Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN STRATEGI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

SANTRI DI PESANTREN JEGONGAN MANFAAT BANJARNEGARA


PADA ERA DIGITAL

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk memenuhi sebagian syarat-syarat
Memperoleh gelar sarjana Strata I

Oleh :
RIZQI SEPTIYANTO
NIM. 19102040049

Pembimbing
ARIS RISDIANA, S.SOS.I., MM
NIP. 19820804 201101 1 007

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2023
MANAJEMEN STRATEGI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
SANTRI DI PESANTREN JEGONGAN MANFAAT BANJARNEGARA
PADA ERA DIGITAL
Oleh: Rizqi Septiyanto
NIM: 19102040049

Abstrak
Rizqi Septiyanto, NIM 19102040049, 2023. Manajemen Strategi Yayasan Pesantren
Jegongan Manfaat dalam Meningkatkan Kualitas Santri di Pesantren Jegongan Manfaat
Banjarnegara. Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Penelitian ini berlatar belakang bahwa

A. Latar Belakang Masalah


Manusia di tengah kesibukan sehari-harinya banyak dilalui dengan rutinitas yang
melelahkan, sehingga pada titik tertentu seorang individu akan mengalami kejenuhan.
Ketika ini terjadi, seseorang akan membutuhkan hiburan untuk melepaskan energi yang
tidak lagi terpakai. Dulu, hiburan hanya terbatas pada kegiatan rekreasi seperti
memainkan alat musik, mengobrol dengan tetangga, atau bermain permainan tradisional.
Waktu itu, masyarakat hanya dapat menikmati hiburan yang tersedia di lingkungan
sekitar karena aksesibilitasnya terbatas pada lokasi dan jarak. Berbeda dengan saat ini,
kemajuan teknologi yang pesat telah memungkinkan masyarakat untuk dengan mudah
dan cepat mengakses hiburan dari mana saja dan kapan saja.
Perkembangan zaman yang cepat dan serba pesat ini sangat berpengaruh terhadap
kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Kondisi masyarakat saat ini berbeda dengan
beberapa waktu lalu khususnya sekitar tahun 2000-an. Pada sekitar tahun tersebut,
sumber informasi hanya sebatas koran, majalah, buku, radio, dan televisi. Masyarakat
pada masa itu harus membeli koran dengan keluar rumah terlebih dahulu atau menunggu
berita di televisi dan radio untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru. Namun, saat
ini perkembangan media massa sudah sangat pesat dan beragam, tak hanya media cetak,
kini sudah mulai muncul media elektronik dan media online. Media massa khususnya
media cetak di Indonesia saat ini masih mendapatkan tempat di masyarakat, namun
antusias untuk menggunakan jasa media cetak sedikit mulai tergeser oleh keberadaan
media online. Keberadaan ini didukung dengan daya akses yang mudah untuk
mendapatkan informasi dari media-media yang berbasis internet. 1 Bahkan kini dengan
berkembangnya media sosial, informasi sudah jauh didapat lebih mudah. Media sosial
mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan memberi feedback secara
terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak
terbatas. Dengan media sosial, siapapun dapat menyebarkan informasi baru kapan saja,
sehingga orang lain juga dapat memperoleh informasi yang tersebar di media sosial
kapan saja.2
Perkembangan teknologi tidak hanya berhenti pada media sosial saja, akan tetapi
sekarang ini sudah berkembang lagi teknologi yang lebih canggih bernama Artificial
Intelligence atau disingkat AI. Menurut Kusumadewi (2003), “Kecerdasan buatan atau
artificial intelligence merupakan salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar
mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh
manusia”.3 Layaknya manusia yang memiliki otak, komputer juga memiliki perangkat
lunak yang berfungsi seperti otak manusia. Kemampuan manusia untuk menyelesaikan
masalah tidak hanya karena memiliki otak yang dapat berpikir dan menganalisis,
melainkan juga karena memiliki basis data, pengetahuan, dan informasi yang diperoleh
dari pengalaman dan pembelajaran. Untuk dapat membangun aplikasi kecerdasan buatan
ada 2 bagian utama yang sangat dibutuhkan, yaitu: 1) Basis Pengetahuan (Knowledge
Based), berisi fakta-fakta, teori, pikiran, dan hubungan antara satu dan yang lainnya; 2)
Motor Inferensi (Inferensi Engine), yaitu kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan
pengalaman.4
1
Hasan Aziz, Skripsi. “Dinamika Media Massa Nahdlatul Ulama dari Era Cetak hingga Digital”. (Yogyakarta:UIN,
2019), Hal. 3
2
Anang Sugeng Cahyono, "Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia," Jurnal
Komunikasi Massa, vol. 10, no. 2, 2020, hlm. 152-153.
3
Luh Putu Ary Sri Tjahyanti, dkk, “Peran Artificial Intelligence (AI) Untuk Mendukung Pembelajaran di Masa
Pandemi Covid-19”, Jurnal Komputer dan Teknologi Sains (KOMTEKS), Vol. 1. No. 1, Oktober 2022, hlm. 16
4
Ibid.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini, hal tersebut membawa kabar
gembira bagi masyarakat karena kemudahan yang ditawarkan dapat membantu
menyelesaikan masalah serta memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai contoh, sistem
digital memungkinkan akses informasi dan ilmu pengetahuan yang cepat dan mudah
hanya dengan menggunakan handphone yang dilengkapi dengan jaringan internet.
Meskipun era digital memberikan dampak positif, kemudahan yang ditawarkan juga
dapat menimbulkan kewaspadaan dan kekhawatiran terhadap munculnya perilaku apatis
dan hilangnya sensitivitas sosial akibat ketergantungan yang berlebihan.
Dampak yang lebih luas dari hal tersebut adalah terjadinya perubahan di berbagai
aspek, terutama dalam hal budaya, nilai, dan agama. Nilai yang dahulu dipegang kuat
kini mulai tergeser dan tergantikan oleh nilai baru namun tidak terlebih dulu dilandasi
keyakinan sehingga dalam perjalanannya masyarakat banyak yang kebingungan dalam
melangkahkan kakinya.5 Batas-batas norma yang dahulu digunakan untuk menjadikan
kehidupan lebih teratur dengan mudah dilanggar demi terpenuhinya kebutuhan hidup.
Akibatnya muncullah berbagai penyimpangan seperti perzinahan, pencurian, korupsi,
pengeradaran obat terlarang, penipuan, perilaku semena-mena terhadap sesama yang
menunjukan semakin menurunnya nilai yang dianut masyarakat.
Maka, untuk meningkatan kembali nilai-nilai yang memudar diperlukan adanya
pendekatan yang positif, seperti yang dilakukan para wali dahulu untuk menyebarkan
agama islam di Indonesia. Para wali ketika berdakwah selalu memberikan contoh teladan
kepada umat, memberikan nasihat dengan bahasa yang sopan dan penuh kasih, dan jika
ada perlu untuk berdiskusi atau berdebat, walisongo menciptakan suasana yang damai.
Bagi para wali, berdebat bukanlah untuk merendahkan atau memamerkan kemampuan,
melainkan untuk mencari kebenaran yang sebenarnya.. Selain itu, para wali juga masuk
ke Masyarakat Indonesia dengan menggunakan pendekatan yang ramah dan mudah
dipahami oleh masyarakat. Mereka menghormati budaya dan tradisi masyarakat setempat
dan berusaha mengintegrasikan nilai-nilai islam ke dalam kehidupan sehari-hari. Mereka
juga mampu membangun hubungan yang erat dengan masyarakat sehingga dengan
mudah memperoleh dukungan untuk menyebarkan agama Islam.

5
idayati, “Pentingnya Pendidikan Nilai Di Era Globalisasi”, Jurnal Dinamika Pendidikan, No. 2/Th.XV/ September
2008, (tk: tp,tt) hal. 64.
Belajar dari para wali terdahulu, dakwah harus senantiasa disesuaikan dengan
perkembangan zaman dan masyarakat yang ada. Saat ini, penggunaan media sosial dan
teknologi informasi juga menjadi alternatif metode dakwah yang efektif, karena
masyarakat saat ini lebih cenderung menggunakan media tersebut. Namun, acara
pengajian tetap menjadi salah satu bentuk kegiatan dakwah yang penting untuk
menyampaikan nilai-nilai agama Islam secara langsung kepada masyarakat. Melalui
acara pengajian, masyarakat dapat memahami tentang ajaran agama Islam secara
mendalam dan menyeluruh. Selain itu, acara pengajian juga dapat menjadi wadah untuk
memecahkan permasalahan yang terjadi di masyarakat sekarang ini, termasuk yang
menyangkut norma agama. Dalam melaksanakan acara pengajian, ulama dan pembicara
diharapkan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan relevan dengan konteks
kekinian, sehingga pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat
dengan baik dan dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka. Agar lebih memudahkan
ulama dalam menyampaikan dakwahnya, diperlukan sebuah wadah sehingga kegiatan
yang dilakukan dapat lebih terencana dan terstruktur. Melalui perencanaan dan strategi
yang tepat diharapkan dakwah dapat lebih mudah tersampaikan sehingga nilai dalam
masyarakat yang tadinya menurun bisa semakin membaik.
Salah satu wadah yang memiliki tujuan untuk menyeimbangkan pola pikir
manusia agar tidak terlarut dalam kehidupan yang terlalu beresiko tersebut adalah
Pesantren Jegongan Manfaat atau disingkat JM yang diasuh oleh Syafrudin Maulana
(Kang Maul). Pesantren Jegongan Manfaat memiliki visi untuk melakukan perombakan
ulang pemahaman para santri serta masyarakat mengenai nilai, pola komunikasi, tingkah
laku, pendidikan cara berpikir serta pengupayaan solusi atas masalah sosial. Hal ini
dilakukan melalui kegiatan JM yang diselenggarakan setiap minggunya mulai dari
jegongan umum (diskusi umum), Mujahadah, Tahsin dan kajian kitab. Konsep kegiatan
yang dilakukan JM bersifat santai dan terbuka baik bagi santri kalong maupun santri
tetap, artinya kegiatan yang dilakukan yayasan pesantren ini tidak terlalu sepaneng akan
tetapi serius. Pada saat acara jegongan umum, materi atau topik pembicarannya tidak
selalu berkaitan dengan agama, melainkan disesuaikan dengan situasi sosial yang sedang
terjadi di lingkungan setempat. Hal ini membuat acara tersebut selalu menghadirkan
narasumber dari berbagai bidang, seperti tokoh masyarakat, akademisi, budayawan,
anggota organisasi masyarakat, mahasiswa, hingga orang-orang dari berbagai kalangan.
Berdasarkan hal tersebut, banyak masyarakat Banjarnegara yang tertarik untuk
bergabung dan belajar di pesantren ini. Padahal, mengingat situasi masa kini dengan
pesatnya perkembangan teknologi digital, menjadi sulit untuk melakukan dakwah secara
langsung kepada masyarakat apalagi sampai membentuk sebuah wadah untuk belajar
bersama tentang ilmu agama. Sebagian besar masyarakat saat ini khususnya para pemuda
cenderung lebih memilih belajar agama secara online, seperti menonton dakwah singkat
di platform Youtube, Instagram, Tiktok, dan sebagainya. Terkadang, mereka lebih
memilih untuk menikmati hiburan yang tersedia di era teknologi modern ini dan tidak
memiliki minat untuk memperdalam ilmu agama. Pesantren Jegongan Manfaat
membuktikan bahwa meskipun menghadapi situasi yang tidak mudah, mereka tetap
konsisten dalam menyebarluaskan ilmu agama. Pesantren ini memiliki strategi khusus
untuk menjaga semangat santri dan menarik minat masyarakat untuk bergabung belajar
bersama mereka.
Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti manajemen strategi Pesantren
Jegongan Manfaat untuk mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan yayasan ini
sehingga para santri disana kualitasnya bisa semakin meningkat baik dari segi agamanya
maupun kehidupannya meskipun berada dalam era perkembangan teknologi yang begitu
pesat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas maka perumusan masalahnya
yaitu “Bagaimana Manajemen Strategi Pesantren Jegongan Manfaat Banjarnegara Dalam
Meningkatkan Kualitas Santrinya pada Era Digital?”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen strategi yang
dilakukan Yayasan Pesantren Jegongan Manfaat dalam meningkatkan kualitas santrinya
pada era digital.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam peneltiian
selanjutnya di bidang yang sama. Serta dapat memberikan kontibusi dan pengetahuan
bagi bidang Sumber Daya Manusia khususnya tentang manajemen strategi.
2. Secara Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan
kepada masyarakat khususnya penelitian dalam bidang Sumber Daya Manusia yang
mengacu pada bagaimana manajemen strategi dalam sebuah organisasi pada era
digital.

E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang pertama diambil dari skripsi Raicita Denara 6, mahasiswa
studi Pendidikan Agama Islam IAIN Bengkulu tahun 2020 dengan judul “Strategi
Yayasan Semarak Bengkulu dalam Pengembangan Pondok Pesantren di Era Digital 4.0”.
Kajian pustaka pertama dalam skripsi ini mengemukakan bahwa pondok pesantren
menghadapi beberapa perubahan sosial dan budaya yang tak terhindarkan karena
kemajuan teknologi informasi dapat menembus budaya di pondok pesantren. Oleh karena
itu, pesantren dituntut untuk menghadapi perubahan secara kritis dan bijak agar para
santri dapat siap menghadapi modernitas tanpa kehilangan identitas dan jati dirinya.
Pondok Pesantren Pancasila Bengkulu hadir sebagai sebuah lembaga yang siap
menghadapi kemajuan di era digital 4.0 dengan menyediakan fasilitas asrama yang lebih
modern, elegan, dan up-to-date serta kegiatan yang dapat mengasah keterampilan santri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pendidikan di Pondok
Pesantren Pancasila Bengkulu di Era Revolusi Industri 4.0.

6
Ricita Denara, Skripsi. “Strategi Yayasan Semarak Bengkulu dalam Pengembangan Pondok Pesantren di Era Digital
4.0.” (Bengkulu:IAIN, 2020)
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis ada pada bahasan mengenai
manajemen strategi dan metode yang digunakan yaitu kualitatif. Sedangkan
perbedaannya adalah pada fokus kajiannya dan objek penelitiannya.
Penelitian lain yang dilakukan Sandy Aulia Rahman dan Husin Jurnal Ilmu
Pendidikan 20227: “Strategi Pondok Pesantren Dalam Menghadapi Era Masyarakat 5.0.
Penelitian ini difokuskan pada strategi pondok pesantren dalam menghadapi era
masyarakat 5.0, yang membawa dampak besar pada dunia pendidikan Indonesia. Hal ini
menimbulkan tantangan dan masalah yang banyak, sehingga lembaga pendidikan
khususnya pondok pesantren harus siap secara mental dan lebih dipersyaratkan untuk
memiliki kemampuan tidak hanya di bidang keagamaan, namun juga dalam mengatasi
serta menghadapi masyarakat yang berada pada era gejolak 5.0.
Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang strategi
pondok pesantren di era modern, meskipun berbeda dalam fokus kajiannya. Penulis
membahas tentang manajemen strategi untuk meningkatkan kualitas santri, sedangkan
Sandy dan Husin membahas tentang strategi untuk menghadapi era masyarakat 5.0.
Objek penelitiannya pun berbeda, Sandy dan Husin objek penelitiannya di Pondok
Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, sedangkan penulis objek penelitiannya adalah
Pesantren Jegongan Manfaat Banjarnegara.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Muhimatul Aliyah dalam tesisnya yang
berjudul “Manajemen Strategis Penjaminan Mutu dalam Meningkatkan Kualitas Lulsan
Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta Jawa Tengah8. Penelitian ini
menemukan bahwa lima indikator program kerja dibuat oleh manajemen strategis untuk
meningkatkan kualitas lulusan di Pondok Assalaam dengan tujuan menyesuaikan visi dan
misi lembaga, termasuk pemerincian pekerjaan, pembagian tugas, penyatuan pekerjaan,
koordinasi, dan monitoring. Dalam mengimplementasikan manajemen strategis untuk
meningkatkan mutu lulusan, dua program kerja digunakan, yaitu peningkatan kualitas
tenaga pendidikan dan penguatan manajemen.

7
Sabdy A Rahman, Husin, “Strategi Pondok Pesantren dalam Menghadapi Era Society 5.0” Jurnal Basicedu, Vol. 6
No.2, Tahun 2022 (Hulu Sungai Utara:STIQ Rakha Amuntai,2022), Hal. 1829-1836
8
Muhimatul Aliyah, “Manajemen Strategis Penjaminan Mutu dalam Meningkatkan Kualitas Lulusan Pondok
Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta Jawa Tengah” (Tesis, UIN Sunan Kalijaga, 2019)
Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama
membahas strategi di Pondok Pesantren.dan metode yang digunakan yaitu metode
kualitatif. Sedangkan perbedaannya ada pada objek pembahasan dan fokus kajiannya.
Berdasarkan pemapaaran hasil beberapa penilitan di atas terdapat perbedaan dan
persamaan penelitian. Persamaan penelitian tersebut adalah semua membahas mengenai
Manajemen Strategi di Pondok Pesantren. Selain itu persamaan lainnya adalah strategi
pondok pesantren menghadapi Era Modern ini, meskipun di penelitian ketiga oleh
Muhimatul Aliyah tidak spesifi menjelaskan tentang Era Modern.
Perbedaan penelitiannya adalah pada objek penelitian. Meskipun sama-sama
meneliti di pondok pesantren, akan tetapi pesantren yang diteliti berbeda-beda dan fokus
fokus kajian yang diteliti pun berbeda.

F. Kerangka Teori
1. Manajemen Strategi
Strategi berasal dari bahasa inggris strategic akar kata dari strategy yang artinya
seni dan ilmu untuk merencanakan dari pengarahan oprasi militer dalam skala besar.
Menurut Ismail Solihin strategi adalah berbagai cara untuk mencapai tujuan (Ways to
achieve ends).9 Sedangkan menurut Porter trategi adalah alat untuk mencapai keunggulan
bersaing. Strategi diartikan oleh para manajer sebagai rencana mereka yang berskala
besar dan berorientasi kepada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan
persaingan guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Strategi adalah “rencana main”
suatu perusahaan. Strategi mencerminkan kesadaran perusahaan mengenai bagaiamana,
kapan, dan dimana ia harus bersaing, melawan siapa, dan untuk maksud apa. Jadi dapat
disimpulkan bahwa strategi adalah cara untuk mencapai tujuan.10
Jika kita menghubungkan definisi strategi dengan istilah manajemen, maka
manajemen strategi dapat diartikan sebagai suatu proses yang meliputi perencanaan,
pengaraham, pengorganisasian, dan pengendalian berbagai keputusan dan tindakan
strategis perusahaan dengan tujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif.

9
Ismail Solihin, Manajemen Strategik (Bandung: Erlangga, 2012), h. 22.
10
Ibid. Hal. 24
Menurut Muljadi (2006) manajemen stratejik merupakan suatu cara untuk
mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien, sampai pada implementasi yang
paling depan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang bersangkutan. Dalam penyusunan
rencana stratejik lembaga pendidikan harus memuat (a) Rumusan visi lembaga, (b)
Rumusan misi lembaga, (c) Rumusan tujuan lembaga, (d) Rumusan sasaran, (e) Rumusan
kebijakan, (f) Rumusan program, (g) Rumusan kegiatan.11
Pengertian manajemen strategik menurut Fred R. David, adalah ilmu mengenai
perumusan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang
memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Dalam bukunya, Wheelen & Hunger
mengatakan bahwa strategic management adalah set of managerial decisions and actions
that determines the long-rum performance of a firm; yang berarti kumpulan dari
keputusan-keputusan dan tindakan yang menentukan kinerja jangka panjang dari sebuah
perusahaan.12
Sedangkan menurut Husein Umar manajemen strategik sebagai suatu seni dan
ilmu dalam hal pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi
(evaluating) keputusan- keputusan startegis antara fungsi yang memungkinkan sebuah
organisasi mencapai tujuannya pada masa mendatang. 13
Berdasarkan pandangan beberapa ahli mengenai manajemen strategik, dapat
disimpulkan bahwa manajemen strategik merupakan suatu seni dalam merancang
rencana, melaksanakan program-program, dan mengevaluasi hasilnya untuk mencapai
tujuan organisasi di masa depan. Kemudian manajamen strategi merupakan proses
manajerial yang melalui tiga fase yaitu: (1) formulasi strategi, (2) implementasi, dan (3)
evaluasi.
Menurut Crown dalam Wahyudi mengatakan bahwa, pada prinsipnya strategi
dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu:14

11
Muljadi, Pokok-pokok dan Ikhisar Manajemen Stratejik Perencanaan dan Manajemen Kinerja, (Jakarta: Pustaka
Publisher, 2006), hlm. 15.
12
Son Wardinal, Strategic Management dan Strategic Leadership: Dua Sisi Mata Uang Kemampuan Untuk Hadapi
Tantangan Perubahan Lingkungan yang Drastis, Binus Business Vol. 2 No. 1 (2011), 416.
13
Taufiqurokhman, Manajemen Strategik (Jakarta: Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama, 2016), 15.
14
Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategic: Pengantar Proses Berfikir Strategik (Bandung: Binarupa Aksara,
1996), 17.
a) Perumusan Strategi pengembangan strategis adalah penetapan kegiatan yang
berkaitan dengan pencapaian suatu tujuan. Ini akan fokus pada kegiatan utama
antara lain dalam fase ini.
1. Mengembangkan strategi alternatif
2. Pemilihan strategi
3. Strategi rekrutmen

Untuk membuat keputusan yang tepat dalam perumusan strategi, sangat erat
kaitannya dengan analisis lingkungan, dan perumusan strategi memerlukan data dan
informasi yang jelas dari analisis lingkungan.
Perumusan strategi juga dapat diterapkan pada perencanaan yang hati-hati, tetapi
peneliti memahami konsep perencanaan Harold Koontz dan Cyril O'Donnell, adalah
kemampuan manajer untuk memilih dari tujuan, kebijakan, prosedur, dan pilihan
program. Perencanaan adalah fungsi manajemen yang berkaitan dengan penentuan
tujuan, kebijakan, tahapan, dan program dari alternatif-alternatif yang ada. 15
Kegiatan perencanaan menurut T. Handoko pada dasarnya melalui empat tahap;
1) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan, 2) merumuskan keadaan saat ini, 3)
mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan, 4) mengembangkan rencana atau
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan.16

b) Implementasi Strategi
Tahap ini merupakan tahapan di mana strategi yang telah diformulasikan
itu kemudian diimplementasikan, di mana tahap ini beberapa aktivitas kegiatan
yang memperoleh penekanan sebagaimana penjelasan Dirgantoro, antara lain: 17 1)
menetapkan tujuan tahunan; 2) menetapkan kebijakan (policy); 3) memotivasi
karyawan; 4) mengembangkan budaya yang mendukung; 5) menetapkan struktur
organisasi yang efektif; 6) menyiapkan target; 7) mendayagunakan sistem
informasi; 8) menghubungkan kompensasi karyawan dengan performa organisasi.

15
Iwan Purwanto, Manajemen Strategi: Pedoman Jitu dan Efektif Membidik Sasaran Perusahaan melalui Analisis
Aspek Internal dan Eksternal (Bandung: CV. Yrama Widya, 2012), 48
16
T. Hani Handoko, Manajemen Edisi 2 (Yogyakarta: BPFE, 2013), 79.
17
Septyarini Dwi Praminingtyas, “Manajemen Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba
(Studi pada Implementasi oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur)", Publika Vol. 3 No. 3 (2015), 4
T. Handoko berpendapat bahwa pelaksanaan strategi harus melalui
mekanisme kordinasi, berikut mekanismenya; 1) herarki manajerial yang mana
merupakan rantai perintah, wewenang formal, dan akuntabilitas yang jelas dapat
menumbuhkan integritas bila dirumuskan secara jelas serta dilaksanakan dengan
pengarahan yang tepat, 2) aturan dan prosedur merupakan keputusan-keputusan
manajerial yang dibuat untuk menangani kejadian-kejadian rutin sehingga dapat
juga menjadi peralatan yang efisien untuk koordinasi dan pengawasan rutin, 3)
rencana dan penetapan tujuan merupakan pengkoordinasian melalui pengarahan
seluruh satuan organisasi terhadap beberapa sasaran yang sama.
Ada 18 kunci untuk mengimplementasikan strategi. 1) mengembangkan
akuntabilitas, 2) mengubah isu-isu prioritas strategi ke perencanaan yang dapat
dilakukan dan diukur, 3) menambah departemen perancanaan, 4) negoisasi
akuntabilitas individe, 5) mengubah struktur organisasi secara cepat, 6) mengubah
personal secara cepat, 7) menggunakan kepemimpinan kreatif dan menyentuh
mental, 8) menghilangkan resistensi, 9) menggunakan tim yang sesuai, 10)
mereduksi budaya masa depan, 11) mengalokasikan sumberdaya secara efektif,
12) menyelaraskan kerja organisasi dengan perencanaan mulai dari atas sampai
bawah, 13) memberdayakan pelaksanaan eksekusi, 14) memilih, melatih, dan
mengembangkan ke depan, 15) memamastikan tercapainya proses inti, 16)
mengkomunikasikan ke seluruh orang di sepanjang waktu, 17) meninjau ulang
perfomansi, dan 18) memberi reward prestasi strategi.18
Pada tahapan ini perusahaan atau lembaga mengambil tindakan berupa
pengembangan program, anggaran, dan prosedur. Proses ini meliputi perubahan
budaya secara menyeluruh, struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi
secara keseluruhan19.
1) Program
Program adalah pernyataan aktifitas- aktifitas atau langkahlangkah
yang diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai.
Program melibatkan restrukturisasi perusahaan dan lembaga,

18
Ahmadi, Manajemen Kuriulum: Pendidikan Kecakapan Hidup, ( Yogyakarta, Pustaka Ifada, 2013), 47
19
J David Hunger & Thomas L Wheelen, Manajemen Strategis, Terjemah oleh Julianto Agung (Yogyakarta: Andi),
hlm. 17
perubahan budaya istilah internal lembaga atau awal dari usaha
peneitian baru.
2) Anggaran
Anggaran adalah program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang.
Setiap program akan dinyatakan secara rinci dalm biaya, yang dapat
digunaan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan.
Banyak perusahaan memimta persentasi yang pasti dari tingkat
pengembalian investasi yang biasa disebut tingkat rintangan (hardle
rate), sebelum manajemen menyetujui suatu program.
3) Prosedur
Prosedur atau yang biasa disebut Standard Operating Procedures
(SOP). Prosedur adalah sistem langkah-langkah atau teknik-teknik
yang berurutan yang menggambarkan secara rinci bagaimana suatu
tugas atau pekerjaan diselesaikan. Prosedur secara khusus merinci
berbagai aktifitas yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan
program-program perusahaan atau lembaga.
Tetapi perlu dicatat bahwa sebuah strategi yang telah dirumuskan dengan
baik tidak dapat menjamin keberhasilan implementasinya sesuai dengan harapan
lembaga pesantren. Hal ini dikarenakan keberhasilan implementasi strategi sangat
bergantung pada komitmen dan tekad lembaga tersebut dalam menjalankan
strategi tersebut. Oleh karena itu, pengendalian strategi dalam lembaga atau
organisasi sangatlah penting.
c) Pengendalian Strategi
Untuk menilai sejauh mana efektivitas implementasi formulasi strategi,
langkah berikutnya yang diperlukan adalah evaluasi.
M.Chabib Thoha mendefinisikan evaluasi merupakan kegiatan yang
terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.20
Evaluasi dalam arti controlling, maksudnya mengevaluasi strategi yang
telah dijalankan yang meliputi sebagai berikut:

20
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1990), h. 17.
1) Mereview faktor internal dan eksternal yang merupakan dasar dari
strategi yang telah ada
2) Menilai performa strategi
3) Melakukan langkah koreksi

21
Thomas V. Bonoma, dalam bukunya Marketing Edge: Making
Strategies Work merumuskan kemungkinan suksesnya eksekusi strategi yaitu:

1) Succes
Jika organisasi dapat membentuk strategi yang baik dan dapat
menjalankannya dengan benar dan tepat, maka kombinasi tersebut
disebut “berhasil”. Posisi ini adalah keinginan terbaik dari setiap
organisasi.
2) Roulette
Apabila perusahaan kurang baik dalam memformulasikan strategi
namun dalam implementasinya kurang baik, maka kombinasi tersebut
dinamakan dengan “Roulette”. Namun dengan perbaikan dan
penyesuaian formulasi strategi dalam implementasinya kemungkinan
mancapai hasilnya akan lebih baik.
3) Trouble
Posisi bermasalah adalah formula strategi yang dieksekusi dengan baik
tetapi tidak dapat dieksekusi dengan benar.
4) Failure
Posisi ini paling buruk karena perumusan strategi dan eksekusi sama-
sama baru. Dengan demikian, maka hal yang terbaik adalah
memperbarui keduanya.

2. Kualitas Santri
Kualitas menurut Wardiman Djojonegoro adalah manusia yang minimal memiliki
potensi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta kompetensi dalam keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT. Sedangkan ciri-ciri manusia Indonesia yang
21
Rahman Rahim & Enny Radjab, Manajemen Strategi (Makassar: Lembaga Perpustakaan dan Penerbitan
Universitas Muhammadiyah Makassar, 2017), 103.
berkualitas menurut GBHN, yaitu: beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
trampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta
sehat jasmani dan rohani, berjiwa patrioritik, cinta tanah air, mempunyai semangat
kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa
pahlawan, dan beriorentasi masa depan.22
Banyak ahli dan organisasi yang berupaya mendefinisikan kualitas berdasarkan
perspektifnya masing-masing. Meskipun definisi tersebut tidak diterima secara
universal, namun ada beberapa kesamaan dalam pandangan tersebut, seperti bahwa
kualitas mencakup usaha untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan,
meliputi produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan, serta kualitas
bersifat dinamis dan selalu berubah.
Berdasarkan elemen-elemen tersebut, Goetsch dan Davis yang dikutip oleh
Tjiptono , membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupanya, yakni kualitas
merupakan kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.23
Sedangkan asal usul kata “santri” dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama,
pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah
kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini menurut
Nurcholiss Madjid didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary bagi orang jawa
yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab.
Di sisi lain, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci
agama hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama hindu. Atau secara umum
dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu
pengetahuan. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri
sesungguhnya berasal dari bahasa jawa, dari kata “cantrik”, berarti seorang yang
selalu mengikuti seorang guru dengan maksud untuk belajar. Dengan kata lain bahwa
kualitas santri merupakan komitmen santri yang belajar keilmuan Islam dan umum di
pondok pesantren untuk menguasai berbagai keahlian baik ilmu Agama maupun

22
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berbasis Standar Proses Pendidikan (Jakarta : Kencana Prenada Media,
2006), h. 124.
23
Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran ( Bandung : PT Refika Aditama ,2014), h. 75.
umum sebagai bekal hidup di masyarakat nantinya. Sehinga mampu menghadapi
pesaingan hidup di era yang serba global ini.24

Sedangkan dalam rutinitas keseharian, maka pengertian santri adalah sebutan bagi
siswa yang belajar mendalami agama di pesantren dan tinggal di pondok yang
menyerupai asrama biara, dan disana mereka memasak dan mencuci pakaiannya
sendiri, mereka belajar tanoa terikat waktu dan juga mengutamakan beribadah,
termasuk belajar dianggap sebagai ibadah.25 Sedangkan dalam pembagian status
santri yaitu santri mukim dan santri kalong, menurut Zamakhsyari Dhofier terdapat
dua pengertian: Pertama, santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah
yang jauh dan menetap di pesantren. Kedua, santri kalong, yaitu murid-murid yang
berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, mereka bolak-balik (Nglaju-Jawa) dari
rumahnya sendiri ke pesantren dengan tujuan untuk belajar.26
Menurut penulis, tidak jelas siapa yang pertama kali menggunakan julukan "santri
kalong". Namun, berdasarkan istilah yang digunakan, yaitu "kalong", nama ini
sebenarnya merujuk pada binatang kelelawar. Binatang ini biasanya keluar dari
sarangnya saat senja dan terbang ke sana kemari mencari makan pada malam hari.
Mungkin karena perilaku binatang ini, julukan tersebut kemudian dikaitkan dengan
santri yang berangkat belajar agama pada sore hari dan pulang di malam atau pagi
hari.
Tugas santri di pesantren adalah mempelajari materi yang diajarkan oleh kyai,
baik yang berupa teks tertulis maupun secara lisan yang dianggap lebih penting
karena penyampaiannya langsung dari kyai itu sendiri. Selain dari pemberian materi,
salah satu yang paling ditanamkan pada setiap santri yaitu sikap hormat, takzim dan
kepatuhan mutlak terhadap kyai. Kepatuhan itu diperluas lagi terhadao ulama
sebelumnya dan ulama yang mengarang kitab-kitab yang dipelajarinya. Kepatuhan,
bagi pengamat luar tampak lebih penting dari penguasaan ilmu, tapi bagi kyai hal itu
merupakan integral dari ilmu yang akan dikuasai.27

24
Mohammad Takdir, Moderenisasi Kurikulum Pesantren ( Yogyakarta : IRCisod, 2018 ), h. 10-11
25
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai: Kasus, Hal. 11.
26
Zamarkhasyari Dhofir, Tradisi Pesantren: Studi¸hlm. 51-52.
27
Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 4 (Jakarta: Bangkit, 1992) hlm. 74
Untuk pengajaran agama, pesantren memang tidak memberikan hasil yang paling
baik melalui pengajaran formal. Namun, pengaruh agamis yang dihasilkan dari
lingkungan yang khas, disiplin dalam menegakkan shalat dan pelaksanaan kewajiban
Islam lainnya, justru yang lebih penting daripada pengajaran formal. Harapan para
santri dan orang tua mereka pada pesantren juga tidak untuk menjadi ulama, tetapi
bagaimana harus menjadi orang Islam yang baik. Hanya bagi mekera yang ingin
menjadi ulama memang harus mengikuti sebagian besar dari kurikulum yang ada. 28
Terutama di zaman sekarang yang kental dengan nuansa materialistik dan hedonistik,
pendidikan agama menjadi sangat penting untuk menjaga moral masyarakat agar
tidak rusak. Selain itu, juga diperlukan untuk menumbuhkan calon-calon ulama masa
depan yang siap melanjutkan perjuangan para ulama yang sudah tua dan kurang
produktif dalam membimbing umat.
3. Pesantren
Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren adalah
merupakan tempat dimana dimensi ekstorik (penghayatan secara lahir) Islam
diajarkan29, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses
penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk
pendidikan dan pengajaran agama Hindu.30
Setelah Islam masuk dan tersebar di indonesia, sistem tersebut kemudian diambil
oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau
di Minangkabau, Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India.
Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan
tradisioanal di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pondok, barangkali istilah
pondok berasal dari kata Arab funduq , yang berarti pesangrahan atau penginapan
bagi para musafir.31
Selain itu Pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang
sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad jauh sebelum Indonesia merdeka dan

28
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1994),
Hlm. 17.
29
Azyumarid Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet.II, Jakarta: Logos wacana
Ilmu, 2000. h. 95
30
Herman DM, “Sejarah Pesantren di Indonesia”, Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 6 No. 2, Juli-Desember 2013, hal.146
31
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif,1997, h. 97.
sebelum kerajaan Islam berdiri32, ada juga yang menyebutkan bahwa pesantren
mengandung makna ke-Islaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata
“pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren,
sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti
“melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti
gurunya kemanapun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya
memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama.33
Dalam istilah lain dikatakan pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata
"santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab
funduuq yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan
nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur
kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur
adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri
dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup
mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.34
Selain itu juga menyebutkan bahwa kata pesantren yang berasal dari akar kata
santri dengan awalan "Pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Para
ahli berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru
mengaji. Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan
di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para
siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal.
Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren
dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri. Dari
aspek kepemimpinan pesantren kyai, karena kiyai memiliki kedudukan yang tak
terjangkau, tak dapat sekolah dan masyarakat memahami kagungan Tuhan dan
rahasia alam.35 memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak. Tegasnya Kiyai

32

33
Herman DM, “Sejarah Pesantren di Indonesia, Jurnal Al-Ta’dib”, Vol. 6 No. 2, Juli-Desember 2013, hal.147
34
M. Ali Mas’udi, “Perang Pesantren dalam Pembentukan Karakter Bangsa”, Jurnal Paradigma, Vol. 2, No. 1,
November 2015.
35
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Cet. V; Jakarta: LP3S, 1985, h. 56
adalah tempat bertanya atau sumber referensi, tempata menyelesaikan segala urusan
dan tempat meminta nasihat dan fatwa.36
Disisi lain, pada hakikatnya tumbuhnya pesantren dimulai dengan adanya
pengakuan suatu lingkungan masyarakat tertentua terhadap kelebihan seorang kyai
dalam suatu fann (ilmu) tertentu serta kesalehannya, sehingga penduduk sekitarnya
banyak datang untuk belajar menuntut ilmu kepadanya. Karena pengaruhnya yang
cukup besar terhadap masyarakat sekitarnya, maka tidak sedikit para kyai menjadi
tokoh dalam sebuah desa bahkan dianggap sebagai cikal bakal suatu desa.37
Pesantren tumbuh dan berkembang pada mulanya di masyarakat pedesaan, maka
sangat wajar apabila pesantren identik dengan lembaga pendidikan yang sangat
memperhatikan dan melestarikan budaya. Oleh Sebab itu, sistem pengelolaan dan
metode pembelajaran yang digunakan oleh pesantren sangat erat kaitannya dengan
jenis karakter masyarakat pada waktu itu. Pada perkembangannya sistem
pembelajaran di pesantren sudah mengiluti perkembangan zaman yang sebelumnya
hanya memakai pola lama seperti sorogan, tewonan, dan bandongan maka saat ini
banyak inovasi dalam perkembangan sistem pembelajaran tersebut. 38
Salah satu tokoh yang melontarkan modernisasi pondok pesantren adalah
Nurcholish Majid, beliau melontarkan ide tentang pembentukan masyarakat madani
bagi agama, melalui pijakan dasarnya lembaga pendidikan tradisional Islam yaitu
pesantren.39 Akibat dari modernisasi tersebut maka lahirlah pesantren modern sebagai
lembaga pendidikan Islam yang melakukan perubahan dalam sistem pendidikan,
termasuk kurikulum dan metodologi pembelajaran, dengan mengintegrasikan
pelajaran agama Islam dan pelajaran umum.
Dampak lain dari modernisasi yang masuk ke pesantren adalah fungsi pesantren
menjadi semakin luas. Model kelembagaan dalam pesantren menjadi lebih terbuka
terhadap perubahan zaman akan tetapi tetap tidak meninggalkan nilai-nilai yang ada
dalam pesantren. Apabila kita kaitkan dengan keilmuan saat ini di era revolusi

36
Abuddin Nata(Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001, h. 42.
37
Anis Masykhur, Menakar Modernisasi Pendidikan Pesantren, (Depok JABAR: Barnea Institute, 2010), hal. 42
38
Binti Muananh, Tradisi Intelektual Santri (Yogyakarta: Teras, 2017), hal. 6
39
Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Majid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional (Jakarta: Ciputat
Press, 2002) Hal. 5
industri 4.0 yang mengharuskan adanya sumber daya manusia yang terampil dalam
bidang digital, pesantren perlu menyesuaikan misinya untuk tidak hanya memperkuat
pemahaman keagamaan, tetapi juga menghasilkan sumber daya manusia yang mampu
beradaptasi dan berkontribusi dalam perkembangan teknologi sesuai dengan tuntutan
zaman.
4. Era Digital
Saat ini, kita telah memasuki era digital di mana segala kegiatan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi yang lebih maju. Jika membahas masalah
pengertian era digital, mungkin Anda akan kebingungan karena tidak ada
keterkaitannya dengan ilmu pengetahuan. Bahkan bisa dikatakan tidak ada
pengertian era. Digital menurut para ahli. Karena alur perkembangannya
berjalan begitu saja sesuai tuntutan zaman. Secara umum, era digital adalah
suatu kondisi kehidupan atau zaman dimana semua kegiatan yang mendukung
kehidupan sudah dipermudah dengan adanya teknologi. Bisa juga
dikatakan bahwa era digital hadir untuk menggantikan beberapa
teknologi masa lalu agar jadi lebih praktis dan modern. 40
Di era digital yang kita alami saat ini, teknologi informasi dan komunikasi telah
mengubah cara kita belajar dan mengakses informasi, termasuk dalam konteks belajar
agama. Perkembangan teknologi digital, seperti internet, perangkat bergerak, dan
platform media sosial, telah memberikan pengaruh signifikan terhadap cara orang
mempelajari dan berinteraksi dalam hal apapun bahkan dalam mencari ilmu agama.
Setiap individu memiliki akses yang lebih mudah dan cepat ke berbagai sumber
informasi agama. Internet menyediakan akses ke teks-teks suci, kajian agama, video
kuliah, dan materi pendidikan aga lainnya yag dapat di akses secara online. Ini
memungkinkan individu untuk belajar agama secara mandiri dan mengakses
pengetahuan agama yang lebih luas daripada sebelumnya.
Dunia digital saat ini sudah memasuki era 5.0, dimana teknologi Artifisal
Intelijen (Inteligence Artificial) sudah masuk dalam bidang kerja manusia
sehingga begitu memudahkan kerja manusia yang memungkinkan masuknya
teknologi robot yang menyerupai cara berpikir manusia. Di sinilah kemungkinan
40
Arini Ulfa Satira & Rossa Hidriani, “Peran Penting Public Relations di Era Digital”, Jurnal Internasional Sadida, Vol.
1, No. 11, Juni-Desember 2021, hal. 187
adanya era disruption, yakni; terjadinya pergeseran pada kerja manusia di
berbagai bidang kerja dengan adanya tenaga robot dalam teknologi informasi.41
d) Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif yaitu suatu pendekatan yang berperspektif emik, yakni pendekatan
penelitian yang perolehan datanya dalam bentuk narasi, cerita detail, ungkapan
dan bahasa asli hasil kontruksi para responden atau informan, tanpa ada evaluasi
dan interpretasi dari peneliti. Data dalam bentuk cerita detail hanya dapat
diperoleh, karena teknik pengumpulan datanya adalah wawancara mendalam atau
ovservasi, bukan kuisioner.42
Dengan demikian untuk mengetahui bagaimana manajemen strategi dalam
meningkatkan kualitas santri di Pesantren Jegongan Manfaat pada era digital,
penulis memilih menggunakan jenis penelitian lapangan (field research).
Dalam menyusun skripsi ini, penulis mencoba menempuh langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Objek Penilitan
Fokus penelitian ini adalah pada manajemen strategi yang
digunakan dalam meningkatkan kualitas santri di Pesantren Jegongan
Manfaat pada era digital. Objek penelitian merujuk pada hal-hal yang
menjadi perhatian utama dalam penelitian ini, yang dalam hal ini
adalah manajemen strategi. Penelitian ini berfokus pada bagaimana
manajemen strategi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
santri di pesantren tersebut, khususnya dalam konteks era digital.
2) Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah semua sumber data informan yang
memberikan informasi terkait dengan isu penelitian yang sedang
diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah

41
Ilham Prisgunanto, “Pemaknaan Arti Informasi di Era Digital”, Jurnal Wacana, Vol. 17 NO.2, Desember 2018, Hal.
153
42
Mohammad Yogi Yuniardi, “Strategi Komunikasi Emha Ainun Ndjib dalam Menyampaikan Nilai-nilai Agama
Islam pada Jama’ah Maiyah di Kasihan Bantul” (Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), Hal. 20
Kang Maul, pengurus yayasan, dan para santri (santri kalong dan santri
mukim).
3) Metode Pengumpulan Data
4)
e) Daftar Pustaka
Idayati. 2008. Pentingnya Pendidikan Nilai Di Era Globalisasi. Jurnal Dinamika Pendidikan.
Budiyanto, Halil. 2016. “Upaya Transformasi Nilai-Nilai Spiritual Pada Komunitas Juguran Syafaat
Di Purwokerto”. Skipsi. Purwokerto: IAIN Purwokerto.
Abdullah Qodir, “Manajemen Sumber Daya Manusia Di Pondok Pesantren AlFalah Bakalan
Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara”, dalam JMP, Volume 1 Nomor 3, Desember
2012, (Semarang: IKIP PGRI Semarang, 2012), hal. 273-275.
Wicaksono, Yosep Satrio. 2016. “Pengaruh Pelatihan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dalam Rangka Meningkatkan Semangat Kerja Dan Kinerja Karyawan (Studi di SKM Univ.
V PT. Gudang Garam, Tbk Kediri)”. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 3 No. 1, Januari
2016. Malang: Universitas Brawijaya.

file:///C:/Users/HP/Downloads/7456-16196-1-SM.pdf
http://repository.radenintan.ac.id/16468/2/COVER%2CBAB%201%2CBAB%202%2C
%20DAPUS.pdf

Anda mungkin juga menyukai