Anda di halaman 1dari 14

Menumbuhkan Budaya Literasi Dengan Memanfaatkan

Teknologi
Fitriana, Fahriani, Rusni, Ashar
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare
e-mail: fitriana1@iainpare.ac.id, fahriani15@iainpare.ac.id, rusni20@iainpare.ac.id,
Ashar34@iainpare.ac.id

Abstrak
Penggunaan teknologi pada zaman ini begitu luar biasa, dimanapun kita berada pasti
akan disuguhkan dengan kehebatan teknologi bahkan di tempat terpencil sekalipun. Tak ada
ada yang bisa menampik bahwa teknologi bisa mempermudah pekerjaan kita sebagai
manusia. Tetapi dibalik kehebatan teknologi pasti ada saja secuil ketidaksempurnaannya
seperti teknologi mampu menggeser budaya literasi. Bagaimana tidak? Teknologi bisa
menyuguhkan kita apapun tanpa harus bersusah payah, dan secara tidak langsung
menguragi kemampuan kita dalam berliterasi. Padahal budaya literasi itu sangat penting
bagi kita generasi muda sebagai penerus bangsa di masa depan dan menyambut era
globalisasi. Kita harus menyalurkan kemampuan dan kreatifitas untuk meningkatkan kualitas
SDM, dan semua itu harus ditanamkan sejak dini kepada diri kita maupun orang lain. Oleh
karena itu, terpikirkanlah pendapat bagaimana kalau kita memanfaatkan teknologi saja
untuk menumbuhkan budaya literasi. Sehingga bisa menyelaraskan budaya literasi dengan
penggunaan teknologi.
Kata kunci: Budaya Literasi, Teknologi, Generasi Muda

Abstract
The use of technology in this era is so extraordinary, wherever we are, it will be presented
with the greatness of technology even in the place that is being replaced. Nobody can dismiss
technology that can simplify our work as humans. However, behind the greatness of
technology there must be two imperfections such as technology capable of shifting literacy
culture. How come? Technology can provide us all without having to bother, and directly
reduce our ability toiterate. While literacy culture is very important for us, the young
generation as the nation's future successors and welcomes the era of globalization. We have
to channel the ability and creativity to improve the quality of human resources, and all of that
must be instilled early on to ourselves or others. Therefore, opinions have arisen about what
if we use technology alone to foster a literacy culture. Can harmonize literacy culture with
the use of technology.

Keywords: Literacy Culture, Technology, Young Generation

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kata “literasi” memiliki makna yang luas dan kompleks. Menurut UNESCO,
pemahaman orang tentang literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi,
konteks nasional, nilai-nilai budaya dan pengalaman. Education Development Center (EDC)
menyatakan bahwa literasi lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis, namun
lebih dari itu, literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan
kemampuan yang dimiliki dalam hidupnya. Jadi dapat dipahami secara sederhana bahwa
literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.
Literasi adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk lebih membudidayakan gerakan
membaca serta juga menulis. Literasi sangat banyak sekali manfaatnya, salah satu
keuntungan dari literasi ini diantaranya adalah dapat melatih diri untuk dapat lebih terbiasa
dalam membaca serta juga dapat membiasakan seseorang untuk dapat menyerap informasi
yang dibaca dan dirangkum dengan menggunakan bahasa yang dipahaminya.
Berdasarkan studi Most Littered Nation In the Word yang dilakukan oleh Central
Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-
60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia tepat berada di bawah Thailand yang
berada di peringkat ke-59 dan di atas Bostwana yang berada di peringkat ke-61. Padahal, dari
segi penilaian infrastruktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas
negara-negara Eropa. Penilaian berdasarkan komponen infrastruktur indonesia ada di urutan
ke-34 di atas Jerman, Portugal, Selandia Baru dan Korea Selatan. Hal tersebut disampaikan
oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Sabtu (27/8/2016), di
acara final Gramedia Reading Community Competition 2016 di Perpustakaan Nasional,
Salemba, Jakarta (KOMPAS.COM, Senin, 29 Agustus 2016).
Pada dasarnya, mungkin banyak orang berpikir bahwa membaca hanya akan
menghabis waktu dengan percuma dan tidak bermanfaat, sehingga mereka berpikir lebih baik
melakukan aktivitas yang lain dari pada membaca, padahal dengan membaca kita dapat
menambah wawasan serta ilmu pengetahuan untuk memperkaya intelektual, terutama di era
digital ini. Saat ini, hampir semua orang selalu menyalahkan teknologi sebagai penyebab
anak tidak mau membaca dan apalagi menulis, sehingga budaya literasi semakin luntur di era
digital yang marak dengan gawai atau gadget. Lalu, apakah memang seperti itu kondisinya?
gawai tidak sepenuhnya menjadi penyebab rendahnya literasi di Indonesia, namun ada
beberapa penyebab lainnya yaitu belum terbiasa, belum termotivasi dan sarana yang minim.
Akan tetapi, hal tersebut semestinya tidak menjadi persoalan jika diimbangi dengan usaha
untuk membangun budaya literasi.
Perubahan zaman yang sedemikian dinamis dan sangat cepat hanya bisa diikuti
perkembangannya dengan penguasaan literasi informasi yang didukung oleh teknologi
literasi informasi. Dengan demikian urgensi pembekalan kemampuan literasi informasi
dilingkungan pendidikan utamanya perguruan tinggi menjadi tidak bisa ditunda lagi sebagai
bekal kecakapan hidup bagi mahasiswa.
Dewasa ini berbagai lembaga pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan tinggi ada yang mulai, sedang, dan telah membangun program literasi
informasi. Penguasaan literasi informasi dipandang sangat penting dalam proses
pembelajaran sehingga menjadi bagian dari program pendidikan. Dalam lingkup yang lebih
luas, bahwa program literasi informasi sebenarnya adalah program pemberdayaan
masyarakat khususnya dalam bidang informasi.
Pendit (2012), mengatakan bahwa kata literacy sendiri sebenarnya datang dari bahasa
Latin, littera yang kemudian dipakai orang Inggris untuk kata letter dan dengan demikian
sebenarnya berurusan dengan aksara atau tulisan. Sedangkan definisi information adalah
informasi, maka literasi informasi adalah keterbukaan terhadap informasi. ACRL
(Association of College and Research Libraries) mendefinisikan literasi informasi sebagai
berikut: Information literacy is the set of skills needed to find, retrieve, analyze, and use
information.
Menurut State University of New York (SUNY) 1997 dalam Eisenberg bahwa :
Information literacy includes the abilities to recognize when information is needed and to
locate, evaluate, effectively use, and communicate information in it’s various
formats. Berdasarkan pengertian diatas bahwa Literasi informasi mencakup kemampuan
untuk mengenali kapan informasi yang dibutuhkan dan untuk menemukan, mengevaluasi,
efektif menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai format.
California Academic and Research Libraries Task Force, 1997 dalam Eisenberg
(2004:6) bahwa Information Literacy to effectively identify, access, and evaluate and make
use information in it’s various formats , and to choose that appropriate medium for
communication. It also encompasses knowledge and attitudes (Literasi informasi secara
efektif untuk mengidentifikasi, mengakses, dan mengevaluasi dan menggunakan informasi
dalam berbagai format, dan memilih media yang tepat untuk berkomunikasi. Ini juga
termasuk pengetahuan dan sikap yang berkaitan dengan isu-isu etnis dan sosial sekitar
teknologi informasi dan informasi).
Information literate people are those who have learned how to learn. They know how
to learn because they know how knowledge is organized, how to find information, and how
to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared
for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or
decision at hand(”Orang yang berinformasi adalah yang telah belajar bagaimana belajar.
Mereka mengetahui bagaimana harus belajar kerena mereka mengetahui organisasi
pengetahuan, memahami cara menemukan informasi, dan menggunakan/memanfaatkan
informasi sedemikan rupa sehingga pihak lain dapat belajar darinya. Mereka adalah orang
yang disiapkan untuk belajar sepanjang hayat karena mereka selalu dapat menemukan
informasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau mengambil keputusan.1
Teknologi informasi merupakan salah satu hal yang tidak akan lepas dari kehidupan
manusia. Karena teknologi informasi ini sudah ada sejak berabad-abad lalu dan hingga kini
masih terus berkembang. Tanpa adanya teknologi informasi , manusia akan kesulitan untuk
berkomunikasi dan menyampaikan informasi. Kini teknologi informas iberkembang begitu
cepat. Akhir-akhir ini perkembangan teknologi sangat pesa tcontohnya seperti games, musik,
video, handphone, internet dsb. Banyak kalangan kencanduan dengan media sosial yang
membuai para penggunanya. Terutama dikalangan remaja seperti pelajar dan mahasiswa. Di
usia yang rentan dan mudah sekali terpengaruh oleh hal-hal baru, banyak terjadi
pemanfaatan teknologi yang tidak efektif dan efisien.
Seiring dengan revolusi teknologi banyak dampak yang terjadi pada pola hidup
manusia baik dari segi positif maupun negatif. Adapun dampak yang begitu Nampak saat ini
terasa adalah mulai menurunnya tingkat kesastraan seseorang dan tingkat kemauan seseorang
untuk menuliskan setiap pemikiran dan hasil kerjanya dalam sebuah manuskirp yang entah
dalam bentuk elektronik ataupun dalam bentuk tertulis dalam kertas atau bahkan batu dan
pohon-pohon. Mulai menurunya kelompok-kelompok yang memperjuangkan dan
mempelajari ajaran dari orang terdahulu melalui buku atau tulisannya dan menuliskannya
kembali. Tidak adalagi semangat Plato, Socrates, IbnuSina, dan yang sejenisnya dalam
memperjuangkan budaya literasi.2
Di era modern ini, anak muda maupun orang tua sudah kurang membudayakan literasi
ditambah lagi dengan teknologi yang semakin berkembang ada sisi positif dan negatifnya. Di
satu sisi perkembangan teknologi dapat membantu meningkatkan budaya literasi di Indonesia
dengan mudahnya akses berita melalui internet tapi di sisi lain masyarakat menjadi lebih suka
hal instan seperti melihat tayangan berita di youtube dan bermain media sosial dengan bahasa
kekinian dan menjauhi budi pekerti.
Karena hal inilah, maka sangat diperlukan aksi nyata masyarakat dan pemerintah
untuk menumbuhkembangkan kembali budaya literasi salah satu cara yang mudah dilakukan

1
Yusrin Ahmad Tosepu.(2018).Literasi Informasi di Era Literasi Digital. https://yusrintosepu.wixsite.com/
2
Bastamanography.(2016).Membangun Budaya Literasi di Era Digital. https://www.bastamanography.id/
adalah membuat berita dengan judul dan gambar yang menarik sehingga masyarakat
penasaran untuk membacanya. Mengembangkan budaya literasi merupakan sebuah tantangan
diera globalisasi, bukan hanya bagi pemerintah namun bagi semua masyarakat indonesia
dengan adanya kemajuan teknologi informasi seharusnya kita dapat memanfaatkan literasi
yang ada untuk saling berbagai informasi untuk mengurangi maraknya berita hoax untuk
meningkatkan akan pentingnya membudayakan literasi di era globalisasi. 3
Rumusan Masalah
Apakah hubungan antara perkembangan teknologi dengan budaya literasi?
Bagaimana solusi yang tepat dalam memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan
minat literasi dengan memanfaatkan teknologi?
Tujuan Penelitian
Dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki dengan cara membaca berbagai informasi
yang bermanfaat meningkatkan pengetahuan seseorang. Kegiatan utama dalam literasi adalah
membaca dan menulis tentu saja dengan membaca seseorang akan meningkat
pengetahuannya dan semakin banyak informasi yangdidapatkan dari membaca.

PEMBAHASAN
Budaya
Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang mempunyai arti bahwa
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan akal dan budi manusia. Secara harfiah, budaya
ialah cara hidup yang dimiliki sekelompok masyarakat yang diwariskan secara turun temurun
kepada generasi berikutnya. Menurut wikipedia.org, budaya dapat dimaknai sebagai sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak.
Soelaiman Soemardi dan Selo Soemardjan menerangkan bahwa suatu kebudayaan
merupakan buah atau hasil karya cipta & rasa masyarakat. Suatu kebudayaan memang
mempunyai hubungan yang amat erat dengan perkembangan yang ada di masyarakat.
Seorang arkeolog, R. Seokmono menerangkan bahwa budaya adalah hasil kerja atau usaha
manusia yang berupa benda maupun hasil buah pemikiran manusia dimasa hidupnya. Effat
al-Syarqawi mendefinisikan budaya berdasarkan dari sudut pandang Agama Islam, Ia

3
Sejingga Ungu.(2016).Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Budaya Literasi di Kalangan Mahasiswa.
https://sejinggaungu.blogspot.com/
menjelaskan bahwa budaya adalah khazanah sejarah sekelompok masyarakat yang tercermin
didalam kesaksian & berbagai nilai yang menggariskan bahwa suatu kehidupan harus
mempunyai makna dan tujuan rohaniah. Lehman, Himstreet, dan Batty mendefinisikan
budaya sebagai kumpulan beberapa pengalaman hidup yang ada pada sekelompok
masyarakat tertentu. Pengalaman hidup yang dimaksud bisa berupa kepercayaan, perilaku, &
gaya hidup suatu masyarakat.

Literasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, literasi diartikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan tulis-menulis. Dalam konteks kekinian, literasi atau literer memiliki
definisi dan makna yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran
kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Secara sederhana, budaya literasi dapat
didefinisikan sebagai kemampuan menulis dan membaca masyarakat dalam suatu Negara
(Anonimus, 2016). Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana
peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di
bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun
di lingkungan sekitarnya. Selain itu literasi juga mencakup bagaimana seseorang
berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang
terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (Wiedarti, dkk., 2016).
Dalam Deklarasi Unesco juga ditegaskan tentang literasi informasi, yaitu kemampuan
untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif
dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai
persoalan. Kemampuan-kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk
berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia
menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.
Di era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria pada tahun
2005 menjelaskan, literasi nformasi adalah kemampuan untuk melakukan manajemen
pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Literasi informasi merupakan
kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi diperlukan,
mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi
secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang
sudah ada, memanfaatkan serta mengko-munikasikannya secara efektif, legal, dan etis.
Ferguson, B (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menyatakan bahwa komponen literasi
informasi terdiri atas:
a) Literasi dasar (basic literacy) yaitu terkait dengan kemampuan mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting), kemampuan analisis untuk
memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving),
mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan
pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
b) Literasi perpustakaan (library literacy), berkenaan dengan bagaimana memberikan
pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi
referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi
pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami
penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam
memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian,
pekerjaan, atau mengatasi masalah.
c) Literasi media (media literacy), bersinggungan dengan kemampuan untuk mengetahui
berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (radio dan
televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.
d) Literasi teknologi (technology literacy), kemampuan memahami kelengkapan yang
mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta
etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam
memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet.
Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini,
diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan
masyarakat.
e) Literasi visual (visual literacy), pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan
literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan
memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir
terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori,
maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan
baik.4

Buku Digital
Buku Digital (Digital Book) atau dikenal juga dengan Electronic Book (E-book) adalah
sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara elektronis melalui komputer, laptop atau

4
Menumbuhkan budaya literasi melalui buku digital, Nurchaili, Man Darussalam Kabupaten Aceh Besar
smartphone. Buku digital merupakan sebuah publikasi yang terdiri dari teks, gambar maupun
suara dan dipublikasikan dalam bentuk digital yang dapat dibaca di komputer maupun alat
elektronik lainnya.
Sumber buku digital yang pertama kali dikenal dengan nama Proyek Gutenberg. Proyek
ini diprakarsai oleh Michael S. Hart pada tahun 1971. Bentuk awal buku digital adalah
pembuatan prototipe desktop bernama Dynabook pada tahun 1970 di PARC. Dynabook
menjadi komputer umum yang khusus digunakan untuk kebutuhan membaca pribadi,
termasuk membaca buku. Pemikiran senada juga diutarakan oleh Paul Drucker. Di tahun
1992, Sony meluncurkan Data Discman, yaitu alat untuk membaca buku elektronik yang bisa
membaca buku digital yang tersimpan dalam CD. Mengikuti hal ini, muncul lah perangkat-
perangkat untuk membaca buku digital lainnya, yaitu Amazon Kindle, Nook Simple Touch,
dan iPad.
Buku digital memiliki berbagai fungsi, antara lain: (a) sebagai salah satu alternatif media
belajar; (b) berbeda dengan buku cetak, buku digital dapat memuat konten multimedia di
dalamnya sehingga dapat menyajikan bahan ajar yang lebih menarik dan membuat
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan; (c) sebagai media berbagi informasi; (d)
dibandingkan dengan buku cetak, buku digital dapat disebarluaskan secara lebih mudah, baik
melalui media seperti website, kelas maya, email dan media digital lainnya; dan (e) seseorang
dapat dengan mudah menjadi pengarang serta penerbit dari buku yang dibuatnya sendiri.
Manfaat E-book jika dilihat dari bentuk fisiknya yang berupa data digital yaitu ukuran
fisik kecil karena dapat disimpan dalam penyimpanan data seperti flashdisk dsb. E-book juga
tidak lapuk layaknya buku biasa, format digital bertahan sepanjang masa dengan format yang
tidak berubah. E-book juga media belajar yang interaktif dalam penyampaian informasi
karena dapat ditampilkan ilustrasi multimedia.
Bagi pendidikanE-book membantu pendidik dalam mengefektifkan dan mengefisienkan
waktu pembelajaran. Pendidik repot jika harus membawa banyak buku bacaan dalam bentuk
fisiknya yang berat. E-book yang berupa data digital sangat mudah untuk dibawa dalam
banyak file, sehingga pendidik tidak kehabisan bahan belajar untuk peserta didik.
E-book dapat mengurangi beban pendidik dalam menyajikan informasi, informasi yang
diberikan melalui E-book lebih konkret dan memungkinkan pembelajaran besifat induvidual
sebab tidak tergantung pada informasi yang diberikan pendidik, peserta didik dapat belajar
sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat dan minatnya, pembelajaran lebih terarah, dapat
memberikan pengetahuan langsung hasil dari membaca, memungkinkan pemberian informasi
yang lebih luas kepada pesertadidik. Era serba digital,visual,dan serba praktis- eraelektro-
niok, kalau diantisipasi bis menurunkan tingkst literasi O(kemampuanbaca).Dengan budaya
baca anak akan mudah menjadi kritis dan tidak mudah termakan isu-isu yang dikembangkan
oleh sekelompok orang untuk kepentingan tertentu.
Menanamkan kesadaran pentingnya membaca seperti disampaikan oleh Magniz
Suseno dalam Bukuku Kakiku (Gramedia, 2004).Di situ, Magniz menulis bahwa membaca
itu betul-betul menjadi surga baginya. Membaca tidak hanya memperluas cakrawala,
melainkan juga merupakan pelepasan emosional dan membantu mengatasi kesulitan-
kesulitan. Membaca juga berarti membiarkan diri ditarik keluar dari penjara perhatian
berlebihan pada diri sendiri,melihat dunia, manusia mengalami tantangan, terangsang dalam
fantasi, bersemangat untuk melakukan sesuatu. Turunnya minat baca dalam praksis
pendidikan tentu ada kekecualian menunjukkan sinkronisasi dampak negatif serba elektronik
dengan keinginan serba praktis. Budaya instan secara umum tidak mendukung tingkat
literasi. Karena itu, membaca sebagai keterampilan dan kebiasaan perlu dilatihkan dan
dibiasakan, berbeda dengan menonton dan berbicara.Dinamika bahasa mengikuti dinamika
social. Dunia sastra termasuk para penulis cerita pendek (cerpenis), sebagai salah satu
tumpuan utama pengembangan bahasa Indonesia.
Mengadaptasi perkembangan teknologi digital yang berdampak pada perilaku
membaca siswa, sejumlah sekolah membebaskan siswa untuk menggunakan media digital
sebagai sumber belajar dalam mengerjakan tugas. Namun, demi kemandirian mencari data
dan informasi, siswa tetap diharuskan memperkaya materi yang terdapat di buku cetak.Cara
kreatif tersebut terpantau pada beberapa sekolah di Jakarta yang menggunakan portal berita
daring untuk mengikuti perkembangan isu-isu nasional.
Teknologi dapat memudahkan kaum muda untuk membaca, menulis, dan belajar.
Namun, jika kebiasaan itu tidak dibangun sejak dini dari rumah, sekolah, dan masyarakat,
mereka tidak dapat memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan diri. Padahal,, internet
juga membuka peluang Lahirnya generasi belajar sepanjang hayat. Melalui cara pembelajaran
ini juga merupakan salah satu upaya agar tidak mengandalkan kecenderungan belajar instan,
sehingga terbiasa untuk berpikir terstruktur dan sistematis. Kebanyakan mereka hanya
mengcopy paste tanpa membaca kembali tugas yang harus dikerjakan, mereka tidak mampu
menceritakan kembali tugas penulisan.
Menurut mereka, melalui gawai berbagai informasi terkini dapat diperoleh dengan
cepat dan mudah.Tampilan visual yang dinamis pada gawai menjadi daya tarik tersendiri
untuik mendapatkan, informasi dengan cepat. Menurut merka, media digital lebih aktraktif
dan informatif.Cara lain dilakukan dengan memperkaya pemahaman materi dengan
mengombinasikan medium konvesional (analog) dengan medium digital. Perubahan perilaku
di era digital disesuaikan dengan pola ajar di sekolah.Ditengah maraknya penggunaan
teknologi informasi komunikasi, berdasarkan survey jajak pendapat terhadap mahasiswa di
enam kota, enam dari 19 responden mengaku masih membaca bacaan serus maupun non
fiksi. Artikel daring (online) menjadi favorit bacaan mahasiswa disamping bacaan lain seperti
buku eks perkuliahan, fiksi, buku pengetahuan umum dan koran harian.5
Direktur Jenderal Pendidikan anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran yang mengimbau agar
anak-anak tidak diajari membaca, menulis dan berhitung lewat metode intensif karena ada
waktu yang lebih tepat disesuaikan dengan perkembangan kognitifnya. Pendidikan pada level
ini lebih ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dasar anak baik fisik, mental, maupun
karakter melalui permainan. Pada usia dini anak-anak, penanaman nilai-nilai kejujuran,
tanggung jawab, sikap kritis, dan kreatif inilah ditemukan momen terbaiknya. Nilai-nilai itu
akan membekas di benak anak-anak jika terus disampaikan dan dikpraktikkan sehari-hari.
Hidup ditengah era globalisasi dan berkembangnya segala bentuk teknologi telah
mempengaruhi perkembangan budaya dalam masyarakat, terutama pada kota-kota besar .
Soekarwati (2003) berpendapat bahwa instruktur yang memadai, sumber daya manusia
(SDM) yang unggul kegiatan berskala makro dan mikro terhadap perkembangan teknologi
informasi dalam jangka panjang, adanya pemenuhan dalam sisi finansial disertai adanya
konten serta perantaranya yang berperan besar dalam perkembangan teknologi di kota.
Masyarakat kota yang mempunyai sifat terbuka merupakan faktor yang paling kuat dalam
perkembangan teknologi di kota disertai dengan adanya akses yang mudah terhadap
pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan (IPTEK) telah membawa masyarakat dunia kepada
gaya hidup yang lebih instan, ditandai dengan penggunaan gadget yang sangat marak, tidak
hanya orang dewasa yang menggunakannya tetapi anak-anak pun sudah mahir dalam
menggunakan teknologi baik itu untuk bermain atau belajar. Perkembangan IPTEK ini pula
dapat membantu segala urusan pekerjaan masyarakat seperti pada perusahaan, pendidikan
dan lain sebagainya.
Negara Indonesia juga termasuk salah satu Negara yang menikmati adanya
perkembangan IPTEK salah satunya adalah pada bidang pendidikan. Dengan majunya
perkembangan teknologi dapat mempermudah para guru dalam mnyampaikan pelajaran,

5
Pemanfaatan buku digital dalam meningkatkan minat baca, Ruddamayanti, SMA Negeri 1 Teluk Gelam
tetapi mudahnya akses pendidikan di kota sayangnya tidak mencerminkan kondisi yang sama
dengan kondisi yang ada di daerah-daerah pelosoknya. Sekolah-sekolah yang terdapat pada
daerah perkotaan sebagian besar dilengkapi dengan fasilitas canggih, untuk menunjang
kegiatan pendidikan, namun fasilitas teknologi yang telah disiapkan tersebut hanya dibiarkan
sebagai pajangan tanpa pernah terpakai.
Pendidikan memang memiliki peran penting dalam era yang serba cepat ini, namun bila
tidak diikuti dengan kemampuan berliterasi yang memadai, bukanlah tidak mungkin di
beberapa dekade selanjutnya Indonesia akan tertinggal jauh dalam bidang informasi dan
teknologi dengan negara-negara tetangga.
Literasi dikenal sebagai keberaksaraan atau melek aksara. Makna literasi semakin
mengalami perluasan sehingga literasi yang dikenal tidak hanya sebatas kemampuan
membaca dan menulis dalam konteks kebahasaan dan kesastraan. Ada banyak literasi yang
dikembangkan karena disesuaikan dengan perkembangan zaman dan bidang ilmu yang
dikuasai. Jenis literasi tersebut antara lain adalah literasi digital, literasi computer, literasi
informasi, literasi media,literasi statistika dan lain sebagainya. Dengan kata lain pegertian
literasi dapat disesuaikan dengan bidang ilmu yang dipelajari.
United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)
mengatakan, literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan
kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks dimana keterampilan yang
dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh, dan bagaimana cara
memperolehnya. Dengan kata lain, literasi tidak hanya didapat melalui institusi pendidikan
secara resmi saja, namun juga dari sumber-sumber lainnya seperti media massa, internet,
maupun buku bacaan. UNESCO sendiri menganggap bahwa pemahaman seseorang mengenai
literasi akan dipengaruhi oleh kompetensi yang dicapai di bidang akademik, konteks
nasional, institusi, serta nila-nilai budaya serta pengalaman yang dimiliki oleh pelaku literasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Program for International Student Assessment (PISA)
mengenai tingkat literasi negara-negara dunia, Indonesia menempati peringkat 64 dari total
72 negara di tahun 2018. Hal ini menunjukan lemahnya masyarakat Indonesia dalam
menginterpretasikan sumber informasi.
Literasi digital berkaitan dengan kecakapan individu dalam mencari atau mengolah
informasi yang diperoleh dari sparphone. Sejalan dengan itu Hermiyanto (2015) bahwa
literasi digital adalah ketertarikan, sikap, dan kemampuan individu dalam menggunakan
6
teknologi digital dalam mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis, dan
mengevaluasi informasi membangun pengetahuan baru, membuat dan berkemunikasi dengan
orang lain agar dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
Dari hasil wawancara kami kepada mahasiswa BKI IAIN Parepare mengatakan
“bahwa literasi menggunakan teknologi sangatlah membantu semua pelajar, karena sekarang
telah banyak disediakan vitur-vitur membaca didalam smarphone untuk memudahkan pelajar
untuk membaca. dengan adanya teknologi, pelajar akan mudah untuk membaca dimanapun
mereka berada. Jika saya ditanya lebih efektif mna membaca menggunakan HP atau buku?,
Semuanya efektif tetapi sekarang kita telah berada di era milenial dimana hampir semua
pelajar menggunakan Hp, seperti yang saya katakana diatas Membaca dengan Hp lebih
mempermudah individu membaca dimanapun berada tanpa ribet membawa barang yang
banyak.
Keberadaan teknologi memberi keuntungan sendiri bagi upaya menyadarkan
masyarakat Indonesia untuk meningkatkan budaya literasi. Sebagai masyarakat yang sedang
menikmati perkembang teknologi pasti tidak akan pernah lepas dari benda smarphone dan
laptop. Dalam meningkatkan minat membaca masyarakat kini sarana literasi sudah sangat
luas dan beragam bentuknya. Terobosan-terobosan dalam bidang informasi seperti E-Book,
E-Library, online news, serta media berbasiskan aplikasi yang dapat diunduh di smartphone
bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh ilmu serta berita terkini di
dalam negeri maupun luar negeri.
Eskicumah (2015) berpendapat bahwa penggunaan teknologi dalam pendidikan telah
mempengaruhi struktur system pendidikan. Dengan demikian teknologi juga dapat digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Dengan hadirnya teknologi akan lebih memudahkan
masyarakat untuk membaca dimanapun mereka berada, perkembangan teknologi saat ini
dipercaya mampu untuk mengembangangkan budaya literasi dinegara Indonesia.
Keberhasilan literasi pada dunia pendidikan seperti saat ini dapat dibantu dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan kominikasi.

6
Salwa, Nur (Mahasiswa), Wawancara oleh Ashar. Institut Agama Islam Negeri Parepare. Tanggal14 Juli
2020
PENUTUP
Kesimpulan
Buku adalah jendela dunia dan membaca adalah kuncinya. Dengan membaca buku, ilmu
pengetahuan akan didapatkan. Kegiatan membaca akan menambah wawasan sekaligus
mempengaruhi mental dan perilaku seseorang, dan bahkan memiliki pengaruh besar bagi
masyarakat. Pada gilirannya, kegemaran membaca ini akan membentuk budaya literasi yang
berperan penting dalam menciptakan bangsa yang berkualitas.
Seiring dengan revolusi teknologi banyak dampak yang terjadi pada pola hidup manusia
baik dari segi positif maupun negatif. Adapun dampak yang begitu Nampak saat ini terasa
adalah mulai menurunnya tingkat kesastraan seseorang dan tingkat kemauan seseorang untuk
menuliskan setiap pemikiran dan hasil kerjanya dalam sebuah manuskirp yang entah dalam
bentuk elektronik ataupun dalam bentuk tertulis dalam kertas atau bahkan batu dan pohon-
pohon. Mulai menurunya kelompok-kelompok yang memperjuangkan dan mempelajari
ajaran dari orang terdahulu melalui buku atau tulisannya dan menuliskannya kembali. Tidak
adalagi semangat Plato, Socrates, IbnuSina, dan yang sejenisnya dalam memperjuangkan
budaya literasi.
Mengembangkan budaya literasi merupakan sebuah tantangan diera globalisasi, bukan
hanya bagi pemerintah namun bagi semua masyarakat indonesia dengan adanya kemajuan
teknologi informasi seharusnya kita dapat memanfaatkan literasi yang ada untuk saling
berbagai informasi untuk mengurangi maraknya berita hoax untuk meningkatkan akan
pentingnya membudayakan literasi di era globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Ane Permatasari.(2015).Membangun Kualitas Bangsa Dengan Budaya Literasi.(Jurnal)
Bastamanography.(2016).Membangun Budaya Literasi di Era Digital.
https://www.bastamanography.id/
Budaya literasi dalam komunikasi, Siti Anggraini, fakultas ilmu komunikasi universitas Prof. Dr.
Moestopo(beragama)
Corry,Annisa,2018,PentingnyaBudayaLiterasiDalamMenyambutEraGlobalisasi,
Chairil,Abdini,,UniversitasIndonesia:September22,20175:49pmwib,PentingnyaBudaya
LiterasiDalamMenyambutEraGlobalisasi.
Edy Susanto, S. H., M. H. dkk 2010. Hukum Pers di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
https://www.jurnalrozak.web.id/2014/10/pengertian-jurnalistik-secara-umum.html?m=1
Menumbuhkan budaya literasi melalui buku digital, Nurchaili, Man Darussalam Kabupaten Aceh
Besar
Nurcahyo,MuhammadAqmal,YunikaAfryaningsih,PenerapanLiterasiDigital,Berbasis
KearifanLokalDalamPembelajaranIndonesia.
Pemanfaatan buku digital dalam meningkatkan minat baca, Ruddamayanti, SMA Negeri 1 Teluk
Gelam
Salwa, Nur (Mahasiswa), Wawancara oleh Ashar. Institut Agama Islam Negeri Parepare. Tanggal14
Juli 2020
Sejingga Ungu.(2016).Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Budaya Literasi di Kalangan
Mahasiswa. https://sejinggaungu.blogspot.com/
Yusrin Ahmad Tosepu.(2018).Literasi Informasi di Era Literasi Digital.
https://yusrintosepu.wixsite.com/

Anda mungkin juga menyukai