatasi masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada
suatu periode tertentu.

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah dan tujuan bagi yang
menyandangnya. Istilah paradigma berasal dari bahasa Latin, yakni paradeigma yang merujuk
pada pola. Thomas Khun pertama kali memperkenalkan istilah paradigma dalam karyanya
yang monumental, Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan. Khun mengartikan paradigma sebagai
sudut pandang mendasar terhadap subjek pokok. Konsep utama yang diusung oleh Khun adalah
memberikan alternatif baru sebagai respons terhadap asumsi yang umumnya diterima oleh
ilmuwan mengenai perkembangan ilmu pengetahuan, yang biasanya dianggap terjadi secara
akumulatif. Pandangan tersebut dianggap Khun sebagai mitos yang perlu dihilangkan.
Sebaliknya, Khun berpendapat bahwa ilmu pengetahuan berkembang melalui revolusi, bukan
secara akumulatif. Dalam pengertian revolusi, Khun menjelaskan bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan akan terjadi melalui pergantian paradigma. Paradigma yang lama diganti, baik
secara menyeluruh maupun Sebagian, dengan paradigma baru.

2.3 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses yang menekankan dinamika nasional dan


berdampak merata pada seluruh aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh, tidak terbatas
pada kelompok atau sebagian masyarakat. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperkuat
identitas dan individualitas manusia, masyarakat, dan bangsa Indonesia, yang tercermin dalam
kehidupan yang harmonis dan seimbang berdasarkan prinsip Pancasila. Pembangunan nasional
Indonesia merupakan alat untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang mencakup
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Konsep pembangunan nasional dalam Pancasila mencakup beberapa aspek: Sila I:


Kemajuan di bidang keimanan melibatkan tanggung jawab bersama untuk membangun dasar
spiritual, moral, dan etika yang kokoh. Sila II: Peningkatan harkat dan martabat, hak asasi
manusia, serta kewajiban masyarakat, dengan upaya penghapusan segala bentuk penindasan,
kesengsaraan, dan ketidakadilan yang dilakukan oleh partai politik manapun. Sila III:
Mendorong pembangunan bangsa untuk memperkuat persatuan dan kesatuan ras, serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kebhinnekaan lapisan masyarakat
Indonesia. Sila IV: Pembangunan yang terkait dengan demokrasi, mencakup pembangunan
politik demokrasi Pancasila yang menjaga stabilitas dinamis negara, melibatkan tanggung
jawab politik rakyat, dan mendorong partisipasi mereka dalam proses politik. Sila V:
Pencapaian keadilan, termasuk pembangunan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkeadilan, dengan hasil-hasilnya bertujuan menciptakan kesejahteraan yang adil dalam
sistem perekonomian, sebagai usaha kolektif yang berdasarkan prinsip kekeluargaan.

Tindakan ini dilakukan karena Pancasila bukan hanya menjadi dasar negara, tetapi juga
merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia yang memuat nilai-nilai tinggi sesuai dengan
konteks sosial dan budaya bangsa tersebut. Pancasila mencerminkan hasil perjuangan dan
kesepakatan bersama bangsa Indonesia, mencitrakan aspirasi dan tujuan nasional. Penerapan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional terlihat dalam berbagai sektor seperti
ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Paradigma nasional
menjadi dasar utama dalam upaya mencapai tujuan nasional melalui pelaksanaan
pembangunan nasional. Paradigma nasional Indonesia terdiri dari beberapa elemen, seperti
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
Sejatinya, kesungguhan dalam menjalankan keempat fondasi paradigma nasional tersebut
menjadi jaminan keberhasilan pencapaian tujuan nasional bangsa, termasuk dalam sektor
kesehatan yang menjadi komponen kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
umum. Paradigma nasional juga berfungsi sebagai acuan untuk menilai apakah kondisi
kesehatan masyarakat Indonesia sudah sesuai dengan tujuan nasional atau belum.
2.4 Pengertian Sosial Budaya

Manusia adalah makhluk sosial, di mana manusia itu senang bergaul dan berinteraksi
dengan manusia lain di dalam kehidupan bermasyarakatnya, maupun berinteraksi dengan
lingkungannya. Hidup di masyarakat merupakan manifestasi bakat sosial individu, namun
apabila tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, maka individu yang sesungguhnya berbakat
hidup sosial di dalam masyarakat dan lingkungannya akan mengalami kesulitan apabila suatu
kelak akan berada di tengah-tengah kehidupan sosialnya. Sosial merupakan rangkaian norma,
moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat atau komuniti yang
digunakan sebagai acuan dalam berhubungan antar manusia yang bersifat abstrak dan berisikan
simbol-simbol yang berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan dan berfungsi untuk
mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu
masyarakat.

Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu dengan
masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya telah ada sejak
manusia dilahirkan ke dunia ini. Karena itu aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu
dikembangkan dalam hidup agar menjadi matang. Sosial budaya terdiri dari dua kata yaitu
sosial dan budaya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI) milik W.J.S
Poerwadarminta, arti kata sosial ialah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau
kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum. Sedangkan
budaya berasal dari kata bodhya yang artinya akal budi. Budaya juga diartikan sebagai segala
hal yang dibuat manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan
rasa. Sehingga sosial budaya adalah sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan
manusia dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian sosial budaya menurut para ahli, Andreas Eppink, Sosial budaya atau
kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang
menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut James P. Spradley,
Kebudayaan sebagai suatu sistem ide atau gagasan, sistem itu berfungsi sebagai pedoman dan
penuntun masyarakat untuk bersikap dan berperilaku. Terciptanya sebuah kebudayaan bukan
hanya dari buah pikir dan budi manusia, tetapi juga dikarenakan adanya interaksi antara
manusia dengan alam sekitarnya. Sebuah dialektika terjadi di sini, sebab kebudayaan itu ada
karena diciptakan oleh manusia, dan manusia hidup di antara kebudayaan yang diciptakannya
sendiri. Oleh karenanya kebudayaan akan terus ada jika manusia pun ada. Definisi sosial
budaya pun dapat berkembang dan tercipta karena adanya kaitan erat antara kebudayaan dan
sosial itu sendiri. Perubahan kebudayaan bisa saja terjadi akibat adanya perubahan sosial dalam
masyarakat, begitu pula hal yang sebaliknya pun dapat terjadi.

2.5 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, memiliki peran
yang sangat sentral dalam membimbing dan menentukan arah pembangunan sosial budaya di
negara ini. Konsep Pancasila bukan hanya bersifat politik, melainkan juga mencakup nilai-nilai
moral, budaya, dan spiritual yang membentuk identitas dan karakteristik bangsa. Dalam
konteks ini, Pancasila dianggap sebagai paradigma pembangunan sosial budaya yang
mencerminkan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan di berbagai
aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam pengembangan sosial budaya pada masa
reformasi ini, kita harus mengangkat nilai – nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar
nilai, yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik
karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal
ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu
menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang
menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan
dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.

Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan
derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan
atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh
wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada
pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa
Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan
demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan,
diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa
paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping
hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang.

Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara


dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik
dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi
justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan
pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan
kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan
sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai


puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan
di daerah: sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan landasan
spiritual dan moral dalam pembangunan sosial budaya. Nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan menjadi pendorong untuk membangun masyarakat yang bermoral dan beretika.
Konsep ini memastikan bahwa setiap aspek pembangunan sosial budaya diarahkan pada nilai-
nilai keagamaan dan spiritual yang mendalam, menciptakan fondasi yang kuat untuk kehidupan
berkeadilan dan harmonis. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menekankan pada
pentingnya hak asasi manusia, keadilan sosial, dan perkembangan budaya yang bermartabat.
Dalam konteks pembangunan sosial budaya, sila ini mendorong upaya menjunjung tinggi hak-
hak individu, merawat keadilan sosial, dan mengembangkan budaya yang mencerminkan
kedewasaan dan keberadaban. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya diarahkan pada
terwujudnya masyarakat yang adil, beretika, dan memiliki martabat tinggi. Sila ketiga,
Persatuan Indonesia, mengajarkan pentingnya persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman
suku, agama, ras, dan golongan. Dalam pembangunan sosial budaya, sila ini menjadi landasan
untuk membangun rasa persatuan dan kesatuan di antara masyarakat yang beragam. Hal ini
menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana keberagaman dihargai dan dipelihara sebagai
kekayaan bersama. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan, menekankan pentingnya partisipasi rakyat dalam
pengambilan keputusan. Dalam konteks pembangunan sosial budaya, sila ini mendorong
partisipasi aktif masyarakat dalam merumuskan kebijakan yang memengaruhi kehidupan
mereka. Paradigma ini menciptakan dasar untuk pembangunan yang berlandaskan pada
aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, menuntut pemerataan dan keadilan dalam distribusi kekayaan, pendidikan, dan
peluang. Dalam pembangunan sosial budaya, sila ini menekankan perlunya menciptakan
masyarakat yang adil, di mana hak dan peluang setiap individu dihormati dan dijaga.
Paradigma ini mengarahkan pada pencapaian kesejahteraan yang merata dalam struktur sosial
budaya.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya mencerminkan juga dalam


implementasinya di berbagai sektor. Dalam bidang ekonomi, prinsip-prinsip Pancasila dapat
membimbing kebijakan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Dalam politik, Pancasila
menjadi dasar bagi sistem demokrasi yang melibatkan partisipasi rakyat dan menjunjung tinggi
hak asasi manusia. Dalam hukum, nilai-nilai keadilan dan moral Pancasila dapat tercermin
dalam peraturan-peraturan yang diberlakukan. Sosial budaya, Pancasila menciptakan landasan
untuk mengembangkan kearifan lokal yang sejalan dengan prinsip-prinsip nasional.
Pembangunan sosial budaya dengan paradigma Pancasila juga mencakup upaya
pengembangan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum.
Pendidikan menjadi alat penting dalam membentuk karakter dan kesadaran masyarakat
terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Nilai-nilai inti Pancasila seperti keadilan sosial, solidaritas, dan gotong royong dapat
menjadi pedoman yang kuat untuk memandu pembangunan sosial budaya di Indonesia.
Dengan mempertimbangkan Pancasila sebagai landasan filosofis, masyarakat dapat
membangun kerangka yang komprehensif dan berkelanjutan untuk menciptakan keselarasan
kehidupan sosial dan budaya. Dalam proses pengembangan bidang sosial budaya, penerapan
nilai-nilai Pancasila dapat mendorong berkembangnya program-program yang memperkuat
solidaritas sosial, melindungi hak asasi manusia, dan meningkatkan kekayaan keanekaragaman
budaya Indonesia. Dengan menjadikan Pancasila sebagai paradigma pembangunan di bidang
sosial budaya, Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang adil, harmonis, dan kompetitif
berdasarkan prinsip kebhinekaan dan persatuan. Hal ini akan membantu membangun identitas
nasional yang kuat dan memperkuat posisi Indonesia secara global sebagai bangsa yang
menghormati dan menjaga keberagaman budaya serta memajukan kesejahteraan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Suyadi, A. (2018). Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum. Jurnal


Surya Kencana Satu Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, 9(1), 1-18.

Armawi, A. (2007). Pancasila Sebagai Paradigma dalam Pembangunan


Hankamnas. Jurnal Ketahanan Nasional, 12(1), 33-46.

Fuadi, A. (2020). Keragaman dalam dinamika sosial budaya kompetensi sosial


kultural perekat bangsa. Deepublish.

Nabila, S., Rahma, S., & Larosa, S. Z. (2023). Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional. Jurnal Kewarganegaraan, 7(2), 2230-2238.

Sudarsih, S. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN


KEBUDAYAAN DI ERA GLOBAL. Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian
Antropologi, 5(2), 76-83.

Miliano, N., & Dewi, D. A. (2022). Re-implementasi pancasila dalam kehidupan


sosial budaya Indonesia. Antropocene: Jurnal Penelitian Ilmu
Humaniora, 2(1), 15-21.

Anda mungkin juga menyukai